Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ihsanudin
"Tesis ini membahas mengenai praktek collaborative innovation pada penanggulangan kemiskinan di Kota Bandung. Pemerintah telah melaksanakan banyak program top-down dalam penanggulangan kemiskinan, tetapi target angka kemiskinan pada RPJMN 2015-2019 tidak tercapai di setiap tahunnya. Kota Bandung melakukan pendekatan berbeda dalam percepatan penanggulangan kemiskinan melalui inovasi family for family secara bottom-up di mana berbagai pihak non pemerintah terlibat dalam pendanaan, penyediaan sumber daya dan pelaksanaan program. Penelitian ini bertujuan menjelaskan collaborative innovation pada penanggulangan kemiskinan di kota Bandung. Basis teori yang digunakan adalah collaborative innovation dari Sørensen dan Torfing (2010; 2016; 2017). Peneliti menggunakan pendekatan postpositivism. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat aktor-aktor yang berperan, interactive arenas, dan metagovernance dalam collaborative innovation pada penanggulangan kemiskinan di Kota Bandung. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara collaborative innovation yang diterapkan dalam program inovasi penanggulangan kemiskinan tersebut dengan model collaborative innovation yang dikemukakan oleh Sørensen dan Torfing. Terakhir, penulis memberikan rekomendasi yang relevan dengan hasil penelitian ini.

This thesis discusses the practice of collaborative innovation in poverty reduction in Bandung city. The government has implemented many top-down programs for reducing poverty, but the poverty reduction target in 2015-2019 RPJMN is not achieved every year. Bandung city uses different approach in accelerating poverty reduction through a bottom-up way by Family for Family innovation in which various non-government actors are involved in funding, provisioning resources and implementating innovation. This thesis aims to explain collaborative innovation approach in poverty reduction in Bandung city. The base theory which is used in this research is collaborative innovation by Sørensen and Torfing (2010; 2016; 2017). Researchers uses postpositivism approach. The results show that there are actors who play a role, interactive arenas, and metagovernance in collaborative innovation in poverty reduction in Bandung city. However, there are differences between the collaborative innovation applied in poverty reduction innovation program in Bandung city and the collaborative innovation model proposed by Sørensen and Torfing. Finally, the authors provide recommendations that are relevant to the results of this thesis."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T51995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aquila Widyawati
"Ada beberapa alasan mengapa orang memilih untuk bermigrasi dari negara asalnya. Salah satu alasan terpenting adalah karena masalah ekonomi seperti pengangguran atau gaji yang tidak mencukupi di negara asal mereka. Dalam hal migrasi dan faktor ekonomi terkait dengan remitansi. Remitansi membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga yang menjadikannya kekuatan anti-kemiskinan yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh remitansi terhadap kemiskinan di Indonesia. Studi ini mengamati dampak remitansi terhadap kemiskinan di Indonesia dari tahun 1995 hingga 2019. Data diperoleh melalui beberapa laporan tahunan dari beberapa sumber resmi pemerintah. Untuk mengeksplorasi estimasi dan hasil ekonomi, digunakan data deret waktu dan analisis Ordinary Least Squared (OLS). Hasilnya menunjukkan bahwa tiga dari empat variabel ditemukan signifikan secara statistik. Variabel tersebut adalah remitansi, PDB per kapita atau pendapatan, dan inflasi. Remitansi memiliki hubungan negatif dengan kemiskinan, sedangkan Inflasi dan PDB per kapita memiliki hubungan positif dengan kemiskinan. Artinya, remitansi mengurangi kemiskinan. Namun, dampak remitansi dalam pengentasan kemiskinan relatif rendah. Hal ini dapat dijelaskan dengan tren penurunan pekerja migran, latar belakang pendidikan rendah, remitansi yang tidak tercatat, dan lain-lain.

There are several reasons why people choose to migrate from their home country. One of the most important reasons would be due to the economic problems like being unemployed or having insufficient salary in their home countries. In the case of migration and economic factors, it is related to remittances. Remittances help to increase the household income which makes them a powerful anti-poverty force. This study aims to examine the effects of remittances on poverty in Indonesia. This study observes the remittances impact on poverty in Indonesia from 1995 to 2019. The data is obtained through several annual reports of several official government sources. To explore the estimated and economic results, time-series data and Ordinary Least Squared (OLS) analysis were used. The results show that three out of four variables are found to be statistically significant. Those variables are remittances, GDP per capita or income, and inflation. Remittances have a negative relationship with poverty, while Inflation and GDP per capita have a positive relationship with poverty. This means that remittances reduce poverty. However, the impact of remittances in poverty reduction is relatively low. It can be explained by the decline trend of migrant workers, low education background, unrecorded remittances, and others."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Salsabila Katya
"Kehadiran pandemi Covid-19 secara tidak langsung telah membawa dampak bagi sektor UMKM di seluruh wilayah Indonesia. Tidak terkecuali di Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia, dimana dengan adanya kebijakan pembatasan ruang gerak masyarakat mendorong perubahan pada pola perilaku masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial-ekonomi. Akibat dari hal tersebut banyak sektor UMKM yang mengalami penutupan usaha karena tidak mampu mentransformasikan usaha mereka ke dalam ekosistem digital. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu upaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui program JakPreneur dalam menangani urgensi untuk mendigitalisasikan UMKM. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses kolaboratif dan faktor-faktor yang memengaruhi collaborative governance itu sendiri dengan menggunakan konsep collaborative governance yang dikemukakan oleh Ansell & Gash (2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode wawancara mendalam sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan sebagai sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi yang terjalin pada program JakPreneur untuk mendigitalisasikan UMKM telah memenuhi semua dimensi dari teori yang dikemukakan oleh Ansell & Gash (2008). Dalam hal ini, program JakPreneur tidak hanya memfasilitasi proses digitalisasi UMKM, melainkan turut membina pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha mereka. Namun demikian, terdapat temuan peneliti yang menjadi hambatan, seperti adanya potensi miskomunikasi, sosialisasi program belum optimal, hingga tingkat penyerapan informasi dari pelaku UMKM yang tergolong rendah.

The presence of the Covid-19 pandemic has indirectly had an impact on the MSME sector throughout Indonesia. The DKI Jakarta Province is no exception, as the center of the Indonesian economy, where the policy of restricting people's movement space encourages changes in people's behavior patterns in carrying out socio-economic activities. As a result of this, many MSME sectors experienced business closures because they were unable to transform their businesses into a digital ecosystem. Cross-sector collaboration is one of the efforts of the DKI Jakarta Provincial Government through the JakPreneur program in dealing with the urgency to digitize MSMEs. This study aims to analyze the collaborative process and the factors that influence collaborative governance itself by using the concept collaborative governance proposed by Ansell & Gash (2008). This study used post-positivist approach with in-depth interviews as the primary data source and literature study as a secondary data source. The results showed that the collaboration that exists in the JakPreneur program to digitize MSMEs has fulfilled all the dimensions of the theory proposed by Ansell & Gash (2008). In this case, the JakPreneur program not only facilitates the process of digitizing MSMEs, but also helps develop MSME actors to increase the added value of their businesses. However, there are research findings that become obstacles, such as the potential for miscommunication, program socialization is not optimal, also the level of absorption of information from MSME actors is relatively low."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Pambudi
"Stunting menjadi prioritas nasional demi mencapai Indonesia Emas tahun 2045, dimana pemerintah telah berkomitmen untuk mengentaskan stunting sebagai siatu Wicked problem yang harus diselesaikan oleh Indonesia. Komitmen dikarenakan terdapat banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya stunting. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk berkolaborasi dengan stakeholders agar dapat mengatasi masalah stunting sesuai amanah dari perundang-undangan. Paradigma post-positivist digunakan agar penelitian ini dapat menggabungkan teori dengan fenomena yang ditemukan saat dilapangan. Kota Tangerang Selatan telah melakukan kolaborasi dengan menerbitkan beberapa peraturan yang melandasi. Pada faktor institutional design belum cukup mengakomodir seluruh program dan kegiatan secara menyeluruh dan rigid. Faktor tersebut mempengaruhi proses collaborative governance yang terjadi pada building trust, commitment to process, dan shared understanding yang melibatkan stakeholders lain dalam penerapannya. Maka, tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan collaborative governance yang sudah dilakukan oleh Kota Tangerang Selatan, dan akan menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya agar model ideal dapat diterapkan oleh Kota Tangerang Selatan.

Stunting has become a Indonesia priority in achieving a /Golden Indonesia 2045 vision including the commitment from the government to eradicating stunting as a wicked problem that must be addressed. This commitment arises from the numerous factors that lead to the occurrence of stunting. Hence, it is imperative for the government to engage in collaboration with stakeholders in order to efficiently address the issue of stunting. This study aims to examine the process of collaborative governance and determines factors that contribute to the success of collaborative governance in the accelerated stunting reduction program in South Tangerang. The post-positivist approach is chosen which involves combining theoretical concepts with the empirical observations in the field. South Tangerang has already initiated collaboration, yet there are certain interconnected aspects that should be further enhanced to facilitate the collaboration process. Lack of institutional design and facilitative leadership becomes a crucial factors to connecting stakeholders more active in this programs. Therefore, the objective of this study is to enhance the existing initiaitives in South Tangerang and establish a framework for future research to create an optimal for the municipal administrations of South Tangerang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Odit Mukti Pratomo
"Angka kemiskinan dalam kurun lima tahun terakhir semakin menunju ke arah yang positif, di mana tercatat hanya menyisakan 27,77 juta jiwa pada tahun 2017, atau kurang dari 11% dari total penduduk secara keseluruhan. Namun demikian, penurunan terjadi cenderung lambat, yakni kurang dari 1%  rata-rata per tahunnya, dibandingkan dengan periode 2006 hingga 2012 yang hampir mencapai angka 18%. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat anggaran yang telah terealisasi untuk berbagai program penanggulangan kemiskinan cukup tinggi, yakni mencapai angka 228,2 triliun per tahun 2017. Dari angka tersebut, terdapat 68% dan 21% yang dialokasikan untuk bantuan nontunai dan tunai, sedangkan bantuan lainnya sebesar 11%. Perdebatan seputar proporsi realisasi anggaran pun bukannya tanpa masalah, beberapa studi mengklaim bahwa tidak terpenuhinya target penanggulangan kemiskinan disebabkan oleh kurang baiknya dalam proses mekanisme penyaluran. Hal demikian diperkuat dengan kecenderungan penurunan konsumsi penduduk miskin dalam kurun tahun 2010 hingga 2017, yang menurun dari 18,05% hingga ke angka 17,02% dari total pengeluaran penduduk. Merujuk pada berbagai fakta yang tersaji, tidak mengherankan apabila diskusi seputar efektivitas bantuan sosial terhadap penanggulangan kemiskinan semakin mengemuka di ranah publik. Menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Probit, studi ini menemukan adanya hubungan negatif signifikan antara bantuan tunai dengan angka kemiskinan, di mana di saat yang bersamaan bantuan nontunai memiliki hubungan yang positif. Temuan tersebut tentunya bertolak belakangan dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini dengan mengedepankan bantuan nontunai sebagai instrumen utamanya. Oleh karenanya, studi ini memberikan berbagai rekomendasi guna lebih memperkuat mekanisme penyaluran bantuan tunai guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

Indonesia has made encouraging poverty rate progress in the past five-year, which was leaving only 27.77 million in 2017, or less than 11% of the total population. However, it runs relatively slow, less than 1% per year on average, compared to the period of 2006 to 2012 that almost reached 18%. In fact, it comes very unfortunate looking into high public spending on various poverty reduction programs, up to 228,2 trillion. In kind and cash transfer were 68% and 21% respectively, while other assistance programs was 11%. Debating about budget spending in poverty programs is not without problems. Some studies reveals the programs did not succeed yet to reach theirs targets due to mechanisms matter. Undoubtedly, it can be proved by poor-household consumption rate within last seven-year, which came down from 18,05% to 17,02% of total consumption. In looking at the facts, it comes as no surprise that effectiveness of social assistance program towards poverty reduction issues upcoming hot topic in such discussions. Using the Ordinary Least Square (OLS) and Probit methods, this study found a significant negative impact between cash transfer program and poverty rates, while in kind transfer had a positive. The finding certainly refuse current policy, which more prioritize in kind transfer as its main instrument. Therefore, this study provides several recommendations strengthen cash transfer in many ways in order to get optimum impact in poverty reduction in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T51769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Aglen Ndaru Prasetya
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan collaborative governance di Kabupaten Kulon Progo melalui program One Village One Sister Company dalam penanggulangan kemiskinan dan upaya Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk mengajak sektor swasta bergabung dalam program One Village One Sister Company. Teori yang digunakan adalah collaborative governance Pendekatan penelitian ini adalah post positivist dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sepuluh dimensi dalam collaborative governance di Kabupaten Kulon Progo melalui program One Village One Sister Company dalam penanggulangan kemiskinan yaitu partisipan formalitas durasi fokus stabilitas tahap diskresi alasan. Pemerintah melibatkan sektor swasta upaya Pemerintah mengatasi keterbatasan informasi dan resiko. Pemerintah Selain itu ada tiga upaya Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk mengajak sektor swasta bergabung dalam program One Village One Sister Company yaitu mempromosikan program One Village One Sister Company melalui media massa melakukan komunikasi secara langsung dengan pihak swasta dan mendayagunakan jejaring yang dimiliki pegawai Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

This research aims to describe collaborative governance in Kulon Progo Regency through One Village One Sister Company Program in poverty alleviation. It also describes Kulon Progo Regency Government effort to invite the private sector to join One Village One Sister Company Program. This research uses collaborative governance theory. Research appoach is post positivist that utilizes in depth interview and literature study.
The result shows that collaborative governance in Kulon Progo Regency through One Village One Sister Company Program in poverty alleviation has ten dimensions those are participants formality duration focus stability cycle discretions Government rationales to involve private sector Government efforts to deal with information shortfall and Government risks Besides Kulon Progo Regency Government has three methods to invite the private sector to join One Village One Sister Company program those are promote One Village One Sister Company program through mass media communicate directly with the private company and utilize network owned by the employees of Kulon Progo Regency Government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2015
S61367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristianto
"Penelitian ini menguji dampak kebijakan desentralisasi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia  menggunakan analisa data panel dengan mengambil sampel data dari 33 propinsi dari periode 2005 - 2012.  Menggunakan estimasi model non – linear, dampak desentralisasi dapat dijelaskan melalui titik balik minimum dimana fiscal desentralisasi mempunyai dampak negatif maksimal terhadap tingkat kemiskinan. Penelitian ini menemukan bahwa dampak desentralisasi fiskal paling optimal ketika indeks desentralisasi sama dengan 34 persen. Dengan kata lain, dampak desentralasi fiskal terhadap pengurangan tingkat kemiskinan paling optimal terjadi ketika rasio akumulasi pengeluaran pemerintah daerah per kapita  disatu propinsi adalah sepertiga dari dari total pengeluaran pemerintahan per kapita di proprinsi tersebut

This study examines the effect of fiscal decentralization on poverty headcount rate in Indonesia by employing panel data analysis, which takes sample data form 33 provinces in Indonesia in the period 2005 – 2012. Using the non-linear estimation model, the effect of decentralization on poverty is captured from its turning point relation, which has maximum impact on decreasing poverty rate. This study finds that optimum effect of fiscal decentralization on poverty reduction occurs when the index of decentralization is equal to 34 percent. In other words, the highest impact of decentralization on poverty reduction is when the ratio of local government expenditure per capita is one third of the total government expenditure per capita."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mu’amar Wicaksono
"Persoalan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan merupakan masalah-masalah utama yang dihadapi di dunia baik bagi negara maju dan berkembang. khususnya di Indonesia. Keduanya menjadi tujuan utama dari aksi global yang perlu dibenahi sebagaimana diamanatkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) melalui tema "Mengubah Dunia Ketiga: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan". Dalam rangka mendukung SDGs, Indonesia secara konsisten telah menerapkan desentralisasi melalui otonomi daerah dalam penyelenggaraan sistem pemerintahannya. Terdapat pembagian kewenangan antara pusat dan daerah melalui otonomi untuk menciptakan pembangunan sosial ekonmi secara berkelanjutan demi terciptanya kehidupan bermasyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Secara khusus, Indonesia juga menerapkan otonomi khusus yang diberikan kepada beberapa daerah yang memperooleh otonomi khusus berikut tambahan dana transfer daripemerintah pusat sebagai tindak lanjut dari otonomi khusus tersebut. Penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan pemberian ootonomi khusus telah tepat dilakukan dalam rangka pengentasan kemiskinann dan mengurangi kerimpangan pendapatan, namun terdapat faktor eksternal yang perlu dibenahi yang mempengaruhi kebijakan otonomi khusus sehingga akan berjalan lebih efektif.

Poverty and income inequality are the main problems faced in the world for both developed and developing countries, especially in Indonesia. Both are the main goals of global action that need to be addressed as mandated in the Sustainable Development Goals (SDGs) through the theme "Changing the Third World: The 2030 Agenda for Sustainable Development". In order to support SDGs, Indonesia has consistently implemented decentralization through regional autonomy in the management of its government system. The authority between the central government and regional government is divided through autonomy to create sustainable socio-economic development for the creation of a fair and prosperous social life. In particular, Indonesia also implemented special autonomy which was granted to several regions receiving special autonomy along with additional transfer funds from the central government as a follow-up to this special autonomy. This study proves that the policy to offer special autonomy is appropriate in the context of poverty alleviation but has not succeeded in reducing income inequality."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Fortuna Wijaya
"Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur kondisi sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di suatu daerah. Meningkatnya kemiskinan menyebabkan berbagai masalah sosial yang merugikan. Meskipun angka kemiskinan Indonesia telah menurun selama beberapa tahun terakhir, sisa kemiskinan perlu dikurangi. Untuk memerangi kemiskinan, pemerintah harus memberlakukan undang-undang dan inisiatif yang sesuai. Tiga faktor penentu utama yang mempengaruhi kemiskinan adalah kesehatan dan pendidikan serta pengangguran, dua kategori yang merupakan komponen Indeks Pembangunan Manusia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan indeks pembangunan manusia terhadap kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menyusun analisis data panel dengan metode General Least Square Regression menggunakan STATA dengan data 32 provinsi (tidak termasuk Kalimantan Utara dan DKI Jakarta) di Indonesia untuk tahun 2010 sampai 2019. Temuan penelitian adalah bahwa pengangguran terbuka, pengeluaran pemerintah dan IPM berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Poverty is one of the benchmarks for socio-economic conditions in assessing the success of development carried out by the government in an area. The rise in poverty leads to a wide range of detrimental social issues. Even though Indonesia's poverty rates have decreased over the past few years, specifically from 2010 to 2019, the residual poverty needs to be reduced. To combat poverty, the government should enact the appropriate laws and initiatives. Three of the key determinants influencing poverty are health and education as well as unemployment, two of the categories which are components of Human Development Index. Thus, this research aims to analyze the impact of unemployment, government expenditure, and human development index on poverty in Indonesia. This research arranged panel data analysis with General Least Square Regression using STATA with the data of 32 provinces (excluding North Kalimantan and DKI Jakarta) in Indonesia for the year 2010 to 2019. The finding is that open unemployment, government expenditure and HDI has significant impact on poverty."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diny Tri Winarni
"Berdasarkan Social Accounting Matrix Indonesia 2015 dan metode micro-simulation, penelitian ini menunjukkan bagaimana pertumbuhan sektoral mempengaruhi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan di Indonesia, serta peran Usaha Kecil Menengah (UKM) sektor manufaktur terhadap penurunan ketimpangan pendapatan. Dari 24 sektor, hanya pertumbuhan di 10 sektor saja akan menurunkan ketimpangan pendapatan, dengan penurunan terbesar di sektor pertanian tanaman lainnya. UKM tidak memiliki peran khusus terhadap penurunan ketimpangan pendapatan di Indonesia, yang berpengaruh adalah sektor dari UKM tersebut. Diketahui juga bahwa semua pertumbuhan sektor ekonomi akan menurunkan kemiskinan dengan kontribusi yang berbeda-beda. Pertumbuhan di sektor pertanian tanaman lainnya memiliki kontribusi terbesar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Based on extended Indonesia’s Social Accounting Matrix (SAM) 2015 and using micro-simulation method, this study shows how sectoral growth affects income inequality and poverty in Indonesia, also the contribution of Small and Medium Enterprises (SMEs) manufacturing sector in reducing income inequality. Of the 24 sectors in Indonesia, only growth in 10 sectors can reduce income inequality, with the largest reduction is growth in other corp agricultural sector. SMEs have no special effect in reducing income inequality. The impact depends on which sector the SME is in. This study also shows that growth in all economic sectors have an impact on poverty alleviation in different contributions. Growth in other crop agriculture sector had the largest contribution to poverty alleviation in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>