Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wang, Faye Fangfei
New York: informa law from Routledge, 2018
347.090 285 WAN o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Usamah Rievzqy Ahmad
"Perdagangan elektronik merupakan bentuk dari kegiatan bisnis yang berkembang dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan perdagangan elektronik di Indonesia dilihat dari meningkatnya pengguna internet sebesar 8,9% pada tahun 2020. Perdagangan elektronik memiliki beragam bentuk dalam prakteknya, salah satunya adalah bentuk jasa titip online. Jasa titip online pada prinsipnya serupa dengan jual beli online reseller, yakni menjual kembali barang yang dibeli dari produsen yang kemudian dinaikkan harganya. Jasa titip online juga memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan transaksinya, maka dari itu selama proses transaksi hampir tidak ada pertemuan secara langsung antar kedua belah pihak. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang dikaji adalah penggunaan chat sebagai klausula baku perjanjian dan sebagai alat bukti dalam mekanisme penyelesaian sengketa secara online. Metode penelitian yang digunakan yakni metode kepustakaan yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan chat dapat dikatakan sebagai klausula baku selama memenuhi ketentuan yang ada dalam Model Law on Electronic Commerce dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 terkait dengan aturan kontrak elektronik. Sementara terkait pembuktian dalam mekanisme penyelesaian sengketa secara online menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tetap mengikuti aturan dan ketentuan dalam hukum acara perdata nasional.

Electronic commerce is a business transaction that develop using information and communication technology. The development of e-commerce in Indonesia can be seen from the escalation of internet user’s 8.9% in 2020. E-commerce in practically has various form such as jasa titip online. Jasa titip online is similar as reseller transaction, where the seller gets their goods from the manufacturer then sells at a higher price. Jasa titip online using information and communication technology as a basis to perform their business without requiring face to face meetings between seller and buyer. Based on that explanation writer found problem in the using of electronic chat as a standard clause and as an evidence in online dispute resolution. Writer use library research as a method for doing research from many kind of literature. This research sum up that electronic chat can be used as a standard clause as long as it does not vioate the UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce and Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 regarding on electronic contract. Meanwhile verification on the evidence in online dispute resolution according to Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 follow the rules of national private law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Yohanna
"Tulisan ini menganalisis efektivitas pemilihan penyelesaian sengketa Arbitrase dalam Kontrak Baku Elektronik dan bagaimana implementasi Arbitrase Online sebagai bentuk dari Online Dispute Resolution di Indonesia dibandingkan dengan di Singapura dalam menyelesaikan sengketa bisnis e-commerce. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal yang bersifat normatif kualitatif. Perkembangan teknologi yang berdampak kepada kegiatan transaksi jual-beli menjadi hal yang tidak terlepaskan dari kebutuhan masa kini. Kehadiran penyelesaian sengketa dengan media online menjadi suatu urgensi untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum dalam menjawab sengketa yang berpotensi timbul di kemudian hari. Peneliti berfokus pada penyelesaian sengketa arbitrase online karena umumnya e-commerce menuangkan Klausula Arbitrase sebagai pilihan penyelesaian sengketa di dalam kontrak baku elektronik yang sudah mereka standarisasi. Dalam praktiknya keabsahan Klausula Arbitrase dalam Kontrak Baku Elektronik dapat dipertanggungjawabkan karena sudah selaras dengan peraturan perundang-undangan serta asas-asas hukum yang berlaku di Indonesia. Terkait implementasi Arbitrase Online di Indonesia dibandingkan dengan Singapura sudah dapat terlihat jelas melalui regulasi terkait prosedur pelaksanaan arbitrase online yang terdapat dalam lembaga-lembaga arbitrase yang ada di kedua negara. Melalui perbandingan antara kebijakan yang berlaku di kedua negara tersebut tulisan ini dapat memberikan gambaran bagaimana bentuk pelaksanaan arbitrase online yang dapat menjamin keefektifan dalam menyelesaikan sengketa bisnis e-commerce.

This paper analyzes the effectiveness of Arbitration dispute resolution selection in Electronic Standard Contracts and how the implementation of Online Arbitration as a form of Online Dispute Resolution in Indonesia compared to Singapore in resolving e-commerce business disputes. This research is prepared by using a normative qualitative doctrinal research method. The development of technology that has an impact on buying and selling transaction activities is something that cannot be separated from today's needs. The presence of dispute resolution with online media is an urgency to ensure legal certainty and protection in answering disputes that could potentially arise in the future. Researchers focus on online arbitration dispute resolution because e- commerce generally includes the Arbitration Clause as an option for dispute resolution in the electronic standard contract that they have standardized. In practice, the validity of the Arbitration Clause in the Electronic Standard Contract can be accounted for because it is in line with the laws and regulations and legal principles applicable in Indonesia. Regarding the anticipation of Online Arbitration in Indonesia compared to Singapore, it can be clearly seen through regulations related to the procedures for implementing online arbitration contained in arbitration institutions in both countries. Through a comparison between the policies that apply in the two countries, this paper can provide an overview of how the form of implementation of online arbitration can guarantee effectiveness in resolving e-commerce business disputes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasya Anggia Fialdi
"ABSTRAK
Pengaturan penyelesaian sengketa secara daring (online dispute resolution-ODR) sudah diterapkan di beberapa negara, namun Indonesia belum memiliki pengaturan tersebut. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pengaturan tentang penyelesaian sengketa secara daring (ODR) di Cina, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Secara khusus, skripsi ini menjelaskan mengenai tinjauan umum electronic commerce (e-commerce), keterlibatan UMKM sebagai pelaku usaha dalam e- commerce, mekanisme jual-beli dalam e-commerce menurut UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, pengaturan e-commerce di Indonesia, alasan-alasan Indonesia memerlukan penyelesaian sengketa secara online, dan ketentuan yang perlu diatur Indonesia apabila Indonesia akan membentuk pengaturan penyelesaikan sengketa secara daring (ODR). Berdasarkan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perbandingan, skripsi ini menyimpulkan bahwa Indonesia perlu memiliki pengaturan tentang penyelesaian sengketa secara daring (ODR). Skripsi ini menyarankan agar Pemerintah Indonesia harus membentuk pengaturan yang secara khusus mengatur tentang penyelesaian sengketa secara daring (ODR).

ABSTRACT
Online dispute resolution regulations have been implemented in several countries but Indonesia does not yet have such regulations. This thesis discusses online dispute resolution (ODR) regulations in China, the United States, and the European Union. In particular, this thesis describes an overview of electronic commerce (e- commerce), the involvement of MSMEs in e-commerce, the mechanism of buying and selling in e-commerce according to the UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, e-commerce regulations in Indonesia, reasons Indonesia needs an online dispute resolution regulation, and what provisions need to be regulated by Indonesia if Indonesia will establish an online dispute resolution(ODR) regulation. Based on normative juridical research, using a comparative approach, this thesis concludes that Indonesia needs to have an arrangement on online dispute resolution (ODR). This thesis suggests that the Indonesian Government must create regulation that specifically regulate online dispute resolution (ODR)."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tackaberry, John
London: Sweet & Maxwell, 2003
341.52 TAC b II (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Kurnia Arsyad
"Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution terdiri dari berbagai macam pilihan, salah satunya adalah arbitrase, yang dapat dilakukan dengan arbitrase nasional maupun arbitrase internasional. Putusan yang dibuat melalui arbitrase bersifat final dan binding, sehingga menutup kemungkinan bagi pihak yang bersengketa untuk memohonkan upaya hukum lainnya atas putusan arbitrase, baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Namun, pada kenyataannya masih ditemui banyak upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan arbitrase seperti pembatalan. Putusan arbitrase internasional yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diharuskan mendapat eksekuator dari lembaga peradilan Indonesia terlebih dahulu, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu syarat agar suatu putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan adalah tidak melanggar ketertiban umum. Tidak adanya pembatasan maupun definisi yang kongkret atas ketertiban umum, menjadikan celah hukum bagi pihak yang merasa tidak puas dengan suatu putusan arbitrase internasional mengajukan upaya pembatalan putusan arbitrase tersebut. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia saat ini sedang melakukan upaya baik secara perdata maupun pidana atas pembatalan putusan arbitrase internasional dengan alasan melanggar ketertiban umum atas kasusnya dengan Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD yang mana telah diputus dengan Putusan International Chamber of Commerce Nomor 20472/HTG tertanggal 22 April 2021. Hal ini didasari karena adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam perjanjian kerjasama pengadaan satelit komunikasi pertahanan. Guna menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak diperlukannya penegasan terkait definisi kongkret dari pelanggaran ketertiban umum serta batasan-batasan yang menjadikan terkategori melanggar ketertiban umum.

Alternative Dispute Resolution consists of various options, one of which is arbitration, which can be carried out by national arbitration or international arbitration. Decisions made through arbitration are final and binding, thus closing the possibility for disputing parties to apply for other legal remedies for arbitration awards, whether appeal, cassation or review. However, in reality there are still many legal efforts made against arbitral awards such as annulment. International arbitral awards mandated by Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution are required to get an executor from an Indonesian judicial institution first, namely the Central Jakarta District Court. One of the conditions for an international arbitral award to be enforceable is not to violate public order and/or public policy. The absence of concrete limitations or definitions of public order creates a legal loophole for a party who is dissatisfied with an international arbitral award submitting an effort to annul the arbitral award. The Ministry of Defense of the Republic of Indonesia is currently making efforts both civilly and criminally to annul the international arbitration award on the grounds of violating public order in its case with Navayo International AG and Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD which has been decided by International Chamber of Commerce Decision Number 20472/ HTG dated April 22, 2021. This was based on allegations of corruption in the cooperation agreement for the procurement of defense communication satellites. In order to create legal certainty for all parties, it is necessary to affirm the concrete definition of a violation of public order and the limitations that make it categorized as a violation of public order."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Indriani
"Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak.

Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Blackshaw, Ian Stewart.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2009
344.099 BLA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tay Swee Kian, Catherine
Singapore: Singapore University Press, 1998
341.522 TAY r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Mauldiansyah
"World Trade Organization (WTO) memiliki sistem penyelesaian sengketa yang dalam perkembangannya cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa perdagangan antar negara anggotanya. Namun sejak tahun 2017 Amerika Serikat terus menerus memblokir penunjukkan anggota Appellate Body. Penolakan tersebut dilakukan atas dasar kinerja anggota Appellate Body yang semakin tidak efisien dalam menangani sengketa. Pada tahun 2020 WTO mengalami krisis penyelesaian sengketa karena WTO secara resmi tidak memiliki Appellate Body yang beroperasi. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya anggota Appellate Body yang dapat menangani proses banding. Dalam upaya untuk mengatasi krisis tersebut, beberapa negara anggota WTO membentuk perjanjian plurilateral yang disebut sebagai Multi-Party Interim Appeal Arbitration Arrangement (MPIA). Melalui MPIA, proses banding dilakukan dengan mekanisme arbitrase yang didasari oleh Pasal 25 Dispute Settlement Understanding. Akan tetapi, apakah MPIA dapat dikatakan sebagai solusi untuk mengatasi krisis penyelesaian sengketa yang dialami WTO? Pada penelitian ini, penulis menganalisis kinerja anggota Appellate Body yang dinilai tidak efisien dan implikasinya terhadap sistem perdagangan multilateral. Selain itu, penulis juga menganalisis efektifitas dari pembentukan MPIA sebagai upaya untuk menyelesaikan krisis penyelesaian sengketa.

The World Trade Organization (WTO) has a dispute settlement system that in its development was quite effective in resolving trade disputes between its members. However, since 2017 the United States has continuously blocked the appointment of members of the Appellate Body. The refusal was made based on the Appellate Body member’s increasingly inefficient performance in handling disputes. In 2020 the WTO experienced a dispute settlement crisis as the WTO officially did not have an operating Appellate Body. This is because there are currently no Appellate Body members who can hear any appeal process. In an effort to overcome the crisis, several WTO members formed a plurilateral agreement known as the Multi-Party Interim Appeal Arbitration Arrangement (MPIA). Through the MPIA, appeal processes are carried out through an arbitration mechanism based on Article 25 of the Dispute Settlement Understanding. However, can the MPIA be considered a solution to overcoming the dispute settlement crisis of the WTO? In this research, the authors analyze the performance of the previous Appellate Body members which was considered inefficient, and its implications for the multilateral trading system. In addition, the author also analyzes the effectiveness of the MPIA as an effort to resolve the dispute settlement crisis. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>