Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77889 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thariq Salam
"ABSTRAK
BBerber merupakan suku mayoritas penghuni Afrika utara bagian barat. Al-Jazair adalah negara yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Berber. Suku berber memiliki banyak karya seni yang unik, salah satunya adalah tradisi tato pada perempuan berber. Tradisi tato ini sudah dilakukan oleh para perempuan Berber sejak berabad-abad lalu. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan jurnal ini adalah metode studi pustaka. Teori dalam jurnal ini adalah teori mengenai keaslian karya seni dan antropologi simbolik. Dalam jurnal ini ditemukan bahwa Tato pada perempuan suku Berber adalah representasi dari identitas kesukuan, simbol kecantikan, tolak bala, pengobatan, keberuntungan serta kematangan secara seksual. Tato dibuat pada usia yang bervariasi dengan motif sederhana yang diwariskan dari ibu kepada anak perempuannya. Motif-motif yang digunakan berbentuk garis, silang, segitiga, kotak dan persegi panjang, kemudian bergabung membentuk motif yang memiliki makna lebih kompleks, biasanya berbentuk runcing yang merepresentasikan bentuk tajam untuk mengusir Jnoun atau roh jahat. Tato dibuat di beberapa tempat seperti wajah, dada, punggung tangan, lengan bagian atas dan pergelangan kaki. Tiap Tato memiliki makna berbeda sesuai dengan tempat tato tersebut dibuat. Tradisi tato kemudian dilarang pada tahun 1930 karena tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena pada masa itu suku Berber sudah menerima pendidikan sehingga bisa memahami Islam dengan baik. Pelarangan ini kembali ditegaskan pada tahun 1940, sehingga tradisi ini ditinggalkan hingga saat ini.

. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan jurn
ABSTRACT
Berber is the majority tribe of western part of north Africa. Al-Jazair is a country whose majority population is from the Berber tribe. Berber tribe has many unique works of art, one of which is a tattoo tradition on berber women. This tattoo tradition has been done by Berber women since centuries ago. The method used by the author in writing this journal is literature study method. Theories in this journal are theories on the authenticity of artwork and symbolic anthropology. In the journal it is found that Tattoos in Berber women are representations of tribal identity, beauty symbols, repulsive reactions, treatment, luck and sexual maturity. Tattoos are made at varying ages with simple motifs passed from mother to daughter. Motifs used in the form of lines, crosses, triangles, squares and rectangles, then combine to form a motif that has a more complex meaning, usually shaped like a pointed sharp shape to drive Jnoun or evil spirits. Tattoos are made in places such as face, chest, back of hand, upper arm and ankle. Each tattoo has a different meaning according to where the tattoo is made. The tattoo tradition was then banned in 1930 because it was not in accordance with the teachings of Islam, where at that time the Berber tribe has received education so that it can understand Islam well. This prohibition was reaffirmed in 1940, so this tradition was abandoned to this day."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Deshya Erdia
"ABSTRAK
Pada jurnal yang berjudul Seni Permadani Suku Berber ini, penulis menggunakan metode studi pustaka dengan menggunakan tinjauan pustaka dari beberapa buku teks dan e-book. Teori pada penulisan jurnal ini adalah teori mengenai keaslian karya seni yang berkaitan dengan keautentikan sebuah karya seni dan teori antropologi simbolik yang berkaitan dengan makna sebuah simbol. Dalam jurnal ini terdapat beberapa pembahasan mengenai suku Berber, yang meliputi pengertian suku Berber secara etimologi dan lokasi suku Berber. Kemudian penulis mendeskripsikan mengenai permadani suku Berber secara umum. Penulis juga membahas proses pembuatan permadani mulai dari tahapan awal hingga produksi permadani selesai dibuat. Pada jurnal ini juga terdapat pembahasan mengenai sejarah motif permadani suku Berber. Kemudian penulis juga membahas tentang makna simbol pada permadani suku Berber. Suku Berber merupakan salah satu suku yang terdapat di Maroko yang mempunyai produksi karya seni permadani paling unik diantara karya seni permadani Maroko lainnya. Hal itu disebabkan motif yang digunakan oleh suku Berber pada karya seni permadaninya berbeda dengan motif yang digunakan oleh produsen permadani lainnya. Oleh karena itulah, karya seni permadani suku Berber paling banyak digemari oleh para turis karena ciri khas motif permadani suku Berber yang sangat menonjol.

ABSTRACT
Within the paper entitled ldquo The Art of Berber Carpets rdquo , the author used literature study method by using literature review from several texts and e books. In addition, the theoritical background that is used in this paper are authenticity in art related to the authenticity of artwork and symbolic anthropology theory that deals with the meaning of a symbol. This journal examines several things related to Berber tribes, which included Berber tribes etymologically and Berber tribes location. Furthermore, the author describes about the Berber tribal carpets in General. The author also dicussed about the making of Berbers carpet from the scratch to the finish product. This journal also contained a discussion of the history of Berbers carpet motifs. It also discussed the meaning of the symbols on the Berber tribal carpets. Berber tribes is one of the most well known tribes in morocco. That has the most unique carpets amongst other Morocco tapestry artwork. Hence, Berber carpets becomes a new trend amongst tourists because of it rsquo s very prominent motifs."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khairul Febriyanto
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai aksesori sebagai identitas etnik. Suku Berber mempunyai berbagai macam jenis aksesori yang menjadi identitas etnik mereka yakni permadani, perhiasan, pakaian, dan tato. Artikel ini hanya membahas tentang permadani dan perhiasan suku Berber. Suku Berber mempunyai permadani yang khas. Permadani suku Berber memiliki banyak kegunaan yaitu sebagai selimut, alas untuk berkuda, alas untuk shalat dan berbagai hal lainnya. Selain itu, permadani dapat dijadikan sebagai hadiah karena permadani dianggap sebagai identitas etnik yang mampu menunjukkan jati diri suku Berber. Suku Berber mempunyai berbagai macam perhiasan yang mereka pakai. Macam-macam perhiasan penting suku Berber terdiri dari kalung, ikat kepala, fibula, dan anting-anting. Perhiasan berfungsi sebagai lambang sosial yang mengidentifikasi suku Berber, dan wilayah Maroko tempat perhiasan dibuat. Selain itu, bentuk dan desainnya mempunyai makna spiritual, beberapa jenis perhiasan diyakini dapat menjadi pelindung yang menjamin kesuburan, melindungi dari mata jahat, membawa kemakmuran, dan menyembuhkan berbagai penyakit. Wanita suku Berber berperan penting dalam melestarikan budayanya dengan membuat dan memakai berbagai macam perhiasan. Hal tersebut disebabkan karena suku Berber sangat menjunjung tinggi simbol-simbol kesukuan dan wanita merupakan simbol kesuburan dan identitas etnik suku Berber.

ABSTRACT
This article discusses accessories as ethnic identity. Berber tribe has various types of accessories that become their ethnic identity of rugs, jewelry, clothing, and tattoos. This article discusses only with Berber rug and jewelry. The Berber tribe has a distinctive rug. Berber rugs have many uses as blankets, pedestals for riding, praying mats and various other things. In addition, rugs can be used as gifts because rugs are considered ethnic identities that are able to show the identity of the Berber tribe. Berber tribe has a variety of jewelry that they wear. Various kinds of important Berber jewelry consists of necklaces, headbands, fibula, and earrings. Jewelry serves as a social symbol identifying the Berber, and the region of Morocco where jewelry is made. In addition, the shape and design have a spiritual meaning, some types of jewelry is believed to be a protector that ensures fertility, protect from evil eyes, bring prosperity, and cure various diseases. Berber women play an important role in preserving their culture by making and wearing various jewelry. This is because the Berber tribe strongly upholds tribal symbols and women are symbols of fertility and ethnic identity of the Berber tribe. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Bidari Medi
"Komunikasi non verbal adalah bagian dari komunikasi yang selalu dilakukan oleh masyarakat. Komunikasi non verbal bisa berupa simbol, salah satunya adalah tato. Tato adalah sebuah karya yang mempunyai beragam sejarah, tetapi penggunaannya sebagai penghantar pesan tidak berubah sampai sekarang. Penulis ingin memaparkan motivasi seseorang dalam menato dirinya, bentuk kelompok yang menjadi dasar dari tato, konteks budaya dalam hadirnya tato, dan evaluasi terhadap konvensi tato pada media massa. Penulisan ini berguna untuk menjabarkan tato sebagai bagian dari komunikasi non verbal yang sudah sering digunakan oleh masyarakat. Informan yang digunakan untuk membantu dalam penulisan ini berusia 20-30 tahun, laki-laki dan perempuan dengan latar belakang profesi yang berbeda. Hasilnya adalah motivasi seseorang membuat tato karena ingin menyatakan karakter dirinya dan menimbulkan persepsi yang sama dengan orang di sekitarnya.

Non-verbal communication is part of everyday language that is commonly practiced in the society. It can materialize in the form of symbolism, and tattoo being one of them. Tattoo is an art that has many historical background attached to it, but its usefulness as a message-deliverer has remain unchanged until now. The author proposes to explore the motivation that drives people to have their body tattoed, the types of society that determine the tattoo, the cultural context behind the tattoo, and the evaluation on tattoo's convention on mass media. This paper is particularly useful in analysing tattoo as an important part of the non-verbal communication that is widely used by the society. The participants involved in the writing of this paper range between twenty to thirty years old in age, both men and women with various background professions. The result shows us that what motivates a person to have tattoo is the need to display his or her character, as well as to generate a similar perception with those around them."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Joas Joel
"Tradisi ohaguro adalah tradisi seseorang menghitamkan gigi. Tradisi ini juga ditemukan di banyak negara Asia Tenggara, dan Jepang termasuk salah satu negara yang menjalankan tradisi ini sejak zaman Kofun(250-538). Pada akhir zaman Heian(794-1185), tradisi ohaguro mengalami perubahan fungsi yaitu dari fungsi praktis sebagai pengganti pasta gigi menjadi fungsi simbolik sebagai penanda bahwa seseorang telah menjadi dewasa dan memiliki tanggung jawab selayaknya orang dewasa. Memasuki zaman Edo (1603-1868), seiring dengan berkembangannya patriarki dalam ideologi Konfusianisme, tradisi ohaguro hanya dilakukan di kalangan perempuan bangsawan dengan tujuan semata-mata untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tradisi ohaguro sebagai pratik patriarki pada perempuan bangsawan Zaman Edo, dengan menggunakan teori patriarki Sylvia Walby(1990) dan metode penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi ohaguro merupakan salah satu praktek patriarki dalam ideologi Konfusianisme, yang mengukuhkan kepentingan laki-laki dan memosisikan laki-laki sebagai pihak yang mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Meminjam istilah Walby, hal ini disebut dengan patriarchal culture, yang menunjukkan bagaimana relasi patriarki dalam agama, sebagai salah satu lembaga budaya.

Ohaguro tradition is a tradition where people blackened their teeth. This tradition is also found in a lot of nations in South East Asia, and Japan is one of the nation which used this tradition since Kofun period(250-538). At the end of Heian period(794-1185), the ohaguro tradition undergo changes from a functional meaning that replaces toothpaste to symbolic meaning where it’s serves as a prove that people reached adulthood and have the same responsibilities as an adult. Entering the Edo period (1603-1868), with the growth of patriachy within Confucianism ideology, ohaguro tradition only used by female aristocrats with the sheer purpose of fulfilling interest and needs of the male. This research aim to analyze the ohaguro tradition as a practice of patriarchy within female aristocrats at Edo period, by using the patriarchy theory by Sylvia Walby(1990) and using descriptive analytics method. The result of the research shows that the ohaguro tradition is a form of patriarchy practice from Confucianism ideology, that strengthen male interest and positioning the male as a party that dominate, oppress, and exploit woman. Borrowing Walby’s term, this tradition can be defined as patriarchal culture, that shows the relation of patriarchy within religion, as a cultural constitution.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Tiar
"Skripsi ini membahas benturan antara tradisi dan modernisasi yang sempat terjadi di Cina. Melalui film “Pavilion of Women”, dengan latar peristiwa pada tahun 1938, digambarkan sebuah keluarga yang merasakan dampak dari benturan tersebut, yaitu keluarga Wu. Madame Wu sebagai peran utama dalam film digambarkan sebagai tokoh yang benar-benar merasakan benturan tersebut hingga akhirnya berdampak buruk pada keadaan keluarganya. Tidak sejalan dengan tradisi akibat dari tekanan dari dalam diri sendiri dan modernisasi menyebabkan tidak adanya harmonisasi dalam kehidupan Madame Wu.

The thesis discusses the clash between tradition and modernization which happened in China. Through a film titled “Pavilion of Women”, it is depicted that a family affected by the clash happened with China in 1938 as the background. Madame Wu, as the protagonist in this film, is the one whom really needs to experience the clash happened, which in the end leads bad affection to her family. Living her life without no longer obeying the tradition because of the unwillingness to live such life and modernization, causes Madame Wu live in no harmony."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S44308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rm Karfianda S.
"Tato merupakan bentuk seni yang keberadaannya masih dianggap tabu bagi masyarakat luas. Di Indonesia sendiri, sejarah telah menunjukkan bahwa makna dan fungsi tato telah bergeser dari waktu ke waktu. Tato yang tadinya merupakan bagian dari ritual kebudayaan menjadi identik dengan kriminal, dan sekarang tato bergeser lagi menjadi sebuah bentuk gaya yang semakin diterima oleh masyarakat. Namun popularitas tato masih ditemani oleh stigmatisasi yang terjadi di dalam masyarakat. Masyarakat bertato dengan bangga membawa seni tato ke dalam masyarakat luas. Citra tato yang identik dengan kriminal telah terkonstruksi dalam masyarakat luas, dan kini masyarakat bertato sedang dalam tahap rekonstruksi pemaknaan menuju arah yang positif.

Tattoo is a form of art that many still consider as taboo. In Indonesia alone, history has shown that the meanings and functions of tattoo has shifted from time to time. Tattoo has shifted from a part of tribe's rituals into something identical with criminality, and now, tattoo has shifted to a new level where it is becoming a fashion statement. In spite of its popularity, tattoo is still stigmatized within society. The tattoo community proudly reintroduce the art of tattoo into the broader community. The negative image of tattoo is constructed within society, and now the tattoo community is on their way in reconstructing the meaning of tattoo to be more positive."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Syelvrida Tumina
"Sifon adalah tradisi sunat pria yang berasal dari suku Atoin Meto yang dapat menjadi sumber penularan HIV/AIDS bagi perempuan Sifon. adanya ritual perempuan Sifon yang melayani hubungan seksual pada pria yang telah menjalani sunat Sifon tanpa pengaman/kondom, dapat menjadi sumber penularan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman perempuan Sifon menjalani tradisi ritual Sifon dalam konteks penularan HIV/AIDS. Metode yang digunakan pendekatan fenomenologi, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi: perempuan suku Atoin Meto usia > 18 tahun, telah menjadi perempuan Sifon minimla 6 bulan. Partisipan direkrut melalui dukun di desa Nekbaun kabuoaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Analisis data menggunakan metode Collaizi. Hasil: sebanyak 13 perempuan Sifon yang diwawancarai pada penelitian terdapat 4 tema: 1)Perempuan Sifon mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penularan HIV/AIDS melalui Sifon, 2)menjadi perempuan Sifon karena korban penipuan pria Sifon, 3) perempuan Sifon mengalami gejala Penyakit Menular Seksual setelah Melayani Sifon, 4) adanya keyakinan bahwa Obat Kampung (Obat Timor) dapat  mengatasi sakit yang diderita setelah melayani Sifon. Interpretasi terhadap pengalaman perempuan Sifon menjalani ritual Sifon mengindikasikan bahwa Sifon merupakan faktor risiko penularan HIV/AIDS pada perempuan. Program edukasi yang bersifat preventif dan promotif yang peka budaya diperlukan dalam upaya mengurangi risiko penularan HIV/AIDS.

Sifon is a ritual tradition after male circumcision from the Ation Meto tribe that can be a factor related to HIV/AIDS transmission for Sifon women. Sifon women who serving sexual intercourse to men after circumcision without safety or without condoms, become a source of transmisson of sexually transmitted diseases and HIV/AIDS. The purpose of this paper is to explore the experience of sifon women undergoing sifon rituals traditions in the context of HIV/AIDS transmission. The method used in this study with a phenomenological approach using a purposive sampling technique. Inclusion criteria: Atoin Meto thnix women aged > 18 years, have been a Sifon women for at least 6 months. Participants were recruited through traditional helaers in Nekbaun village of Kupang district and Siuth Central Timor district. Data analysis used the Colaaizi method. Results: as many as 13 women were interviewed for the study, there were 4 themes: 1)Sifon women had lower knowledge of HIV/AIDS transmission through sifon, 2)became sifon women because of a victim of a male sifon fraud, 3)sifon women were exposed to sexually transmitted infections after serving sifon, 4)the belief that traditional medicine (Timor medicine) can overcome the pain suffered after sifon. Interpretation of the experience of sifon women undergoing sifon rituals indicated that sifon is a risk factor for transmitting HIV/AIDS to women. Preventive and promotive educational programs with cultural approach are needed in effort to reduce the risk of HIV/AIDS transmission. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Pitaloka
"ABSTRAK
Menjadi seorang perempuan di dalam masyarakat yang patriarkal kerap kali membuat perempuan mengalami opresi dan kekangan sehingga ia tidak bisa secara utuh memiliki kuasa atas tubuhnya. Pengalaman ketubuhan dalam kultur patriarkal tersebut dapat diekspresikan perempuan melalui praktik modifikasi tubuh, salah satunya adalah tato. Jika dahulu tato erat dengan hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas dan kriminalitas, kini tato sudah menjadi bagian dari gaya hidup kaum perkotaan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, praktik bertato bagi sebagian perempuan yang sadar akan isu gender dan perempuan, dimaknai sebagai sebuah tindakan untuk merebut kembali tubuh mereka dari kultur patriarki. Pemaknaan yang diberikan berdasar pada pengalaman ketubuhan yang dialami, seperti kekerasan seksual, opresi verbal terhadap bentuk tubuh, dan kekangan aturan dari keluarga patriarkal. Selain itu, pemaknaan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkup pertemanan informan yang juga paham akan permasalahan tubuh perempuan.Kata Kunci: Ekspresi, Patriarki, Pemaknaan, Pengalaman, Tato, Tubuh Perempuan.

ABSTRAK
Born as women in patriarchal society often creates oppression and restraint, towards their body. This fact takes their authority over their bodies. These bodily experiences expressed through various body modification practices, such as tattoo. In the past, tattoo is related with spirituality and criminality, but now, tattoo has become a urban lifestyle. Based on in depth interview and observation held in this study with women who have knowledge with gender and woman issues, a tattoo practice means reclaiming their body from patriarchal culture. The meaning is given based on their bodily experiences, such as sexual violence, verbal oppression of ideal body, and restraint from patriarchal family. This meaning come from their bodily experiences which also influenced by their peer group.Keywords Experience, Meaning, Patriarchy, Reclaim, Tattoo, Women Body. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Pitaloka
"ABSTRAK
Menjadi seorang perempuan di dalam masyarakat yang patriarkal kerap kali membuat perempuan mengalami opresi dan kekangan sehingga ia tidak bisa secara utuh memiliki kuasa atas tubuhnya. Pengalaman ketubuhan dalam kultur patriarkal tersebut dapat diekspresikan perempuan melalui praktik modifikasi tubuh, salah satunya adalah tato. Jika dahulu tato erat dengan hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas dan kriminalitas, kini tato sudah menjadi bagian dari gaya hidup kaum perkotaan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, praktik bertato bagi sebagian perempuan yang sadar akan isu gender dan perempuan, dimaknai sebagai sebuah tindakan untuk merebut kembali tubuh mereka dari kultur patriarki. Pemaknaan yang diberikan berdasar pada pengalaman ketubuhan yang dialami, seperti kekerasan seksual, opresi verbal terhadap bentuk tubuh, dan kekangan aturan dari keluarga patriarkal. Selain itu, pemaknaan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkup pertemanan informan yang juga paham akan permasalahan tubuh perempuan.

ABSTRACT
Born as women in patriarchal society often creates oppression and restraint, towards their body. This fact takes their authority over their bodies. These bodily experiences expressed through various body modification practices, such as tattoo. In the past, tattoo is related with spirituality and criminality, but now, tattoo has become a urban lifestyle. Based on in-depth interview and observation held in this study with women who have knowledge with gender and woman issues, a tattoo practice means reclaiming their body from patriarchal culture. The meaning is given based on their bodily experiences, such as sexual violence, verbal oppression of ideal body, and restraint from patriarchal family. This meaning come from their bodily experiences which also influenced by their peer group."
2016
S67947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>