Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cerah Bangun
"Conflict of interest importir dengan pemerintah dalam penentuan nilai pabean sebagai dasar perhitungan bea masuk menjadi persoalan internasional. Importir cenderung membayar bea masuk sekecil-kecilnya, sedangkan pemerintah cenderung memungut bea masuk sebesar-besarnya. Karena telah menjadi persoalan dunia dan memengaruhi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan perdagangan internasional, the General Agreement on Tariffs and Trade GATT telah membuat Article VII GATT sebagai acuan menghitung nilai pabean dengan tarif advalorem. Di Indonesia, Direktorat Jenderal Bea Cukai DJBC menemukan dan menganggap relatif banyak perhitungan nilai pabean oleh importir secara self assessment tidak tepat sehingga dilakukan koreksi atau penetapan. Sebaliknya, importir menganggap justru DJBC yang tidak tepat dalam menghitung nilai pabean sehingga importir mengajukan keberatan dan/atau banding ke Pengadilan Pajak. Sekitar 90 permohonan keberatan nilai pabean ditolak oleh lembaga keberatan DJBC dan sebaliknya lebih banyak permohonan banding nilai pabean dikabulkan oleh Pengadilan Pajak. Fakta itu menunjukkan kontradiksi perspektif perhitungan nilai pabean antara importir, DJBC, dan Hakim Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, perlu diteliti faktor penyebabnya dan dicari solusinya melalui pertanyaan penelitian apakah penetapan nilai pabean di Indonesia telah sesuai dengan ketentuan Article VII GATT, bagaimana eksistensi lembaga keberatan beroep sebagai peradilan semu quasi rechtspraak , dan apakah Pengadilan Pajak dalam menyelesaikan sengketa nilai pabean memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa implementasi perhitungan nilai pabean belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan GATT, lembaga keberatan belum berfungsi dengan baik, dan lembaga Pengadilan Pajak belum berperan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, disarankan agar dilakukan transformasi ketentuan nilai pabean, lembaga keberatan, dan lembaga banding. Di samping itu, perlu dilakukan perbaikan budaya hukum melalui internalisasi ketentuan nilai pabean terhadap importir, pejabat DJBC, dan Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman, seyogianya kelembagaan Pengadilan Pajak sepenuhnya di bawah Mahkamah Agung namun hakimnya harus mempunyai keahlian hukum dan perpajakan. Sebagaimana ruang lingkup perpajakan lebih luas daripada ruang lingkup pajak maka nama Pengadilan Pajak disarankan diganti menjadi Pengadilan Perpajakan. Secara filosofis, perpajakan bukan lagi sebuah kewajiban warga negara, tetapi sebuah hak warga negara berpartisipasi untuk membangun negaranya.

Conflict of interest between importers and the government in the determination of customs value as a basis for the calculation of import duty has become an international issue. Importers tend to pay the lowest import duties, while the government tends to collect the maximum import duties. Since it has become a global issue and affects the fairness, certainty, and usefulness of international trade, the General Agreement on Tariffs and Trade GATT has set out Article VII GATT as reference in calculating customs value by ad valorem rates. In Indonesia, the Directorate General of Customs DJBC finds and considers relatively large quantities of customs value reported by importers to be incorrect thus requiring correction or determination. On the other hand, importers consider that DJBC is not appropriate in determining the customs value as a result of which they file objection and/or appeal. Approximately ninety per cent of customs value objection applications are rejected by DGCE objection agencies while on the other hand the Tax Court tends to accept a greater number of customs value appeals. Such fact demonstrates the contradictory perspective in customs value calculation between importers, DJBC, and Tax Court Judges. Therefore, there is a need to examine the causal factors and seek solutions by answering the research questions, namely whether the determination of customs value in Indonesia has been in accordance with the provisions of Article VII GATT; the position of the objection agency beroep as quasi judiciary rechtspraak ; and whether in resolving customs value disputes the Tax Court provides justice, certainty, and expediency. Based on the research results, it has been found that the implementation of customs value calculation is not fully in accordance with the GATT provisions, the objection agencies are yet to be functioning properly, and the Tax Court is yet to fulfill its function properly. Therefore, it is advisable to transform customs value provisions, the objection body, as well as the appeals agency. In addition, it is necessary to improve the legal culture through internalization of customs value provisions among importers, DGCE officials, and Tax Court Judges. As part of its judicial powers, the institution of the Tax Court should be fully under the Supreme Court; however, judges need to possess legal and taxation skills. Considering that the scope of Taxation Perpajakan is broader than that of Taxes Pajak , it is recommended that the name Pengadilan Pajak Tax Court be changed to Pengadilan Perpajakan Taxation Court . Viewed from a philosophical perspective, taxation is no longer a citizen's duty, but rather a citizen's right to participate in developing his/her country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
D2525
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Indah Sari
"ABSTRAK
Hingga saat ini, realisasi penerimaan perpajakan masih belum mencapai target. Hal ini sering dikaitkan dengan penghindaran pajak maupun penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. DJP yang bertugas untuk memenuhi penerimaan pajak seringkali bersengketa dengan Wajib Pajak mengenai Kepatuhan Wajib Pajak tersebut. Salah satu jenis pajak yang disengketakan adalah mengenai Pajak Pertambahan Nilai. Skripsi ini menganalisis sengketa PPN antara Wajib Pajak dengan DJP yang diselesaikan di Pengadilan Pajak. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif-deskriptif melalui 10 putusan banding tahun 2012-2016. Setelah dilakukan analisis terhadap kasus-kasus tersebut, Penulis menemukan bahwa terdapat dua pokok sengketa PPN yaitu mengenai Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Masukan yang disebabkan oleh perbedaan interpretasi peraturan, perbedaan penafsiran data, dan perbedaan kepentingan. Selain itu, Pengadilan Pajak menyelesaikan sengketa berdasarkan bukti berupa dokumen, peraturan, pengakuan para pihak, dan keyakinan Hakim.

ABSTRACT
Until now, the realization of tax revenue in Indonesia still has not reached the target. However, this issue is often associated with tax avoidance and tax evasion by the Tax Payer. The Directorate General of Tax DGT who has the responsibility to meet the target of tax revenue is often disputed with the Tax Payer regarding the Tax Payer Compliance. One of the disputed types of taxes is on Value Added Tax.This study analyzes 10 ten appeals of Value Added Tax case from 2012 2016 in Indonesia using qualitative descriptive approach. After analyzing these cases, the result shows that there are two main principal of VAT disputes concerning Tax Base and Input Tax due to differences in regulatory interpretations, differences in interpretation of data, and different interests. In addition, the Tax Court resolves disputes based on evidence in the form of documents, regulations, confessions of the parties, and the judge 39 s conviction."
2017
S70005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Gromy Philipi Pranata
"PTPN V sebagai perusahaan yang menghasilkan minyak kelapa sawit memiliki beberapa proses produksi, antara lain memproduksi hasil perkebunan (tandan buah segar) dan proses pabrikasi. Bagi PTPN V keduanya merupakan satu proses yang terintegrasi, sedangkan Direktorat Jendral Pajak menganggap kedua hal tersebut adalah proses yang berbeda karena menurut Direktorat Jendral Pajak tandan buah segar adalah non barang kena pajak sehingga pajak masukan yang diperoleh tidak dapat dapat diperhitungkan terhadap pajak keluaran dari minyak kelapa sawit. Perbedaan interpretasi ini menimbulkan sengketa yang diajukan ke pengadilan pajak, dan berdasarkan kajian yang mendetail dari peraturan yang terkait, didapati bahwa kasus ini merupakan satu proses sehingga pajak masukan atas tandan buah segar dapat dikreditkan.

PTPN V as a company that produces palm oil has some production processes, such as producing crops (fresh fruit bunches) and the manufacturing process. For PTPN V are both single integrated process, while the Tax Auditor considers both of these is a different process because, according to the tax auditor of fresh fruit bunches are non taxable goods thus acquired input tax can not be counted against the output tax of palm oil. This different interpretations has led to the dispute submitted to the tax court, and based on a detailed study of the relevant regulations, it was found that this case is a process that input tax on fresh fruit bunches can be credited."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S43959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Margareth Sophia Elisabeth
"Salah satu strategi manajemen perpajakan yang umumnya dilakukan antar intra grup perusahaan multinasional adalah transfer pricing, tetapi seringkali memiliki konotasi negatif karena erat kaitannya dengan penghindaran pajak. Perkembangan teknologi dan industri berbasis know-how juga mendorong peningkatan transaksi yang berupa intangible asset dan jasa. Kedua jenis transaksi tersebut seringkali menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak sehingga dapat menimbulkan koreksi atas pelaporan pajak perusahaan dan mendorong Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dan kemudian permohonan banding ke Pengadilan Pajak.
Penulisan karya ilmiah ini menganalisis kasus banding transfer pricing atas intangible property dan jasa intra grup untuk menemukan faktor penyebab sengketa dan kemudian mendeskripsikan kajian yang dilakukan Majelis Hakim dalam memutus sengketa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif-deskriptif melalui analisis 7 (tujuh) kasus banding tahun 2005-2012. Setelah dilakukan analisis terhadap kasus-kasus tersebut,
Penulis menemukan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab sengketa, yaitu perbedaan data, perbedaan interpretasi data, dan perbedaan interpretasi hukum. Selain itu, ditemukan pula bahwa terdapat beberapa aspek yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa, yaitu kelengkapan dan kualitas dokumen pendukung, keterangan dari tiap pihak, dan pengetahuan Hakim.

One of the strategies commonly practiced by MNC groups internally is transfer pricing, which primary purpose is to enhance the efficiency of business process. However, this method often causes negative impression since it is closely related to tax avoidance issue. The rapid growth of technology and know-how based industry also boost transactions involving intangible assets and services. Disputes between Tax Payer and Directorate General of Tax (DGT) may arise when determining the nature of those transactions. Corrections made by DGT may lead to objection by Tax Payer and will be proceeded to Tax Court if remains unsatisfied with the result.
This study examines 7 (seven) appeals of transfer pricing case from 2005-2012 related to intangible property and intra-group service to find the factors causing the dispute and describe considerations taken by Judges to make the decision by using qualitative-descriptive approach.
The result shows that using different data and having different interpretation on data and law may have caused the disputes. Apart from that, there are several aspects that may affect Judges consideration, such as the completeness and quality of proof documents, arguments from each party, and Judges knowledge.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Rasfina
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan penyelesaian sengketa banding tarif bea
masuk di pengadilan pajak pada studi kasus PT. 3I di Pengadilan Pajak. Pokok
permasalahan dalam penelitian ini dirinci dalam satu sub pokok permasalahan, yaitu
Bagaimana pelaksanaan banding dalam penyelesaian sengketa tarif bea masuk pada
PT.3I di Pengadilan Pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa hendaknya Pemohon
Banding mengajukan permohonan Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar
biasa ke Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Pajak atas kelebihan pembayaran
Bea Masuk dan Pajak dalam rangka Impor yang telah dibayarkan, serta kinerja dan
kemampuan pengetahuan hukum dari para hakim yang harus ditingkatkan. Hal ini
agar kepentingan semua pihak terpenuhi sehingga dapat tercapai rasa keadilan dan
kepastian hukum bagi masyarakat dan citra yang lebih baik bagi Pengadilan Pajak
sebagai tempat mencari keadilan.

ABSTRACT
The concentration of the research is relating to the implementation of Import duty
dispute appeal in tax court on case studies of PT. 3I in Tax Court. The main issue in
this study is detailed in one main sub-problem, namely how to appeal in a dispute
import duty tariffs on PT.3I in Tax Court. This study is qualitative research using
descriptive approach method. The results suggest that the applicant should appeal to
apply for judicial review as an extraordinary remedy to the Supreme Court of Tax
Court Decision on the excess payment of import duty and taxes on the import that has
been paid, as well as the performance and capabilities of the legal knowledge of
judges should be improved. In order for all parties interest are met so as to achieve a
sense of justice and legal certainty for the community and a better image for the Tax
Court as a place to seek justice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soehadi Danu Saputro
"Judul tesis ini Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia. Mengingat besarnya peranan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negera (APBN), Negara/Pemerintah perlu memperhatikan agar pemungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan rakyat maka di pandang perlu suatu upaya pemaksaan yang sah dan bersifat legal. Di Indonesia, dasar pemungutan pajak di atur dalam konstitusi Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah di ubah dengan Pasal 23A Amandemen Ketiga UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang“. Oleh karena itu, setiap sengketa pajak harus diselesaikan secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana serta memberikan kepastian hukum (legal certainty). Eksistensi Pengadilan Pajak sebagai lembaga penyelesaian sengketa pajak untuk menegakkan hukum dan keadilan di bidang perpajakan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia?; 2). Bagaimanakah penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. sumber data penelitian yaitu data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai penunjang. Data yang terkumpul di analisis berdasarkan metode kualitatif.
Hasil penelitian pertama, kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia adalah sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Ketidakjelasan kedudukan dari Pengadilan Pajak dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menimbulkan persepsi bahwa eksistensinya itu berdiri sendiri di luar lingkungan peradilan yang diatur oleh Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Kedua, penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak di atur dalam hukum acara khusus pada Bab IV Undang-Undang Pengadilan Pajak dan berbeda jika dibandingkan dengan sistem peradilan yang berlaku pada umumnya. Penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak tidak mengenal adanya Pengadilan Tingkat I, Pengadilan Tingkat II dan kasasi namun hanya di kenal upaya hukum banding dan gugatan. Sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara, putusan banding atau putusan gugatan Pengadilan Pajak hanya dapat diajukan upaya hukum luar biasa ke Mahkamah Agung berdasarkan alasan-alasan Pasal 91 huruf a sampai dengan e Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002.

The title of this thesis is the Legal Position of Tax Court within the Judicial System as the Tax Dispute Settlement Institution in Indonesia. Considering the contribution of tax revenue dominating the State Budget and Expenditure Budgeting (APBN), the State/Government should to pay attention that tax collection procedure does not injure the sense of justice it is necessary an attempt to impose a legitimate and legal coercion. In Indonesia, legality basis of the tax collection stated in Article 23 Paragraph (2) of the 1945 Constitution as amended by the Third Amendment by Article 23A of the 1945 Constitution: "Tax and other levies coercive for the purposes of state governed by law". Therefore, for any tax disputes needs to be resolved equitably with fast, inexpensive and simple processes, and provide a legal certainty. The existence of the Tax Court as a tax dispute settlement institution to enforce the law and justice in the field of taxation as set out in Article 24 of the Third Amendment 1945 Constitution.
The basic problems include: 1). How is the legal position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia?; 2). How is the settlement of disputes in the Tax Court?. The method used is normative legal research. Source of legal research data is secondary data in the form of primary, secondary legal materials and tertiary legal material as a supporting. The collected data was analyzed by qualitative methods.
Results of this thesis research: 1). The legal position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia is as Special Court in the administrative courts exercising judicial power to the taxpayer to seek justice against tax dispute. Obscurity position (legal) of the Tax Court in Law Number 14 Year 2002 regarding Tax Court creates a perception that it is an independent existence outside the Courts were governed by the Judicial Authority Law. 2). settlement of tax disputes in the Tax Court are set in the special procedural law in Chapter IV of the Tax Court Law which is different when compared to the existing judicial system in generally. Settlement of disputes in the Tax Court does not recognize by the Level I Court, Level II Court and cassation, but only known an appeal and lawsuit. As the Special Court in the administrative courts, appeal and lawsuit verdicts of the Tax Court only be filed by extraordinary legal remedy to the Supreme Court by the reasons of Article 91 letter a through e of Tax Court Law Number 14 Year 2002.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Dewi Syafrani Arbi
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis implementasi penyelesaian sengketa pajak dalam mewujudkan asas cepat, murah, dan sederhana pada pengadilan pajak di Indonesia dengan Jepang dan juga upaya-upaya yang dilakukan Pengadilan Pajak dalam mewujudkan pelayanan administrasi sengketa pajak yang berasas cepat, murah dan sederhana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh pemahaman mengenai permasalahan yang diangkat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi penyelesaian sengketa pajak dalam mewujudkan asas cepat, murah, dan sederhana pada pengadilan pajak di Indonesia saat ini belum terwujud. Beberapa saran yang direkomendasikan antara lain: meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan, perlu memperbanyak kantor Pengadilan Pajak diberbagai daerah di Indonesia disertai dengan penambahan penambahan sumber daya manusia yang berkompeten.

The study aims to analyze the implementation of a tax dispute settlement in order to actualize the principles of fast, cheap, and simple in tax court in Indonesia and Japan and also the efforts that being conducted by the Tax Court to implement tax dispute administration services in a fast, cheap and simple. This study used a qualitative approach to gain an understanding of the issues. These results indicate that the implementation of the settlement of a tax dispute in realizing the principle of fast, cheap, and simple in tax court in Indonesia has yet to materialize. Some suggestions are recommended include: improving the quality of examination results, it is necessary to multiply the Tax Court offices in various regions in Indonesia is accompanied by the addition of the addition of competent human resources.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Gunawan
"Laporan magang ini membahas tentang upaya banding yang dilakukan oleh PT Wandadalam menghadapi sengketa Pajak Pertambahan Nilai tahun pajak 2012 terkait koreksiatas pos penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri dan pos penyerahan yang PPN-nyatidak dipungut. Hasil analisis menunjukkan yang menjadi penyebab dalam pokoksengketa adalah adanya perbedaan persepsi antara fiskus dengan Wajib Pajak mengenaipenyerahan Barang Kena Pajak BKP yang dilakukan oleh Wajib Pajak di KawasanBebas Batam. Fiskus beranggapan bahwa penyerahan BKP tersebut wajib dipungut PPNkarena tidak mendapat endorsement dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak. SementaraWajib Pajak merasa bahwa prosedur penyerahan BKP sudah tepat dan telah diawasisecara penuh oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam laporan ini, diperolehkesimpulan bahwa atas penyerahan BKP tersebut tidak dapat mengesampingkan asassubstance over form sehingga Majelis memutuskan untuk mengabulkan seluruhnyabanding yang diajukan oleh PT Wanda.

This report explains an appeal made by PT Wanda related to the 2012 Value Added Tax dispute concerning the correction of the surrender post whose VAT is levied on its own and the surrender post whose VAT is not collected. The results of the analysis indicate that the cause of the dispute is the different perceptions between the tax authority and taxpayer regarding the delivery of Taxable Goods done by the taxpayer in the Batam. Taxauthority assumes that the delivery of Taxable Goods shall be levied on VAT because it does not get the endorsement from the Directorate General of Taxes officials. While thetaxpayer feels that the procedure of the delivery of Taxable Goods is correct and has beenfully supervised by the Directorate General of Customs and Excise. In this report, it isconcluded that the delivery of Taxable Goods cannot rule out the substance over form principle so that the Panel of Judges decide to grant all appeals filed by PT Wanda."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ananda
"Laporan magang ini menganalisis kasus sengketa pajak PT ADZA yang berkaitan dengan pengkreditan Pajak Masukan atas Price Deduction for Consumer. Sengketa pajak tersebut berawal dari hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan atas Price Deduction for Consumer pada tahun 2015 tidak dapat dikreditkan sehingga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Sengketa pajak yang sudah dalam proses banding di Pengadilan Pajak tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dan pemahaman atas substansi transaksi Price Deduction for Consumer. Posisi PT ADZA dalam kasus ini lemah karena Faktur Pajak Masukan yang diterima dari lawan transaksi berasal dari transaksi yang seharusnya tidak terutang PPN. Berdasarkan analisis atas substansi transaksi dan kelengkapan Faktur Pajak Masukan, kasus sengketa pajak tersebut kemungkinan akan dimenangkan oleh DJP.

This internship report analyzes PT ADZA's tax dispute case related to the crediting of Input Tax on Price Deduction for Consumers. The tax dispute began with the results of an examination which stated that the Input Tax on Price Deduction for Consumers in 2015 could not be credited so that the Directorate General of Taxes (DGT) issued an Underpaid Tax Assessment Letter. The tax dispute, which is already in the process of being appealed to the Tax Court, occurred due to differences in interpretation and understanding of the substance of the Price Deduction for Consumer transaction. PT ADZA's position in this case is weak because the Input Tax Invoice received from the counterparty comes from a transaction that should not be subject to VAT. Based on the analysis of the substance of the transaction and the completeness of the Input Tax Invoice, the tax dispute case is likely to be won by the DGT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Mentariningtyas
"Laporan magang ini membahas mengenai kasus sengketa pajak yang dialami oleh PT SASA yang berkaitan dengan pengkreditan Pajak Masukannya atas perolehan Barang Kena Pajak BKP dan Jasa Kena Pajak JKP yang terdiri dari barang modal dan non-barang modal. Pokok permasalahan sengketa karena pihak Pemeriksa melakukan pemeriksaan kepada perusahaan atas pelaporan Surat Pemberitahuan Masa yang lebih bayar di tahun 2011. Hasil pemeriksaan yang dilakukan Fiskus menyatakan bahwa Pajak Masukan atas perolehan yang dilakukan PT SASA pada tahun 2011 tidak dapat dikreditkan sehingga pihak Fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB . PT SASA pun mencoba untuk melakukan upaya hukum untuk mempertahankan argumennya hingga ke pengadilan pajak. Laporan magang ini menjelaskan analisis penulis terhadap hasil putusan persidangan yang akan diterbitkan Pengadilan Pajak di masa mendatang.

This internship report discusses about tax dispute case in PT SASA regarding its Value Added Tax VAT -in of acquiring taxable goods and services of capital goods and non capital goods which can not be credited. The point of dispute is assessor Director General of Tax DGT doing tax audit for PT SASA based on Tax Return that stated PT SASA has overpayment of VAT in 2011. The tax audit resulting VAT-in of PT SASA can not be credited in 2011 and DGT issued Tax Underpayment Assessment Letter. PT SASA tries to defend its argument and right and take the case to the tax court. This internship report explains the writer rsquo;s analysis of tax court decision that will be issued by the tax court in the future."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>