Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Dwi Kurnia Robby A
"Latar belakang: Sepsis (infeksi) intra-abdomen (SIA) merupakan masalah klinik yang sampai saat ini merupakan mortalitas yang tinggi dan tantang tersendiri spesialis bedah. Dari data yang ada, insiden di Amerika Serikat pada tahun 2012 tercatat 3,5 juta penderita dengan mortalitas mencapai 60%, sedangkan di Eropa barat 30%. Timbul pertanyaan, faktor apa yang paling berperan dalam rantai perkembangan sepsis intra-abdomen. Dari informasi terkini tertuju pada biophenotype. Pada tahun 2007 istilah biophenotype diajukan oleh Human Nature Natural Health untuk menjelaskan suatu molekul yang terproyeksi dan melapisi permukaan seluruh sel yang ada di tubuh manusia. Tujuan Penelitian: Diketahuinya hubungan golongan darah tertentu dengan kejadian sepsis intra-abdomen pada pasien trauma abdomen dan infeksi gastrointestinal. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan analtik dengan desain potong lintang. Subjek yang diambil merupakan pasien yang mengalami trauma abdmen dan infeksi gastrointestinal di RSCM melalui data rekam medis. Data yang diambil adalah usia, jenis kelamin, riwayat transfusi dengan golongan darah ABO, dan hasil kultur jaringan. Data tersebut dianalisis menggunakan SPSS dan dilakukan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara golongan darah ABO dengan kejadian sepsis.
Hasil Penelitian: Pada penelitian ini ditemukan terdapat 22 subjek (9,6%) pasien yang mengalami sepsis intra abdomen pasca operasi selama periode Januari 2014-Maret 2016. Studi ini mendapatkan hubungan yang bermakna antara pemberian transfusi (OR = 0.02; p < 0.001) dan grup diagnosis (OR = 4.7; P = 0.015) terhadap terjadinya sepsis intra abdomen. Namun demikian, tidak ditemukan hubungan yang bermakna pada usia, jenis kelamin, dan golongan darah terhadap terjadinya sepsis intra abdomen.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini belum dapat dibuktikan golongan darah tertentu berpotensi menyebabkan sepsis intra abdomen pada pasien dengan riwayat trauma abdomen dan infeksi gastro intestinal.

Background: Intra-abdominal sepsis is a clinical problem with high mortality and a special challenge for surgeons. Based on research about glycocalyx, we obtained information regarding the differences of biophenotype on glycocalyx. So far, the research that leads to the difference in biophenotype is only focused on the ABO blood type system. Until recently there has been no data on the relationship between sepsis (especially intra-abdominal sepsis) with blood type.
Methods: This is a descriptive and analytic research with cross sectional design in patients with abdominal trauma and gastrointestinal infections at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM) that fulfilled the inclusion and exclusion criteria.
Results: There were 230 subjects, who underwent post-traumatic abdominal surgery as well as gastrointestinal infections at RSCM. There were 22 subjects (incidence: 9.6%) who had postoperative intraabdominal sepsis. Most subjects who underwent surgery were aged around 41-60 years (50%), were men (56.1%), did not get transfusions (90.9%), had surgery caused by mechanical intestinal obstruction (24.8%), had blood type O (46.1%), had gastrointestinal infection (92.6%), and were living as the outcome of the procedure (96.5). There was a significant correlation (p < 0,05) between transfusion (p = 0,0001) and diagnostic group (p = 0,015) on the occurrence of intra-abdominal sepsis. In subjects receiving transfusion, the odds ratio (OR) was 0.02 and the group diagnosis OR was 4.7 at 95% confidence interval.
Conclusions: The high risk of sepsis is especially high in the gastrointestinal infection group. Similarly, amongst factors affecting sepsis, history of transfusion may increase the risk of sepsis. Results of this study could not be prove that certain blood groups potentially cause intra-abdominal sepsis in patients with a history of abdominal trauma and gastro intestinal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Dwi Kurnia Robby A
"Latar belakang: Sepsis infeksi intra-abdomen SIA merupakan masalah klinik yang sampai saat ini merupakan mortalitas yang tinggi dan tantang tersendiri spesialis bedah. Dari data yang ada, insiden di Amerika Serikat pada tahun 2012 tercatat 3,5 juta penderita dengan mortalitas mencapai 60 , sedangkan di Eropa barat 30 . Timbul pertanyaan, faktor apa yang paling berperan dalam rantai perkembangan sepsis intra-abdomen. Dari informasi terkini tertuju pada biophenotype. Pada tahun 2007 istilah biophenotype diajukan oleh Human Nature Natural Health untuk menjelaskan suatu molekul yang terproyeksi dan melapisi permukaan seluruh sel yang ada di tubuh manusia.
Tujuan Penelitian: Diketahuinya hubungan golongan darah tertentu dengan kejadian sepsis intra-abdomen pada pasien trauma abdomen dan infeksi gastrointestinal.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan analtik dengan desain potong lintang. Subjek yang diambil merupakan pasien yang mengalami trauma abdmen dan infeksi gastrointestinal di RSCM melalui data rekam medis. Data yang diambil adalah usia, jenis kelamin, riwayat transfusi dengan golongan darah ABO, dan hasil kultur jaringan. Data tersebut dianalisis menggunakan SPSS dan dilakukan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara golongan darah ABO dengan kejadian sepsis.
Hasil Penelitian: Pada penelitian ini ditemukan terdapat 22 subjek 9,6 pasien yang mengalami sepsis intra abdomen pasca operasi selama periode Januari 2014 ndash; Maret 2016. Studi ini mendapatkan hubungan yang bermakna antara pemberian transfusi OR = 0.02; p < 0.001 dan grup diagnosis OR = 4.7; P = 0.015 terhadap terjadinya sepsis intra abdomen. Namun demikian, tidak ditemukan hubungan yang bermakna pada usia, jenis kelamin, dan golongan darah terhadap terjadinya sepsis intra abdomen.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini belum dapat dibuktikan golongan darah tertentu berpotensi menyebabkan sepsis intra abdomen pada pasien dengan riwayat trauma abdomen dan infeksi gastro intestinal.

Background: Intra abdominal sepsis is a clinical problem with high mortality and a special challenge for surgeons. Based on research about glycocalyx, we obtained information regarding the differences of biophenotype on glycocalyx. So far, the research that leads to the difference in biophenotype is only focused on the ABO blood type system. Until recently there has been no data on the relationship between sepsis especially intra abdominal sepsis with blood type.
Methods: This is a descriptive and analytic research with cross sectional design in patients with abdominal trauma and gastrointestinal infections at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital RSCM that fulfilled the inclusion and exclusion criteria.
Results: There were 230 subjects, who underwent post traumatic abdominal surgery as well as gastrointestinal infections at RSCM. There were 22 subjects incidence 9.6 who had postoperative intraabdominal sepsis. Most subjects who underwent surgery were aged around 41 60 years 50 , were men 56.1 , did not get transfusions 90.9 , had surgery caused by mechanical intestinal obstruction 24.8 , had blood type O 46.1 , had gastrointestinal infection 92.6 , and were living as the outcome of the procedure 96.5 . There was a significant correlation p 0,05 between transfusion p 0,0001 and diagnostic group p 0,015 on the occurrence of intra abdominal sepsis. In subjects receiving transfusion, the odds ratio OR was 0.02 and the group diagnosis OR was 4.7 at 95 confidence interval.
Conclusions. The high risk of sepsis is especially high in the gastrointestinal infection group. Similarly, amongst factors affecting sepsis, history of transfusion may increase the risk of sepsis. Results of this study could not be prove that certain blood groups potentially cause intra abdominal sepsis in patients with a history of abdominal trauma and gastro intestinal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Bonauli
"Tesis ini menggambarkan pola kuman pada kasus infeksi intra abdomen yang disebabkan perforasi saluran cerna atas dan bawah beserta kepekaan antibiotiknya di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan desain deskriptif analitik. Kuman yang terdapat pada infeksi intra abdomen di tahun 2013 adalah E.coli, Stapylococcus sp dan Enterococcus, sama dengan studi sebelumnya. Sedangkan angka kepekaan kuman terhadap antibiotik terutama golongan aminoglikosida lebih rendah dari data yang sudah ada sebelumnya. Usulan penggunaan antibiotik Amikacin masih dapat diberikan untuk terapi empiris infeksi intra abdomen bersama dengan Metronidazol.

Intra Abdominal Infection (IAI) is the second most commonly identified cause of severe sepsis. This study wants to identify pattern of bacteria in intra abdominal infections due to upper and lower gastro intestinal tract perforation. This is cross sectional study with analytic descriptive. Result of this study shows that mostly bacteria in intra abdominal infections are E.coli, Stapylococcus and Enterococcus. This is similar with the previous study but with antibiotic susceptibility rate are lower especially aminoglicoside, compare to prior data. Amikacin is still recommended for empiric therapy in intra abdominal infection but combine with Metronidazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Eunike Hanna Dameria
"Latar Belakang : Meropenem, salah satu antibiotik yang paling efektif terhadap bakteri gram negatif dan bakteri gram positif, dianggap sebagai pengobatan terakhir yang paling dapat diandalkan untuk infeksi bakteri. Penyebaran yang cepat dari resistensi meropenem, terutama diantara bakteri gram negatif, merupakan masalah kesehatan yang sangat penting. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif, namun penelitian yang dilakukan pada pasien infeksi intra abdomen masih terbatas.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resistensi antibiotik meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra-abdomen di RSCM tahun 2013-2017.
Metode : Penelitian desain cross sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien infeksi intra abdomen pada rentang waktu tahun 2013-2017 sebanyak keseluruhan populasi terjangkau.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik dari faktor-faktor yaitu, usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif.
Kesimpulan : Usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen.

Background : Meropenem, one of the most effective antibiotics against gram-negative bacteria and gram-positive bacteria, is considered to be the most reliable last treatment for bacterial infections. The rapid spread of meropenem resistance, especially among gram negative bacteria, is a very important health problem. Various factors are known to be associated with the incidence of meropenem resistance to gram-negative bacteria, but studies conducted on patients with intra-abdominal infections are still limited.
Objectives : To determine the factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections at Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2013-2017.
Methods : A cross sectional design study by taking data from medical records of intra-abdominal infection patients in the period of 2013-2017 as much as the entire affordable population.
Results : There were no statistically significant differences in factors, namely age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocyte and amount of albumin associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria.
Conclusion : Age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocytes and amount of albumin are not factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections. Further research is needed to determine the effect of other factors related to meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natassa Karrameita
"ABSTRAK
Peningkatan tekanan darah (TD) merupakan salah satu permasalahan dunia. Salah satu penyebabnya adalah gaya hidup masyarakat yang mengarah ke obesitas sentral. Rasio lemak viseral abdomen (LVA) terhadap lemak subkutan abdomen (LSA) merupakan indikator obesitas sentral yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini peningkatan TD. Disain penelitian ini merupakan potong lintang dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara rasio LVA : LSA dengan TD pada laki-laki usia produktif dengan aktivitas sedang di Indonesia. Pengambilan data dilakukan di salah satu perusahaan di Bekasi pada bulan Oktober 2014. Sebanyak 52 orang subjek bersedia ikut serta dalam penelitian dan memenuhi kriteria penelitian. Didapatkan hasil rerata indeks massa tubuh (IMT) subjek 24,60 kg/m2, dan sebagian besar subjek mempunyai IMT dengan BB lebih. Rerata persentase massa lemak (ML) subjek 18,92%, dan sebagian besar subjek mempunyai persentase ML dapat diterima. Seluruh subjek mempunyai TD sistolik dan diastolik normal. Nilai tengah luas area LVA sebesar 90 cm2 dan LSA 142 cm2. Seluruh subjek mempunyai rasio LVA : LSA normal. Korelasi antara rasio LVA : LSA dengan TD adalah r= 0,356 untuk TD sistolik dan r= 0,244 untuk TD diastolik. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi yang tidak bermakna secara statistik antara rasio LVA : LSA dengan TD, namun terdapat kcenderungan korelasi yang cukup kuat.

ABSTRACT
Increased blood pressure (BP) is one of the world's problems. It might be caused by lifestyles that lead to central obesity. The ratio of abdominal visceral adipose tissue (VAT) to the abdominal subcutaneous adipose tissue (SAT) is one indicator of central obesity which can be used for early detection of elevated BP. This study used cross-sectional study with aim to determine the correlation between ratio of abdominal VAT : SAT with BP in men of reproductive age with moderate activity in Indonesia. The data were obtained in one company in Bekasi on October 2014, 52 subjects signed the consent and matched the study criterias. Subjects showed a mean BMI 24.60 kg /m2, and most of them were overweight. The mean of subjects’ FM percentage was 18.92%, and most of them had an acceptable FM percentage. All subjects had normal systolic and diastolic BP. The median VAT area was 90 cm2 and SAT area was 142 cm2. All of the subjects had normal ratio of abdominal VAT : SAT. Correlation between ratio of abdominal VAT : SAT were r= 0,356 for systolic BP and r= 0,244 for diastolic BP. The conclussion of the study is there was not significant correlation between ratio of abdominal VAT : SAT with BP, although there were a tedency for fairly strong correlation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty Rizkianti
"ABSTRAK
Infeksi Intra abdominal masih merupakan masalah karena angka mortalitas yang tinggi. Tatalaksana menggunakan antibiotik empiris didasarkan pada profil bakteri dan antibiogram di suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil bakteri dan antibiogram pada infeksi intra abdominal di RSUPN Cipto Mangunkusumo yang dapat digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika untuk tatalaksana infeksi intra abdominal. Parameter yang diteliti adalah bakteri yang paling sering didapatkan pada kultur cairan asites dan jaringan yang berasal dari intra abdomen pasien dengan diagnosis infeksi intra abdominal dan pola kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik. Desain penelitian adalah potong lintang dengan 73 subjek. Pada penelitian ini didapatkan bakteri yang paling sering diisolasi pada kultur adalah E.coli dan K. Pneumoniae dengan sensitivitas baik pada antibiotik golongan Karbapenem Meropenem, Doripenem, dan Imipenem , Amikacin, Tigecycline, dan Vancomycin. Angka mortalitas didapatkan 31.5

ABSTRACT
Intra abdominal infections remains a problem due to its high mortality rate. The empirical antibiotic is based on region database of the bacteria profile and its sensitivity to antibiotic. This study aims to get a bacteria profile of intra abdominal infections and antibiogram in Cipto Mangunkusumo which is can be use as a basis for selecting an antibiotic for the treatment of intra abdominal infections. Studied parameters were bacteria most often found in ascites fluid and tissue cultures derived from patients with a diagnosis of intra abdominal infections and their sensitivity pattern to antibiotics. The study design was cross sectional with 73 subjects. In this study, the most frequently isolated bacteria cultures are E. coli and K. pneumoniae with good sensitivity to antibiotics Meropenem, Doripenem, Imipenem, Amikacin, Tigecyclin, and Vancomycin. The mortality rate was 31.5 ."
2017
T55609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Infeksi saluran cerna dengan manifestasi klinis berupa diare merupakan penyakit infeksi dengan kesakitan dan kematian yang tinggi terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Diare menimbulkan kematian terutama pada bayi baru lahir di bawah 1 tahun. Penanganan telah ditingkatkan secara terus menerus, namun demikian kemajuan dalam diagnosis maupun pengobatan tidak terjangkau oleh negara-negara yang sedang berkembang. Salah satu penyebab infeksi saluran cerna adalah bakteri. Oleh karenanya dengan mengetahui bakteri penyebab serta pola resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat menunjang penatalaksanaan penyakit ini. Studi ini dilakukan untuk mengetahui berbagai jenis mikroba yang diisolasi dari saluran cerna serta pola resistensinya terhadap beberapa antibiotik.
Metode: Spesimen berupa tinja, usap dubur atau anus yang diterima oleh Laboratorium Mikrobiologi FKUI selama 2005- 2008. Isolasi, identifi kasi kepekaan dan uji antibiotik dikerjakan sesuai prosedur standar yang berlaku. Interpretasi hasil uji kepekaan menggunaan panduan NCCLS/CLSI. Data dianalisis menggunakan WHOnet versi 5.3.
Hasil: Diperoleh 28 isolat Escherichia coli patogen, 1 isolat Salmonella paratyphi A, dan 4 isolat ragi yang diisolasi dari tinja dan swab dubur penderita. Walaupun Escherichia coli patogen masih peka terhadap beberapa antibiotik, namun kepekaannya menurun terhadap amoxicillin, sulbenicillin, ticarcillin dan trimethoprim/rulfamethoxazole.
Kesimpulan: Escherichia coli patogen merupakan bakteri terbanyak yang berhasil diisolasi dari tinja/usap dubur. Bakteri ini telah menunjukkan penurunan kepekaan terhadap beberapa antibiotik yang sering digunakan untuk mengobati infeksi saluran cerna. (Med J Indones 2011; 20:105-8).

Abstract
Background: Digestive tract infection with clinical manifestation of diarrhea is an infectious disease that has the highest morbidity and mortality rate, especially in developing countries. Diarrhea causes mortality mostly in infants under one year old. Improvement in management is done continuously, but advances in diagnosis and therapy cannot be reached by developing countries. One of the etiological agents causing infection of digestive tract is bacteria. Therefore, knowledge of bacteria that cause gastrointestinal infection and their resistance patterns may support the management of this disease. The aim of this study was to examine microbes that were isolated from the digestive tract and their resistance patterns against antibiotics.
Methods: Samples (stool, rectal/anal swab) were collected from the Clinical Microbiology Laboratory, FKUI during 2005-2008. Isolation, identifi cation and sensitivity test were conducted according to standard laboratory procedures. Interpretation of sensitivity test was done according to NCCLS/CLSI guidance. Data was analyzed using WHOnet version 5.3.
Results: We found 28 isolates of pathogenic Escherichia coli, 1 isolate of S. paratyphi A and 4 isolates of yeasts. Pathogenic Escherichia coli were still sensitive against some antibiotics, but the sensitivity was reduced against amoxicillin, sulbenicillin, ticarcillin and trimethoprim/sulfamethoxazole.
Conclusion: The most predominant gastrointestinal tract infection causing microbes was pathogenic Escherichia coli. These bacteria showed decrease sensitivity against some antibiotics commonly used to treat patients with gastrointestinal tract infection. (Med J Indones 2011; 20:105-8)"
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Infeksi Aliran Darah (IAD) terkait infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial telah menyebabkan beban kesakitan, kematian dan biaya yang cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kejadian infeksi Rumah Sakit-IAD pada neonatus dengan berat lahir 1000-2000 g yang dirawat di Unit Neonatal RSUPNCM, Jakarta, selama 4 bulan (Oktober 2010 - Januari 2011), dan melihat kemungkinan keterkaitan mikroba lingkungan dengan kejadian IAD di unit Neonatal. Metode: Subjek penelitian adalah neonatus (berat lahir 1000-2000 g) dengan klinis sepsis dan telah dirawat di rumah sakit selama minimal 48 jam, tidak ditemukan fokal infeksi yang jelas dan menggunakan kateter intra-vascular. Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan biakan darah dengan dua spesimen darah yang diambil dari dua kali pengambilan darah. Biakan yang positif dilanjutkan dengan proses identifikasi dan uji sensitivitas terhadap antibiotika. Pemeriksaan biakan dari spesimen lingkungan unit perawatan dan spesimen klinis lainnya juga dilakukan. Hasil: Dari 29 neonatus dengan 39 episode sepsis, 5 biakan darah positif, dengan isolat: Enterobacter asburiae (2), Enterobacter cloacae (1), Pseudomonas aeruginosa (1) dan Klebsiella oxytoca (1). Infeksi rumah sakit-IAD yang terkonfirmasi dengan hasil laboratorium (laboratory confirmed) adalah 12,8% (5/39), sementara rate IAD adalah 1,46 per 1000 hari pemasangan kateter selama 4 bulan (Oktober 2010-Januari 2011). Spesies bakteri yang sama juga ditemukan dari lingkungan dan spesimen klinis lainnya. Analisis dari antibiogram masing-masing isolat dari darah dan lingkungan menunjukkan kemiripan dan pada beberapa strain identik yaitu strain E. asburiae, dan strain P. aeruginosa. Kesimpulan: Bakteri yang berperan sebagai penyebab IAD terkait rumah sakit di Unit Neonatal RSUPNCM adalah kelompok bakteri Gram negatif. Walaupun rate IAD pada penelitian memberikan hasil yang cukup rendah, namun berdasarkan perbandingan profil antibiogram isolat dari darah dan lingkungan menunjukkan profil antibiogram yang mirip bahkan identik.

Abstract
Background: Hospital Acquired Infection (HAI)-Blood Stream infection (BSI) cause considerable morbidity, mortality and health care costs. This study aimed to assess the HAI-BSI in neonates with birth weight 1000-2000 g in Neonatal Unit Cipto Mangunkusumo National Hospital (RSUPNCM), Jakarta, during 4 months period (Oct 2010-Jan 2011), and to review the possibility of sources and transmission of environment microbes to the presence of HAI-BSI in the unit. Methods: Subjects of this study were neonates (birth weight 1000-2000 g) with clinically sepsis and within 48 hours or more being hospitalized, no clearly focal infection detected, with catheter lines. Two blood specimens from two separate venipunctures, drawn simultaneously, were cultivated. Identification and antimicrobial susceptibility tests were performed for each isolates. Cultures from environment in the unit and other suspected clinical specimens were also examined. Results: From 29 neonates with 39 episodes of sepsis, 5 positive isolates from blood cultures were obtained i.e. Enterobacter asburiae (2), Enterobacter cloacae (1), Pseudomonas aeruginosa (1) and Klebsiella oxytoca (1). The laboratory confirmed HAI-BSI was 12.8%, and HAI-BSI rate was 1.46 per 1000 catheter line days during 4 months period (Oct 2010-Jan 2011). Cultures performed for environment specimens gave yield some species which were as those from clinical specimens. Antibiogram analysis showed those of environment isolates i.e E. asburiae and P. aeruginosa shared similarity to those of neonates? blood isolates. Conclusion: Gram-negative bacteria were responsible to the occurrence of HAI-BSI in the Neonatal Unit RSUPNCM. Despite of low HAI-BSI rate found in this study, analysis of antibiogram profiles of the isolates originated from neonates? blood and environment strongly suggested that cross infection was present in the unit. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andana Haris R
"Pendahuluan. Pemberian cairan karbohidrat oral prabedah dan mengurangi durasi puasa merupakan salah satu komponen dari enhanced recovery after surgery (ERAS). Namun, data penelitian mengenai pemberian cairan karbohidrat oral prabedah pada populasi anak masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral dan air putih 1 jam prainduksi terhadap kadar glukosa darah pada anak yang menjalani pembedahan abdomen bagian bawah.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang mengikutsertakan 44 pasien anak yang menjalani pembedahan abdomen bagian bawah. Sampel dilakukan pengelompokan dengan metode randomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah anak yang diberikan cairan karbohidrat elektrolit oral prabedah. Kelompok kedua adalah anak yang diberikan cairan air putih prabedah. Kedua kelompok dilakukan tiga kali pemeriksaan glukosa darah, yaitu pascainduksi, akhir pembedahan, dan hari I pascabedah, serta elektrolit darah saat pascainduksi. Kedua kelompok dilakukan uji hipotesis untuk melihat perbedaan rerata kadar glukosa darah dan general linear model (repeated measure) untuk melihat tren perubahan kadar glukosa darah selama perioperatif. Selain itu, kedua kelompok dilakukan uji hipotesis untuk melihat perbedaan kadar elektrolit darah pascainduksi sebagai luaran tambahan.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang bermakna antara kelompok anak dengan pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral 1 jam prainduksi dan kelompok anak dengan pemberian air putih oral 1 jam prainduksi saat pascainduksi, akhir pembedahan, dan hari I pascabedah (nilai p >0,05). Tidak terdapat perbedaan kadar elektrolit yang bermakna antara kelompok anak dengan pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral 1 jam prainduksi dan kelompok anak dengan pemberian air putih oral 1 jam prainduksi saat pascainduksi (nilai p >0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna antara volume pemberian cairan pada kelompok pemberian karbohidrat elektrolit oral (median 300 mL, IQR 150 mL) dan air putih (median 200 mL, IQR 200 mL) (nilai p <0,05). Tidak ditemukan kejadian regurgitasi dan aspirasi pneumonia pada kedua kelompok saat induksi anestesia.
Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah perioperatif yang bermakna antara kelompok anak dengan pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral 1 jam prainduksi dan kelompok anak dengan pemberian air putih oral 1 jam prainduksi.

Introduction. Preoperative oral carbohydrate electrolyte administration and reducing of clear fluid fasting duration are components of enhanced recovery after surgery (ERAS). However, studies related to preoperative oral carbohydrate electrolyte administration in pediatric elective surgery patients are still limited. This study aimed to evaluate the effects of 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids on blood glucose in pediatric lower abdominal surgery.
Methods. Fourty four patients were randomly allocated to either carbohydrate electrolyte fluids (intervention group) or water fluids (control group). Blood glucose of both groups were analysed at three time points; postinduction, end of surgery, and postoperative day 1. Electrolytes of both groups were also analysed at postinduction. The results were analysed to evaluate mean differences of blood glucose and general linear model to evaluate the trend of blood glucose consecutively as primary outcome, and electrolytes as secondary outcome.
Results. There are no significant differences on blood glucose levels between group with 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids and 1 hour preoperative oral water fluids postinduction, end of surgery, and day I postsurgery (p value >0,05). There are no significant differences on electrolyte levels between group with 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids and 1 hour preoperative oral water fluids postinduction (p value >0,05). There are significant differences on preoperative volume fluids between group with carbohydrate electrolyte fluids (median 300 mL, IQR 150 mL) and water fluids (median 200 mL, IQR 200 mL) (p value <0,05). There are no regurgitation and pneumonia aspiration events on both groups.
Conclusion. There are no significant differences on perioperative blood glucose levels between group with 1 hour preoperative oral carbohydrate electrolyte fluids and 1 hour preoperative oral water fluids.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Virly Nanda Muzellina
"Latar Belakang: Reseptor ACE2 tidak hanya terdapat pada paru-paru, tetapi juga pada saluran pencernaan yang memungkinkan terjadinya infeksi SARS-COV-2 pada enterosit, menimbulkan manifestasi klinis gastrointestinal, dan terdeteksinya RNA virus pada pemeriksaan swab anal. Studi lain di seluruh dunia menunjukkan hasil yang berbeda-beda serta belum didapatkan penelitian serupa di Indonesia. 
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luaran klinis infeksi COVID- 19 pada pasien yang dilakukan swab anal, mendapatkan hubungan hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan manifestasi klinis gastrointestinal dan derajat keparahan pada pasien COVID-19 di Indonesia. 
Metode: Merupakan cabang penelitian dari penelitian utama yang berjudul “Nilai RT-PCR Swab Anal untuk Diagnosis COVID-19 pada Orang Dewasa di Indonesia”. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain potong lintang. Sampel penelitian merupakan pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Mitra Keluarga Depok, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, dan RS Ciputra selama periode April 2020 sampai dengan Januari 2021. Dikumpulkan data demografi, manifestasi klinis, derajat keparahan, dan hasil swab anal PCR SARS-CoV-2.
Hasil: 136 subjek penelitian dengan swab nasofaring positif dianalisis. 52 pasien (38,2%) dengan swab anal PCR SARS-CoV-2 positif dan 84 pasien (61,8%) dengan swab anal negatif. Manifestasi klinis saluran cerna tersering, yaitu: mual-muntah 69 pasien (50,7%), nafsu makan menurun sebanyak 62 pasien (45,6%), dan nyeri perut sebanyak 31 pasien (22,8). Terdapat 114 pasien (83,8%) tergolong dalam derajat ringan-sedang dan 22 pasien (16,2%) tergolong dalam berat-kritis. Terdapat hubungan yang bermakna secara proporsi statistik antara variabel hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan manifestasi klinis gastrointestinal berupa keluhan diare atau mual-muntah (nilai p 0,031). Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara proporsi statistik antara variabel hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan derajat keparahan (nilai p 0,844).
Simpulan: Terdapat hubungan antara hasil pemeriksaan PCR SARS-CoV-2 swab anal dengan manifestasi klinis gastrointestinal berupa keluhan diare atau mual- muntah dan tidak terdapat hubungan antara variabel hasil pemeriksaan PCR SARS- CoV-2 swab anal dengan derajat keparahan infeksi COVID-19.

Background: ACE2 receptor is not only found in the lungs, but also in the digestive tract, which allows the occurrence of enterocyte infection, gastrointestinal clinical manifestations, and detection of viral RNA on anal swab PCR. Studies around the world show various results, yet there has been no similar study to be found in Indonesia.
Objective: This study aims to determine the clinical outcome of COVID-19 patients with gastrointestinal manifestations who were tested by anal swab, the relationship between anal swab PCR for SARS-CoV-2 test result with gastrointestinal clinical manifestations as well as the severity of COVID-19 patients in Indonesia.
Methods: This research is a branch of study titled. The Value of Anal Swab RT- PCR for COVID-19 Diagnosis in Adult Indonesian Patients. This is an analytical study with cross-sectional design. Samples were obtained from hospitalized COVID-19 patients at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Mitra Keluarga Hospital Depok, Mitra Keluarga Kelapa Gading Hospital, and Ciputra Hospital from April 2020 to January 2021. Demographic data, clinical manifestations, severity, and SARS-CoV-2 PCR anal swab were collected.
Results: 136 subjects with positive nasopharyngeal swab were analyzed. Result showed that 52 patients (38.2%) had positive anal swabs PCR SARS-CoV-2 and 84 patients (61.8%) had negative anal swabs. Common gastrointestinal clinical manifestations were: nausea and vomiting in 69 patients (50.7%), anorexia in 62 patients (45.6%), and abdominal pain in 31 patients (22.8). There were 114 patients (83,8%) classified as mild-moderate and 22 patients (16,2%) as severe-critical. There was a statistically significant relationship between anal swab PCR for SARS- CoV-2 test result with gastrointestinal clinical manifestations (diarrhea or nausea- vomiting) (p value 0.031). There was no statistically significant relationship found between anal swab PCR for SARS-CoV-2 test result with the severity of COVID- 19 infection (p value 0.844).
Conclusions: There is a relationship between anal swab PCR SARS-CoV-2 test result with gastrointestinal clinical manifestations (diarrhea or nausea-vomiting) and there is no relationship between anal swab PCR SARS-CoV-2 test result with severity of COVID-19 infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>