Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114298 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufik Sukarno
" ABSTRAK
Tuberkulosis TB ekstra paru merupakan penyakit infeksi yang banyak terjadi di Indonesia. Penelitian TB ekstra paru di Indonesia masih sedikit, tatalaksana TB ekstra paru, termasuk obat yang digunakan serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian, karakteristik dan mengevaluasi pengobatan TB ekstra paru di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017. Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder dari data register DOTS TB dan data rekam medis di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014-31 Desember 2017. Dari 456 pasien TB, didapat 153 pasien TB ekstra paru 33,5 , dari jumlah tersebut ada 136 pasien TB ekstra paru dengan data yang lengkap dan di evaluasi. Sebagian besar pasien berusia muda 91,9 , usia rata-rata 36.6 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan 62.5 . Jenis TB ekstra paru terbanyak adalah limfadenitis TB 55,9 . Sebanyak 85,3 pasien pengobatannya lengkap, 11 putus obat, 1,5 gagal, dan 2,2 pindah pelayanan pengobatan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara keberhasilan terapi dengan usia p = 0,58; PR 0,9, 95 CI : 0,763-1,14 , komorbiditas p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802 ndash; 1.049 , IMT < 18,5 p = 0,613; PR =0,6, 95 CI : 0,15-3,05 . Penambahan etambutol fase lanjutan kategori I, dan pemberian ofloksasin pada terapi kategori II, meskipun tidak sesuai dengan panduan terapi meningkatkan keberhasilan terapi p = 0.039; PR = 1.1, 95 CI : 1.037 ndash; 1.318 . Keberhasilan terapi dengan lama pengobatan ge; 9 bulan lebih baik dibandingkan dengan < 9 bulan, p = 0,001; PR=1,8 95 CI : 1,403-2,533 .Kesimpulan : Penambahan etambutol pada fase lanjutan kategori I meningkatkan keberhasilan terapi TB ekstra paru. Sebagian besar TB ekstra paru membutuhkan lama pengobatan lebih dari 9 bulan.

ABSTRACT
Tuberculosis TB extra pulmonary is a common infectious disease in Indonesia. Extra pulmonary TB research in Indonesia is still small, the management of extra pulmonary TB, including the medicine used and the result of treatment are also rarely studied. This study aims to determine the prevalence, characteristics and evaluate the treatment of extra pulmonary TB in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period January 1, 2014 - December 31, 2017. This cross-sectional study used secondary data from DOTS TB register data and medical record data in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period from 1 January 2014-31 through December 2017. Of the 456 TB patients, which of 153 extra pulmonary TB patients 33,5 were found, out of which there were 136 extra pulmonary TB patients with complete data and evaluation. Most of the patients were young 91,9 , the average age was 36,6 years, the majority of patient were female 62,5 . The most common types of TB were TB lymphadenitis 55,9 . Some 85,3 of patients was complete treatment, 11 loss to follow-up, 1,5 failed, and 2,2 transfer out. Significantly, there was no correlation between the success of therapy with age p= 0.58, PR = 0.9;95 CI: 0.763-1.14 , comorbidity p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802-1.049 , IMT "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Sukarno
"Tuberkulosis TB ekstra paru merupakan penyakit infeksi yang banyak terjadi di Indonesia. Penelitian TB ekstra paru di Indonesia masih sedikit, tatalaksana TB ekstra paru, termasuk obat yang digunakan serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian, karakteristik dan mengevaluasi pengobatan TB ekstra paru di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017. Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder dari data register DOTS TB dan data rekam medis di Rumah Sakit dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma periode 1 Januari 2014-31 Desember 2017. Dari 456 pasien TB, didapat 153 pasien TB ekstra paru 33,5 , dari jumlah tersebut ada 136 pasien TB ekstra paru dengan data yang lengkap dan di evaluasi. Sebagian besar pasien berusia muda 91,9 , usia rata-rata 36.6 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan 62.5 . Jenis TB ekstra paru terbanyak adalah limfadenitis TB 55,9 . Sebanyak 85,3 pasien pengobatannya lengkap, 11 putus obat, 1,5 gagal, dan 2,2 pindah pelayanan pengobatan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara keberhasilan terapi dengan usia p = 0,58; PR 0,9, 95 CI : 0,763-1,14 , komorbiditas p = 0.25; PR = 0.9, 95 CI : 0.802 ndash; 1.049 , IMT < 18,5 p = 0,613; PR =0,6, 95 CI : 0,15-3,05 . Penambahan etambutol fase lanjutan kategori I, dan pemberian ofloksasin pada terapi kategori II, meskipun tidak sesuai dengan panduan terapi meningkatkan keberhasilan terapi p = 0.039; PR = 1.1, 95 CI : 1.037 ndash; 1.318 . Keberhasilan terapi dengan lama pengobatan ge; 9 bulan lebih baik dibandingkan dengan < 9 bulan, p = 0,001; PR=1,8 95 CI : 1,403-2,533 .Kesimpulan : Penambahan etambutol pada fase lanjutan kategori I meningkatkan keberhasilan terapi TB ekstra paru. Sebagian besar TB ekstra paru membutuhkan lama pengobatan lebih dari 9 bulan.

Tuberculosis TB extra pulmonary is a common infectious disease in Indonesia. Extra pulmonary TB research in Indonesia is still small, the management of extra pulmonary TB, including the drugs used and the result of treatment are also rarely studied. This study aims to determine the prevalence, characteristics and evaluate the treatment of extra pulmonary TB in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period January 1, 2014 December 31, 2017. This cross sectional study used secondary data from DOTS TB register data and medical record data in dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Hospital period 1 January 2014 31 December 2017. Of the 456 TB patients, 153 extra pulmonary TB patients 33,5 were found, out of which there were 136 extra pulmonary TB patients with complete data and evaluation. Most of the patients were young 91,9 , the average age was 36,6 years, the majority of patient were female 62,5 . The most common types of TB were TB lymphadenitis 55,9 . As many as 85,3 of patients complete treatment, 11 loss to follow up, 1,5 failed, and 2,2 transfer out. There was no significant association between the success of therapy with age p 0.58, PR 0.9 95 CI 0.763 1.14 , comorbidity p 0.25 PR 0.9, 95 CI 0.802 1.049 , IMT "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rimenda Br.
"Pendahuluan : Walaupun pemerintah Indonesia sudah menetapkan programDirect Observed Treatment Short course DOTS dengan ObatAntituberkulosis OAT kombinasi dosis tetap KDT , masih ditemukan kasustuberkulosis TB baru di Indonesia. Informasi tentang perbedaan efektivitasdan efek samping OAT KDT dan OAT dosis lepasan pada fase intensif danfase lanjutan masih merupakan suatu perdebatan. Penelitian ini bertujuan untukmembandingkan efektivitas dan efek samping OAT KDT dengan OAT dosislepasan pada pasien TB paru kasus baru konfirmasi bakteriologis danmengevaluasi penggunaan fase sisipan pada kedua kelompok OAT.
Metode : Penelitian retrospektif observasional ini menggunakan datasekunder dari rekam medis pasien TB paru kasus baru konfirmasibakteriologis yang mendapat pengobatan OAT kategori 1 KDT atau OAT dosislepasan dalam periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Januari 2017.Efektivitas dinilai dari konversi basil tahan asam BTA pada akhir bulan ke 2dan akhir bulan ke 6, serta evaluasi penggunaan fase sisipan pada akhir bulanke 3. Efek samping dinilai dari efek samping obat ESO mayor dan minoryang timbul selama pemakaian OAT KDT atau dosis lepasan. Perbedaanefektivitas dinilai dengan Chi square.
Hasil : Data pasien yang mendapat OAT KDT 33 orang dan OAT dosislepasan 30 orang selama periode 1 Januari 2014 ndash; 31 Januari 2017 di RS drEsnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Jakarta di evaluasi. Pada akhir faseintensif, proporsi pasien pada kelompok OAT KDT dan lepasan yangmengalami konversi BTA tidak berbeda bermakna 78,8 vs 83,3 , p=0,693 .Pada akhir fase sisipan, 100 pasien kelompok OAT lepasan mengalamikonversi, satu pasien 14,3 pada kelompok KDT gagal konversi dandikeluarkan dari penelitian ini. Semua pasien yang menyelesaikan fase lanjutanpada kedua kelompok mengalami konversi BTA. ESO mayor berupa hepatitisdan reaksi sensitivitas ditemukan lebih banyak pada kelompok KDTdibandingkan lepasan 6.1 vs 0 . ESO minor juga lebih banyakditemukan pada kelompok KDT dibandingkan lepasan 30.3 vs 23.3 . Efeksamping minor yang paling banyak dialami adalah nyeri perut dan mual.Proporsi subjek yang mengalami ESO lebih banyak pada kelompok KDTdibandingkan kelompok lepasan 33,3 vs 23,3.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan efektivitas dan efek samping OATkategori 1 KDT dibanding dosis lepasan pada fase intensif dan lanjutan. Terdapat keberhasilan konversi pada akhir fase sisipan pada kedua kelompokOAT.

Introduction : Eventhough Indonesian Government has established DirectObserved Treatment Short Course DOTS program with fixed dosecombination FDC Antituberculosis, new tuberculosis cases continue to occur.Information on differences in effectiveness and adverse drug reactions ADRs of FDC and separate formulations persists. This study aimed to evaluate theeffectiveness and adverse drug reactions of FDC versus separateantituberculosis formulations in new onset bacteriological confirmedpulmonary TB patients and to evaluate the effect of one month extension ofintensive phase in both groups.
Methods : A retrospective observational study was conducted using patientdata records. All new onset pulmonary TB patients with recordedbacteriological confirmation and received first category FDC or separate antituberculosis formulations during January 1st 2014 until January 31st 2017 period were included. Efectiveness outcome were determined by Acid fastbacilli sputum smear conversion at the end of intensive phase month 2 andmonth 6 of therapy, and evaluation of extended phase at the end of month 3.Major and minor ADRs occured during antituberculosis treatment wereconsidered as ADRs outcome. The difference on acid bacilli sputum conversions between two groups were analyzed using Chi Square test.
Results : Patients treated with FDC n 33 and with separate formulations n 30 during January 1st 2014 to Januari 31st 2017 at dr. Esnawan AntariksaHospital, Halim perdanakusuma Jakarta were evaluated. The rate of sputumsmear conversions at the end of intensive phase was not significantly higher inseparate formulations group as compared with FDC group 83,3 vs 78,7 ,p 0,693 . The intensive phase was extended one more month for patients withconversion failure at month 2, at the end of extended intensive phase, 100 of separate formulation were convertion. One patient 14,3 in FDC group didnot gain sputum conversion during the extended phase and was considered asmedication failure and being excluded from the study. At the end ofcontinuation phase, sputum smear conversions were achieved by all patients inboth groups. Major ADRs hepatitis and hypersensitivity reactions were foundhigher in FDC group as compared with separate formulations group 6.1 vs0 . Minor ADRs also were found higher in FDC group 30.3 vs 23.3 .The most frequently occurred ADRs were abdominal discomfort and nausea. The proportion of subjects with ADRs were higher in FDC than separateformulation group 33,3 vs 23,3.
Conclusion : There were no differences in the effectiveness and safety profile of the first category FDC and separate antituberculosis formulations.Successfulconversions occured at the end of the extended intensive phase in both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayushi Eka Putra
"Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pengobatannya yang lama dan sulit mengarahkan pada upaya pencegahan yang dimulai dengan identifikasi faktor risiko. Studi crosssectional analitik ini bertujuan untuk membahas hubungan usia terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien di atas 40 tahun dengan peningkatan jumlah prevalensi TB paru pada pasien dengan DM tipe 2. Karenanya, disarankan untuk melakukan proses pencegahan DM tipe 2 sebagai faktor resiko infeksi paru yang bersifat modifiable, terutama pada pasien dengan usia di atas 40 tahun.

Lung tuberculosis is one of the high cause of mortality infection diseases in Indonesia. Recovering is usually difficult and needs long term of treatment, leading to the trend of preventing by identifying the risk factors. The purpose of this analytic cross-sectional study is to identify the influence of age to the prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. From the result of this study, it is known that there is statistically significant result concerning the influence of age older than 40 years old to the increase of prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. Therefore, it is suggested to prevent DM type 2 as a modifiable risk factor of lung infection, especially in patients older than 40 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Adiwidia
"Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang salah satunya menyerang paru-paru dan ditularkan melalui droplet (udara) dari penderita TB paru aktif. Pengendalian penyakit TB paru adalah dengan meningkatkan pengetahuan penderita. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien TB paru rencana pulang rawat inap tentang penyakit TB paru. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan 64 sampel. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan pasien adalah 51,6% berpengetahuan baik dan 48,4% berpengetahuan kurang. Rumah sakit perlu mengoptimalkan pengetahuan dan evaluasi pengetahuan pasien rawat inap yang akan pulang.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by mycobacterium tuberculosis germs, the disease can attacks the lungs and transmitted by droplets (air) by patients TB active. Control of TB with increase knowledge of the patient TB. The purpose of this research for to know about the knowledge TB patients which have to plan depart from hospital about TB disease. This is the descriptive research with 64 sample. The result of this research show that level of patient knowledge is good knowledge 51.6% and 48.4% is poor knowledge. Hospitals must to optimize knowledge and evaluation patients will go home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42072
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fullarini Stopiati Kukuh Lakutami
"Pendahuluan : Kerusakan paru yang luas dan riwayat pemakaian antibakteri jangka panjang merupakan faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian kolonisasi jamur. Kedua hal ini terjadi pada pasien TB paru MDR. Meningkatnya kasus TB MDR di Indonesia akan meningkatkan risiko terjadinya kolonisasi jamur di paru. Penelitian ini untuk mengetahui profil kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR.
Metode : Penelitian potong lintang terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh dari TB paru MDR dari tahun 2009-2015, yang kontrol ke Poli TB MDR RSUP Persahabatan selama bulan November-Desember 2015. Dengan menggunakan teknik consecutive sampling maka ditentukan sebanyak 61 subjek yang kemudian dilakukan induksi sputum. Hasil sputum induksi kemudian dilakukan pemeriksaan sputum jamur langsung dan biakan jamur dalam media Saboraud Dextrose Agar.
Hasil : Subjek berusia antara 19-76 tahun. Dari 61 pasien , kelompok usia terbanyak antara usia 35-50 tahun sebnayak 28 orang (45,9%) diikuti usia kurang dari 35 tahun 23 orang (37,7%) dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang (16,01%). Sebanyak 28 orang (45,95) IMT normal, 17 orang IMT berlebih dan 16 orang (26%) IMT kurang. Sebanyak 28 subjek (45,9%) mempunyai riwayat merokok. Spektrum kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR adalah 42 orang (68,9%) kolonisasi jamur positif dengan 29 orang (47,5) spesies C. albicans, 6 (9,8%) kombinasi C. albicans dan C. tropicalis, 2 orang (3,3%) masing-masing As flavus dan kombinasi C. albicans dan C. krusei serta masing-masing 1 orang (1,6%) spesies C. tropicalis, C. parapsilosis dan kombinasi C. albicans+C. parapsilosis.
Kesimpulan: Kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR tinggi dan harus diawasi dan harus dievaluasi untuk membedakan antara kolonisasi atau penyakit serta diobati untuk meningkatkan kualitas hidup pasca pengobatan TB MDR.

Introduction : Extensive lung damage and long term history of using antibacterial drugs are a risk factor that increase the incidence of fungal colonization. Both of these occurred in patients with pulmonary MDR TB. The increasing cases of MDR TB in Indonesia will increase the risk of fungal colonization in the lung. This study is to determine the profile of fungal colonization in post MDR TB patients.
Methods: This cross sectional study included patients who had been cured by the doctor in 2009-2015 and came to MDR Clinic from November-Desember 2015 in Persahabatan Hospital to check up. Sixty one patients were decided by consecutive sampling. From each patient, sputum induction for sputum fungal smear and fungal culture using Sabaraud Dextrose Agar.
Results: The age range of patients are between 19 to 76 years old. Out of 61 patients, among those group 45,9% are between the age of 35-50 years , 37,7% below the age 35 years old and 16,4% above age 50 years old. Twenty eight patients have normal body mass index, 17 patients are overweight and 16 patients are underweight. Number of patients who have smoking history are 45,9%. The spectrum of positive fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients were 42 subjects (68.9%) consist of 29 subjects (47.5%)were Candida albicans, 6 subjects (9.8%) were combination of C. albicans and C. tropicalis, 2 subjects (3.3%) respectively were Aspergillus flavus and combinations of C. albicans and C. krusei. The others were C. tropicalis, C. parapsilosis and C. albicans + C. parapsilosis combination were 1 subject (1.6%) respectively.
Conclusion: Fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients is high and should be monitored and must be evaluated to distinguish between colonization and disease and treated to improve quality of life post-treatment of MDR TB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kemalasari Nas Darisan
"ABSTRAK
Latar belakang : Penyebab kematian pada TB paru seringkali tidak
tergambarkan dengan jelas disebabkan sebagian besar studi mengandalkan pada
registrasi TB berdasarkan sertifikat kematian. Hanya sedikit studi penyebab
kematian berdasarkan otopsi ataupun audit kematian untuk mengetahui penyebab
kematian sebenarnya. Audit kematian diperlukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian pada TB
paru bakteriologis terkonfirmasi apakah berkaitan dengan TB secara langsung
atau tidak langsung (berkaitan dengan komorbid) berdasarkan audit kematian,
guna identifikasi intervensi yang efektif untuk mencegah kematian TB.
Metoda : Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan dengan
subjek penelitian adalah semua pasien TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang
meninggal di RS Persahabatan tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Data diambil dari rekam medis, dilakukan audit kematian dan dinilai
kesesuaian penyebab kematian langsung maupun tidak langsung antara sertifikat
kematian dengan audit kematian.
Hasil : Terdapat 51 subyek dengan laki-laki sebanyak 35 orang (68,6%) dan
perempuan 16 orang (31,4%). Penyebab kematian langsung terkait TB
berdasarkan audit kematian sebanyak 15 subyek (29,4 %) yaitu disebabkan oleh
gagal napas (17,6 %) dan meningitis TB (11,8%). Penyebab kematian langsung
tidak terkait TB berdasarkan audit kematian adalah 36 subyek (70,6%) yaitu
sepsis infeksi bakteri (41,2%) menjadi penyebab terbanyak, diikuti AIDS (3,9%),
penyakit kardiovaskular (3,9 %), penyebab lain (5,9 %) dan tidak diketahui
(15,7%). Diagnosis TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang sesuai pada
sertifikat kematian berdasarkan audit adalah 25 subyek (49%) dan penyebab
kematian langsung TB paru bakteriologis terkonfirmasi pada sertifikat kematian
yang sesuai berdasarkan audit kematian adalah 27 subyek (52,9%).
Kesimpulan : Penyebab kematian langsung pada TB paru bakteriologis
terkonfirmasi terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh gagal napas sedangkan
yang tidak terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh sepsis infeksi bakteri.
Diperlukan intervensi lebih lanjut untuk mencegah kematian TB.

ABSTRACT
Background : The causes of death in pulmonary TB are often not represented
clearly caused most studies rely on the registration of TB based on death
certificates. Only a few studies based on autopsy or death audits. Medical audit is
necessary to improve the quality of service in the hospital.
Objective : The aim of the study is to know the cause of death in pulmonary TB
bacterically proven whether related directly or undirecly with TB (regarding
comorbid) based on audit of death to identify effective intervention to prevent
mortality in TB.
Method : This is cross sectional study in RSUP Persahabatan with subject of
study all of pulmonary TB patients bacterically proven died in RSUP
Persahabatan in 2014 according to inclution and exclusion criteria. The data were
taken from medical record, with audit of death asses the cause of death direct or
not direct between certificate of death and audit of death.
Result : There are 51 subjects. Male are 35 subjects (68,6%) and female are 16
subject (31,4%).The causes of death directly related with TB based on audit of
death are 15 (29,4%) caused by respiratory failure (17,6 %) and meningitis TB
(11,8 %). The causes of death are not directly related with TB based on audit of
death are 36 subjects (70,6 %) caused by sepsis with bacterial infection (41,2 %),
AIDS are (3,9 %), cardiovascular diseases (3,9 %), other causes are (5,9 %) and
unknown are (15,7 %). The diagnosis of pulmonary TB in a death certificate in
accordance with the results of the audit are 25 subjects (49%) and pulmonary
tuberculosis cause of death on death certificates in accordance with the results of
the audit are 27 subjects (52.9%).
Conclusion : The causes of death are pulmonary tuberculosis bacteriology most
directly caused by respiratory failure while the causes of death are not
immediately TB that most caused by sepsis with bacterial infection as the cause.
Required further interventions to reduce mortality of TB."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Darayu Calvert Wilson
"Perbedaan antara tes untuk infeksi tuberkulosis (TB) yang resistan terhadap obat menjadi lebih umum karena alat diagnostik menjadi lebih bervariasi. Hal tersebut membingungkan dokter karena belum ada tes TB diagnostik cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Kasus suspek-TB di RSUPP, pusat primer dan tersier untuk kasus TB paru Indonesia, disaring dengan GeneXpert MTB / RIF dan dikonfirmasikan dengan uji kepekaan obat anti-tuberkulosis.
Discrepancies between tests for drug-resistant tuberculosis (TB) infections are becoming more common as diagnostic tools become more varied. These discrepancies confuse clinicians because there is not yet a rapid diagnostic TB test with good sensitivity and specificity. Suspected-TB cases at Rumah Sakit Umum Pusat Perhasabatan (RSUPP), a primary and tertiary center for Indonesia’s pulmonary TB cases, are screened with GeneXpert MTB/RIF and confirmed with conventional drug- susceptibility testing (DST)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Eka Saputri
"Tuberkulosis paru merupakan sebuah penyakit yang menular sehingga mengakibatkan kesehatan buruk dan juga salah satu dari sepuluh penyebab kematian paling atas di dunia. Penyebab penyakit tuberkulosis paru yakni Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis paru masih menjadi salah satu masalah Kesehatan di kota bogor dari tahun 2020-2022. Tujuan: Menganalisis hubungan cakupan rumah sehat, cakupan rumah tangga ber PHBS, fasilitas kesehatan dan kepadatan penduduk terhadap kasus tuberkulosis paru di Kota Bogor pada tahun 2020-2022. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi ekologi berbasis waktu. Hasil: Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa Rumah sehat (p=0,256), Rumah ber-phbs (p=-0,257), Fasilitas Kesehatan (p=0,338), Kepadatan penduduk (p=-0,943) terhadap kejadian tuberkulosis paru. Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara fasilitas Kesehatan dan kepadatan penduduk terhadap kejadian tuberkulosis. Dan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs terhadap kejadian tuberkulosis paru.

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease that causes poor health and is also one of the top ten causes of death in the world. The cause of pulmonary tuberculosis is Mycobacterium tuberculosis. Pulmonary tuberculosis is still one of the health problems in Bogor City from 2020-2022. Objective: To analyze the relationship between healthy home coverage, PHBS household coverage, health facilities and population density with pulmonary tuberculosis cases in Bogor City in 2020-2022. Method: This study is a quantitative study with a time-based ecological study design. Results: The results of the correlation analysis showed that Healthy houses (p = 0.256), PHBS houses (p = -0.257), Health facilities (p = 0.338), Population density (p = -0.943) on the incidence of pulmonary tuberculosis. Conclusion: There is a significant relationship between health facilities and population density on the incidence of tuberculosis. And there is an insignificant relationship between healthy houses and PHBS households on the incidence of pulmonary tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keluarga, terutama pasangan merupakan individu yang sangat dekat (selalu kontak) dan
memegang peranan penting bagi kehidupan keluarganya. Tingkat pengetahuan pasangan
klien TB paru tentang pencegahan dan penularan TB paru sangat penting untuk
mencegah tertular penyakit TB, yang diderita oleh pasangannya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasangan klien TB paru tentang
pencegahan dan penularan penyakit TB paru. Desain yang di gunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif sederhana. Sampel yang digunakan adalah pasangan klien TB pam
dalam ikatan perkawinan yang sah. Peneiitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan
Cempaka Putih Jakarta Pusat, pada tangga 1 dan 6 Mei 2002. Pengumpulan data
dilakukan pada 27 responden (n=27),dengan menggunakan kuesioner dan dengan teknik
berdasarkan quota yang berisi data demografi yang meliputi nama (inisial), usia,
pendidikan, pekerjaan (pasangan), agama, dan Iamanya menderita TB (pasangan), serta
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengetahui sejauhmana tingkat
pengetahuan tentang pencegahan dan penularan TB paru, sebayak 17 penanyaan. Data
diolah dengan menggunakan metode statistik tendensi sentral yaitu mean, median, dan
modus. Analisa data dalam penelitian ini hanya menggunakan mean dan modus. Hasil
perhitungan diperoleh rata-rata tingkat pengetahuan tentang penularan adalah 5,22 dan
termasuk dalam kriteria tingkat pengetahuan sedang ( berkisar antara 4-6). Sedangkan
tingkat pengetahuan tentang pencegahan diperoleh rata-rata 4,82 dan termasuk dalam
kriteria tingkat pengetahuan sedang (berkisar antara 3-5). Jadi kesimpulannya adalah
rata-rata tingkat pengetahuan pasangan klien TB paru tentang pencegahan dan penularan
penyakit TB paru di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih Jakarta Pusat adalah tingkat
pengetahuan sedang."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5185
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>