Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alyssa Tanuwidjaja
"ABSTRAK
Industri Jasa Hiburan Karaoke Keluarga merupakan bentuk hiburan yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Selain memberi keuntungan bagi pengusahanya, usaha ini sebenarnya juga memberi keuntungan kepada para Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait. Undang-Undang Hak Cipta mengatur mengenai penggunaan ciptaan secara komersial, dimana usaha karaoke keluarga diwajibkan membayar royalti atas penggunaan ciptaan dalam usahanya kepada pihak berhak, diwakili oleh Lembaga Manajemen Kolektif LMK yang diberi wewenang oleh undang-undang tersebut. Tulisan ini membahas sistem pemungutan dan tarif royalti yang diberlakukan di Indonesia, yaitu dengan sistem borongan yang dibayar di awal tahun sesuai jumlah ruangan pada sebuah outlet. Tarif yang dikenakan untuk usaha karaoke keluarga adalah Rp 12.000,00 per ruangan per hari. Juga dibahas mengenai perlindungan bagi industri jasa hiburan karaoke keluarga, yang dirasakan belum cukup diatur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemungutan royalti sebaiknya digeser menjadi sistem pay per song, dimana usaha karaoke keluarga diwajibkan membayar royalti sesuai jumlah lagu yang diputar, dengan tarif tambahan pada saat pemasukkan lagu ke database karaoke. Tarif royalti juga belum mempertimbangkan tiap daerah di Indonesia dengan daya beli yang berbeda. Perlindungan terhadap usaha karaoke keluarga sudah mengalami peningkatan, walaupun masih banyak yang bisa diperbuat oleh Pemerintah.

ABSTRACT
The Industry of Family Karaoke is a highly demanded entertainment by the community of Indonesia. Besides bringing profit to the business owner itself, this business also gives profit to Creators, Copyright Holder, and Related Rights Owner. Copyright Law regulated about the usage of creations commercially, where family karaoke businesses are obligated to pay royalty for the usage of creations to the rightful owners, represented by the Collective Management Organizations CMO who have been authorized by the law. This paper discusses about the collection of royalty and the tariff enforced in Indonesia, known as whole package system, where businesses are obligated to pay at the beginning of the year, based on the number of rooms in an outlet. The royalty tariff for family karaoke business is Rp 12.000,00 per room per day. This paper also discusses about the protection to the family karaoke industry, which is felt being insufficient. This research uses juridicial normative method, with literature study accompanied by interviews. This research shows the fact that the collecting system of royalty should be changed to a pay per song system, in which the businesses are obligated to pay based on the songs played, with addition of fee when a song is input to the karaoke database. The tariff hasn rsquo t consider each region in Indonesia apiece. The protection of this business shows improvement, though there could be more to be done by the Government."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafiqi Ramadhan
"ABSTRAK
Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan
berbagai negara dan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi
mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak
Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional. Di dalam UU No. 28
Tahun 2014 sebagai pengganti UU No. 19 Tahun 2002 terdapat pengaturan baru
mengenai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). LMK merupakan badan hukum
nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta untuk mengelola Hak Ekonomi dalam
bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Adapun di dalam tulisan ini
membahas mengenai bagaimana peran dari LMK dalam pengelolaan hak ekonomi
dari Pencipta di bidang Lagu/Musik juga terkait usaha Karaoke sebagai Pengguna
Lagu/Musik untuk tujuan komersial yang harus membayar royalti kepada Pencipta.
Penelitian menggunakan metode Yuridis-Normatif dengan studi kepustakaan yang
dilengkapi dengan wawancara.
ABSTRACT
The development of creative economy into one of Indonesia and various countries
and the rapid growth of information and communication technology requires an
updates for the Copyright Act, considering Copyright become the most important
base of national creative economy. In Law No. 28, 2014 as the revision of Law
No. 19 In 2002 there is a new arrangement of the Collective Management
Organization (CMO). CMO is a nonprofit legal entity authorized by the Author to
manage the economic right in the form of to collect and distribute royalties. As in
this paper describes how the role of CMO in the management of the economic
rights of the creator in the field of Songs/Music also related in Karaoke businesses
as the user of Songs/Music for commercial purposes that have to pay royalties to
the Author. This research using the method of juridical-normative literature study
in addition with interview."
2015
S58245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Zulmanah Isnaem
"

ABSTRAK

Pembayaran royalti hak cipta musik dan lagu sangat kompleks karena terdiri dari berbagai mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, terdapat permasalahan baru dengan adanya pengaturan LMKN di Undang-undang tersebut. Fokus penelitian adalah perkembangan tentang Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia dan perbandingannya dengan Negara Singapura, rumusan Royalti antara Lembaga Manajemen Kolektif dengan Pengelola Usaha Karaoke, dan Penyelesaian Sengketa Royalti Antara Lembaga Manajemen Kolektif Dengan Pengelola Usaha Karaoke Ditinjau Dari UU Nomor 28 Tahun 2014 Berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/Pdt.Sus-HKI/2015. Metode Penelitian dilakukan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan di Singapura telah berdiri beberapa Lembaga Manajemen Kolektif yang berperan membantu para Pencipta menegakkan hak-haknya yang berkaitan dengan performance ciptaan lagu atau musik, dan secara nyata pemerintah Singapura sangat mendukung kegiatan Lembaga Manajemen Kolektif yang ada. Rumusan Royalti antara Lembaga Manajemen Kolektif dengan Pengelola Usaha Karaoke dituangkan dalam surat kuasa dan Perjanjian Kerjasama yang diberikan oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta kepada LMK.  Penyelesaian Sengketa Royalti Antara Lembaga Manajemen Kolektif Dengan Pengelola Usaha Karaoke Ditinjau Dari UU Nomor 28 Tahun 2014 Berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/Pdt.Sus-HKI/2015 diselesaikan melalui Pengadilan Niaga. Majelis PK mengakui eksistensi KCI telah diakui oleh UU Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta jo UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, Hakim Peninjau memberikan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut bukanlah untuk mencari keuntungan, namun kegiatan tersebut adalah untuk kepentingan para Pencipta.

 


ABSTRACT

Payment of music and song copyright royalties is very complex because it consists of various mechanisms as stipulated in Law No. 28 of 2014 concerning Copyright. In addition, there are new problems with the LMKN arrangements in the Law. Problems that will be the focus of the research include how to regulate the Collective Management Institution in Law No. 28 of 2014 compared to Law No.19 of 2002, How is the formula of Royalties between Collective Management Institutions and Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 of 2014, and How is the Royalty Management Collective Dispute Settlement with Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 Year 2014 Based on Verdict Number 122 PK/Pdt.Sus-HKI/ 2015. The method of research is normative juridical using secondary data sourced from primary and secondary legal materials. From the results of the research found in Singapore there have been established several Collective Management Institutions whose role is to help Creators uphold their rights relating to the performance of song or music creation, and in fact the Singapore government strongly supports the activities of existing Collective Management Institutions. Royalty formulation between the Collective Management Institution and Karaoke Business Managers is stated in a power of attorney and Cooperation Agreement granted by the Creator / Copyright Holder to the LMK. Royalty Dispute Settlement Between Collective Management Institutions and Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 Year 2014 Based on Verdict Number 122 PK / Pdt.Sus-HKI / 2015 resolved through the Commercial Court. The PK Assembly acknowledges the existence of the KCI has been recognized by Law Number 19/2002 concerning Copyright in conjunction with Law Number 28/2014 concerning Copyright. In addition, the Review Judge considers that the activity is not for profit, but that the activity is for the benefit of the Creator.

 

"
2019
T52848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Budiman
"Kreatifitas merupakan modal bagi seseorang untuk menciptakan karyanya. Meski demikian kreatifitas haruslah dapat membawa manfaat. Individu yang menghasilkannya juga perlu mendapatkan kepastian hukum sehingga terjaminlah perlindungannya. Namun perlindungan yang bersifat domestik dianggap belumlah cukup. Komunitas internasionalpun akhirnya turun tangan dengan mengeluarkan dua hal terkait perlindungan hak cipta, yakni Berner Convention dan Universal Copyright Convention. Setiap individu maupun kelompok secara regulasi mendapatkan perlindungan hukum (UU No.28 Tahun 2014). Negara berkembang khawatir bahwa penerapan HKI yang ketat justru akan membuat harga royalti dan lisensi makin mahal, dan negara-negara berkembang banyak yang belum bisa mengikuti regulasi yang ada dalam melakukan pembayaran royalti dan lisensi dalam konteks ini adalah royalti dan lisensi hak cipta musik. Dalam beberapa pasal pada Undang-Undang Hak Cipta, diaturlah apa yang dinamakan aspek pidana. Mulai dari Pasal 112 sampai dengan Pasal 119. Diantara delapan buah pasal tersebut, yang berkaitan dengan usaha karaoke adalah Pasal 113, Pasal 117, dan Pasal 119. Pasal 113 dan Pasal 117 mengatur mengenai larangan menggunakan hak ekonomi untuk kepentingan komersil tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Penegakan hukum aktual (actual enforcement) adalah gambaran yang tampak atau terealisir. Penegakan hukum aktual terjadi karena penegakan hukum total terhambat karena berbagai kendala seperti undang-undang yang tidak sempurna, kekurangan sarana dan prasarana penegakan hukum, kualitas sumber daya manusia yang kurang, juga partisipasi masyarakat yang rendah. Selain itu dalam penegakan hukum yang total terdapat diskresi dimana terdapat decision not to enforce. Situasi tersebut dinamakan diskresi polisi. Profesionalisme Polri dipertaruhkan dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum salah satunya dalam penegakan hukum tindak pidana Hak Cipta dalam usaha karaoke. Seorang polisi yang profesionalisme digambarkan sebagai seorang ahli yang memiliki pengetahuan khusus dalam suatu bidang tertentu yang dianggap penting dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu kemampuan penegakan hukum ideal dan aktual penting untuk mengetahui kondisi riil penegakan tindak pidana hak cipta dalam usaha karaoke oleh Polri.

Creativity is a capital for someone to create his work. Nevertheless creativity must be able to bring benefits. Individuals who produce it also need legal certainty so that protection is guaranteed. However, domestic protection is deemed insufficient. The international community finally intervened by issuing two things related to copyright protection, namely the Berner Convention and Universal Copyright Convention. Every individual or group in regulation gets legal protection (Law No.28 of 2014). Developing countries are concerned that the strict application of IPR will make royalties and licenses more expensive, and many developing countries that have not been able to follow existing regulations in paying royalties and licenses in this context are royalties and music copyright licenses. In several articles in the Copyright Act, what is called the criminal aspect is regulated. Starting from Article 112 to Article 119. Among the eight articles, those relating to karaoke business are Article 113, Article 117, and Article 119. Article 113 and Article 117 regulate the prohibition on using economic rights for commercial interests without the author's permission or holder Copyright. Actual law enforcement (actual enforcement) is a picture that appears or is realized. Actual law enforcement occurs because total law enforcement is hampered due to various obstacles such as imperfect laws, lack of facilities and infrastructure for law enforcement, lack of quality human resources, and low community participation. Besides that, in total law enforcement there is discretion where there is a decision not to enforce. This situation is called police discretion. The professionalism of the Indonesian National Police is at stake in carrying out its duties as a law enforcer, one of which is the enforcement of the law on Copyright in the karaoke business. A policeman whose professionalism is described as an expert who has special knowledge in a particular field that is considered important in people's lives. Therefore, the ability to enforce ideal and actual law is important to know the real conditions of enforcement of criminal acts of copyright in the karaoke business by the National Police."
Jakarta: Sekolah kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T55478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putu Ayu Wulansari
"Perjanjian memiliki peranan dalam industri musik. Terbukti dengan adanya kontrak-kontrak yang dibuat antara pencipta dengan para pengguna karya cipta milik pencipta. Namun, kenyataannya para pelaku industri musik kurang sadar akan pentingnya hukum perjanjian yang berkaitan dengan hak cipta, terbukti dengan adanya sengketa-sengketa yang terjadi antara pencipta lagu dan produser rekaman suara. Adanya hal tersebut, beberapa pencipta mengalihkan haknya untuk dikelola oleh pihak lain sehingga pihak tersebut bertanggung jawab terhadap hak pencipta. Salah satu pengelola hak cipta lagu milik pencipta di Indonesia ialah KCI (Karya Cipta Indonesia)yang menerima kuasa dari pencipta untuk mengelola hak cipta lagu dan menjadi kuasa atas pencipta dalam hal pengeksploitasian hak-hak milik pencipta yang digunakan pihak lain, salah satunya produser rekaman suara. Berdasarkan uraian tersebut, studi ini mengkaji perjanjian pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Studi ini mengkaji perjanjian antara pencipta, KCI, produser rekaman suara. Adapun permasalahan yang dikaji yakni bagaimana pengaturan pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu menurut hukum Indonesia, bagaimana bentuk pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri rekaman suara di Indonesia,bagaimana praktek pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji permasalahan ialah pendekatan normatif yuridis. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak KCI. Teknik analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif kualitatif. Ketentuan mengenai pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UUHC) jo Pasal 45 UUHC.Bentuk pengalihan diwujudkan dengan perjanjian yang ketentuannya secara umum tunduk pada buku III KUHPerdata.Prakteknya, pencipta mengalihkan pengelolaan hak atas karya cipta lagu kepada KCI, selanjutnya KCI atas kuasa pencipta mengadakan perjanjian lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dengan produser rekaman suara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Fridayanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36836
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Edlin Pradana
"Skripsi ini membahas mengenai hak cipta atas hak mengumumkan terkait penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia. Permasalahan dalam artikel ini adalah bagaimana kebijakan dan pengaturan yang ideal pada penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah yuridis normatif dengan tipologi preskriptif. Data yang penulis gunakan diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan pengaturan terkait penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. UUHC hanya mengatur mengenai definisi pengumuman dan kewajiban pembayaran royalti bagi pihak-pihak yang memanfaatkan hak ekonomi pencipta. Pengumuman di Indonesia pun didefinisikan terlalu luas. Jadi semua kegiatan yang melakukan pengumuman, diwajibkan untuk melakukan pembayaran royalti. Tentunya hal ini menimbulkan ketidak adilan bagi usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu batasan dan pengecualian terhadap hak mengumumkan khususnya bagi penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman.

This thesis discusses copyright on performing rights related to musical works used by food and beverage services in Indonesia. The problems in this article is how the policies and regulations are convenient to the musical works used by food and beverage services especially restaurant, caf and bar in Indonesia. The research method used in this research is normative with prescriptive typology. The data in this research are obtained through literature study and interview with relevant experts. The results showed that policies and regulations related to to musical works used by food and beverage services in Indonesia are not clearly regulated in Law No. 28 of 2014 on Copyright UUHC. UUHC only regulates the definition of the announcement performing right and the obligation of payment royalties for those who utilize the economic rights of the creator. Performing right in Indonesian regulation was definited to far. There are no limitation or excemption about this performing right. When someone do some performing work publicy, they must pay royalti to the owner of the work. Thus creating injustice for food and beverage services in Indonesia. So, there must be some limitation or excemption of performing right especially for the use of musical works by food and beverage services in Indonesia.
"
[Depok, ]: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>