Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mimandita Atsari
"Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.

This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
"ABSTRAK
Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.

ABSTRACT
This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iman Rustarmadi
"Skripsi ini membahas mengenai kaitan budaya konsumsi Otaku MMORPG Jepang dengan genre light novel Overlord. Dengan menggunakan teori aspek semiotic dari Roland Barthes, penulsi mengkaji light novel ini dari segi sintagmatik dan paradigmatic. Hasil Analisis menunjukkan bahwa di dalam light novel Overlord, terdapat konten konten MMORPG yang membentuk hubungan sintagmatik dan paradigmatiknya. Hal ini membuktikan bahwa Overlord adalah sebuah light novel yang dibentuk dengan unsur MMORPG. Dengan menggunakan teori konsumsi database dari Hiroki Azuma, bisa diasumsikan bahwa light novel Overlord telah memakai database MMORPG untuk mengembangkan narasi yang dijualnya.

This Thesis explains about relations between light novel Overlord and Japanese MMORPG Otaku consumption culture. By applying Roland Barthes rsquo s theory of Semiotic Aspects, writer will analyze this light novel from syntagmatic and paradigmatic point of view. This analysis showed that within light novel Overlord, there is MMORPG content which build the syntagmatic and paradigmatic relationship inside. This analysis showed that Overlord is a light novel created by MMORPG elements. By applying database consumption theory by Hiroki Azuma, this shows that Overlord have used MMORPG database to create it rsquo s narrative."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiske, John
Yogyakarta: Jalasutra, 2011
306.4 FIS ut
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Febriani
"Tesis ini merupakan penelitian tentang proses-proses budaya yang terjadi pada aktivitas nobar di kafe. Sebagai fenomena budaya, aktivitas ini terbentuk dari beberapa proses sosial yang relasional dan dialogis. Secara umum nobar di kafe merupakan salah satu bentuk konsumsi oleh penonton sepakbola. Namun ia juga tidak lepas dari proses lain yang memengaruhi pola konsumsi tersebut yaitu representasi, identitas, produksi dan regulasi. Pemaknaan terjadi bukan karenbobjek tetapi bagaimana objek itu dikonsumsi. Ketenangan kafe bisa berkompromi dengan keriuhan penonton sepakbola yang bisa terjadi dengan adanya sistem yang menjadikannya sebagai salah satu bentuk konsumsi penonton sepakbola.

This thesis examines the cultural processes happening in nobar in cafes. As a cultural phenomenon, this activity is formed of several relational and dialogicalvsocial processes. Generally, nobar in cafes is one of the consumption form practiced by the football viewers. However, it also cannot be separated from the other processes that influence the consumption, which are representation, identities, production and regulation. Meaning is constructed not by the object but how the object is consumed. The calm of the cafes can compromise with the
excitement of football viewers that can happen with the existence of a system that turns it into one of a consumption form of football viewers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T27991
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adisty Safitri
"Artikel ini membahas fenomena third wave coffee pada kedai kopi di Jakarta. Studi-studi mengenai konsumsi kopi sebelumnya banyak berfokus pada kopi retail second wave coffee dan pengaruh brand terhadap konsumsi kopi para konsumernya. Artikel ini berfokus pada third wave coffee yang ditandai dengan jumlah kedai kopi dan konsumernya. Third wave coffee menjadi kultur kaum muda karena kopi tidak hanya befungsi sebagai komoditas untuk di konsumsi, namun pemahaman akan kopi itu sendiri menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kaum muda sebagai konsumer. Dalam konteks ini, taste dan distingsi menjadi unsur penting dalam konsumsi. Artikel ini melengkapi kajian sebelumnya melalui third wave coffee dan implikasinya bagi kultur kaum muda. Penulis berargumen bahwa taste dan distingsi yang melekat dalam konsumsi third wave coffee berkontribusi tehadap pembentukan kultur kaum muda di Jakarta. Artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data dari hasil studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam pada konsumer, pekerja, dan pemilik kedai kopi third wave coffee.

This article discusses the phenomenon of third wave coffee at coffee shop in Jakarta. Previous studies about coffee consumption focused much on retail coffee second wave coffee and brand influence on coffee consumption of its customers. This article focuses on third wave coffee that marked by the number of coffee shops and consumers. Third wave coffee is a youth culture because coffee not only serves as a commodity for consumption, but the understanding of coffee itself becomes an unattached part of young people as consumers. In this context, taste and distinction are important elements of consumption. This article complete the previous study through third wave coffee and its implications for youth culture. Researchers argue that taste and distinction inherent in third wave coffee consumption contribute to the formation of youth culture in Jakarta. This article uses a qualitative method by collecting data from the results of literature studies, observations, and in-depth interviews on consumers, workers, and owners of third wave coffee shops.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Skripsi ini membahas tentang gaya busana kawaii yang merepresentasikan budaya Jepang yang kini telah tersebar ke banyak negara dalam skala transnasional. Penulisan ini difokuskan pada pengguna gaya busana kawaii di Kanada Rusia dan Makau untuk mengukur penerimaan gaya busana kawaii di masing masing negara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa gaya busana kawaii berkembang menjadi budaya transnasional karena telah memenuhi karakteristik karakteristik kebudayaan transnasional.

This thesis discusses about kawaii fashion that represents Japanese culture has diffused to many countries on a transnational scale. This research is mainly focused on kawaii fashion wearers in Canada Russia and Macau to measure the acceptance of kawaii fashion in each country. Results from this study indicate that kawaii fashion developed into transnational culture because it has met the characteristics of transnational culture theory."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahlul Fuad
"Penelitian ini membahas pandangan-pandangan, gagasan-gagasan, dan ungkapan-ungkapan, serta tindakan-tindakan anak muda NU yang berada di P3M sebagai bentuk resistensi terhadap pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan para elit NU. Hal ini muncul karena tindakan-tindakan, dan kebijakan-kebijakan beberapa tokoh NU tidak selalu sesuai dengan gagasan dan pandangan kaum muda NU di P3M. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan sekaligus pemahaman mengenai berjalannya budaya kekuasaan dan resistensi dalam suatu kelompok masyarakat. Penelitian ini juga memberikan pemahaman reflektif terhadap budaya resistensi di Indonesia. Adapun manfaat penelitian ini secara teoretis untuk memahami suatu budaya yang dinamis, melalui pendekatan yang holisitik terhadap suatu problem tertentu. Kerangka teori penelitian ini mengacu pada konsep kekuasaan yang dikemukakan Michel Foucault, yang menyatakan bahwa hubungan-hubungan kekuasaan sekaligus bersifat intensional dan tidak subyektif; di mana pun ada kekuasaan, di sana ada resistensi atau resistensi tidak pernah berada di luar kekuasaan. Kemudian, konsep resistensi menelaah terhadap kajian James C Scott dan Lila Abu-Lughod. Menurut Scott, resistensi tidak lebih dari sebuah hasrat yang dapat dipahami pada bagian rumah tangga untuk survive, untuk kepastian keamanan fisik, kebutuhan makanan, kebutuhan uang tunai, dan mengidentifikasi sumberdaya resistensi terhadap tuntutan tekanan geng, penagih pajak, tuan tanah, dan para pembantu. Sedangkan menurut Lila Abu-Lughod, bahwa resistensi hendaknya digunakan sebagai sebuah “diagnosa kekuasaan”. Oleh karena itu, Lughod menggunakan resistensi sebagai tanda kebabasa manusia yang bisa digunakan sebagai strategi untuk memberi informasi mengenai bentuk-bentuk kekuasaan dan bagaimana orang-orang mengejarnya. Melalui pendekatan interpretasi terhadap data-data yang diperoleh melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, penelitian ini menemukan selain adanya ungkapan, gagasan, dan tindakan yang dilakukan oleh kaum muda NU di P3M sebagai bentuk resistensi mereka terhadap struktur kekuasaan yang sedang berjalan, mereka juga menujukkan kekuasaannya melalui jaringan-jaringan yang mereka bangun. Bentuk-bentuk resistensi yang mereka lakukan adalah dengan mengungkap kekurangan-kekurangan para elit NU melalui gosip, mengkritik, menggagas bentuk kegiatan untuk kepentingan NU, dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan warga NU.

This research discusses views, ideas, articulations, and actions of the NU youth in P3M, which were a form of resistance towards views and actions of NU elites. This resistance emerged because the actions of NU elites were not always in line with the ideas and views of the NU youth. The purpose of this research is to provide a picture as well as an understanding on the culture of power and its resistance in certain society. It is also intended to provide a reflective understanding on the resistance culture in Indonesia. Such a research is useful to understand a dynamic culture through a holistic approach towards a particular problem. The theoretical framework of the study is based on the concept of power introduced by Michael Foucault, which says that power relations are intentional and non-subjective; wherever there is power, there is resistance, and yet, or rather consequently, this resistance is never in a position of exteriority in relation of power. Furthermore, the concept of resistance in this study refers to the concept of resistance introduced by James C. Scott and Lila Abu-Lughod. According to Scott, a resistance is no more than a desire in a part of a household to assure physical safety, food needs, cash needs, and to identify resistant resources upon gang pressures, tax collectors, landlords and their guards. Lila Abu-Lughod argues that a resistance as a diagnose power. Therefore, she marks resistance as signs of human freedom will be use them as strategically to tell information on the forms and how people are caught up in them. Through interpretative approaches on some data, which were collected from direct observation and in-depth interview, this research discovers several articulations, ideas, and actions of the NU youth in P3M, which were the forms of their resistance toward the structure of power hold by NU elites. They also demonstrated their power through their networks. The resistance was articulated by gossiping the weaknesses of NU elites, criticizing them, and running several alternative activities for the interests of NU members."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahlul Fuad
"Penelitian ini membahas pandangan-pandangan, gagasan-gagasan, dan ungkapan-ungkapan, serta tindakan-tindakan anak muda NU yang berada di P3M sebagai bentuk resistensi terhadap pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan para elit NU. Hal ini muncul karena tindakan-tindakan, dan kebijakan-kebijakan beberapa tokoh NU tidak selalu sesuai dengan gagasan dan pandangan kaum muda NU di P3M. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan sekaligus pemahaman mengenai berjalannya budaya kekuasaan dan resistensi dalam suatu kelompok masyarakat. Penelitian ini juga memberikan pemahaman reflektif terhadap budaya resistensi di Indonesia. Adapun manfaat penelitian ini secara teoretis untuk memahami suatu budaya yang dinamis, melalui pendekatan yang holisitik terhadap suatu problem tertentu. Kerangka teori penelitian ini mengacu pada konsep kekuasaan yang dikemukakan Michel Foucault, yang menyatakan bahwa hubungan-hubungan kekuasaan sekaligus bersifat intensional dan tidak subyektif; di mana pun ada kekuasaan, di sana ada resistensi atau resistensi tidak pernah berada di luar kekuasaan. Kemudian, konsep resistensi menelaah terhadap kajian James C Scott dan Lila Abu-Lughod. Menurut Scott, resistensi tidak lebih dari sebuah hasrat yang dapat dipahami pada bagian rumah tangga untuk survive, untuk kepastian keamanan fisik, kebutuhan makanan, kebutuhan uang tunai, dan mengidentifikasi sumberdaya resistensi terhadap tuntutan tekanan geng, penagih pajak, tuan tanah, dan para pembantu. Sedangkan menurut Lila Abu-Lughod, bahwa resistensi hendaknya digunakan sebagai sebuah “diagnosa kekuasaan”. Oleh karena itu, Lughod menggunakan resistensi sebagai tanda kebabasa manusia yang bisa digunakan sebagai strategi untuk memberi informasi mengenai bentuk-bentuk kekuasaan dan bagaimana orang-orang mengejarnya. Melalui pendekatan interpretasi terhadap data-data yang diperoleh melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, penelitian ini menemukan selain adanya ungkapan, gagasan, dan tindakan yang dilakukan oleh kaum muda NU di P3M sebagai bentuk resistensi mereka terhadap struktur kekuasaan yang sedang berjalan, mereka juga menujukkan kekuasaannya melalui jaringan-jaringan yang mereka bangun. Bentuk-bentuk resistensi yang mereka lakukan adalah dengan mengungkap kekurangan-kekurangan para elit NU melalui gosip, mengkritik, menggagas bentuk kegiatan untuk kepentingan NU, dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan warga NU.

This research discusses views, ideas, articulations, and actions of the NU youth in P3M, which were a form of resistance towards views and actions of NU elites. This resistance emerged because the actions of NU elites were not always in line with the ideas and views of the NU youth. The purpose of this research is to provide a picture as well as an understanding on the culture of power and its resistance in certain society. It is also intended to provide a reflective understanding on the resistance culture in Indonesia. Such a research is useful to understand a dynamic culture through a holistic approach towards a particular problem. The theoretical framework of the study is based on the concept of power introduced by Michael Foucault, which says that power relations are intentional and non-subjective; wherever there is power, there is resistance, and yet, or rather consequently, this resistance is never in a position of exteriority in relation of power. Furthermore, the concept of resistance in this study refers to the concept of resistance introduced by James C. Scott and Lila Abu-Lughod. According to Scott, a resistance is no more than a desire in a part of a household to assure physical safety, food needs, cash needs, and to identify resistant resources upon gang pressures, tax collectors, landlords and their guards. Lila Abu-Lughod argues that a resistance as a diagnose power. Therefore, she marks resistance as signs of human freedom will be use them as strategically to tell information on the forms and how people are caught up in them. Through interpretative approaches on some data, which were collected from direct observation and in-depth interview, this research discovers several articulations, ideas, and actions of the NU youth in P3M, which were the forms of their resistance toward the structure of power hold by NU elites. They also demonstrated their power through their networks. The resistance was articulated by gossiping the weaknesses of NU elites, criticizing them, and running several alternative activities for the interests of NU members."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelangi
"Skripsi ini membahas tentang pertunjukan Kukla sebagai budaya populer pada masa Federasi di Rusia tahun 2000 - sekarang dengan menggunakan metode kepustakaan dan deskriptif analisis. Pertunjukan Kukla merupakan salah satu bagian tradisi folk di Rusia yang masih ditampilkan hingga saat ini. Pertunjukan Kukla masih sangat diminati di Rusia hingga menjadi budaya populer dengan adanya berbagai pertunjukan dan festival Kukla. Globalisasi juga mempengaruhi perkembangan pertunjukan Kukla di Rusia saat ini.

This minithesis describes about puppet theatre as popular culture in Federation era in Russia in 2000 - now with literary and descriptive analysis methods. Puppet theatre is one of folk tradition in Russia that is still performed until these days. Puppet theatre is still liked in Russia and become a popular culture as there are many puppet theatres dan festivals. Globalization also give influence to puppet theatre development in Russia now."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43737
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>