Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145812 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Poppy Endriyati
"Latar Belakang : Pelaut merupakan kelompok dengan mobilisasi tinggi yang sering berpindah-pindah dan jarang bertemu keluarga/pasangan. Hal ini dapat menyebabkan hasrat seksual yang merupakan sebuah kebutuhan tidak tersalurkan. Angka kejadian HIV pada pelaut sebenarnya masih rendah yaitu sebesar 0,7 dibandingkan dengan profesi lainnya, akan tetapi perilaku seksual berisiko HIV nya belum diketahui secara jelas, sehingga perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut, karena perilaku seksual berisiko HIV juga dapat memicu terjadinya meningkatnya kasus HIV di masa yang akan datang.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku seksual berisiko HIV pada pelaut pria yang berkunjung ke KKP Kelas I Tanjung Priok tahun 2018 dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko HIV tersebut.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi Mixed Methods yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian, dengan desain penelitian Cross Sectional. Penelitian kuantitatif menggunakan alat bantu kuesioner sedangkan penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam. Analisis data kuantitatif menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan analisis regresi logistic multivariable untuk menganalisis hubungan antara variabel perilaku seksual berisiko HIV dengan variabel independent serta mengetahui variabel yang paling dominan terhadap variabel dependentnya.
Hasil : Perilaku seksual berisiko HIV mempunyai hubungan dengan tiga Variabel yaitu Variabel umur, kebiasaan menonton film porno dan pasangan seksual terakhir. Variabel yang paling dominan adalah Kebiasaan menonton film porno dengan OR = 3,095 yang berarti pelaut pria yang mempunyai kebiasaan menonton film porno memiliki peluang sebanyak 3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko HIV dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kebiasaan menonton film porno.
Kesimpulan : Dengan meningkatkan edukasi terkait kebiasaan menonton film porno dan dampaknya, kesehatan reproduksi serta pengetahuan komprehensif terkait HIV diharapkan dapat mengubah perilaku seksual berisiko HIV Pelaut Pria.

Objective: This study aimed to analyze Seaman's risky HIV sexual behavior who visited Port Health Center of Tanjung Priok in 2018 and factors related to risky HIV sexual behavior.
Method: This research uses Mixed Methods which is quantitative and qualitative method used simultaneously in one research, with Cross Sectional research design. Quantitative research using questionnaires tool while qualitative research using in depth interview method. Quantitative data analysis using univariate, bivariate and multivariate analysis with multivariable logistic regression analysis to analyze the correlation between HIV risk sexual behavior variable with independent variable and know the most dominant variable to the dependent variable.
Results: Risky HIV sexual behavior Variables had relation with 3 Variables such as ere age, watching porn movie habit and the last sex partner. The most dominant variable was watching porn movie habit with OR 3,095 which means married Seaman watching porn movie had a chance of 3 times to engage in risky HIV sexual behavior compared to Seaman did not Watch.
Conclusions: By improving education on watching porn movie habit and its impact, reproductive health and comprehensive knowledge of HIV are expected to change Seaman rsquo s sexual risk behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Arya Maha Putra
"HIV/AIDS menjadi isu utama kesehatan global. Populasi kunci yang paling rentan terhadap penularan HIV adalah LSL. Penularan HIV paling sering ditemukan dari perilaku seksual berisiko. Beberapa faktor terkait dengan perilaku seksual berisiko adalah harga diri, HIV status disclosure, dan pengetahuan HIV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara harga diri, HIV status disclosure, dan pengetahuan HIV dengan perilaku seksual berisiko.
Metode: menggunakan desain penelitian cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 180 orang di RSUP H Adam Malik, RSU Pringadi Kota Medan, Puskesmas Padang Bulan, dan Puskesmas Teladan. Teknik sampling yang digunakan adalah porpusive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yag signifikan antara pengetahuan HIV dengan perilaku seksual berisiko p

HIV AIDS have been a major global public health issue. The most vulnerable key population of HIV transmission is MSM. The transmission is most commonly found in risky sexual behavior. Several factors related to risky sexual behavior are self esteem, HIV status disclosure and knowledge of HIV. This research aimed at identifying the correlation among those three factors.
The method applied is cross sectional studies, with the total of 180 samples from H. Adam Malik Central Public Hospital, Pringadi Public Hospital, Padang Bulan Public Clinic, and Teladan Public Clinic, where all are located in Medan. Porpusive sampling technique was implemented when choosing the research subject. The results show that there is significant correlation between the knowledge of HIV and risky sexual behavior p
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edianto
"Perilaku seksual beresiko pada lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki dengan HIV/AIDS ODHA LSL sangat penting diperhatikan, mengingat bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit infeksi yang penularannya mudah terjadi pada orang dengan perilaku yang tidak sehat. Tingkat religi, penerimaan keluarga dan dukungan kelompok sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku beresiko. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat religi, penerimaan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan perilaku seksual beresiko pada ODHA LSL. Penelitian ini menggunakan desain crossectional dengan sampel sebanyak 180 responden menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden 51,7 memiliki tingkat religi yang baik, 52,8 mendapatkan penerimaan keluarga yang baik, 56,1 mendapatkan dukungan kelompok sebaya yang baik dan 56,7 memiliki perilaku seksual beresiko yang tinggi. Pada uji chi-square didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat religi, penerimaan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan perilaku seksual beresiko p=0,002, p=0,000 dan p=0,000; =0,05 . Analisis dengan regresi logistik didapatkan bahwa penerimaan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku seksual beresiko dengan nilai OR=5,337.
Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya dilakukan intervensi keperawatan yang melibatkan anggota keluarga untuk selalu menerima kondisi pasien ODHA LSL agar mencegah perilaku seksual beresiko.

Sexual behavior risk in MSM LWHA is very important to be noticed, given that HIV AIDS is an infectious disease that is easily transmitted to people with unhealthy behavior. Religious level, family acceptance and peer support are the factors that influence sexual behavior risk. The purpose of this study was to determine the relationship of religious level, family acceptance and peer group support with sexual behavior risk in MSM LWHA. This study uses crossectional design with 180 respondents using purposive sampling technique.
The results showed that most respondents 51.7 had a good religious level, 52.8 received good family acceptance, 56.1 received good peer group support and 56.7 had high risk sexual behavior . The chi square test showed significant correlation between religious level, family acceptance and peer group support with risky sexual behavior p 0,002, p 0,000 and p 0,000 0,05 . Analysis with logistic regression was found that family acceptance was the most dominant factor related to risky sexual behavior with OR 5,337.
The recommendation of this study is the need for nursing interventions involving family members to always accept the condition of MSM patients in order to prevent sexual behavior risk.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Dachlia
"Saat ini jumlah penduduk Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sudah dua kali lipat lebih banyak dibanding jumlah HIV di sejumlah negara maju. Prevalensi dan cepatnya penularan infeksi HIV di negara kawasan Asia sangat bervariasi. Di beberapa negara seperti Korea dan Mongolia prevalensinya masib rendah. Sedangkan di beberapa negara seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, dan India prevalensinya cukup tinggi dengan penyebaran yang berlangsung cepat. Di beberapa negara lainnya seperti Indonesia, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka jumlah infeksi HIV yang dilaporkan hanya berdasarkan pemeriksaan yang amat terbatas.
Di Indonesia sampai dengan 31 Mei 2000 telah dilaporkan sebanyak 1.257 kasus (HIV+AIDS) oleh Depkes, terdiri dari 934 HIV positif dan 323 kasus AIDS. Dari semua kasus HIV positif, persentase kasus infeksi pada orang Indonesia mencapai 73,7 persen. Berdasarkan faktor risiko penularan, lewat jalur heteroseksual ditemukan sebesar 69,9 persen HIV positif dan 57,9 persen kasus AIDS. Akibat kontak homo/biseksual ditemukan sebesar 4,4 persen HIV positif dan 25,4 persen kasus AIDS. Sedangkan berdasarkan sebaran usia, sebagian besar kasus HIV positif dan AIDS terjadi pada kelompok usia 15-49 tahun, dengan puncaknya pada kelompok usia 20-29 tahun untuk kasus HIV positif (lihat jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia dalam lampiran I).
Walaupun jumlah kasus HIV dan AIDS berkembang cepat pada tahun-tahun terakhir, namun jumlah kasus yang dilaporkan tersebut jauh di bawah perkiraan angka prevalensi yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan sistem surveilans nasional untuk HIV/AIDS belum dilaksanakan secara maksimal (Iskandar et al., 1996). Beberapa orang memperkirakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia jauh lebih dari yang dilaporkan. Misainya Linnan (Djoerban, 1999), memperkiakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2000 sekitar 2.500.000 kasus, jika tidak dilakukan intervensi sedangkan dengan intervensi terdapat sekitar 500.000 kasus. Kasen et at., (Djoerban, 1999), mengestimasi jumlah yang terinfeksi HIV tahun 2000 sekitar 750.000 kasus jika tidak ada intervensi. Estimasi lainnya memperlihatkan bahwa pada tahun 1996 diperkirakan sudah terdapat 95.000 orang atau sekitar 93 orang per 100.000 orang dewasa yang hidup dengan HIV. (Dore et al., 1998).
Kasus AIDS di Indonesia yang dilaporkan masih dalam jumlah kecil dibandingkan negara Asia lainnya seperti Thailand. Rasio antara kasus AIDS yang dilaporkan dengan estimasi jumlah orang yang hidup dengan HIV di Indonesia pada tahun 1995/1997 cukup kecil yaitu hanya 0,1 persen (Dore et at., 1998). Faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap terbatasnya penyebaran HIV di Indonesia adalah karena Indonesia berupa kepulauan, tidak seperti Kamboja, Vietnam, dan Thailand, yang merupakan satu daratan yang mudah berhubungan satu sama lain (Dore et al., 1998). Faktor lainnya yang berperan adalah rendahnya kegiatan seks per penjaja seks komersial (PSK) per hari di Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Kamboja, yaitu sekitar 7-14 pelanggan per minggu untuk Philipina dan Indonesia dan sekitar 18-33 pelanggan per minggu untuk PSK di Thailand dan Kamboja (Chin et.al., 1998).
Sebagian besar transmisi HIV di dunia saat ini melalui hubungan heteroseksual. Di Asia infeksi HIV muncul dan bergerak cepat pada kelompok umum dari kelompok yang beresiko seksual tinggi terinfeksi HIV. Kunci dari kecepatan penyebaran HIV kepada kelompok umum terjadi melalui perilaku seksual dan adanya kofaktor seperti PMS yang dapat mempercepat transmisi HIV (Way et al., 1999). Selain itu, prevalensi HIV juga ditentukan oleh faktor penting lainnya, yaitu besarnya proporsi pria dewasa yang secara teratur mengunjungi penjaja seks komersial di daerah tersebut (Dore et al., 1998)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octaryana
"Jumlah kasus AIDS di Indonesia semakin meningkat, sampai periode Juni 2013 sebesar 43.667 kasus. ABK merupakan mobile migrant population yang memiliki perilaku seksual berisiko HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko terkait HIV/AIDS pada ABK di Poliklinik KKP Kelas I Tanjung Priok. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian yaitu cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ABK yang melakukan kegiatan Medical Check Up (MCU) di poliklinik KKP Tanjung Priok. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ABK yang melakukan kegiatan MCU dengan kriteria inklusi berjenis kelamin laki-laki, masa kerja minimal 3 bulan, WNI, dan menandatangani informed consent.
Hasil penelitian menunjukkan 30,7% ABK memiliki perilaku seksual berisiko terkait HIV/AIDS. Karakteristik ABK terbanyak pada umur >30 tahun (56,7%), menikah (59,3%), pendidikan terakhir SMP keatas (78,7%), pulang ke daerah asal kurang dari 9 bulan sekali (78,7%), lama berlabuh ≤ 3 hari (59,3%), usia seks pertama >21 tahun (51,3%), tingkat pengetahuan kurang (53,3%), sikap negatif (54,7%), dan kurang terpapar informasi HIV/AIDS (56,7%). Faktor-faktor yang secara statistik memiliki hubungan dengan perilaku seksual berisiko adalah status pernikahan, pendidikan, frekuensi pulang ke daerah asal, lama berlabuh, usia seks pertama, pengetahuan, sikap dan keterpaparan media informasi. Sehingga perlu diberikan KIE mengenai HIV/AIDS dan penggunaaan kondom yang berkesinambungan serta penyediaan ATM kondom.

The number of AIDS cases in Indonesia has increased, until the period of June 2013 amounted to 43.667 cases. The crew of ship is a mobile migrant population who have HIV/AIDS-risk sexual behaviors. This research aims to have description of the factors correlation with risk sexual behavior related to HIV/AIDS in the crew at the Polyclinic of Port Health Office Class I of Tanjung Priok. This research is an observational research using cross-sectional design study. Research population was entire the crew that have Medical Check Up (MCU) in the Polyclinic of Port Health Office Class I of Tanjung Priok. Research sample was partially of the crew that have Medical Check Up (MCU) with inclusion criteria male, work period at least 3 months, Indonesian, and signed informed consent.
The result showed 30,7% of the crew have HIV/AIDS-risk sexual behavior. Most of the crew characteristic are above 30 years old (56,7%), get married (59,3%), educational grade over junior high school (78,7%), back to their hometown less than once in 9 months (78,7%), longer anchore less than 3 days (59,3%), age of first sex in over 21 years old (51,3%), level of knowledge low (53,3%), negative demeanor (54,7%), and less exposure to HIV/AIDS information (56,7%). The factors that are statistically have correlation with risk sexual behavior was marital status, education, frequency back to their hometown, longer anchored, age of first sex, knowledge, attitudes and media exposure information. So that needs to be given information, education and communication about HIV/AIDS and sustainable use of condoms and provision of condoms ATM.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shena Masyita Deviernur
"Perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL dapat dipengaruhi oleh pengetahuan pencegahan dan miskonspsi terkait HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL di 3 kota Yogyakarta, Tangerang, Makassar di Indonesia tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 343 LSL di 3 kota di Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dianalilsis secara univariat, bivariat, dan stratifikasi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah 16 LSL memiliki tingkat perilaku seksusal berisiko tinggi, 30.9 LSL memiliki pengetahuan pencegahan dan miskonsepsi kurang, 52.5 LSL berusia >24 tahun, 48 LSL kurang berpartisipasi dalam program pelayanan kesehatan HIV/AIDS, 51 LSL mendapat sumber informasi kurang. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan hubungan dengan perilaku seksual berisiko HIV AIDS yaitu kurang memiliki pengetahuan HIV/AIDS PR=2.0;95 CI 1.2-3.2 , usia le; 24 tahun PR=1.7 ; 95 CI 1.0-2.7 , kurang berpartisipasi pada program kesehatan PR=2.0 ; 95 CI 1.2-3.4 , kurang mendapatkan sumber media informasi PR=0.6 ; 95 CI 0.4-1.0 . Hasil stratifikasi antar strata pada variabel kovariat yaitu PR lebih tinggi pada LSL berusia >24 tahun PR=2.14 ; 95 CI 0.98-4.66 , LSL yang kurang mengikuti program pelayanan kesehatan PR=2.10; 95 CI 1.17-3.77 , dan LSL yang baik mendapat media sumber informasi PR=2.05 ; 95 CI 1.11-3.77 . Oleh karena itu disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP, memberikan edukasi sesuai dengan usia, dan memberikan sumber informasi yang lebih efektif dan massive.Kata kunci: Lelaki Seks Lelaki LSL ; pengetahuan HIV/AIDS; perilaku seksual berisiko.

Sexual risk behavior HIV AIDS among MSM can be influenced by prevention and misconception knowledge of HIV AIDS. This study aims to determine the relations about knowledge of HIV AIDS and sexual risk behavior HIV AIDS among MSM in 3 cities Yogyakarta, Tangerang, Makassar in Indonesia on 2013. This study used cross sectional design by using data IBBS 2013. Samples in this study were 343 MSM in 3 cities in Indonesia meet the criteria inclusion and exclusion and analyzed by univariate, bivariate, and stratification. Form the result, the percentage were 16 MSM have high risk of sexual risk behavior, 30.9 MSM have prevention and misconception knowledge less, 52.5 MSM 24 years, 48 MSM less participate in the health services HIV AIDS, 51 MSM less of source information. Based on analysis bivariate relationships with sexual risk behavior HIV AIDS less having knowledge HIV AIDS PR 2.0 95 CI 1.2 3.2 , age le 24 years PR 1.7 95 CI 1.0 2.7 , less participate in the health program PR 2.0 95 CI 1.2 3.4 , less get media source information PR 0.6 95 CI 0.4 1.0 . Stratification results of the strata on the variables of covariate variable have higher PR on MSM aged 24 years PR 2.14 95 CI 0.98 4.66 , MSM less follow the program health service PR 2.10 95 CI 1.17 3.77 , and MSM got a better media source information PR 2.05 95 CI 1.11 3.77 . It is therefore advisable to improve program IPP back, give education in according by age, and provide a source of information that is more effective and massive.Keywords Men Sex with Men MSM , sexual behavior risk HIV AIDS, knowledge of HIV AIDS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanti Kisworini
"Latar Belakang : Infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit imunodefisiensi sekunder terbanyak dan masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia. Terapi antiretroviral (ART) diharapkan dapat mengurangi angka kejadian baru dan angka kematian karena HIV/AIDS. Data untuk mengevaluasi keberhasilan ART, gambaran pola viral load (VL) sebagai respos ART serta faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan terapi belum ada di Indonesia.
Metode : Penelitian kohort retrospektif, memakai data rekam medis di Poliklinik Alergi-Imunologi Anak RSCM Jakarta sejak Juli 2003 sampai September 2022 pada anak sampai usia 18 tahun yang terdiagnosis HIV dan minimal mempunyai 3 hasil pemeriksaan VL.
Hasil : Terdapat 137 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Keberhasilan ART setelah 12 bulan terapi sebesar 50,36% dan setelah 24 bulan terapi sebesar 64,23%. Pola VL terbanyak sebagai respons ART adalah Pola VL tersupresi 48,2%, kemudian early viral failure sebesar 34,3%, persistent low level viremia sebesar 15,3%, 1,5% sebagai viral failure dan 0,7% sebagai viral blips. Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan terapi setelah 12 bulan terapi secara bermakna adalah status nutrisi baseline gizi baik dengan RR : 2,15 (IK 95% : 1,07-2,59) nilai p : 0,026. Setelah 24 bulan terapi adalah status nutrisi baseline gizi baik dengan RR 1,66 (IK 95% 1,09-1,86) dengan nilai p : 0,024.
Kesimpulan : Keberhasilan terapi ARV setelah 12 bulan 50,36% dan 64,23% dicapai setelah 24 bulan. Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan terapi secara bermakna pada 12 bulan dan pada 24 bulan adalah status nutrisi baseline gizi baik. Pelaksanaan pemeriksaan VL untuk diagnostik dan pemantauan terapi ARV memerlukan dukungan ketersediaan fasilitas diagnostik yang konsisten. Didapatkan 3 pola VL terbanyak adalah virus tersupresi, early viral failure dan persistent low level viremia.

Background : Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS is still main health problem in the world. The use of antiretroviral therapy (ART) is expected to reduce new cases, and mortality of HIV/AIDS. Data to evaluate the success of ART, description of Viral Load (VL) patterns in response to ART and factors that affected VL suppression doesn’t yet exist in Indonesia.
Methods: A retrospective cohort study, using medical record at the Pediatric Allergy-Immunology outpatient clinic RSCM Jakarta from July 2003 to September 2022 in children up to 18 years of age who were diagnosed with HIV and had at least 3 VL test results
Results: There were 137 children who met the criteria. The success of ART after 12 months was 50.36% and after 24 months was 64.23%. The highest VL pattern in response to ART was a suppressed VL pattern of 48.2%, then early viral failure of 34.3% and persistent low-level viremia of 15.3%, viral failure of 1.5% and 0.7% as viral blips. Factors that significantly affected the success of therapy after 12 months of therapy was good nutritional status RR 2.15 (95% CI : 1.1-4.2) p : 0.026. After 24 months of therapy was good nutritional status with RR 1.66 (95% CI : 1.07-2.59) p : 0.024.
Conclusion: The success of therapy after 12 months was 50.36% and 64.23% after 24 months. Factors that affected the success of therapy at 12 months and 24 months of therapy was good nutritional status. The VL examination as confirmation of the diagnostic and success of therapy required consistent diagnostic tools availability. It was found 3 most patterns of VL was virus suppression, early viral failure and persistent low level viremia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Efa Fathurohmi
"Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4 menyebabkan daya tahan tubuh semakin melemah dan rentan diserang berbagai penyakit. Puskesmas Bogor Timur merupakan puskesmas tertinggi angka kasus HIV oleh kelompok LSL. Berdasarkan hasil wawancara di Puskesmas Bogor Timur, terdapat LSL yang tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks, ditemukan LSL yang sudah positif HIV namun masih berganti-ganti pasangan, terdapat LSL yang berpendidikan Diploma III tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks, terdapat LSL dengan pendidikan terakhir SMA sudah memiliki istri namun menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan LSL.Tujuan:mengetahui hubungan pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko.Sampel penelitian berjumlah 88 responden yang diambil dengan melalui teknik snowball, menggunakan analisis univariate dan bivariate.Hasil:Terdapat hubungan antara pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko pada kelompok LSL dengan nilai p=0,000 (a=0,05).

Human Immunodeficiency Virus is a virus that damages the immune system by infecting and destroying CD4 cells, causing the body's immune system to weaken and become susceptible to various diseases. East Bogor Community Health Center is the community health center with the highest number of HIV cases among MSM groups. Based on the results of interviews at the East Bogor Community Health Center, there were MSM who did not use condoms when having sex, there were MSM who were HIV positive but still changed partners, there were MSM with a Diploma III education who did not use condoms when having sex, there were MSM with a high school education.Already has a wife but uses condoms when having sex with MSM.Objective: to find out the relationship between HIV/AIDS knowledge and risky sexual behavior.The research sample consisted of 88 respondents taken using the snowball technique, using univariate and bivariate analysis.Results: There was a relationship between HIV knowledge /AIDS with risky sexual behavior in the MSM group with p value = 0.000 (a = 0.05)"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Dewantari
"Ketaatan minum obat dalam penanganan HIV/AIDS dengan pengobatan ARV merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan terapi. Di Indonesia belum ada data yang menyebutkan angka pasti ketaatan minum obat ARV pada ODHA. Ketaatan minum obat ARV dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor psikologis (stigma diri dan fungsi kognitif) dan non psikologis yang terdiri dari faktor demografi (umur, waktu tempuh tempat tinggal ke rumah sakit, akses berobat, tingkat pendidikan, pekerjaan, tinggal sendiri atau bersama orang lain, pembiayaan berobat, penggunaan NAPZA) dan faktor obat dan penyakit (kompleksitas regimen obat, adanya infeksi oportunistik, sumber transmisi HIV).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ketaatan minum obat ARV pada ODHA yang berobat di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 67,7%, stigma diri memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV, sedangkan faktor non psikologis yang diteliti dan fungsi kognitif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV.

Adherence to ARV is an important factor in determining the success of HIV/AIDS treatment. There has been no data about adherence to ARV in plwh in indonesia. Adherence to ARV is influenced by psychological factors (self-stigma and cognitive function) and non-psychological factors consisting of demographic (age, travel time between living place and hospital, access to treatment, level of education, occupation, living alone or with others, treatment payment, illicit drugs use), disease and treatment factor (treatment regimen complexity, opportunistic infections, source of HIV transmission).
The result of this study showed that prevalence of adherence to ARV in plwh coming to HIV integrated service unit Cipto Mangunkusumo hospital is 67,7%, that self-stigma had significant relation with adherence to ARV, while psychological factors and cognitive function had no significant relation with adherence to ARV.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nurlina
"Perkembangan infeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV) di dunia sangat progresif. Sejak ditemukan di dunia tahun 1981 sampai dengan tahun 2016 jumlah penderitanya telah mencapai puluhan juta jiwa. Jumlah penderita baru infeksi HIV di Kabupaten Cirebon memiliki kecenderungan yang sama dengan kondisi dunia. Pada tahun 2017 jumlah penderita baru meningkat 50% dibanding tahun 2009. Penyebaran Infeksi HIV masih terkonsentrasi pada populasi kunci dengan pola transmisi utama melalui hubungan seks tidak aman. Upaya pencegahan primer yang dilakukan adalah deteksi dini status HIV seseorang dan konseling terhadap faktor risiko yang dimiliki melalui kegiatan Voluntary Counselling And Testing (VCT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya hubungan antara perilaku seks berisiko dengan infeksi HIV pada Klien VCT Di Kabupaten Cirebon.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional menggunakan data sekunder kegiatan VCT tahun 2017. Populasi penelitian ini adalah klien yang berkunjung pada kegiatan VCT, melakukan konseling pra test, tes HIV dan konseling pasca menerima hasil tes. Klien yang berkunjung terdiri dari terdiri dari populasi kunci (gay/LSL, penasun, penjaja seks (PS), pelanggan PS, waria, dan WBP) serta pasien TB dan pasangan risti. Dilakukan analisis regresi logistik untuk mendapatkan estimasi besar hubungan antara perilaku seks berisiko dengan infeksi HIV setelah dikendalikan variabel kovariat.
Proporsi infeksi hiv pada klien VCT di Kabupaten Cirebon tahun 2017 sebesar 3,0%, sedangkan proporsi perilaku seks berisiko sebesar 80,4%. Didapatkan besar hubungan (POR) antara perilaku seks berisiko dengan infeksi HIV pada klien VCT di Kabupaten Cirebon sebesar 2,23 (95% CI ; 1,019-4,899) setelah dikendalikan jenis kelamin. Proporsi perilaku seks berisiko pada klien VCT sangat tinggi, klien VCT yang melakukan perilaku seks berisiko berpeluang terinfeksi HIV sebesar 2,23 kali dibandingkan dengan klien VCT yang tidak melakukan perilaku seks berisiko.
Direkomendasikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon agar dapat meningkatkan kegiatan promotif dan preventif yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan pencegahan infeksi HIV kepada masyarakat, melakukan pelatihan petugas lapangan dalam hal tehnik advokasi dan regulasi, meningkatkan frekuensi kegiatan VCT pada populasi kunci dan meningkatkan durasi serta kualitas konseling dalam kegiatan VCT.

The progression of Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection in the world is very progressive. Since found in 1981 until 2016 the number of cases has reached tens of millions of lives. The number of new HIV infections in Cirebon Regency has the same as the condition of the world. In 2017 the number of new cases increased by 50% compared to 2009. The spread of HIV infection is still concentrated in the key population with the main transmission pattern through unsafe sex. Primary prevention undertaken are early detection of a HIV status and counselling of risk factors through Voluntary Counseling and Testing (VCT) activities. This study aims to determine the magnitude of the association between risky sexual behavior with HIV infection on VCT Clients in Cirebon Regency.
This was cross sectional study using secondary data of VCT in 2017. The population is clients who visit VCT clinic, doing pre-test counselling, HIV test and post-test counselling. Clients are key populations (gay / MSM, customer sex workers, IDUs, sex workers, transgender, and prisoners), TB patients and legaly sex partner. Logistic regression analysis was used to estimate association between risky sex behavior and HIV infection after controlled covariate variables.
Nearly 3.0%. (85/2,858) of tested clients were positif HIV and 80.4% (2,299/2.858) client had risky sexual behavior. There was a significant association between risky sex behavior and HIV infection on VCT clients in Cirebon Regency (Adjusted POR=2.23 (1.019-4.899) after controlling to gender. The proportion of risky sex behaviors in VCT clients is very high, VCT clients who engage in sex-risk behaviors had a risk of 2.23 times for HIV infection compared to VCT clients who do not engage in risky sexual behavior.
It is recommended to the Cirebon Health Office to improve promotive and preventive programs to enhancing community knowledge and skills in preventing HIV infection, conducting outreach training in terms of regulatory and advocacy techniques, increasing the frequency of VCT and improving the duration and quality of counselling in VCT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>