Ditemukan 120363 dokumen yang sesuai dengan query
Mohammad Iftah Iznillah
"
ABSTRAKArtikel ini dibuat dengan tujuan untuk menunjukan adanya kecenderungan gangguan kepribadian ambang pada tokoh utama dalam film Les Rivieres Pourpres The Crimson River . Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan ruang lingkup aspek sinematografis dan aspek naratif yang ditampilkan dalam film tersebut, yang kemudian dikaitkan dengan teori psikologis Borderline Personality Dissorder. Hasil penelitian memaparkan bagaimana gangguan kepribadian ambang Borderline Personality Dissorder ditunjukan pada dua tokoh utama yang diperankan oleh Jean Reno dan Vincent Cassel.
ABSTRACTThis article was created with the aim to show the tendency of borderline personality disorder in the main character in the film Les Rivieres Pourpres The Crimson River . This article is the result of qualitative research with the scope of the cinematographic aspects and narrative aspects presented in the film, which is then associated with the psychological theory of Borderline Personality Disorder. The results of the study describe how borderline personality disorder Borderline Personality Disorder is shown by the two main characters played by Vincent Cassel"
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Indrawan Puspa Negara
"Skripsi ini membahas tentang dialog yang terjadi antara dua tokoh yaitu Charlie Kenton dan Max Kenton dalam film ?Real Steel? yang disutradarai oleh Shaun Levy. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini, penulis meneliti apakah penggunaan kalimat dalam dialog yang dipakai oleh kedua tokoh tersebut mampu mencapai tujuannya. Selain itu, penulis juga meneliti efek yang terjadi mengenai hubungan antara kedua tokoh tersebut setelah penggunaan kalimat dalam dialog tersebut diujarkan.
Penulis akan menganalisa dialog dengan mengacu pada teori ilokusi kompetitif Leech yang merupakan ilokusi dengan menggunakan tipe kesopanan negatif. Temuan dari penelitian ini adalah penggunaan ilokusi kompetitif ternyata tidak terlalu efektif apabila digunakan dengan maksud agar mitra tutur menuruti ujaran dari penutur. Selain itu, penggunaan ilokusi kompetitif ternyata terbukti membuat hubungan antara kedua tokoh tersebut menjadi renggang.
This research explores the dialogue between the two characters which are Charlie Kenton and Max Kenton in the film Real Steel directed by Shaun Levy. The method used in this research is descriptive qualitative. Through this research, the writer observes whether the use of the sentences uttered in the dialogue between those two characters reach its purpose. The writer also observes the effect of the sentences uttered on the relationship between the two characters. The writer analyses the dialogue by applying Leech's competitive illocution theory which explains illocutions by using negative politeness concept. This research finds that the use of the competitive illocution is not effective if it is used with a purpose of making the hearer obey the speaker. The use of competitive illocution also proves that it makes the relationship between the two characters become distant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43384
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Daniyah
"Film Les Garçons et Gillaume, à Table ! menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Guillaume, yang dibesarkan oleh keluarganya untuk dijadikan sebagai seorang perempuan. Guillaume mengalami krisis identitas sebelum membangun pemahaman diri yang kuat mengenai siapa dirinya karena perlakuan keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Tulisan ini membahas tahapan yang dilalui tokoh utama dalam mengkonstruksikan identitas seksualnya. Film ini dianalisis dengan melihat aspek naratif dan sinematografisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemahaman diri sangat penting dalam perkembangan identitas seksual dan bahwa identitas seksual adalah hasil konstruksi sosial.
The film Les Garçons et Guillaume, à Table ! tells a story about a boy named Guillaume who was raised to be a girl by his family. Guillaume had to go through an identity crisis before he developed a strong sense of who he is because of how his family and society treated him. This paper discusess the stages that the lead character went through to construct his sexual identity. Film was analyzed through its narrative and cinematographic?s aspect. The analysis shows that sense of self plays a critical role in the development of sexual identity and that sexual identity is a social construct."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Ayu Prasetiowati Utami
"Artikel ini membahas mengenai homoseksualitas yang ditampilkan dalam film Les Chansons d’amour. Film ini menggunakan lagu untuk menggambarkan perasaan para tokoh. Artikel ini mengangkat permasalahan orientasi seksual yang terjadi pada diri Ismaël yang pada awalnya merupakan seorang heteroseksual. Faktor dari dalam dirinya merupakan pemicu utama perubahan orientasi seksualnya, yaitu kesedihan yang mendalam karena ditinggal kekasihnya, Julie.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa homoseksualitas yang digambarkan melalui film Les Chansons d’amour merupakan transformasi orientasi seksual yang disebabkan dari faktor internal, yaitu depresi dan perasaan sedih yang mendalam yang dirasakan karena kehilangan kekasihnya.
Selain itu, lingkungan sekitar juga sangat mempengaruhi perubahan orientasi seksual seseorang. Dalam hal ini, hadirnya sosok pria yang memberikan perhatian, kasih sayang, rayuan-rayuan, serta kedekatan secara intim menyebabkan goyahnya hati dan jiwa Ismael.
This article discusses the homosexuality featured in the film Les Chansons d'amour. Songs in this film are the main media to describe the feelings of the characters. The issue raised in this article is regarding Ismaël’s sexual orientation who was initially a heterosexual. The major trigger that changes his sexual orientation is his deep sadness after losing his girlfriend, Julie. The results of this research shows that homosexuality in film Les Chansons d'amour is a transformation of sexual orientation caused by internal factors, such as feeling of losing, sorrow, and depression after his girlfriend’s death.In addition, environment can also have an impact on a person's sexual orientation changes. In this case, the presence of a male figure who gives attention, affection, seduction, as well as intimate relationship which melt Ismael’s heart and soul."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Hasudungan, Gerry Nelson
"Prancis merupakan salah satu negara yang sangat memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas. Kehadiran kaum penyandang disabilitas juga terlihat dalam hasil budaya populernya, salah satunya adalah film. Penelitian ini ingin mengungkap bagaimana representasi penyandang disabilitas di masyarakat Perancis dalam film
Les Intouchables yang menceritakan persahabatan dua orang berbeda ras. Dua tokoh utama itu ialah Philippe dan Driss. Philippe merupakan seorang konglomerat di Paris yang mengalami kecelakaan, sehingga menyebabkan kelumpuhan hampir seluruh tubuhnya. Driss, adalah seseorang berkulit hitam yang menjadi perawat Philippe melalui pertemuan yang tidak terduga. Hubungan Driss sebagai perawat, dengan Philippe sebagai penyandang disabilitas kemudian berkembang menjadi hubungan persahabatan yang unik dan hangat. Representasi penyandang disabilitas pada film Les Intouchables diteliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Hasil analisis memperlihatkan bahwa film ini menghadirkan penyandang disabilitas secara berbeda dan meruntuhkan stigma atau stereotip yang biasanya dilekatkan pada mereka.
France is a country that pays close attention to the rights of persons with disabilities. The presence of people with disabilities can also be seen in the results of popular culture, one of which is film. This research wants to reveal how the representation of persons with disabilities in French society is in the film Les Intouchables which tells about the friendship of two people of different races. The two main characters are Philippe and Driss. Philippe is a conglomerate in Paris who has faced an accident, causing paralysis to almost his entire body. Driss, is an African descent young man who becomes Philippe's nurse through an unexpected encounter. The relationship between Driss as a nurse and Philippe as a person with a disability developed into a unique and warm friendship. The representation of persons with disabilities in the film Les Intouchables was examined using qualitative research methods using Roland Barthes' semiotic analysis technique. The results of the analysis show that this film presents people with disabilities differently and breaks down the stigma or stereotypes that are usually attached to them."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
Mk-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Fajar Illahi Ramadhan
"Max Havelaar: of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij (1976) merupakan film hasil karya sutradara asal Belanda, Fons Rademakers, sekaligus film hasil adaptasi novel karya Multatuli dengan judul serupa yang terbit pada tahun 1860. Pada awalnya peluncuran film ini sempat menimbulkan kontroversi dari kalangan masyarakat Indonesia karena kesan yang muncul saat menonton bukanlah seperti menonton film anti-kolonialisme, melainkan sekadar kisah tentang seorang pejabat pemerintah Belanda yang baik dan konfliknya dengan Belanda. Seakan-akan hanya memperlihatkan orang Belanda yang digambarkan sebagai orang baik dan orang Indonesia sebagai penjahat. Kontroversi ini menimbulkan permasalahan bagaimana sebenarnya kolonialisme serta rasisme direpresentasikan pada film Max Havelaar. Penelitian ini ditujukan agar dapat mengetahui adanya nilai-nilai rasisme dalam film Max Havelaar yang merepresentasikan budaya kolonialisme pada masa Hindia Belanda. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik dokumentasi-observasi, dengan teori semiotika oleh Roland Barthes untuk menganalisis pemaknaan tanda rasisme melalui sistem pemaknaan denotatif (denotation), konotatif (connotation) dan meta-bahasa (metalanguage) atau mitos. Hasil dari penelitian ini berupa tiga fakta rasisme dalam film Max Havelaar yaitu; (1) perbudakan serta eksploitasi terhadap bangsa pribumi, (2) prasangka buruk antar bangsa Belanda dan pribumi, dan (3) diskriminasi terhadap bangsa pribumi.
"Max Havelaar: of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij" (1976) is a film by Dutch director, Fons Rademakers, as well as a film adaptation of Multatuli's novel with the same title which was published in 1860. At first the release of this film caused controversy among Indonesian people because the impression that emerged when watching it was not like watching an anti-colonialism film, but simply a story about a good Dutch government official and his conflict with the Dutch. It's as if it only shows Dutch people as good people and Indonesians as criminals. This controversy raises the problem of how colonialism and racism are actually represented in Max Havelaar film. This research is aimed at finding out the existence of racist values in the Max Havelaar film which represents the culture of colonialism during the Dutch East Indies. The research method used is qualitative with documentation-observation techniques, with semiotic theory by Roland Barthes to analyze the meaning of signs of racism through denotative, connotative and metalanguage or myth systems. The results of this research are three facts about racism in the Max Havelaar film, namely; (1) slavery and exploitation of native peoples, (2) prejudice between Dutch and native peoples, and (3) discrimination against native peoples."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nadya Vanya Audia
"Artikel ini membahas tentang heroisme dalam film Les Femmes de L rsquo;Ombre yang diadaptasi dari kisah nyata tentang tokoh-tokoh perempuan yang ikut berperan dalam Perang Dunia II dengan tergabung dalam organisasi spionase Special Operations Executive SOE. Penelitian kualitatif ini dianalisis melalui aspek naratif dan sinematografis film dengan menggunakan teori Boggs dan Petrie 2011. Sementara itu, artikel ini menggunakan konsep heroisme oleh Taha 2002. Hasil analisis menentukan status hero pada tokoh-tokoh yang meliputi status hero, semi-hero dan anti-hero yang dilihat melalui motivasi, tekad, kemampuan, perjuangan serta keberhasilan tokoh dalam menyelesaikan misi utama.
This article focuses on analyzing the heroism of female characters in a movie titled Les Femmes de L rsquo;Ombre by Jean Paul Salom which is based on true story. This movie depicts how women struggled against German durning World War II by joining espionage organization called Special Operations Executive SOE. This research is a qualitative research and analyzed through narrative and cinematrography aspect from Boggs and Petrie 2011. Meanwhile, the values of heroism in this movie is reviewed by using heroism concept by Taha 2002. The result of this research distinguishes the three conceptions of heroism, namely hero, semi-hero, and anti-hero as seen through each character rsquo;s motivation, will, ability, execution, and outcome."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Dhea Rizki Amalia
"
ABSTRAKSuatu brand harus melewati sejumlah tahap untuk menjadi brand yang kuat, unik, disukai dan dikenali oleh konsumen. Tesis ini menganalisa brand Gucci, terutama bagian clothing line, tentang bagaimana merek tersebut mendapatkan posisi atas di pikiran target konsumen. Saya akan membahas tentang berbagai alat pemasaran yang Gucci pakai dan menggunakan teori untuk menjelaskan bagaimana Gucci dapat memperkuat ekuitas merek (brand equity) dengan cara tersebut. Tesis ini berisi analisa yang terdiri dari penjelasan, masalah yang ditemukan dan solusi yang sesuai dari setiap usaha pemasarannya. Analisa ini dihubungkan dengan piramida Customer-Based Brand Equity oleh Keller.
ABSTRACTA brand has to get through some steps to become a strong, unique, favorable and recognizable. This report analyzes Gucci, especially as a clothing line brand, on how they have top of mind consumer awareness. I am going to discussvarious marketing tools that Gucci useand use the theory to explain how the efforts strengthen Gucci s brand equity. This report is an analysis that consists ofthe explanation, the problem raised and the suitable solution from each tool used. The analysis is connected to the CustomerBased Brand Equity pyramid by Keller."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Amalia Nur Syahputri
"Salah satu periode sinema yang mengutamakan isu sosial di Prancis adalah sinema Prancis kontemporer. Dalam periode ini, segala aspek yang mendukung perfilman di negara tersebut sudah berkembang ke arah yang lebih modern dan menarik perhatian banyak masyarakat. Salah satu filmnya adalah Entre Les Murs, sebuah film karya Laurent Cantet yang menceritakan kehidupan sehari-hari sebuah sekolah di banlieue Prancis. Dalam film ini, diperlihatkan bahwa muridnya terdiri dari berbagai macam ras yang memiliki permasalahannya masing-masing. Melalui permasalahan antarras di sekolah banlieue, film ini menunjukkan konflik sosial yang terjadi di Prancis. Penelitian ini membahas tentang kehadiran citra dan prasangka tokoh Souleymane yang memunculkan stereotip rasnya, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah menunjukkan bagaimana citra dan prasangka terhadap suatu individu atau kelompok dapat melahirkan sebuah konflik pada praktiknya. Penelitian ini menggunakan dua teori, yakni teori sinema (2008) oleh Dennis W. Petrie dan Joseph M. Boggs dan teori prasangka (2018) oleh Alo Liliweri untuk membantu analisis strategi naratif film Entre Les Murs dan pembentukan stereotip ras kulit hitam melalui citra dan prasangka terhadap tokoh Souleymane. Hasil dari penelitian ini adalah sikap dan citra negatif tokoh Souleymane memunculkan berbagai perspektif dan prasangka yang berujung pada pembentukan stereotip terhadap kelompok rasnya.
One of the periods of cinema that prioritized social issues in France is contemporary French cinema. In this period, all aspects that support film in this country have developed in a more modern way and attracted the attention of many people. One of the films is Entre Les Murs, a film by Laurent Cantet that tells about the daily life of a school in banlieue France. In this film, it is shown that the students consist of various races who have their own problems. Through interracial problems at the banlieue school, this film shows the social conflicts that occur in France. This study discusses the presence of images and prejudices of the Souleymane character which give rise to his racial stereotypes, so the purpose of this research is to show how images and prejudices against an individual or group can create a conflict in practice. This study uses two theories, namely the theory of cinema (2008) by Dennis W. Petrie and Joseph M. Boggs and the theory of prejudice (2018) by Alo Liliweri to help analyze the narrative strategy of the film Entre Les Murs and the formation of stereotypes of the black race through imagery and prejudice against the character of Souleymane. The result of this study is that a character of Souleymane’s negative attitude and image can create various prejudices and lead to the formation of stereotypes against his racial group."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Emilya Kusnaidi
"Dewasa ini, prevalensi penderita gangguan kepribadian ambang diperkirakan terus meningkat pada populasi orang dengan gangguan jiwa. Individu dengan gangguan kepribadian ambang memiliki ketidakstabilan citra diri yang berdampak pada hubungan interpersonal. Hal ini membuat pasien dengan gangguan kepribadian ambang memiliki komorbiditas dengan gangguan jiwa lain, dan diasosiasikan dengan peningkatan risiko bunuh diri, gangguan fungsi menetap, hingga pengobatan intensif jangka panjang yang membebankan masyarakat. Hingga saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang membahas tentang gambaran citra diri pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang. Penelitian ini merupakan studi kualitatif. Subjek yang dilibatkan adalah pasien dengan gangguan kepribadian ambang yang berobat jalan di Poliklinik Jiwa Dewasa RSCM. Subjek dipilih dengan cara purposive sampling. Dari hasil wawancara mendalam pada 4 subjek didapatkan adanya gambaran citra diri yang berangkat dari citra diri yang kurang baik. Seluruh subjek mengatakan bahwa citra diri mereka saat ini berhubungan dengan pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan, dan dapat menjelaskan hubungannya dengan sudut pandang subjek. Sebagian subjek mengatakan ada faktor lain yang berkontribusi dalam konstruksi citra diri yang mereka rasakan, yakni terapi dan pandangan orang lain terhadap diri subjek. Pengalaman yang tidak menyenangkan masa kecil tersebut merupakan pencetus dan dikorelasikan dengan kondisi gangguan saat ini serta kekurangan pribadi yang mereka rasakan. Sebagian besar subjek mengatakan bahwa pengalaman tersebut memilki dampak positif dan negatif terhadap mereka yang membuat adanya perubahan pada citra diri.
Nowadays the prevalence of people with mental disorders is estimated to continue to increase in the population of individuals with mental illnesses. Individuals with borderline personality disorder have an unstable self-image which impacted interpersonal relationship. This makes patients with the disorders have comorbidities with other mental disorders such and is associated with an increased risk of suicide, permanent dysfunction, to intensive treatment that burdens society. Up to now, in Indonesia, there has been no research that discusses the picture of self-image in patients with borderline personality disorder. Therefore, researchers will look for a description of childhood experiences and self-image in patients with borderline personality disorder. This research is a qualitative study. The subjects involved were patients with borderline personality disorder who were in an outpatient clinic at RSCM. Subjects were selected by purposive sampling. From the results of in-depth interviews on 4 subjects, it was found that their self-image departed from a bad self-image. All subjects said that their current self-image was related to unpleasant childhood experiences, and could explain the relationship with each subject's point of view. Some of the subjects said that other factors contributed to the construction of the self-image they felt, namely therapy and other people's views of the subject. These adverse childhood experiences were the triggers and correlated with the current state of the disorder and the personal shortcomings they felt. Most of the subjects said that the experience had both positive and negative impacts on those who made changes to their self-image."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library