Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Indra Sari
"Program Kader JKN-KIS dibentuk untuk meningkatkan pertumbuhan jumlahkepesertaan dan meningkatkan kolektabilitas iuran BPJS Kesehatan pada segmenpeserta informal. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis implementasi program KaderJKN-KIS di Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dilakukanselama bulan Mei 2018 dengan tehnik wawancara mendalam, observasi dan telaahdokumen menggunakan teori implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn. Ujivaliditas melalui trianggulasi sumber dan metode. Hasil Penelitian didapatkan bahwaimplementasi program Kader JKN-KIS di Kota Bekasi secara umum belum berjalandengan optimal. Sudah ada standar dan sasaran yang ditentukan untuk melihat kinerja,namun pencapaiannya belum maksimal dan target dari fungsi kader belum lengkap.Sistem pencatatan, sistem tehnologi aplikasi, dan desiminasi informasi masihmengalami kendala. Konsistensi, kejelasan dalam komunikasi dan pelaksanaanpedoman belum berjalan maksimal. Hubungan dengan kelurahan belum terjalin denganbaik, SDM Kader JKN-KIS maupun Kantor Cabang masih terbatas. Sikap pelaksanakurang mendukung serta kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik belumsepenuhnya mendukung implementasi program Kader JKN-KIS. Kesimpulan:implementasi Program Kader JKN-KIS di Kota Bekasi masih memiliki kendala.Perlunya perbaikan dari standar dan sasaran, sistem informasi, komunikasi, SDM,sosialisasi, hubungan kerjasama untuk keberhasilan implementasi program kader JKNKIS.

The JKN KIS Cadre Program was established to increase membership growth andincrease the collation of BPJS Health contribution to informal segment participants. Thepurpose of this research is to analyze the implementation of JKN KIS Cadre program inBekasi City. This research uses a qualitative method, conducted during May 2018 within depth interview technique, observation and document review using Van Meter andVan Horn policy implementation theory. Test validity through a source and methodtriangulation. The result of the research shows that the implementation of JKN KISCadre program in Bekasi City has not run optimally yet. There are already standardsand targets are determined to see the performance, but its achievement is not maximizedand the target of the function of the cadre is not yet complete. Recording systems,application technology systems, and information dissemination are still constrained.Consistency, clarity in communications and implementation of guidelines has not beenmaximized. Relationship with the village has not been established well, Kader JKN KISHuman Resources and Branch Offices are still limited. The attitude of the implementersis not supportive and the economic, social and political environment has not fullysupported the implementation of the KKD KIS Cadre program. Conclusion Theimplementation of JKN KIS Cadre Program in Bekasi City still has obstacles. The needfor improvement of standards and targets, information systems, communication, humanresources, socialization, cooperation relationship for successful implementation of JKNKIScadre program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Shaliha
"Program Kader JKN-KIS telah berjalan selama satu tahun, sejak April 2017 di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Depok. Penagihan dan pengumpul iuran pada kelompok PBPU menjadi tujuan utama dari program tersebut. Penelitian ini membahas efektivitas implementasi program Kader JKN-KIS melalui evaluasi input, process, dan output di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Depok tahun 2018. Jenis penelitian ini adalah kualitatif menggunakan wawancara mendalam, Focus Group Discussion FGD, dan telaah dokumen. Variabel yang diteliti menggunakan gabungan Model CIPP Context, Input, Process, Product dan Model George Edward III.
Hasil dari penelitian menunjukkan komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi, dan kegiatan program Kader JKN-KIS sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan pedoman pelaksanaan serta terdapat peningkatan angka kolektabilitas kelompok PBPU dari 61,32 menjadi 68,80 pada bulan Januari 2018 dan tersisa 25,59 jumlah penduduk kota Depok yang belum terdaftar sebagai peserta JKN. Walaupun demikian terdapat beberapa hal yanng perlu ditingkatkan dalam program ini, yaitu pengelolaan kembali SDM dan peninjauan kembali insentif untuk Kader.

National Health Insurance JKN KIS Cadre Program has been running for one year, since April 2017 in BPJS Health Depok Branch Office. Billing and collection of contributions to PBPU group are the main objectives of the program. This study discusses the effectiveness of JKN KIS Cadre program implementation through input, process, and output evaluation in BPJS Kesehatan Depok Branch Office 2018. This type of research is qualitative using in depth interview, Focus Group Discussion FGD , and document review. The variables studied use a combination of CIPP Model Context, Input, Process, Product and George Edward III Model.
The result of the research shows that communication, resources, disposition, bureaucracy structure, and program activity of Kader JKN KIS have been run well and in accordance with the implementation guidelines and there is an increase of collectability rate of PBPU group from 61.32 to 68.80 in January 2018 and the remaining 25.59 of the total population of Depok city that has not been registered as a participant of JKN. Nevertheless, there are several things that need to be improved in this program, namely the re management of human resources and incentive review for the Cadre.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenni Marlina
"Kader JKN-KIS adalah individu yang menjadi mitra BPJS Kesehatan yang menjalankan sebagaian fungsi BPJS Kesehatan dalam suatu wilayah tertentu, kader ini biasanya berasal dari warga atau masyarakat setempat, tugas-tugas kader adalah mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat, edukasi tentang BPJS , serta sebagai pengingat dan pengumpul iuran. Tujuan dari didirikannya kader adalah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah kepesertaan dan meningkatkan kolektabilitas iuran BPJS Kesehatan bagi segmen peserta informal atau Pekerja Bukan Penerima Upah PBPU (BPJS Kesehatan) kader ini hanya fokus pada Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) saja. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas resiko sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis implementasi kader JKN-KIS melalui evaluasi input, process, dan output terhadap implementasi pelaksanaan tugas Kader JKN-KIS di BPJS Kesehatan Kantor Cabang kota Bogor pada tahun 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi yang dilakukan dengan wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), observasi serta talaah dokumen. Sumber data penelitian ini yaitu hasil analisis dari data primer melalui wawancara mendalam dan data skunder melalui talaah dokumen. Dari hasil analisa data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam, FGD, dan talaah dokumen didapatkan informasi mengenai SDM, SOP/Kebijakan, s arana dan prasarana, gambaran proses kegiatan Kader JKN-KIS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kinerja Kader JKN-KIS di wilayah kerja BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Bogor masih belum optimal dengan beberapa faktor penghambat keberhasilan berupa: SDM, pengetahuan Kader,serta karakteristik peserta. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Bogor untuk meningkatkan kinerja Kader JKN-KIS.

JKN-KIS cadres are individuals who are BPJS Health partners who run part of the BPJS Health function in certain regions, these cadres usually come from residents or the local community, the cadre's task is to optimize socialization to the community about BPJS, and as reminders and collectors. Contributions The aim of forming cadres is to increase the number of participants and increase the collectability of BPJS Health contributions to informal participants or PBPU Non-Wage Workers (BPJS kesehatan). Cadres only focus on non-wage earners (PBPU). This study aims to analyze the implementation of JKN-KIS cadres through evaluation of inputs, processes, and outputs on the implementation of JKN-KIS Cadre duties in the Bogor Branch Health BPJS in 2019. This study used a qualitative approach with phenomenological methods conducted by in-depth interviews, Focus Group Discussion (FGD), observation and document review. The source of this research data is the result of analysis of primary data through in-depth interviews and secondary data through document systems. From the results of the analysis of the data collected through in-depth interviews, FGDs, and the documents obtained regarding HR, SOP / Policy, facilities and infrastructure, discussed the process of activities of JKN-KIS Cadres. The results of this study indicate the results of the research of JKN-KIS Cadres in the BPJS Health area of the Bogor City Branch Office are still not optimal with several factors inhibiting success including: HR, Cadre knowledge, and characteristics of participants. The results of this study are expected to be an evaluation material for BPJS Kota Bogor Health Office to improve the performance of JKN-KIS Cadres."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Roeslie
"Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga PIS-PK adalah program prioritas Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas. Indikator 8:Kesehatan Jiwa belum mendapat perhatian khusus di Kota Depok, kasus Orang dengan Gangguan Jiwa ODGJ berat mengalami peningkatan dari 3986 kasus pada tahun 2016 menjadi 5768 kasus pada tahun 2017, dimana kasus skizofrenia dan gangguan psikotikkronik lainnya mengalami kenaikan dari 1687 kasus pada 2016 menjadi 2342 kasus pada 2017. Analisis kesiapan implementasi PIS-PK Indikator 8:Kesehatan Jiwa diKota Depok tahun 2018 merupakan tahapan penting sebagai penentu keberhasilan kinerja Pemerintah Daerah dalam bidang kesehatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan implementasi program PIS-PK Indikator 8:Kesehatan Jiwa di Kota Depok Tahun 2018 dilihat dari variabel komunikasi, disposisi, sumber daya dan struktur birokrasi menggunakan Teori Edward III. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, Focus Grup Discussion FGD dan telaah dokumen.
Hasil penelitian didapatkan kesiapan implementasi PIS-PK Indikator 8:Kesehatan Jiwa di Kota Depok berdasarkan 4 empat variabel implementasi menurut teori Edward III, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi dinilai belum siap untuk dilaksanakan.
Rekomendasi pada penelitian ini yaitu keberhasilan implementasi akan dicapai bila dilakukan perbaikan dari kekurangan, baik dari sisi komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Di samping itu hambatan program yang ada bisadiatasi dengan tersedianya pendanaan yang cukup.
Saran dari penelitian ini adalah agarmeningkatkan pemberdayaan peran keluarga dan potensi masyarakat dengan metodepelatihan untuk peningkatan kesehatan jiwa dan mengurangi stigma di masyarakat.

The Healthy Indonesia Program with Family Approach PIS PK is the Ministry ofHealth's priority program implemented by the Puskesmas. Indicator 8:Mental Healthhas not received special attention in Depok City, severe case of people with mental disorder increased from 3986 in 2016 cases to 5768 cases in 2017, where schizophrenia cases and other chronic psychotic disorders increased from 1687 cases in 2016 to 2342 cases in 2017. Analysis of PIS PK implementation readiness Indicator 8:Mental Health in Depok 2018 is an important stage as a success determinant of local government performance in the health sector. This research is a qualitative research with descriptive design.
The purpose of this research is to determine the implementation readiness of PIS PK Indicator 8:Mental Health in Depok 2018 reviewed from communication, disposition, resources and bureaucratic structure using Edward III theory. Data collection method was performed using in depth interviews, Focus Group Discussion FGD and document review.
The research result indicates that PIS PKimplementation Indicator 8:Mental Health in Depok were not ready based on 4 four implementation variables according to Edward III theory, ie communication, resources,disposition and bureaucracy structure.
The research recommends to improve the all aspect of communication, resources, disposition and bureaucratic structure in order to achieve the successful implementation. In addition, the program contraints can bereduced by sufficient funding availability.
The research suggests to increase the empowerment of family role and community contribution using training method inorder to improve the mental health and reduce the stigma in society.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Farhan Ramadhan
"Kondisi gaya hidup masyarakat Indonesia yang kurang sehat menjadi salah satu faktor penghambat laju pembangunan di Indonesia. Jika kondisi kesehatan ini tidak diperhatikan dengan baik, Indonesia akan tertinggal dari negara lain dalam persaingan global. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan membuat program yang dinamakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02 / Menkes / 52/2015 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pelaksanaannya. dari Program PIS-PK. Program PIS-PK telah dilaksanakan di berbagai Provinsi dan Kabupaten / Kota. Salah satu kabupaten / kota yang telah melaksanakan program tersebut adalah Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan Program PIS-PK di Kota Depok Tahun 2018 dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post-positive dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi pustaka sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi Program PIS-PK di Kota Depok tahun 2018 masih belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Komunikasi, Sumber Daya Manusia, Anggaran, Sarana dan Prasarana, serta Faktor Sosial Budaya Masyarakat. yang tersedia. Oleh karena itu, Pemerintah harus melakukan pembenahan terhadap masing-masing faktor tersebut, seperti perbaikan komunikasi Program, Penambahan Sumber Daya dan Anggaran serta perbaikan sarana dan prasarana yang tersedia agar kedepannya terlaksananya Program PIS-PK di Kota Depok. bisa berjalan lebih baik.

The unhealthy condition of the Indonesian people's lifestyle is one of the factors that hinders the pace of development in Indonesia. If this health condition is not properly considered, Indonesia will lag behind other countries in global competition. Therefore, the Indonesian Government through the Ministry of Health created a program called the Healthy Indonesia Program with a Family Approach through the Minister of Health Decree Number HK.02.02 / Menkes / 52/2015 and Ministry of Health Regulation Number 39 of 2016 concerning the implementation of the PIS-PK Program. The PIS-PK program has been implemented in various Provinces and Districts / Cities. One of the districts / cities that has implemented the program is Depok City. This study aims to describe the implementation of the PIS-PK Program in Depok City in 2018 and the factors that influence the implementation of the Program. This research was conducted using a post-positivist approach and data was collected by conducting in-depth interviews and through literature studies as secondary data. The results of this study indicate that the implementation of the PIS-PK Program in Depok City in 2018 is still not going well. This is influenced by several factors such as Communication, Human Resources, Budget, Facilities and Infrastructure, as well as Community Socio-Cultural Factors. which are available. Therefore, the Government must make improvements to each of these factors, such as improvements to Program communication, Addition of Resources and Budget as well as improvements to available facilities and infrastructure so that in the future the implementation of the PIS-PK Program in Depok City can run even better.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pensa Resta Grahmidri
"Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 disebutkan bahwa puskesmas harus melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar. Saat ini belum semua puskesmas memenuhi standar pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepatuhan implementasi standar pelayanan kefarmasian di puskesmas Kota Bekasi sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan agar pelayanan kefarmasian di puskesmas berjalan sesuai standar. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan unit analisis pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan resep, pelayanan informasi obat, dan konseling. Untuk memperkuat pembahasan dilakukan pengumpulan data kualitatif. Sampel sebanyak 100 pelayanan kefarmasian diambil dari 10 puskesmas di Kota Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pengisian lembar kuesioner, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan hasil bahwa puskesmas telah melaksanakan pelayanan resep dan pelayanan informasi obat namun belum sesuai standar sedangkan konseling belum dilaksanakan di semua puskesmas. Puskesmas yang memiliki apoteker sebagai penanggung jawab, fasilitas kefarmasian yang baik, standar prosedur operasional, uraian tugas dan mendapatkan komunikasi kebijakan dan supervisi yang baik lebih patuh terhadap standar pelayanan kefarmasian.
Pemerintah disarankan untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, menetapkan apoteker sebagai tenaga kesehatan strategis, program internsip dan kebijakan pegawai tidak tetap untuk apoteker. Dinas Kesehatan Kota Bekasi disarankan untuk melakukan advokasi kebijakan penempatan apoteker di puskesmas sesuai analisis beban kerja, pelatihan berkelanjutan, sosialisasi kebijakan kepada tenaga kefarmasian di puskesmas, penyusunan petunjuk teknis pelayanan farmasi klinik, supervisi rutin, dan menetapkan sistem penilaian kinerja perorangan untuk pemberian kompensasi dan sanksi. Puskesmas disarankan untuk merencanakan kebutuhan apoteker sesuai analisis beban kerja, menempatkan apoteker sebagai penanggungjawab pelayanan kefarmasian, menyediakan fasilitas kefarmasian sesuai standar, menyusun standar prosedur operasional, menyusun uraian tugas, supervisi internal, dan menerapkan penilaian kinerja perorangan dan memberikan insentif berbasis kinerja perorangan.

Regulation of the Minister of Health Number 74 of 2016 states that primary health centers must perform pharmaceutical services according standard. Currently, not all community health centers meet the standard of pharmaceutical service. This study aims to analyze the compliance in the implementation of pharmaceutical services standard in primary health centers in Bekasi so it is expected to provide an input to the pharmaceutical services at primary health centers in order to be implemented in accordance with the standards. This research was conducted with quantitative approach with pharmaceutical services as unit of analysis which including prescription service, drug information service, and counseling. To strengthen the results discussion then in this study also conducted qualitative data collection. Samples of 100 pharmaceutical services were taken from 10 in primary health centers in Bekasi. The data were collected by observation, filling in questionnaire, and in depth interviews. The results showed that the primary health center had performed prescription and medication services but not yet meet with the standard while counseling had not been implemented in all primary health centers. Primary health center that have pharmacists, good pharmacy facilities, standard operating procedures, job descriptions and good policy communication and supervision are more obedient to the standard of pharmaceutical services.
The Government is advised to revise Regulation of the Minister of Health Number 75 of 2014 on Primary Health Center and Regulation of the Minister of Health Number 74 of 2016 on Standard of Pharmaceutical Service in Primary Health Center, establishing pharmacist as strategic health officer, internsip program and non permanent employee policy for pharmacist. Bekasi City Distric Health Office is advised to advocate placement of pharmacist in community health center policy according to work load analysis, continuing professional development, policy communication to pharmacy staff at community health center, preparation of clinical pharmaceutical services technical guidance, routine supervision, and set individual performance appraisal system for reward and punishment. Primary health centers are advised to plan the pharmacist 39 s needs in accordance with workload analysis, placing pharmacists as responsible pharmaceutical services, providing pharmaceutical facilities according to standards, developing standar operating procedures, preparing job descriptions, internal supervision, and applying individual performance assessments and give incentive based on individual performance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardina Janani
"Adanya dualisme dalam kebijakan mengenai jaminan kesehatan di Kota Bekasi, yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) melalui Kartu Sehat berbasis NIK, mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dari segi aturan maupun biaya yang harus dikeluarkan Pemerintah Kota Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan KS-NIK sebagai Jamkesda di Kota Bekasi dengan menggunakan pengertian implementasi dari Van Metter dan Van Horn (1975) serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan KS-NIK sebagai Jamkesda di Kota Bekasi dengan merujuk pada teori Edward III (1980). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan melalui wawancara mendalam, serta studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi KS-NIK sebagai Jamkesda di Kota Bekasi sudah dijalankan sebagaimana apa yang telah dikonsepkan oleh Van Meter dan Van Horn (1975). Namun, masih ditemukan kendala yang menciptakan terjadinya berbagai perubahan pada sistem pelayanan menggunakan KS-NIK. Dari 13 Dimensi yang mengukur faktor yang mempengaruhi implementasi, hanya 5 dimensi yang tercapai. Masih ditemui berbagai hambatan dalam pelaksanaan KS-NIK sebagai Jamkesda, diantaranya keterbatasan Sumber Daya, intruksi yang tidak disampaikan dengan jelas, ketidaktersediaan insentif, prosedur yang masih menimbulkan keluhan, serta kondisi politik yang tidak mendukung pelaksanaan Jamkesda. Penelitian ini merekomendasikan untuk menjadikan skema jamkesda hanya sebagai pelengkap dari kekurangan yang dimiliki JKN.
The dualism in the policy of health insurance in Bekasi City such as National Health Insurance (JKN) and Local Health Insurance (Jamkesda) through Kartu Sehat Berbasis NIK, causes the occurance of overlap from the side of rules or cost that must be issued by the government of Bekasi City. This research aims to analyze the implementation of KS-NIK policy by using the implementation definition from Van Metter and Van Horn (1975) and analyze the factors that influence the policy implementation of KS-NIK by referring to the theory of Edward III (1980). The research uses post-positivist approach with data collection techniques through in-depth interview and literature study. The research results show that KS-NIK implementation as Jamkesda in Bekasi City has been run in line withpolicy implementation concept (Van Metter and Van Horn, 1975). However, there are still some obstacles that cause the change in the service system using KS-NIK. Out of 13 dimensions that measure the factor which influences its implementation, there are only 5 dimensions achieved. There are still various obstacles in the implementation of KS-NIK as Jamkesda such as limited human resources, unclear instruction, inequal insentive, unclear procedures, and political condition that do not support Jamkesda implementation. This research suggest that Jamkesda neet to in line with national regulation and fill the gap from national insurance."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ernawati
"Dalam rangka membangun sistem pencegahan korupsi pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hasil kajian KPK pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa dari nilai total dana asuransi kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan sebesar sekitar Rp 40 triliun pada 2014, dana yang berpotensi hilang akibat kecurangan bisa mencapai Rp 2 triliun.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa proses implementasi Permenkes No.36 tahun 2015 di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan wilayah Kota Tangerang dilihat dari 4 (empat) variabel implementasi sesuai teori Edward III yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa impelmentasi pencegahan kecurangan dalam pelaksanaan Program JKN wilayah Kota Tangerang masih belum optimal. Pada variabel komunikasi, proses transmisi pemangku kepentingan diluar sektor kesehatan belum mendapatkan sosialiasi. Implementator belum memahami kejelasan informasi mengenai pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pencegahan kecurangan. Pada variabel sumber daya didapatkan kurangnya kuantitas dan kualitas SDM sebagai implementator kebijakan. Belum ada peraturan daerah ataupun peraturan setingkat institusi tingkat daerah yang mengatur fraud JKN di FKRTL baik di level Kota maupun di level Propinsi . Dari variabel disposisi didapatkan bahwa terdapat perbedaan sikap dan kecenderungan pada masing-masing pemangku kepentingan. Belum ada insentif khusus yang mendorong pelaksanaan regulasi oleh para implementator. Sebaliknya, harga keekonomian dari tarif JKN yang dipandang belum sesuai seakan-akan menjadi disinsentif yang akan diterima FKRTL apabila melaksanakan Permenkes No 36 tahun 2015. Pada variabel struktur birokrasi didapatkan SOP di internal FKRTL belum efektif dan belum terdapat koordinasi yang optimal antar tim pencegahan Fraud JKN dari FKRTL dan pemangku kepentingan lainnya. Kata kunci: Implementasi, kebijakan, fraud, jaminan kesehatan

Title : The Implementation of Regulation of Minister of Health of Republic of Indonesia Number 36 Year 2015 on Fraud Prevention in the Implementation of Health Insurance At National Social Security System in The Referral Health Facilities of Tangerang City in 2018 Academic Advisor : Prof. Dr. drg Jaslis Ilyas MPH In order to establish a corruption prevention system in the National Health Insurance Program (JKN), the Ministry of Health has issued a Regulation of the Minister of Health (Permenkes) No. 36 of 2015 concerning Fraud Prevention in the Implementation of the Health Insurance Program in the National Social Security System. The Corruption Eradication Commission of the Republic of Indonesia (KPK)revealed that from the total value of health insurance funds managed by BPJS Kesehatan amounting to around Rp 40 trillion in 2014, funds that could potentially be lost due to fraud could reach Rp 2 trillion.This study aims to find out and analyze the implementation process of Minister of Health Regulation No. 36 of 2015 in the Referral Health Facilities in the Tangerang City area seen from 4 (four)implementation variables from Edward III: communication, resources, disposition and bureaucratic structure. This study used qualitative methods with in-depth interview techniques and documents review. The results showed that the implementation of Minister of Health Regulation No. 36 of 2016 in Referral Health Facilities, the fraud prevention system in the implementation of the Tangerang City JKN Program, was still not optimal. Analysis of communication variable showed that in the process of transmitting, stakeholders from non health sector has not been socialized. The implementor has not yet understood the clarity of information regarding supervision of the implementation of fraud prevention systems. In the resource variable there is a lack of quantity and quality of Human Resources as policy implementors. There are no regional regulations at the level of regional institutions that regulate JKN fraud in Referral Health Facilities at both the City and Provincial levels. From the disposition variable, it was found that there were differences in attitudes and tendencies in each stakeholder. There are no special incentives that encourage the implementation of regulations by implementors. On the other hand, the economic price of JKN tariffs that are deemed not appropriate seems to be a disincentive to be received by FKRTL when implementing Minister of Health Regulation No. 36 of 2015. The bureaucratic structure variables found that the internal SOP of Referral Health Facilities has not been effective and there has been no optimal coordination between Fraud prevention teams of Referral Health Facilitie and other stakeholders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisna Maryani
"Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keikutsertaan Badan usaha Mikro pada program JKN. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam in-depth interview pada 8 badan usaha mikro di wilayah kerja BPJS Kesehatan KC Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Terdapat 2 badan usaha manfaat yang diterima saat menggunakan pelayanan pada program JKN-KIS. Delapan badan usaha mikro sudah mengetahui tentang harga/iuran yang menjadi kewajiban bagibadan usaha. Satu badan usaha mikro tidak mengetahui alur pelayanan kesehatan pada program ini, sedangkan 3 badan usaha mikro lainnya hanya dapat menyebutkan salah satu alur pelayanan saja. Perlu dilakukan sosialisasi secara terpadu oleh BPJS Kesehatan terhadap badan usaha yang baru ataupun yang sudah lama tetapi belum mendaftar sebagai peserta JKN-KIS. BPJS Kesehatan harus memastikan komitmen untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, serta melakukan monitoring dan evaluasi berkala agar tidak ada lagi keluhan mengenai pelayanan yang kurang memuaskan.

This qualitative research is aiming at obtaining information on reasons of micro business entity small company characterized with number of employee to participate the JKN membership. This study was done using in depth interviewsin eight micro business entity in Tanjung Pinang, Riau islands province. The study revealed that two micro business entity did not know information about the National Health Insurance Program Healthy Card Indonesia JKN-KIS . Two micro busniess entities did not understand the benefit package offered by the insurance company BPJS. Eight micro business entities already know about the tariff contribution, one micro business entity did not know the flow of healthservice provision, while the other three micro business entities could only understood part of the flow of services. Dissemination of program goal, benefit package, services, contribution ofemploter employee need to be done. BPJS has to be committed to provide good quality service as well as regular supervision and evaluation to avoid complaintsfrom the members.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Dunant
"Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang. Pemerintah Indonesia berupaya untuk memenuhi hak setiap warga negaranya untuk mendapatkan layanan kesehatan melalui suatu program yang disebut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pemerintah telah menunjuk suatu Badan Penyelenggara Jaminan Kesejahteraan Sosial (BPJS) dalam mengelola program ini, dengan tujuan pada akhir tahun 2019 seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali telah memiliki jaminan kesehatan (Indonesian Health Coverage). Dalam menghadapi reformasi pelayanan kesehatan di Indonesia seperti ini, rumah sakit sebagai suatu organisasi mendapatkan tuntutan untuk berubah dan berkembang. Bagi rumah sakit swasta seperti Rumah Sakit Royal Taruma perubahan ini bukanlah hal yang mudah. Sistem pembayaran yang semula retrospektif (fee for service) menjadi prospektif (out of pocket/ paket INA CBGs) menuntut perubahan mind set dan perilaku dari setiap anggota yang ada di dalam organisasi. Di samping itu dibutuhkan perencanaan persiapan yang matang untuk ikut serta dalam program JKN.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa kesiapan Rumah Sakit Royal Taruma dalam mengimplementasikan program JKN. Jenis penelitian ini adalah Operational Research dengan pendekatan kualitatif dengan menganalisa kesiapan sumber daya yang dimiliki Rumah Sakit Royal Taruma sesuai dengan persyaratan kredensial yang diminta oleh BPJS serta melihat proses manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kesiapan, pengawasan serta sosialisasi. Hampir seluruh kriteria persyaratan yang diminta BPJS meliputi administrasi, sumber daya manusia, sarana/ prasarana, sistem dan prosedur, telah dipenuhi oleh Rumah Sakit Royal Taruma namun masih perlu perbaikan di proses manajemen agar sumber daya yang telah dimiliki dapat digunakan lebih optimal, dan pada akhirnya Rumah Sakit Royal Taruma siap dalam mengimplementasikan Program JKN.

Health care is everyone's basic right. The Government of Indonesia seeks to fulfill the right of every citizen access to health care through a program called the National Health Insurance Program (JKN). The Government has appointed a Social Welfare Administering Body (BPJS) to manage this program, with the aim by end of Year 2019 all Indonesian citizens without exception will have health insurance (Indonesia Health Coverage). In the face of health care reform in Indonesia, hospitals will have to take necessary steps to accommodate the reform. For private hospitals such as Royal Taruma Hospital this change is not easy. Initial retrospective (fee for service) payment system will be changed to be prospective payment system (out of pocket / INA CBGs package). This required changing the mindset and behavior of every member within the organization. In addition, careful preparatory planning is required to participate in the JKN program.
The purpose of this research is to analyze the preparedness of Royal Taruma Hospital in implementing JKN program. This type of research is Operational Research with qualitative approach by analyzing preparedness of resources owned by Royal Taruma Hospital in accordance with credential requirement requested by BPJS as well as looking at management process starting from planning, organizing, implementation of readiness, supervision and socialization. Almost all the requirements criteria requested by BPJS include administration, human resources, facilities, systems and procedures, have been met by Royal Taruma Hospital but still improvement in the management process is needed so that the resources that have been owned can be used effectively, and in the end Royal Taruma Hospital is ready to implement the JKN Program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>