Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184988 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yani Zamriya
"Latar belakang: Dermatitis atopik DA dapat memiliki dampak negatif pada kualitas hidup. Instrumen yang baku untuk menilai kualitas hidup anak dengan dermatitis atopik di Indonesia belum ada.
Tujuan: mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner children rsquo;s dermatology life quality index CDLQI berbahasa Indonesia pada anak dengan dermatitis atopik.
Metode: Studi potong lintang pada Maret-April 2018 di RSCM dan praktik swasta konsultan alergi dan imunologi anak dengan subyek anak DA usia 4-14 tahun dan anak tanpa penyakit kulit matchingusia . Pasien dan atau orangtua mengisi kuesioner CDLQI berbahasa Indonesia. Waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner dicatat. Pasien dan atau orangtua kemudian mengisi kuesioner CDLQI berbahasa Indonesia ulang dengan dipandu oleh peneliti.
Hasil: Enam puluh pasien, yang terdiri dari 30 pasien DA dan 30 pasien kontrol, diikutsertakan dalam penelitian. Kuesioner CDLQI valid dengan p< 0,01 dengan membandingkan skor kelompok DA dan kontrol. Koefisien korelasi Pearson r setiap pertanyaan dengan total didapatkan 0,284-0,752. Dua faktor dengan nilai 0,684-0,852 didapatkan dari analisis faktor. Reliabilitas yang baik didapatkan dengan Cronbach rsquo;s alpha0,775. Indeks kesepakatan ditunjukkan dengan Kappa 0,934-1 p

Background: Atopic dermatitis AD has negative impacts on quality of life. Standard instrument to measure quality of life of children with atopic dermatitis in Indonesia was not yet available.
Aim: to prove validity and reliability Bahasa Indonesia version of children's dermatology life quality index CDLQI in children with atopic dermatitis.
Methods: A cross sectional study was conducted on March April 2018 in RSCM and pediatric allergy and immunology consultant's private practice. The patients, 4 to 14 year old, with AD and with problems unrelated to the skin age matched were included to complete this questionnaire in Bahasa Indonesia with or without the help of parents. All the patients completed CDLQI again with the help of physician. The time to complete the questionnaire was recorded.
Results: Sixty patients, 30 patients with AD and 30 control patients, were enrolled in the study. The validity of the CDLQI Bahasa Indonesia version was p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Devina Esmeralda
"Latar belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronik residif dengan manifestasi utama berupa gatal dan iritasi kulit yang berkepanjangan. Antihistamin oral telah digunakan secara luas untuk mengurangi gatal pada DA namun efektivitasnya masih kontroversial. Setirizin merupakan antihistamin-1 generasi kedua yang digunakan pada penyakit alergi, termasuk gatal yang berhubungan dengan DA.
Tujuan. Untuk menilai efektivitas penggunaan setirizin dibandingkan dengan plasebo dalam terapi DA.
Metode. Studi klinis acak terkontrol dilakukan selama Agustus 2014 sampai Mei 2015. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi usia 6 bulan sampai 15 tahun dengan DA derajat sedang dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan diterapi dengan setirizin (0,25mg/kgBB, dua kali sehari untuk pasien < 2 tahun dan sekali sehari untuk pasien > 2 tahun) sedangkan kelompok kontrol mendapat plasebo. Derajat keparahan DA pada kedua kelompok diukur dengan indeks SCORAD dan kekambuhan DA dievaluasi setiap bulan selama 6 bulan.
Hasil penelitian. Total 38 subjek penelitian (18 plasebo, 20 setirizin) ikut serta dalam penelitian dan dianalisis dengan per protocol analysis. Karakteristik dasar meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat atopi tidak berbeda di kedua kelompok. Derajat keparahan DA berdasarkan indeks SCORAD pada kedua kelompok adalah derajat sedang (kelompok kontrol 31,5 vs kelompok perlakuan 34,75). Selama pengobatan 6 bulan derajat keparahan DA menurun bertahap dengan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan (31,5 menjadi 0 vs 34,75 menjadi 0, p=0,200). Kekambuhan DA pada kelompok setirizin tidak lebih rendah daripada kelompok kontrol dengan tidak terdapat perbedaan bermakna (2 dari 17 subjek vs 2 dari 14 subjek, p=1,000).
Simpulan. Pengobatan setirizin selama 6 bulan pada anak dengan DA derajat sedang tidak dapat mengurangi kekambuhan maupun derajat keparahan penyakit.

Background. Atopic dermatitis (AD) is chronic relapsing skin disease, characterized by intense itching and inflammation. Oral antihistamine has been widely used to reduce pruritus of AD but the effectiveness is still controversial. Cetirizine is a second generation H1 selective antagonist that has been used in allergic diseases, including AD-associated pruritus.
Objective. To assess the efficacy of cetirizine compared with placebo for the treatment of AD.
Method. A randomized clinical controlled trial was performed during August 2014 until May 2015. Eligible patients aged 6 months ? 15 years with moderate AD was divided into treatment group and control group. Treatment group were treated for 6 months with cetirizine (0.25 mg/kg twice daily for patients < 2 years old, once daily for patients > 2 years old), while the control group was given placebo. The severity of AD between both groups was measured by SCORAD index and recurrence was evaluated every month for 6 month-period.
Results. A total of 38 subjects (18 with placebo, 20 with cetirizine) participated in this study and a per protocol analysis was performed. The baseline characteristics, including age, gender and atopic history were similar in both groups. The severity of AD according to SCORAD index were moderate (control group 31,5 vs treatment group 34,75). During 6 month-study period, the severity of AD decreased steadily with no statistical differences between placebo and treatment group (31,5 to 0 vs 34,75 to 0, p=0,200). The recurrence of AD in cetirizine group were not lower than control group with no statistical differences (2 from 17 subject vs 2 from 14 subject, p=1,000).
Conclusion. Cetirizine treatment in children with atopic dermatitis for 6 month-period cannot reduce reccurence and disease severity of moderate AD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhanif Fauzanputra
"Latar Belakang TOPICOP adalah suatu skala yang dikembangkan untuk mengevaluasi topical steroidphobia pada pasien dermatitis atopik atau orang tuanya yang telah menjalani validasi statistik awal. TOPICOP dibuat dan diuji di Perancis, namun dimensi yang dieksplorasi pada kuesioner ini tidak terbatas pada pasien di Perancis dan validasi skala lebih lanjut di negara dan budaya lain diperlukan untuk memfasilitasi studi perbandingan internasional. Saat ini, belum tersedia instrumen penilaian prevalensi fobia steroid topikal di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan terjemahan serta uji validasi dan reliabilitas untuk membuat kuesioner TOPICOP berbahasa Indonesia agar dapat digunakan untuk penelitian dan pelayanan. Setelah divalidasi, akan dilakukan survey terhadap responden terkait topical steroid-phobia. Metode Kuesioner TOPICOP asli berbahasa Inggris diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Pengisian kuesioner TOPICOP ini dilakukan pada 30 subjek penelitian (SP) di Poliklinik Kulit dan Kelamin dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai Pearson Correlation dan nilai signifikansi. Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung nilai Cronbach’s alpha. Hasil Terjemahan kuesioner TOPICOP asli berbahasa Inggris menghasikan kuesioner TOPICOP versi Bahasa Indonesia. Rentang nilai Pearson Correlation. pada seluruh pernyataan pada kuesioner ini sebesar 0,162-0,768 dan nilai signifikansi berada di rentang 0,000001-0,394. Terdapat tiga butir kuesioner yang tidak valid, yaitu BEL1, WOR2, dan BEH3. Nilai uji reliabilitas konsistensi internal pada pertanyaan yang valid pada kuesioner ini sebesar 0,826. Kesimpulan Perlu dilakukan beberapa modifikasi pada beberapa butir instrumen kuesioner TOPICOP agar dapat memenuhi uji validitasi.

Introduction TOPICOP is a scale developed to evaluate topical steroid-phobia in atopic dermatitis patients or their parents that has undergone initial statistical validation. TOPICOP was created and tested in France, however the questionnaire are not limited to patients in France and further validation of the scale in other countries and cultures is needed to facilitate international comparative studies. Currently, there is no instrument available to assess the prevalence of topical steroid phobia in Indonesia. Translation as well as validation and reliability tests are needed to create a TOPICOP questionnaire in Indonesian so that it can be used for research and services. After validation, a survey will be conducted on respondents regarding topical steroid-phobia Method The original TOPICOP questionnaire in English was translated into Indonesian. Filling out the TOPICOP questionnaire was answered by 30 research subjects at the Dermatology and Venereology clinic of dr. Cipto Mangunkusumo. The validity test is carried out by calculating the Pearson Correlation value and significance value. The reliability test was carried out by calculating the Cronbach's alpha value. Results The translation of the original TOPICOP questionnaire into English produces the Indonesian version of the TOPICOP questionnaire. Pearson Correlation value range. for all statements in this questionnaire it is 0.162-0.768 and the significance value is in the range 0.000001-0.394. There are three invalid questionnaire items, namely BEL1, WOR2, and BEH3. The internal consistency reliability test value for valid questions on this questionnaire is 0.826. Conclusion Several modifications need to be made to several items of the TOPICOP questionnaire instrument so that they can meet the validity test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simon Salim
"Latar Belakang : Implantasi pacu jantung permanen telah menjadi prosedur umum saat ini. Tujuan tindakan pemasangan pacu jantung permanen tidak lagi hanya sebatas morbiditas dan mortalitas, tetapi juga kualitas hidup. Dalam menilai kualitas hidup dibutuhkan kuesioner yang dapat merubah sesuatu yang kualitatif menjadi data kuantitatif. Kuesioner kualitas hidup yang ada saat ini belum ada yang berbahasa Indonesia. Untuk dapat digunakan dalam menilai kualitas hidup di Indonesia perlu adaptasi bahasa dan budaya. Selain itu, kuesioner terjemahan tersebut harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Metode : Studi ini adalah studi cross sectional yang terbagi dalam 2 tahap. Tahap awal berupa adaptasi bahasa dan budaya untuk dapat menghasilkan kuesioner SF-36 dan Aquarel berbahasa Indonesia. Tahap akhir berupa uji validitas dan reliabilitas kuesioner SF-36 dan Kuesioner Aquarel. Subjek berjumlah 30 orang pada tahap awal, dan 20 orang pada tahap akhir. Subjek merupakan pasien dengan pacu jantung permanen, yang kemudian akan dilakukan Tes Jalan 6 Menit (6MWT) dan pemeriksaan NT pro-BNP. Validitas SF-36 dinilai berdasarkan nilai korelasi Kuesioner dengan pemeriksaan penunjang, dan validitas Aquarel dinilai berdasarkan nilai korelasi kuesioner Aquarel dengan Kuesioner SF-36, dan korelasi kuesioner dengan pemeriksaan penunjang. Reliabilitas kuesioner dinilai berdasarkan konsistensi internal dan repeatabilitas. Hasil : Kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia memiliki korelasi positif antara 6MWT dengan domain PF (Physical Functioning) (r= 0,363; p=0,001), dan memiliki korelasi negatif antara NT Pro-BNP dengan domain GH (General Health) (r= 0,269; p = 0,020) dan MH (Mental Health) (r= -0,271; p = 0,019). Kuesioner Aquarel berbahasa Indonesia memiliki korelasi positif antara 6MWT dengan domain dyspneu (r=0,228; p=0,048), dan memiliki korelasi negatif antara NT proBNP dengan Domain Chest Discomfort (r = -0.231; p = 0.043) dan Dyspneu (r = 0.268; p = 0.020). Kedua kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia (Cronbach α = 0.789) dan Aquarel berbahasa Indonesia (Cronbach α = 0.728) memiliki reliabilitas dan repeatabilitas yang baik. Kesimpulan : Pada proses adaptasi bahasa dan budaya tidak terdapat modifikasi yang berarti pada kedua kuesioner dan dapat diterima baik oleh pasien. Kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia dan Kuesioner Aquarel berbahasa Indonesia bersifat valid dan reliable.

acemaker implantation has became common procedure in the last decades. The goal of our therapy was no longer about morbidity and mortality, but quality of life. In assessing the quality of life, we need a questionnaire that can change qualitative value to quantitative value. There is no quality of life questionnaires in Bahasa Indonesia, therefore we need language and cultural adaptation before we can use it in Indonesia. Moreover the translation questionnaire must has good validity and good reliability. We choose SF-36 as generic health related quality of life (HRQoL), as it is the most popular HRQoL questionnaire. Specifically for pacemaker patients, we choose Aquarel Questionnaire. Methods : This cross sectional study was divided into 2 steps. The first step was language and cultural adaptation to create SF-36 and Aquarel questionnaire in Bahasa Indonesia. The final step was validation and reliability test of the translated questionnaire. The subjects were 30 people for the first step , and 20 people for the final step. All the subject were patient with permanent pacemaker. We also conduct two diagnostic tests (6 Minutes Walk Test (6MWT) and NT pro-BNP). SF-36 validity was assessed by its correlation with diagnostic tests, and Aquarel validity was assessed by its correlation with SF-36 and with The diagnostic tests. Both questionnaire reliability assessed by its Internal consistency and repeatability. Results : Our indonesian version of SF-36 shows positive correlation between 6MWT and PF (Physical Functioning) ( r = 0.363 ; p = 0.001) and negative correlation between NT Pro-BNP value with GH (General Health) (r = -0.269; p = 0.020) and MH (Mental Health) (r = -0.271; p = 0.019). Our Indonesian version of Aquarel shows positive correlation between 6MWT with Dyspneu domain ( r = 0.228 ; p = 0.048 ) and shows negative correlation between NT Pro-BNP with Chest Discomfort (r = -0.231; p = 0.043) and Dyspneu (r = -0.268; p = 0.020). Both the Indonesian SF-36 (Cronbach ? = 0.789) and the Indonesian Aquarel (Cronbach ? = 0.728) shows good reliability and repeatability. Conclusions : We succed doing language and cultural adaptation of SF-36 and Aquarel questionnaire. Both Indonesian version questionnaire are valid and reliable .
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55664
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R A Myrna Alia
"ABSTRAK
Beberapa dekade terakhir terjadi peningkatan prevalens penyakit alergi di berbagaibelahan dunia. Data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik untuk anakusia 6-7 tahun di Indonesia adalah 2,8 , 3,6 dan 3,7 didapat dari penelitianInternational Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC fase III di Bandungtahun 2002 sehingga dibutuhkan data prevalens terbaru. Penelitian ini ditujukan untukmendapatkan data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik pada anak 6-7 tahun di kota Palembang sebagai bagian dari data nasional di Indonesia serta faktorfaktorlingkungan yang berhubungan. Studi deskriptif dengan desain potong lintangtelah dilakukan pada anak sekolah dasar SD kelas 1 usia 6-7 tahun yang tersebar di 96SD di Palembang dengan menggunakan instrumen kuesioner inti dan lingkunganISAAC. Sebanyak 4007 subjek memiliki data kuesioner inti yang lengkap dimasukkandalam perhitungan prevalens penyakit alergi, sedangkan 2045 subjek dengankelengkapan data kuesioner inti dan lingkungan dilakukan analisis untuk melihatadanya hubungan faktor lingkungan dan prevalens penyakit alergi. Prevalens asma,rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik secara berturut-turut adalah 4,2 ,4,5 dan4,4 . Analisis multivariat menunjukkan bahwa dengan faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma adalah penggunaan parasetamol 12 bulan terakhir palingtidak sebulan sekali [p=0,007; RO=5,10 IK95 1,56-16,73 ] dan frekuensi menontonTV 3-5 jam [p=0,014; RO=3,09 IK95 1,26-7,60 ]. Faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma berat adalah frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,004; RO=3,25 IK95 1,45-7,26 ] dan ibu merokok tahun pertamakehidupan anak [p=0,027; RO=4,00 IK95 1,17-13,72 ]. Prevalens rinokonjungtivitisberhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertama kehidupan [p=0,003;RO=1,94 IK95 1,25-3,03 ], pajanan hewan ternak pada tahun pertama kehidupan[p=0,009; RO=2,08 IK95 1,20-349 ], frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,013; RO=1,94 IK95 1,15-3,27 ] dan penggunaan parasetamol 12bulan terakhir paling tidak sebulan sekali [p=0,008; RO=4,99 IK95 1,52-16,41 ].Dermatitis atopik berhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertamakehidupan [p=0,013; RO=1,71 IK95 1,12-2,62 ] dan frekuensi makan sayur ge;3 kaliseminggu [p=0,004; RO=0,47 IK95 0,28-0,79 ]. Prevalens penyakit alergi pada anakusia 6-7 tahun di Palembang ternyata tidak begitu berbeda dengan data prevalensISAAC fase III di Bandung. Faktor-faktor lingkungan yang secara bermaknaberhubungan dengan penyakit alergi perlu diteliti lebih lanjut untuk diteliti pengaruhnyaterhadap kejadian penyakit alergi.ABSTRACT
In recent decade, prevalence of allergic disease is increasing worldwide. The Indonesianprevalence of asthma, allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in 6 7 years oldgroup were 2,8 , 3,6 , and 3,7 respectively. These data were derived from phasethree International Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC conducted 15years ago 2002 in Bandung. Studies to determine latest prevalence of allergic diseasesin Indonesia are in order. Our study aimed to determine the prevalence of asthma,allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in Palembang as a part of our nationaldata and their association with environmental factors. This cross sectional study usingISAAC core and environmental questionnaire was conducted in 96 primary school inPalembang. The eligible subjects were 6 7 years old first grader. Four thousand andseven subjects with complete core questionnaire data were included in prevalencecalculation whereas 2045 subjects with complete core and environmental questionnairedata were included in bivariate and multivariate analysis. Prevalence of asthma, allergicrhinoconjunctivitis and atopic dermatitis were 4,2 , 4,5 and 4,4 respectively. Thecurrent use of paracetamol at least once a month p 0,007 OR 5,10 95 CI 1,56 16,73 and duration of TV viewing 3 5 hours a day p 0,014 OR 3,09 95 CI1,26 7,60 were associated with increased risk of asthma. High frequency of truck traffic p 0,004 OR 3,25 95 CI 1,45 7,26 and maternal smoking in the child rsquo s first yearof life p 0,027 OR 4,00 95 CI 1,17 13,72 were associated with increased risk ofsevere asthma. Factors associated with increased risk of allergic rhinoconjunctivitiswere early antibiotic exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI1,20 349 , early farmanimal exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI 1,20 349 , high frequency of trucktraffic p 0,013 OR 1,94 95 CI 1,15 3,27 , and current use of paracetamol at leastonce a month p 0,008 OR 4,99 95 CI 1,52 16,41 . Early antibiotic exposure p 0,013 OR 1,71 95 CI1,12 2,62 was associated with increased risk of atopicdermatitis whereas frequent consumption of vegetable ge 3 times a week was inverselyassociated with atopic dermatitis p 0,004 OR 0,47 95 CI 0,28 0,79 . Prevalenceof allergic disease in children 6 7 years old group in Palembang are similar to previousprevalence data from ISAAC phase III. Further study to determine the associationbetween these environmental factors and prevalence of allergic disease is required."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Badan Penerbit FKUI, 2011
616.51 BUK (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan penerbit FKUI, 2014
616.51 DER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Zulmiyusrini
"Latar Belakang. Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada orang dewasa dan menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang besar di dunia. Terdapat >60% pasien FA memiliki gangguan kualitas hidup yang signifikan. Kualitas hidup merupakan luaran baru yang penting dalam pelayanan kesehatan. Salah satu alat ukur kualitas hidup spesifik untuk pasien FA yang memiliki nilai psikometrik yang baik adalah The Atrial Fibrillation Effect on Quality-of-Life (AFEQT). Kuesioner ini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan digunakan secara luas di negara lain. Karena kuesioner ini belum pernah diterjemahkan dan divalidasi ke dalam bahasa Indonesia, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji validasi kuesioner AFEQT ke dalam bahasa Indonesia.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan pengambilan subjek penelitian yang memenuhi kriteria, bertempat di poliklinik Pelayanan Jantung Terpadu RSCM dari Desember 2021 hingga Maret 2022. Penelitian diawali dengan proses adaptasi budaya dan bahasa sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Guillemin dan Beaton. Sebanyak 30 subjek diikutsertakan pada proses adaptasi budaya dan bahasa dan 102 subjek diikutsertakan dalam proses validasi. Proses validasi meliputi uji validitas (validitas konstruk) dan uji reliabilitas (konsistensi internal dan test-retest).
Hasil. Penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner AFEQT bahasa Indonesia memiliki korelasi negatif yang kuat (r >0,6) terhadap domainnya masing-masing (r -0,639–-0,960) dan memiliki korelasi positif dengan seluruh domain SF-36 dengan rentang korelasi lemah hingga kuat (r 0,325–0,740). Pada uji reliabilitas didapatkan konsistensi internal yang baik (Cronbach’s ± untuk skor keseluruhan 0,947, masing-masing domain: Gejala 0,818, Aktivitas Sehari-hari 0,943, Kekhawatiran terhadap Terapi 0,894, dan Kepuasan terhadap Terapi 0,865) dan reliabilitas test-retest yang sedang hingga baik (0,521–0,828).
Kesimpulan. Kuesioner AFEQT bahasa Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik untuk menilai kualitas hidup pasien fibrilasi atrium di Indonesia.

Background. Atrial fibrillation (AF) is the most common arrhythmia in adults and causes great mortality and morbidity worldwide. There are >60% of patients with AF have a significant health related quality of life (HRQoL) impairment. Quality of life is an important new outcome in health services. AFEQT is one of the specific HRQoL questionnaires for AF patients which have good psychometric properties. This questionnaire has been translated into various languages ​​and is widely used in other countries. Since this questionnaire has never been translated and validated into Indonesian, this study aims to test the validity and reliability of the Indonesian version of AFEQT questionnaire.
Method. This cross-sectional study was conducted in Poliklinik Pelayanan Jantung Terpadu RSCM from December 2021 to March 2022. The study began with the translation and adaptation process according to the guidelines by Guillemin and Beaton. A total of 30 subjects were included in pre-testing process and 102 subjects were included in the validation process. The validation process includes validity tests (construct validity) and reliability tests (internal consistency and test-retest).
Results. This study shows that all question items in the Indonesian AFEQT questionnaire have a strong negative correlation (r > 0.6) towards their respective domains (r -0.639–-0.960) and have a positive correlation with all SF-36 domains with a weak to strong correlation (r 0.325–0.740). In the reliability test, there was good internal consistency (Cronbach's for overall score: 0.947, Domains: Symptoms: 0.818, Daily Activities: 0.943, Treatment Concern: 0.894, and Treatment Satisfaction: 0.865) and moderate to good test-retest reliability. (0.521–0.828).
Conclusion. The Indonesian version of AFEQT questionnaire has good validity and reliability to assess the quality of life of atrial fibrillation patients in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiudin Munasir
Jakarta: Sagung Seto, 2018
618.92 ZAK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teffy Nuary
"Latar belakang: Penilaian kualitas hidup dibutuhkan untuk menilai respons terapi. Saat
ini belum tersedia instrumen penilaian kualitas hidup pasien urtikaria kronik berbahasa
Indonesia. CU-Q2oL merupakan kuesioner spesifik urtikaria kronik yang pertama kali
dikembangkan dalam versi bahasa Italia. Proses adaptasi lintas bahasa dan budaya
diperlukan agar kuesioner dapat digunakan di Indonesia. Uji validitas dan reliabilitas
penting untuk memastikan telah digunakan bahasa atau istilah yang tepat sesuai budaya
setempat dan tidak terdapat perubahan validitas dan reliabilitas kuesioner tersebut.
Tujuan: Mendapatkan kuesioner CU-Q2oL berbahasa Indonesia yang diadaptasi dari
CU-Q2oL berbahasa Italia untuk menilai secara spesifik kualitas hidup pasien urtikaria
kronik.
Metode: CU-Q2oL asli berbahasa Italia diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Pengisian
kuesioner kualitas hidup urtikaria kronik (KHUK) dilakukan pada 40 pasien dengan
urtikaria kronik di poliklinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Cipto Mangunkusumo secara
daring menggunakan google form. Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai
koefisien korelasi, uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung nilai Cronbach α dan
intraclass coefficient (ICC).
Hasil: Adaptasi lintas bahasa dan budaya CU-Q2oL berbahasa Italia menghasilkan
sebuah kuesioner KHUK. Nilai koefisien korelasi seluruh pertanyaan dengan skor total
berkisar antara 0,467 – 0,856. Koefisien korelasi pertanyaan dengan skor ranah antara
0,585 – 0,958. Cronbach α seluruh pertanyaan 0,923 dan cronbach α pertanyaan sesuai
ranah antara 0,738 – 0,904. ICC seluruh pertanyaan adalah 0,913 dan ICC setiap ranah
antara 0,898 – 0,950.
Kesimpulan: Telah diperoleh kuesioner KHUK berbahasa Indonesia berdasarkan
adaptasi lintas bahasa dan budaya. Kuesioner KHUK berbahasa Indonesia dinyatakan
valid dan reliabel sebagai suatu alat ukur untuk menilai kualitas hidup pasien urtikaria
kronik di Indonesia.

Background: Assessment of quality of life is needed to assess therapeutic response.
There is no instrument for assessing the quality of life of chronic urticaria patients in
Indonesia. CU-Q2oL is a specific questionnaire for chronic urticaria that was first
developed in Italian version. Cross-language and cultural adaptation processes are
needed so that the questionnaire can be used in Indonesia. Validity and reliability tests
are important to ensure that the language or term that used is appropriate to the local
culture and there is no change in the validity and reliability of the questionnaire.
Objective: Obtain an Indonesian-language CU-Q2oL questionnaire that adapted from
Itaian version of CU-Q2oL to specifically assess the quality of life of patients with
chronic urticaria.
Method: The Italian version CU-Q2oL was translated into Indonesian language. The
KHUK questionnaire was answered by 40 chronic urticaria patients in dermatology
dan venereologi clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital using google form.
Validity test is done by calculating the value of the correlation coefficient, reliability
test is done by calculating the value of Cronbach α and intraclass coefficient.
Result: Cross-language and cultural adaptations of Italian vesrsion CU-Q2oL resulted
a KHUK questionnaire.. Correlation coefficient values for all questions with a total
score ranging from 0.467 to 0.856. The question correlation coefficient with domain
scores was between 0.585 - 0.958. Cronbach α of all questions 0,923 and the value of
cronbach α of questions according to the realm ranged from 0.738 - 0.904. The ICC for
all questions is 0.913 and the ICC for each domain ranges from 0.898 - 0.950.
Conclusion: KHUK questionnaire based on cross – language and cultural adaptation
has been obtained. The questionnaire is valid and reliable to assess the quality of life of
chronic urticaria patients in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>