Ditemukan 101756 dokumen yang sesuai dengan query
Rizkywidiasa
"
ABSTRAKPenolakan Indonesia dalam meratifikasi Konvensi UNESCO tahun 2001 tentang Perlindungan Cagar Budaya Bawah Air menunjukkan bahwa kesamaan visi bukanlah jaminan bagi negara untuk secara sukarela tunduk pada rezim internasional. Penelitian ini mengkaji alasan suatu negara dalam menolak berpartisipasi dalam sebuah kerja sama. Dalam kerangka teori partisipasi negara, Sitarman 2016 membuktikan bahwa faktor domestik dan mekanisme sanksi yang dibentuk dalam konvergensi norma sebuah institusi supra-nasional dapat mempengaruhi keputusan negara untuk menolak perjanjian internasional. Partisipasi negara dalam sebuah konvensi menuntut adanya komitmen dari pihak-pihak yang terlibat untuk menyelesaikan permasalahan global. Sebuah negara mengikat hukum yang disepakati perjanjian internasional untuk diterapkan dalam skala domestik melalui instrumen ratifikasi. Dengan menggunakan metode analisis kualitatif-deduktif, tesis ini berargumen bahwa penolakan ratifikasi oleh pemerintah disebabkan karena adanya tumpang tindih regulasi dalam faktor domestik disertai perbedaan prinsip dalam mengatasi klaim atas peninggalan bawah laut. Pada akhirnya, jika suatu negara memutuskan untuk meratifikasi atau menolak suatu perjanjian internasional, negara tersebut harus dapat menerima konsekuensinya. Dengan menempatkan isu ini sebagai kepentingan nasional, penolakan Indonesia dalam meratifikasi Konvensi UNESCO tahun 2001 tentang Perlindungan Cagar Budaya Bawah Air merupakan langkah strategis untuk menjaga aset milik negara dari kepentingan pihak asing.
ABSTRACTIndonesia refusal to ratify UNESCO 2001 Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage showed that vision parity is not an assurance for states to voluntarily participate in international regimes. This research analyze the reason of the state to refuse such cooperation. State participation theory claimed that domestic factor and sanction mechanism in norm convergence within supra national institution play significant role to influence state to reject international treaties. State participation in a convention requires commitment from parties involved to solve international problems. A state binds its law with international treaties through instrument of ratification. By using qualitative deductive analysis method, this thesis argues that the refusal to ratify the 2001 convention by the government were caused of the disparity in the scope of domestic law and principal difference to handle claims at underwater heritage. A conclusion, If a state has decided to refuse or accept a treaty, one should bear the consequences of the decision. By placing this issue as a national interest, Indonesia refusal to ratify UNESCO 2001 Convention could be interpreted as a strategic step to protect its assets from foreign intervention."
2018
T51634
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Estu Raharjo
"
ABSTRAK Laut Indonesia yang kaya situs kapal karam merupakan berkah sekaligus menjadi masalah. Kasus pencurian Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di perairan Indonesia telah berlangsung sejak awal perkembangan arkeologi bawah laut di era tahun 1970-an, dan masih berlangsung hingga hari ini. Melihat potensi dan permasalahan Cagar Budaya Bawah Air yang semakin mengkhawatirkan, maka sangat diperlukan landasan hukum yang kuat dan langkah nyata untuk melindunginya. Ketika hukum dan peraturan perundang-undangan Cagar Budaya Bawah Air tidak cukup kuat untuk melindunginya, maka Indonesia yang kaya Benda Cagar Budaya Bawah Air akan banyak kehilangan data sejarah. Tulisan ini akan mengulas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Cagar Budaya Bawah Air berikut permasalahan hukumnya serta menawarkan beberapa poin kritik yang dapat dijadikan acuan dalam merevisi peraturan perundang-undangan tersebut dan melangkah ke depan dalam rangka melindungi Cagar Budaya Bawah Air.
ABSTRACTThe Indonesian watersterritory which is rich in shipwreck sites is both a blessing and a problem. The case of theft on valuable objects from the sinking ship cargo in Indonesian waters has been going on since the beginning of the development of underwater archeology in the era of the 1970s, and still continues to recent day. Considering potential threats of Indonesian underwater cultural heritage, a strong legal basic and concrete steps are needed for protecting them. Without the strong law enforcement, Indonesia will lose most of its valuable historical data. This paper will review the laws and regulations related to underwater cultural heritage along with legal issues and offer some points of criticism that can be used as a reference in revising these laws and regulations and moving forward in order to protect underwater cultural heritage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52405
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Alfa Alauddin Arrisaputra
"Bangunan Landhuis Tjililitan merupakan salah satu peninggalan rumah Landhuis peninggalan Kolonial Belanda yang telah didirikan sejak abad ke-18. Kondisi bangunan Landhuis Tjililitan saat ini tidak terawat. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi nilai penting yang terdapat pada bangunan Rumah Besar Cililitan (Landhuis Tjililitan) dan menjelaskan upaya pelindungan cagar budaya yang dapat dilakukan terhadap bangunan Landhuis Tjililitan. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada penelitian cagar budaya yang dikemukakan oleh Pearson dan Sullivan (1995) dengan penyesuaian dengan tidak melakukan analisis perbandingan. Hasil dari penelitian ini adalah bangunan Landhuis Tjililitan memiliki beberapa nilai penting antara lain nilai sejarah, nilai pendidikan, nilai ilmu pengetahuan, dan nilai kebudayaan. Nilai penting yang terkandung dapat menjadi dasar pertimbangan bagi penetapan bangunan Landhuis Tjililitan sebagai cagar budaya. Kemudian, penelitian ini juga mengemukakan upaya-upaya pelindungan cagar budaya yang dapat dilakukan terhadap banguna Landhuis Tjililitan
The Landhuis Tjililitan building is one of the remains of the Dutch Colonial Landhuis house which was founded in the 18th century. The current condition of the Landhuis Tjililitan building is not maintained. Therefore, the purpose of this study is to identify the significant values contained in the Landhuis Tjililitan building and explain the efforts to protect cultural heritage that can be carried out for the Landhuis Tjililitan building. The research method used refers to the cultural heritage research proposed by Pearson and Sullivan (1995) with adjustments by not carrying out a comparative analysis. The results of this study are that the Tjililitan Landhuis building has several significant values including historical values, educational values, scientific values, and cultural values. The significant values contained can be the basis for consideration for the designation of the Landhuis Tjililitan building as a cultural heritage. Then, this study also suggests efforts to protect cultural heritage that can be carried out on the Tjililitan Landhuis building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ade Maulida Shifa
"Penelitian ini membahas mengenai perkembangan Bangunan Pendopo dari bangunan Villa Maria menjadi Kantor Pusat PT KAI. Pada Bangunan Pendopo hingga saat ini masih dipergunakan sebagai kantor administrasi perkeretaapian dan telah mengalami adaptasi setelah ditetapkan menjadi cagar budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam adaptasi Bangunan Pendopo Kantor Pusat PT KAI serta menganalisis kesesuaian penerapan adaptasi yang sudah dilakukan dengan prinsip dan regulasi hukum yang berlaku. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis didapatkan bahwa adaptasi mempengaruhi adanya perubahan fungsi ruang pada Bangunan Pendopo dan terdapat 3 bentuk adaptasi yang dilakukan, yaitu adaptasi dalam perubahan material, adaptasi dalam penambahan, dan adaptasi dalam pengurangan. Adaptasi dalam bentuk perubahan material dan penambahan pada Bangunan Pendopo telah sesuai dengan prinsip-prinsip adaptasi. Sedangkan bentuk pengurangan mengakibatkan merosotnya nilai penting yang terkandung dalam bangunan.
This paper discusses about the transformations of the Pendopo Building from Villa Maria building into the Central Office of PT KAI. The Pendopo building is still used as a railway administration office and has undergone adaptations after being a cultural heritage. This study aims to determine the changes that have occurred in the adaptation of the Pendopo building and to analyze whether the implementation of the adaptation that has been carried out in the cultural heritage building is in accordance with the adaptation principles and legal regulations. The method used is descriptive analysis starting from data collection, data analysis, interpretations, and conclusions. The results of the analysis found that adaptation affects changes in the function of space in the Pendopo Building and there were 3 forms of adaptation carried out in the Pendopo buildings, that is adaptation in material changes, adaptation in additions, and adaptation in reductions. Adaptation in the form of material changes and additions to the Pendopo building is in accordance with the adaptation principles. While the form of reduction results in a decline in the important value contained in the building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Manurung, Yanto H.M.
"Tesis ini membahas tentang konflik kepentingan dalam pemanfaatan kawasan yang terjadi pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi yang beberapa tahun belakangan ini kondisinya semakin semrawut. Bertumpuknya berbagai macam aktivitas pemanfaatan pada areal zona inti menyebabkan areal ini menerima beban yang cukup berat dan berdampak pada terancamnya pelestarian Cagar Budaya dalam kawasan ini. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk memetakan konflik kepentingan yang terjadi, mencari inti penyebab konflik dan menemukan kebijakan yang tepat untuk mengurangi konflik kepentingan yang terjadi pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Penelitian yang menggunakan pendekatan mix method ini melakukan dua kegiatan dalam pengumpulan datanya, yaitu berupa wawancara dan pengisian kuisioner oleh para expert. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa model pengelolaan yang masih sepenuhnya dipegang oleh pemerintah saat ini dianggap tidak lagi cocok untuk diterapkan karena akan menimbulkan banyak konflik antarstakeholder. Oleh karena itu perlu dibentuk Badan Pengelola yang bersifat co-management yang mampu menampung berbagai kepentingan stakeholders yang masing-masing memiliki perbedaan sasaran dan tujuan, dengan demikian konflik pemanfaatan pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi dapat diminimalkan.
This tesis discussed about the conflict of interests in the area utilization that occurred in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area of which condition has been even more chaotic in these last few years. The accumulation of various utilization activities in the core zone area has caused the area being quite overloaded and has threatened the preservation of the Cultural Heritages in the area. Hence this research attempted to map the occurring conflict of interests, to seek the nucleus cause of the conflict and to find the right policy to lessen the occurring conflict of interests in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area. The research used mix method approach and carried out two activities in its data collection, namely interviews and questionnaires filled by the experts. The result of this research showed that the management model that was still fully held by the government was currently considered as unsuitable to be applied because it would cause many conflicts among the stakeholders. Therefore a co management natured Management Board needed to be established. This Management Board should be capable to accommodate various interests of the stakeholders, each of whom had different goals and purposes. Hence the utilization conflict in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area could be minimalized. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49823
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Teuku M. Yusuf Syah Putra
"Tanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga warisan budaya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Kota Depok karena perkembangannya sangat cepat menuju kota modern. Kolaborasi bersama komunitas Kaoem Depok sebagai living heritage bersama seluruh stakeholder merupakan keniscayaan untuk menjadikan wilayah Depok Lama sebagai destinasi wisata sejarah Depok Lama dan menjadi ikon serta ruang publik baru bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif studi kasus pada lokus cagar budaya Depok Lama fokus secara yuridis empiris. Penelitian ini menghadirkan kebaruan terhadap urgensi kebijakan yang sinkron serta komprehensif serta adaptif dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat pada obyek bangunan cagar budaya yang melibatkan partisipasi masyarakat. Memaknai identitas perlu formulasi hibrid yang multikultur, bukan milik suatu entitas/etnis tertentu. Secara geobudaya, Depok Lama menunjukkan kekhasan pola berdasarkan alam budaya terkait residu budaya kolonialisme Belanda. Bahkan, menjaga warisan budaya itu akan meningkatan kohesi sosial mengingat kota tanpa bangunan tua seumpama dengan manusia tanpa ingatan.
The responsibility to maintain and protect cultural heritage is a challenge for the government and the people of Depok City because of its very fast development towards a modern city. Collaboration with the Kaoem Depok community as Living Heritage with all stakeholders is a necessity to make the Old Depok area a historical tourist destination for the Old Depok and become an icon and a new public space for the community. This study uses a qualitative case study approach at the Depok Lama cultural heritage locus, with a juridical and empirical focus. This research brings novelty to the urgency of policies that are synchronous as well as comprehensive and adaptive to the pace of community economic growth on cultural heritage objects that involve community participation. Making sense of identity requires a hybrid formulation that is multicultural, not belonging to a particular entity/ethnicity. According to geoculture, Old Depok shows a distinctive pattern based on cultural nature related to the cultural residues of Dutch colonialism. In addition, preserving this cultural heritage will increase social cohesion considering that a city without old buildings is like a human without memory."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yusuf Setiawan
"Kelenteng Boen Hay Bio merupakan salah satu tempat peribadatan tertua dari tiga kelenteng di kawasan Tangerang. Dua diantaranya telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Belum ditetapkannya kelenteng ini sebagai cagar budaya menjadi dasar dilakukannya penelitian ini dengan tujuan mengidentifikasi nilai penting pada bangunan beserta peringkatnya. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian kualitatif melalui studi pustaka, observasi lapangan, dan wawancara yang akan digunakan dalam menentukan nilai penting dan peringkat kelenteng. Hasil identifikasi nilai ini mengindikasikan bahwa kelenteng Boen Hay Bio memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai cagar budaya karena memiliki salah satu atau gabungan dari nilai sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan agama. Penelitian ini berkontribusi dalam penentuan kebijakan pelestarian kelenteng sebagai upaya pelestarian cagar budaya.
Boen Hay Bio Temple is one of the oldest places of worship of the three temples in the Tangerang area. Two of them have been designated as cultural heritage buildings. This temple has not been designated as a cultural heritage which is the basis for conducting this research with the aim of identifying the important values of buildings and their level of significant. This study uses qualitative research techniques through literature study, field observations, and interviews which will be used in determining the importance and ranking of temples. The results of this value identification indicate that the Boen Hay Bio temple meets the requirements to be designated as a cultural heritage because it has one or a combination of historical, scientific, cultural and religious values. This research contributes to the determination of temple preservation policies as an effort to preserve cultural heritage."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Ayuni Yustika Sari
"Pemaknaan terhadap warisan budaya memantik sebuah pembahasan dan perdebatan terkait diskusi warisan budaya secara global. Pembahasan seputar warisan budaya memiliki asal ontologis yang cukup kompleks, mengingat kehadiran wacananya yang bersifat lintas disiplin. Terlepas dari berkembangnya minat akademis dalam politik warisan budaya, belum terdapat pemahaman secara menyeluruh terhadap literatur warisan budaya dalam bingkai Ilmu Hubungan Internasional. Untuk mengisi ceruk tersebut, penulis melakukan tinjauan pustaka sistematis untuk menelaah badan literatur politik warisan budaya dalam Ilmu Hubungan Internasional. Penulis terlebih dulu memetakan perdebatan, konstruksi makna, serta tata kelola warisan budaya di tingkat global. Melalui pemetaan tersebut, penulis kemudian melakukan analisis tematis terhadap globalisasi wacana warisan budaya. Tema-tema tersebut di antaranya mencakup identitas, pascakolonialisme, diplomasi, keamanan, dan arus pariwisata. Berdasarkan kajian literatur, penulis berargumen bahwa: 1) terdapat jangkauan mengenai bagaimana warisan budaya dapat diidentifikasi atas dasar pengakuan oleh aktor-aktor internasional; 2) terdapat keterikatan warisan budaya dengan identitas simbolis suatu negara; serta 3) terdapat unsur wewenang dan tata kelola khusus atas rezim warisan budaya di tingkat internasional.
The meaning-making of cultural heritage sparks sequences of discussions and debates circumscribing the globalised past. A discussion surrounding cultural heritage embodies a complex ontological source, given the multidisciplinary nature of the globalised heritage discourse. Notwithstanding the growing level of scholarly interest towards heritage politics, a comprehensive understanding of cultural heritage literature within the International Relations framework is noticeably absent. To address this gap, I conveyed a systematic literature review to identify the state of knowledge on how cultural heritage politics is being scrutinised globally. The first half of the research maps the debate, construction, and the global governance of cultural heritage. Through the aforementioned mapping, the second half contains a thematic analysis towards the globalised discourse of cultural heritage. This research pinpoints five major themes, among others, including: identity, postcolonialism, diplomacy, security, and tourism. Based on a thorough literature review, I argue that: 1) there is a notion of how certain heritage is acknowledged by international actors; 2) there is a nexus between cultural heritage and a symbolic identity of a state; and 3) there is a particular authority and governance within the international heritage regime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Jakarta: Direktorat pelestarian cagar budaya dan permuseuman,
306 BCB
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Dhita Ashita Haruni
"The protection against cultural heriage was relatively narrow at first, which only includes the protection of tangible cultural heritage. But along the course of time, arising from a conciousness that believes that folklore is a part of the cultural heritage, then folklore should also be eligible to obtain protection. This is because folklore is one of the key in providing a nation its own specific identity. Therefore, the folklore of a nation must be protected and preserved by the nation itself. However, in realization, protection and preservation can also be provided by international organizations through the establishment of various international legal instruments. Indonesia has set the protection of folklore in the copyright regime. But in reality, the protection is far from its objetive. The chacaracteristics that are rooted in folklore and copyright are conflicting. As a result, there`s a necessity for a more effective protection of folklor. The protection efforts that are provided trough various international legal instruments seek to reduce illicit claims of folklore done by a foreign partty.
Perlindungan terhadap warisan budaya pada awalnya bersifat relatif sempit yaitu perlindungan hanya terhadap benda cagar budaya. Namun seiring dengan jalannya waktu, timbul suatu kesadaran yang berpendapat bahwa folklor yang merupakan bagian dari warisan budaya juga layak untuk mendapatkan suatu perlindungan. Hal ini dikarenakan folklor merupakan salah satu kunci dalam memberikan suatu bangsa identitas yang khusus. Oleh karena itu, folklor suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perwujudannya, perlindungan dan pelestarian juga dapat diberikan oleh organisasi internasional melalui pembentukan berbagai instrumen hukum internasional. Saat ini Indonesia telah mengatur perlindungan folklor di bahwa rezim Hak Cipta. Namun pada kenyataannya, perlindungan tersebut jauh dari tujuannya. Karakteristik yang berakar dalam folklor dan Hak Cipta saling bertolak belakang, sehingga diperlukan suatu perlindungan yang lebih efektif terhadap folklor. Upaya-upaya perlindungan yang diberikan melalui berbagai instrumen hukum internasional bertujuan untuk mengurangi tindakan pengklaiman folklor yang tidak sah oleh pihak asing."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S26279
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library