Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melyarna Putri
"Peningkatan Apolipoprotein B-48 sebagai marker kilomikron remnan lebih akurat mengenali penebalan tunika intima media arteri, bahkan pada kadar trigliserida normal. Sayangnya, pemeriksaan ini mahal untuk diaplikasikan dalam praktek sehari-hari. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan membentuk sebuah indeks risiko obesitas yang setara dengan nilai ApoB-48 namun lebih murah untuk diaplikasikan. Sebanyak 94 wanita, usia 19-50 tahun dengan IMT ge;25kg/m2 bergabung dalam penelitian kroseksional ini. Indeks risiko obesitas dibentuk melalui 2 fase, fase pertama adalah mencari hubungan antara faktor risiko obesitas pemeriksaan antropometri, asupan lemak polyunsaturated, monounsaturated, saturated, trans fatty acids, kolesterol dan kadar trigliserida terhadap ApoB-48. Asupan lemak dianalisis dengan recall 2x24 jam. Tahap berikutnya adalah pembentukan indeks. Fase ini dibagi atas membuat short list kuesioner untuk asupan, validasi short list kuesioner untuk asupan, setelah itu mencari hubungan antara skor indeks dengan ApoB-48. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi ApoB-48. Sebagian besar subyek memiliki asupan lemak total, saturated fat, dan kolesterol di atas nilai rekomendasi 56,9 18,6 g vs 22.8 9.61 g vs 260.7 165.1 mg . ApoB-48 secara signifikan berhubungan dengan trigliserida B= 0.40, 95 CI= 0.02, 0.07, p=
Elevated level of Apolipoprotein B 48 as a marker of chylomicron remnants is shown to be more accurate than trigliceride in predicting higher intimal media artery thickness, even in normal triglycerides subject. However, this assesment is expensive to be routinely applied in health care practice. Therefore, we developed an easy and economical obesity risk factor index that is expected to be equivalent with apoB 48 marker. A cross sectional study was carried out enrolling 94 healthy obese women aged 19 50 y.o with body mass index of ge 25kg m2. Obesity risk factor index was developed in two phases. The first phase was to determine the association between risk factor of obesity anthropometric measurement, dietary fat intake polyunsaturated, monounsaturated, saturated, trans fatty acids, cholesterol , and triglyceride level with apoB 48 value. The second phase was to develop an obesity risk factor index. Dietary fat were assessed by 2 repeated 24 hour recall. Only triglicerides level and cholesterol intake showed association with apoB 48. Later, development phase of the index was divided into development of short list questionairre intake, validation of short list cholesterol intake, and association analysis score of obesity risk factor index with ApoB 48. Higher total risk factor score indicates an increment ApoB 48 level. The majority of subject had total fat, saturated fat, and cholesterol intake above the recommended value 56,9 18,6 g vs 22.8 9.61 g vs 260.7 165.1 mg . A significant positive correlation was found in total score of the obesity risk factor index with ApoB 48 coefficient correlation 0.48, p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melyarna Putri
"Peningkatan Apolipoprotein B-48 sebagai marker kilomikron remnan lebih akurat mengenali penebalan tunika intima media arteri, bahkan pada kadar trigliserida normal. Sayangnya, pemeriksaan ini mahal untuk diaplikasikan dalam praktek sehari-hari. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan membentuk sebuah indeks risiko obesitas yang setara dengan nilai ApoB-48 namun lebih murah untuk diaplikasikan. Sebanyak 94 wanita, usia 19-50 tahun dengan IMT ge;25kg/m2 bergabung dalam penelitian kroseksional ini. Indeks risiko obesitas dibentuk melalui 2 fase, fase pertama adalah mencari hubungan antara faktor risiko obesitas pemeriksaan antropometri, asupan lemak polyunsaturated, monounsaturated, saturated, trans fatty acids, kolesterol dan kadar trigliserida terhadap ApoB-48. Asupan lemak dianalisis dengan recall 2x24 jam. Tahap berikutnya adalah pembentukan indeks. Fase ini dibagi atas membuat short list kuesioner untuk asupan, validasi short list kuesioner untuk asupan, setelah itu mencari hubungan antara skor indeks dengan ApoB-48. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi ApoB-48. Sebagian besar subyek memiliki asupan lemak total, saturated fat, dan kolesterol di atas nilai rekomendasi 56,9 18,6 g vs 22.8 9.61 g vs 260.7 165.1 mg . ApoB-48 secara signifikan berhubungan dengan trigliserida B= 0.40, 95 CI= 0.02, 0.07, p=
Elevated level of Apolipoprotein B 48 as a marker of chylomicron remnants is shown to be more accurate than trigliceride in predicting higher intimal media artery thickness, even in normal triglycerides subject. However, this assesment is expensive to be routinely applied in health care practice. Therefore, we developed an easy and economical obesity risk factor index that is expected to be equivalent with apoB 48 marker. A cross sectional study was carried out enrolling 94 healthy obese women aged 19 50 y.o with body mass index of ge 25kg m2. Obesity risk factor index was developed in two phases. The first phase was to determine the association between risk factor of obesity anthropometric measurement, dietary fat intake polyunsaturated, monounsaturated, saturated, trans fatty acids, cholesterol , and triglyceride level with apoB 48 value. The second phase was to develop an obesity risk factor index. Dietary fat were assessed by 2 repeated 24 hour recall. Only triglicerides level and cholesterol intake showed association with apoB 48. Later, development phase of the index was divided into development of short list questionairre intake, validation of short list cholesterol intake, and association analysis score of obesity risk factor index with ApoB 48. Higher total risk factor score indicates an increment ApoB 48 level. The majority of subject had total fat, saturated fat, and cholesterol intake above the recommended value 56,9 18,6 g vs 22.8 9.61 g vs 260.7 165.1 mg . A significant positive correlation was found in total score of the obesity risk factor index with ApoB 48 coefficient correlation 0.48, p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Diandra Sari
"Obesitas merupakan masalah utama pada kesehatan masyarakat dunia yang diketahui juga sebagai salah satu faktor risiko penyakit perlemakan hati non alkoholik(NAFLD). Sistem penilaian untuk mendeteksi NAFLD telah dikembangkan dan divalidasi di Indonesia. Namun, pola makan orang obesitas yang mungkin memberikan pengaruh terhadap NAFLD masih belum diketahui. Penelitian ini mengevaluasi asupan sukrosa pada obesitas dewasa di Jakarta dan hubungannya dengan skor NAFLD. Ini adalah studi potong lintang berbasis komunitas di antara orang dewasa dengan indeks massa tubuh (BMI)>25 kg/m2 antara September dan Oktober 2018 di Jakarta, Indonesia. Asupan sukrosa dinilai menggunakan food recal l2x24 jam, dihitung berdasarkan tabel komposisi makanan Indonesia dan Amerika dengan menggunakan Nutrisurvey 2007.Skor NAFLD terdiri dari enam faktor risiko, yaitu BMI>25 kg/m2, jenis kelamin laki-laki, usia>35 tahun, trigliserida>150 mg/dL, kadar kolesterol lipoprotein kepadatan tinggi<40 mg/dL untuk pria atau <50 mg/dL untuk wanita, dan kadar alanin aminotrans feraseserum >35 U/L. Dari 102 subjek yang terdaftar, 75 orang(73,5%) adalah wanita. Median dari total skor NAFLD adalah 6,7 dengan rentang dari 3,6 hingga 10,2. Median asupan karbohidrat total adalah 179,6 (54,1-476,8) g/hari, dan median total asupan sukrosa adalah 47,0 (13,7-220,5) g/hari. Asupan sukrosa lebih tinggi signifikan pada responden dengan skor NAFLD >6,7 dibandingkan <6,7. (47,8 vs. 45,3 g; p=0,042; Mann-Whitney U test). Analisis multivariat mengonfirmasi adanya hubungan asupan sukrosa dan skor tinggi perlemakan hati non alkoholik.
Kesimpulan: Asupan sukrosa tidak memiliki hubungan bermakna dengan skor NAFLD pada penyandang obesitas dewasa, namun bermakna jika dikaitkan dengan skor tinggi perlemakan hati non alkoholik. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan variabel tambahan pada skor NAFLD.

Obesity is a major problem in a world public health which is also known as one of the risk factors of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). An assessment system for detecting NAFLD has been developed and validated in Indonesia. However, the diet pattern of obese people who might have an effect on NALFD is still unknown. This study evaluated sucrose intake among obese adults in Jakarta and ints association with NAFLD score. This was a community-based cross sectional study among adults with body mass index (BMI) >25 kg/m2 between September and Oktober 2018 in Jakarta, Indonesia. Sucrose intake was assessed using 2x24-hour food recall, calculated based on the Indonesian and American food composition tables using dietary software Nutrisurvey. The NAFLD score consists of six risk factors, i.e. BMI >25 kg/m2, male sex, age >35 years, triglycerides >150 mg/dL, high density lipoprotein cholesterol levels <40 mg/dL for men or <50 mg/dL for women, and serum alanine aminotransferase levels >35 U/L. A total of 102 subjects were recruited; 75 (73.5%) of them were women. The median of total NAFLD scores was 6.7, ranging from 3.6 to 10.2. Median total carbohydrate intake was 179.6 (54.1-476.8) g/day, while the median total sucrose intake was 47.0 (13.7-220.5) g/day. Sucrose intake was significantly higher in patients with NAFLD score >6.7 than <6.7 (47.8 vs. 45.3 g; p=0.042; Mann-Whitney U test). Multivariate analysis confirmed the association of sucrose intake and higher total NAFLD score.
Conclusions: Sucrose intake and NAFLD score have no significant association among obese adults. Further research is needed to develop additional variables on NAFLD score.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulianah Daya
"Obesitas merupakan masalah yang mengancam dunia dan Indonesia. Data dari Riset Kesehatan Dasar Riskedas 2013, Indonesia masih memiliki kecenderungan pola diet tinggi lemak. Faktor genetik berperan 40-70 terhadap indeks massa tubuh IMT . Salah satu gen yang diduga memengaruhi obesitas adalah gen FTO, dan variasi genetik terkuat adalah rs9939609 subtitusi T/A. Variasi gen FTO rs9939609 dilaporkan menimbulkan ekspresi berlebihan dari gen FTO, yang akan memicu adipogenesis melalui demetilasi m6A yang berperan dalam alternatif splicing. Ekspresi berlebihan di hipotalamus memengaruhi pemilihan makanan densitas tinggi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi potong lintang komparatif yang bertujuan untuk melihat hubungan antara polimorfisme gen FTO rs9939609 dengan obesitas dan pola asupan lemak pada subyek dewasa di Indonesia. Subyek terdiri dari 40 non obes dan 40 obes, usia 19-59 tahun, dan berdomisili di DKI Jakarta. Dilakukan pengukuran IMT, lingkar pinggang, massa lemak, persentase massa lemak, dan wawancara kuesioner FFQ semikuantitatif dan food recall 2x24 jam.
Pemeriksaan gen FTO rs9939609 dengan metode ARMS PCR. Distribusi genotipe berada pada kesetimbangan Hardy-Weinberg p=0,72 dengan MAF=0,19. Subyek dengan genotipe AT/AA memiliki risiko obesitas 1,39x p=0,009 dan pola asupan lemak 1,73x p=0,011 lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe TT. Subyek obes dengan genotipe AT/AA memiliki kecenderungan pola asupan tinggi lemak 0,714x lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe TT.
Kesimpulan: Subyek dengan FTO rs9939609 genotipe AT/AA memiliki risiko obesitas yang lebih tinggi dan cenderung memilih makanan tinggi lemak dibandingkan dengan subyek genotipe TT.

Obesity is a global health problem including in Indonesia. Baseline Health Research Riskesdas 2013, Indonesia tended to have high dietary fat. Available data demonstrated that genetic factors are associated with BMI 40 70. The FTO gene has been well documented as one of the genes to be associated with obesity by modulating adipogenesis with alternative splicing through m6A demethylation. FTO gene variation rs9939609 was reported to lead to FTO mRNA overexpression in hypothalamus, which induce a preference towards high energy dense foods. However, the correlation between FTO gene variation rs9939609 and fat intake pattern is still not well described.
This study aimed to investigate the relationship between FTO gene rs9939609 with obesity and fat intake pattern of Indonesian adults. A cross sectional comparative study design was applied in this study by recruiting 40 non obese and 40 obese subjects, aged 19 59, who were living in DKI Jakarta. Measurements included BMI, waist circumference, fat mass, fat mass percentage, and interview with FFQ semi quantitative and food recall 2x24 questionaire.
Genetic variation was determine by ARMS PCR. The genotype distribution of FTO gene rs9939609 was at Hardy Weinberg equilibrium p 0.72 with MAF 0.19. This study showed that the AT AA genotype has 1.39x higher risk of obesity p 0.009 and 1.73x higher dietary fat intake p 0.011 than the TT genotype. Obese subjects with AT AA genotype tended to have higher dietary fat intake of 0.714x than the obese subjects with TT genotype.
These findings suggest that subjects with the AT AA genotype of the FTO rs9939609 have higher obesity risk and preference to high dietary fat intake than subjects with the TT genotype.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Badrit Tamami Thoyyibah
"Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan massa lemak tubuh yang dapat disebabkan oleh genetik dan gaya hidup, salah satunya faktor nutrisi. Salah satunya, asupan yang tidak seimbang membuat orang obes juga dapat mengalami defisiensi nutrisi, termasuk antioksidan yang berperan pada jaringan lemak dalam patofisiologi dan tatalaksana obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah asupan antioksidan harian pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 69 remaja obes dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan rerata massa lemak tubuh remaja obes sebesar 37,8±7,02 kg. Sebanyak 14 subjek (20,29%) kekurangan asupan vitamin A sesuai AKG, 53 subjek (76,81%) kekurangan vitamin C, dan 67 subjek (97,1%) kekurangan vitamin E. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan antara massa lemak tubuh dengan asupan vitamin A (r=-0,02, p>0,05), vitamin C(r=-0,089, p>0,05), dan vitamin E (r=-0,203, p0,05), dalam penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan massa lemak tubuh tidak berhubungan dengan vitamin A dan vitamin C, tetapi berkorelasi negatif dengan asupan vitamin E.

Obesity is excess body fat mass caused by genetic and lifestyle, such as nutrition intake. Imbalance intake might be happen in obese person due to nutrition deficiency. Antioxidant play important role in process and management of obesity. This study aims to determine the amount of antioxidant intake in obese adolescents. This research used cross-sectional design with secondary data from 69 obese adolescents. The results showed that body fat mass of obese adolescent is 37,8±7,02 kg. There are 14 subjects (20,29%) have vitamin A deficiency according to DRI Indonesia, 53 (76,81%) subjects lack of vitamin C, and 67 subject (97,1%) have vitamin E deficiency. The results of bivariate analysis showed no association between body fat and vitamin A intake (r = 0.185, p> 0.05), vitamin C (r =-0.146, p> 0.05), and vitamin E (r =-0.163 , p> 0.05), in this study. We found body fat mass has no correlation with vitamin A and vitamin C intake, but has negative correlation with vitamin E intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaufi Zahrah
"Prevalensi obesitas di Indonesia menunjukkan peningkatan yang bermakna dari tahun ke tahun, termasuk di dalamnya prevalensi obesitas sentral yang dapat diukur melalui lingkar pinggang. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi total, asupan lemak, dan lingkar pinggang dengan kadar HbA1c pada obesitas. Penelitian dilakukan di kantor Balai Kota DKI Jakarta dari akhir bulan November sampai Desember 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling, didapatkan 47 subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik subyek yang diambil adalah usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh (IMT). Variabel data yang diteliti adalah asupan energi total, asupan lemak, lingkar pinggang, dan kadar HbA1c.
Hasil penelitian didapatkan subyek terbanyak berusia antara 36-50 tahun (93,6%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 subyek (57,4%), dan sebanyak 35 subyek (74,5%) termasuk kategori obes I, karena sebagian besar subyek berada pada rentang usia 36 sampai 50 tahun, maka selanjutnya analisis data dan pembahasan dilakukan pada 44 subyek dengan rentang usia tersebut. Asupan energi total 32 subyek (72,7%) dibawah AKG (˂ 70% AKG). Median (min-maks) asupan energi total adalah sebesar 1225,8(766,0-4680) kkal. Sebagian besar subyek penelitian mengonsumsi lemak lebih dari persentase KET yang dianjurkan yaitu sebanyak 42 orang subyek (95,5%). Seluruh subyek laki-laki dan sebagian besar subyek perempuan (84%) memiliki LP lebih. Rerata kadar HbA1c pada subyek laki-laki adalah 6,3±0,2% dan perempuan 6,3±0,3%, dan hampir sebagian besar (68,2%) memiliki kadar HbA1c berisiko tinggi. Terdapat korelasi negatif tidak bermakna antara asupan energi total dengan kadar HbA1c pada subyek laki-laki (r=-0,15, p=0,536) dan korelasi positif tidak bermakna pada subyek perempuan (r=0,28, p=0,898). Korelasi negatif tidak bermakna dijumpai antara asupan lemak dengan kadar HbA1c pada seluruh subyek (r=-0,06, p=0,687). Korelasi positif tidak bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c terdapat pada seluruh subyek (r=0,18, p=0,236).

The prevalence of obesity in Indonesia is increasing and also the prevalence of central obesity which can be measured by waist circumference. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between total energy intake, fat intake, and waist circumference with HbA1c levels in obes subject. Data collection was conducted during November to December 2013 in the institution of Balaikota DKI Jakarta. The subjects was obtained by consecutive sampling, and 47 subjects who meet study criteria were enrolled in this study. The data collection were characteristics of the subjects including age, gender and body mass index (BMI), as well as total energy intake, fat intake, waist circumference, and HbA1c levels.
The results showed the highest age between 36-50 years (93.6%), majority of the subjects were female (57.4%), and catagorized as obese I (74.5%). Because most of the subjects were in the range of age 36 to 50 years, the data analysis and discussion conducted on 44 subjects. Most of the subject had total energy intake under RDI requirements, i.e., 13 people (68.4 %) of male and 19 subjects (76%) of female subjects. Most of the subjects (42 subjects, 95.5%) had fat intake over recommended percentage of total energy requirement. All of the male and most of female subjects (84%) have waist circumference greater than the normal criteria. Mean of HbA1c levels were 6.3±0.2%, for male subjects and almost the same levels for female subjects, while 68.2% of the subjects were categorized as high risk. The were no significant negative correlation between total energy intake and HbA1c levels in male subjects (r =-0.15, p=0,536) and no significant in female subjects (r=0.28, p=0.898). There were no significant negative correlation between fat intake and HbA1c levels in all subjects (r=-0.06, p=0.687), while non significant positive correlation between waist circumference and HbA1c levels were found in all subjects (r=0.18, p=0.236).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adevita Tania
"

Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan gangguan pada sistem reproduksi wanita yang menjadi penyebab umum terjadinya infertilitas pada usia reproduktif. Etiologi dari SOPK belum diketahui dengan pasti, namun lebih dari 50% wanita SOPK mengalami obesitas. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs9939609 gen Fat Mass and Obesity Associated (FTO) merupakan kandidat genetik yang dapat memengaruhi perkembangan obesitas dan kerentanan terhadap SOPK. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui asosiasi SNP rs9939609 gen FTO dengan SOPK. Penelitian ini menggunakan 120 sampel darah dengan masing-masing 30 sampel untuk setiap kelompok, yaitu kelompok wanita normal obesitas, normal non-obesitas, SOPK obesitas, dan SOPK non-obesitas. Metode yang digunakan yaitu amplifikasi sekuens target dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), validasi dengan elektroforesis, dan sekuensing dengan menggunakan Automated Sanger. Hasil sekuensing dianalisis menggunakan perangkat lunak Bioedit dan FinchTV. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya frekuensi minor alel A sebesar 29,6% serta frekuensi genotipe AA, AT, dan TT secara berurutan sebesar 10%, 39,20%, dan 50,80%. Studi ini juga menunjukkan hasil tidak adanya asosiasi (p>0,05) antara SNP rs9939609 gen FTO dengan sindrom ovarium polikistik.


Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a female reproductive disorder which is a common cause of infertility at reproductive age. The etiology of PCOS is still unclear, however more than 50% of PCOS women are obese. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs9939609 Fat Mass and Obesity Associated (FTO) gene is a genetic candidate that can affect the development of obesity and susceptibility to PCOS. This study aims to determine the association of FTO gene SNP rs9939609 with PCOS. Samples in this study was 120 blood samples divided into 30 samples for each group, normal with obesity, normal lean, PCOS with obesity, and PCOS lean. Amplification of target sequences using the PCR method, validation with electrophoresis, and sequencing was carried out using an Automated Sanger. Sequencing results were analyzed with Bioedit and FinchTV software. The results of this study showed that a minor allele A frequency was 29.6% and the genotype frequencies of AA, AT, and TT were 10%, 39.20%, and 50.80%, respectively. This study also showed no association (p>0.05) between SNP rs9939609 with polycystic ovarian syndrome.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmah Sari Indah Cahyani
"Prevalensi obesitas pada penduduk dewasa meningkat secara global. Di Indonesia, prevalensi obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Kelebihan asupan energi dan zat gizi makro dinilai berkaitan dengan obesitas. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi obesitas pada perempuan dewasa usia 19-64 tahun dan hubungannya dengan asupan energi dan zat gizi makro di DKI Jakarta.
Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan menganalisis data dari 85 perempuan dewasa usia 19-64 tahun di DKI Jakarta yang dipilih melalui simple random sampling. Data penelitian ini didapatkan dengan melengkapi kuesioner berdasarkan data penelitian sebelumnya pada tahun 2012. Asupan energi dan zat gizi makro didapatkan melalui 24-hours food recall dan food record selama tiga hari. Obesitas ditentukan menurut kriteria WHO Asia-Pasifik.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi obesitas adalah 61,2%. Subyek memiliki rata-rata asupan energi dan zat gizi makro di bawah nilai AKG. Subyek dengan tingkat kecukupan asupan energi, karbohidrat, lemak, dan protein >100% AKG masing-masing adalah 1,2%, 1,2%, 7,1%, dan 5,9%. Uji chi-square dan fisher menunjukkan terdapat hubungan yang tidak bermakna antara obesitas dengan asupan energi dan dan zat gizi makro (nilai p >0,05). Hal ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor lain yang berkaitan dengan obesitas (genetik, lingkungan, tingkat aktivitas fisik, dan stres) yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

The prevalence of obesity among adults is globally increase. In Indonesia, its prevalence is higher in women than men. Excessive energy and macronutrient intake are considered to associate with obesity. This study aimed to determine prevalence of obesity among adult women aged 19-64 years and its association with energy and macronutrient intake in DKI Jakarta.
This cross-sectional study analyzed data of 85 women aged 19-64 years in DKI Jakarta selected through simple random sampling. Data in this study were obtained by completing questionnaires based on data from previous study in 2012. Energy and macronutrient intake were obtained from 24-hours food recall dan food record during three days. Obesity was determined based on Asia-Pasific WHO criteria.
The result showed the prevalence of obesity was 61,2%. Subjects had mean value of energy and macronutrient intake below the AKG value. Subjects with energy, carbohydrate, fat, and protein intake >100% AKG were respectively 1.2%, 1.2%, 7.1%, and 5.9%. Chi-square and fisher’s test showed there was no significant association between obesity with energy and macronutrient intake (p value >0,05). It could be caused by interaction of other factors associated with obesity such as genetic, environmental, physical activity level, and stress which were not determined here.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Tatya Rachman
"Obesitas merupakan epidemi global yang terus meningkat setiap tahunnya dan faktor risiko dari berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung iskemik, diabetes, dan kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor dominan obesitas pada polisi Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polresta Depok tahun 2013 dan juga mencari hubungan antara faktor risiko yang dapat diubah dengan obesitas.
Desain penelitian menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 127 responden. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Pengumpulan data diambil dengan pengukuran primer tinggi badan dan berat badan, pengisian kuesioner mandiri, dan wawancara 2x24 hours food recall. Didapatkan sebanyak 34,6% polisi mengalami obesitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara durasi tidur, asupan lemak, dan kebiasaan sarapan dengan kejadian obesitas serta ditemukan bahwa asupan lemak merupakan faktor dominan obesitas. Peneliti menyarankan agar polisi Satuan Sabhara Polresta Depok diberi edukasi dan penyuluhan mengenai konsumsi lemak yang baik dan diet gizi seimbang sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya obesitas.

Obesity is global epidemic that continually increase every year and a risk factor for degenerative diseases. This study aimed to find the dominant factor of obesity in Samapta Bhayangkara (Sabhara) Unit in Police Station Depok year 2013, also to find the relationship between modifiable risk factors with obesity.
This study used cross-sectional method with 127 respondents and held in April-May 2013. Data were collected with primary measuring height and weight, self-administered questionnaire, and 2x24-hours food recall. Thirty four point six percent policemen are obese.
The result show that there’s a relationship between sleep duration, fat intake, and breakfast habit with obesity and fat intake is the dominant factor of obesity. The researcher suggests that policemen should be given education as well as counseling about the right way to consume fat in order to reduce the risk of obesity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumaisha Hasnah Ibrahim
"Obesitas merupakan masalah kesehatan yang terus mengalami peningkatan baik secara global maupun di Indonesia. Obesitas pada remaja didiagnosis dengan mengkategorikan indeks massa tubuh (IMT) menggunakan grafik CDC. Obesitas pada remaja dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang, seperti munculnya timbulnya resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular di usia dini. Salah satu etiologi obesitas ialah asupan energi berlebih, yang berasal dari asupan kalori dari sumber makronutrien dalam jumlah yang tidak normal (lebih tinggi dari anjuran asupan gizi yang ada). Penelitian ini menganalisis hubungan asupan energi total dan jenis asupan makronutrien dengan derajat obesitas yang dikategorikan berdasarkan rerata IMT sampel. Subjek terdiri dari 69 remaja usia 14-18 tahun yang bersekolah di SMA di DKI Jakarta. Studi ini menggunakan desain potong lintang dengan menganalisis data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Pada hasil ditemukan bahwa total asupan kalori tidak berhubungan dengan dengan derajat obesitas (p = 0,135) dan asupan makronutrien tidak memiliki hubungan signifikan dengan derajat obesitas (p > 0,05).

Obesity is a disease with increasing prevalence globally and within Indonesia. Obesity in adolescent is diagnosed using body mass index (BMI) percentile in growth chart arranged by CDC. Childhood obesity could lead to long term concequences such as insulin resistance and cardiovascular diseases at earlier age. One of the primary cause for obesity is excess energy intake in accordance to its energy requirement affected by total energy expenditure. Energy intake would be defined by total caloric intake and its variety of macronutrient composition. This research is conducted to determine the correlation between total caloric intake and macronutrient intake status with degree of obesity categorized by the mean of samples BMI. Subjects included 69 adolescents aged 14-18 who were studying in Senior High School in Jakarta during data collection. This research is a cross-sectional study using secondary data collected from a prior research. With comparative approach, the results show that total caloric intake does not corellate with degree of obesity (p = 0,135) and macronutrient composition has no significant corellation with degree of obesity (p > 0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>