Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118098 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mifta Huzaena
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perkembangan fungsi kata yang dari bahasa Melayu Klasik hingga Bahasa Indonesia abad ke-16 hingga abad ke-21. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1 Hikayat Amir Hamzah, 2 Hikayat Abdullah, 3 Layar Terkembang, dan 4 Laskar Pelangi. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kata yang, dari masa ke masa memiliki tiga fungsi: konjungsi perluasan, artikel pembentuk nomina, dan konjungsi pengantar objek. Namun, dalam bahasa Melayu modern atau bahasa Indonesia sudah tidak lagi ditemukan penggunaan fungsi kata yang sebagai konjungsi pengantar objek. Dalam pembentukan fungsi tersebut juga ditemukan konstruksi pembentukan kata yang, yang kemunculannya tidak mengalami perubahan dan mengalami perubahan. Dengan demikian, melalui analisis berdasarkan fungsi kata yang diketahui bahwa bahasa Indonesia mengalami perubahan dari akarnya, yaitu bahasa Melayu.

ABSTRACT
This research discusses the development of functions of the word yang from Classical Malay to Indonesian language from the 16th century to the 21st century . Using a descriptive method, the research looks into data sources obtained from 1 Hikayat Amir Hamzah, 2 Hikayat Abdullah, 3 Layar Terkembang, and 4 Laskar Pelangi. Based on the analysis of this research, it is perceived that yang, from time to time had three functions the expansion conjunctions konjungsi perluasan, an article forming noun artikel pembentuk nomina, and a conjunction introductory object konjungsi pengantar objek. In the formation of those functions, there are several constructions of yang which under went changes throughout time while some others remain the same. In fact, in the modern Malay or Indonesian language, the function of yang as a conjunction introductory object was no longer found. Thus, through the analysis of the function of yang in this study, it is apparent that the functions of the word yang in Indonesian has under gone some alterations compared to classical Malay as its root."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Valencia Malson
"Kata adinda memiliki arti ‘kata sapaan akrab kepada adik’. Kata yang banyak digunakan pada sebelum abad ke-20 ini sudah jarang ditemukan pada naskah novel modern. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri perkembangan adinda dalam bahasa Melayu sebelum abad ke-20 sampai sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan data penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang mengandung kata adinda. Sumber data dari penelitian ini adalah naskah klasik Melayu Hikayat Raja-Raja Pasai (www.mcp.anu.edu.au), dan Hikayat Pandawa Lima (www.mcp.anu.edu.au), novel abad ke-20 Salah Asuhan (Abdoel Moeis) dan Tenggelamnya Kapal van Der Wijck (Hamka), dan novel abad ke-21 Gadis Kretek (Ratih Kumala) dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Eka Kurniawan). Data dikumpulkan dari dokumen digital, kemudian dimasukkan ke aplikasi AntConc untuk mempermudah pengolahan data. Setelah itu, data dipisahkan menurut fungsinya: 1) kata sapaan, 2) pronomina, dan 3) nomina kekerabatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kata adinda telah berkurang seiring perkembangan zaman. Kata adinda pada naskah sebelum abad ke-20 berguna sebagai kata sapaan, pronomina, dan nomina kekerabatan, pada abad ke-20 digunakan sebagai kata sapaan dan pronomina, dan pada abad ke-21 tidak ditemukan penggunaan kata adinda lagi.
The word “adinda” means ‘a term of endearment for a younger sibling’. This term, widely used before the 20th century, is rarely found in modern novel manuscripts. This research aims to trace the evolution of “adinda” in the Malay language from before the 20th century to the present day. The study utilizes qualitative methods, and its data consists of sentences containing the word “adinda”. The data sources include classic Malay texts such as Hikayat Raja-Raja Pasai (www.mcp.anu.edu.au) and Hikayat Pandawa Lima (www.mcp.anu.edu.au), 20th-century novels Wrong Upbringing (Abdoel Moeis) and The Sinking of van Der Wijck (Hamka), as well as 21st-century novels Cigarette Girl (Ratih Kumala) and Vengeance is Mine, All Others Pay Cash (Eka Kurniawan). Data was collected from digital documents and processed using the AntConc application for easier data analysis. Subsequently, the data was categorized into: 1) terms of address, 2) pronouns, and 3) kinship nouns. The results indicate a decline in the use of the word “adinda” over time. In texts before the 20th century, “adinda” served as a term of address, pronoun, and kinship noun. In the 20th century, it was used primarily as a term of address and pronoun, while in the 21st century, its usage was no longer found."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wilis Putri Andreasti
"Skripsi ini membahas fungsi bahasa Roman Jakobson yang muncul pada ujaran dalam film Fack Ju Göhte yang mengandung kata Arsch dalam berbagai bentuk. Film Fack Ju Göhte dipilih karena merupakan film komedi remaja yang menjadi film tersukses di Jerman pada tahun 2013. Teori yang digunakan, yaitu fungsi bahasa, makna kata, dan morfologi dalam bahasa Jerman. Hasil dari penelitian ini adalah kalimat yang mengandung kata Arsch memiliki fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitis. Selain itu, kalimat yang mengandung kata Arsch lebih banyak muncul bukan sebagai makian.

This thesis discusses Roman Jakobson?s functions of language in a statement uttered in a film called Fack Ju Göhte, which contains the word Arsch in various forms. The Fack Ju Göhte film is chosen because it is a young adult comedy that became the most successful film in Germany in the year 2013. The theories being used are language function, the meaning of a word, and morphology in Germany language. The result from this research is the finding that sentences that contain the word Arsch have the functions of referential, emotive, conative, and poetic. Furthermore, sentences that contain the word Arsch appear more often not as a swearing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Zhafran Afdhal
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas perkembangan pemakaian yang terjadi pada kelas kata interjeksi bahasa Indonesia secara diakronis pada data interjeksi di dalam 4 novel populer, yaitu 2 novel populer pada periode Melayu Baru dan 2 novel pada periode bahasa Indonesia. Penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana bentuk dan fungsi interjeksi yang terdapat dalam 4 novel populer pada dua periode tersebut. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, digunakan teori-teori interjeksi yang dikemukakan oleh para ahli, yakni Harimurti Kridalaksana 1998 , Hasan Alwi 2000 , dan Abdul Chaer 2008 . Selain itu, dalam bentuk interjeksi dan fungsi digunakan teori morfologi dan semantik oleh Abdul Chaer 1995, 2008 , J.S. Badudu 1985 , dan Harimurti Kridalaksana 1992 . Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan bagaimana pemakaian kelas kata interjeksi dalam 2 novel populer pada masa Melayu Baru dan 2 novel populer pada masa bahasa Indonesia. Di samping itu, digunakan pula pendekatan proses Chaer, 2008 untuk menjawab permasalahan bentuk interjeksi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengayaan yang terjadi terhadap bentuk dan fungsi interjeksi dalam 4 novel populer pada periode Melayu Baru hingga bahasa Indonesia.

ABSTRACT
This Research discusses the development of the usage that occurs in Indonesian language interjections word class diachronically in four populat novels, which is two popular novels from New Malay language period and two popular novels from Indonesia language period. This research answers the question about the interjections form and function that contained in four popular novels in two periods. To answers the research questions, the interjection theories were put forward by experts, namely Harimurti Kridalaksana 1998 , Hasan Alwi 2000 ,and Abdul Chaer 2008 . In addition, in the form of interjections and functions morphological and semantic theory is used by Abdul Chaer 1995, 2008 , J.S. Badudu 1985 , and Harimurti Kridalaksana 1992 . Descriptive method was used in this study to describe how to use the word intercourse class in 2 popular novels during the New Malay period and 2 popular novels during the Indonesian language. In addition, a process approach is also used Chaer, 2008 to answer the problem of forms of interjection. The results of this study indicate that there is an enrichment that occurs in the form and function of interjection in 4 popular novels in the New Malay period to Indonesian."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmeen Ramadhanty Ghozali
"Perkembangan bahasa Melayu–bahasa Indonesia terlihat dalam berbagai tataran, termasuk kosakata. Salah satu kosakata yang mengalami perkembangan dalam bahasa Melayu–bahasa Indonesia adalah kosakata penutup, khususnya penutup anggota tubuh bagian kepala seperti hijab dan layah. Berkaitan dengan perkembangan kosakata tersebut, penelitian ini membahas makna dan perubahan makna kata hijab dan layah dalam bahasa Melayu–bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan makna kata hijab dan layah dalam bahasa Melayu–bahasa Indonesia berdasarkan definisi dalam kamus dan pemakaian dalam korpus. Penelitian ini menggunakan metode kualitiatif dengan teknik observasi dan studi pustaka. Dalam penelitian ini, digunakan data dari korpus Malay Concordance Project dan Leipzig Corpora Collection. Berdasarkan analisis komponen makna dan perubahan makna, kata hijab dan layah dalam bahasa Melayu–bahasa Indonesia mengalami perubahan makna berupa perluasan makna. Selain itu, terdapat variasi pemakaian kata hijab dan layah dalam bahasa Indonesia. Variasi pemakaian kata hijab adalah jilbab, sementara layah disebut berguk dan bergo.

Development of Malay–Indonesian occurs at various levels. At vocabulary level, development of Malay–Indonesian found in words that means ‘cover’, especially ‘covering the limbs of the head’ such as hijab and layah. In relation with vocabulary development, this study examines meaning and semantic changes of hijab and layah in Malay and Indonesian. This study aims to explain semantic changes of hijab and layah in Malay–Indonesian based on their definition in dictionary and usage in corpus. This study uses qualitative methods with observation technique and literature review. This study uses data from two corpus, namely Malay Concordance Project and Leipzig Corpora Collection. Based on componential anaylisis of meaning and semantic change analysis, there are extension of meaning of hijab and layah in Malay–Indonesian. Besides that, there are variations of use of hijab and layah in Indonesian. Variations in the use of hijab are jilbab, while layah are berguk and bergo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Siti Maulidiya
"Kata aing adalah salah satu pronomina persona pertama tunggal dalam bahasa Sunda yang saat ini mulai digunakan dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri perkembangan kata aing dalam bahasa Sunda dan menjelaskan penggunaannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menjelaskan data secara deskriptif. Selain itu, penelitian ini juga berlandaskan kajian sosiolinguistik berupa variasi tingkat tutur. Data yang digunakan diambil dari naskah abad ke-16 berjudul Carita Parahyangan, naskah abad ke-18 berjudul Carita Waruga Guru, dan novel abad ke-20 berjudul Babalik Pikir sebagai data bahasa Sunda dan korpus deipzig Corpora Corporation (LCC) sebagai data bahasa Indonesia.  Hasil analisis menunjukkan bahwa kata aing pada naskah abad ke-16 digunakan pada empat variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur kelas lebih rendah kepada mitra tutur kelas lebih tinggi, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri, pada naskah abad ke-18 kata aing digunakan pada dua variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah dan penutur kepada dirinya sendiri, dan pada naskah abad ke-20 digunakan pada tiga variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri. Sementara itu, kata aing dalam bahasa Indonesia digunakan pada empat variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur kelas lebih rendah kepada mitra tutur kelas lebih tinggi, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri.

Aing is one of the first-person singular pronouns in the Sundanese language that is currently starting to be used in Indonesian. This research aims to trace the development of the word of aing in the Sundanese language and its usage in Indonesian. The study employs a qualitative method by describing the data descriptively. Additionally, it is grounded in sociolinguistic studies, focusing on variations in speech levels. The data used is extracted from 16th-century manuscripts titled Carita Parahyangan, 18th-century manuscripts titled Carita Waruga Guru, and a 20th-century novel titled Babalik Pikir as Sundanese language data. The Leipzig Corpora Corporation (LCC) corpus is used as Indonesian language data. The analysis results indicate that the word of aing in 16th-century manuscripts is used in four variations of speech levels: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers of lower classes to higher-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves, in 18th-century manuscripts, the word of aing is used in two variations: speakers of higher classes to lower-class interlocutors and speakers referring to themselves, and in 20th-century manuscripts, aing is used in three variations: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves. Meanwhile, the word of aing in Indonesian is used in four variations of speech levels: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers of lower classes to higher-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Rianty Purnamasari
"ABSTRAK
Sufiks merupakan salah satu jenis afiks yang berfungsi untuk membentuk
sebuah kata. Berdasarkan penelitian ini, di dalam bahasa Melayu, khususnya di
dalam Hikayat Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, sufiks –kan, baik yang berdiri
sendiri sebagai sebuah sufiks di belakang bentuk dasar maupun yang membentuk
kombinasi afiks, jumlah dan penggunaannya sangat produktif. Oleh karena itu,
penelitian ini mengambil sufiks –kan sebagai tema. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Penelitian ini membahas
pola-pola pembentukan kata bersufiks –kan, unsur-unsur yang mendampinginya,
dan makna kata bersufiks –kan yang ada di dalam Hikayat Abdullah bin Abdul
Kadir Munsyi.

ABSTRACT
Suffix is one of affixes type which has a function to form a word. Based
on this research, in the Malay language, specially in Hikayat Abdullah bin Abdul
Kadir Munsyi manuscript, -kan suffix which attached on the backside of a base as
an independent suffix and –kan suffix which combined with preffix on a base, are
productive. Therefore, this study raised –kan suffix as its theme. This research is a
qualitative descriptive analysis method. This study discusses about the patterns of
a –kan suffix word form, the elements which attached on it, and the meanings of
–kan suffix word form in Hikayat Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi manuscript."
2014
S60134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Nuari
"Skripsi ini membahas perbandingan bentuk dan makna reduplikasi yang terdapat dalam naskah-naskah pada empat periode bahasa di Indonesia: periode bahasa Melayu Kuna, Melayu Klasik, Melayu Peralihan, dan bahasa Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik diakronis dengan metode deskripsi komparatif. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori klasifikasi bentuk dan makna reduplikasi yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana (2007) yang dikombinasikan dengan teori Abdul Chaer (2008). Hasil dari penelitian ini: dalam periode bahasa Melayu Kuna-bahasa Indonesia, bentuk reduplikasi yang bertahan adalah reduplikasi fonologis, dwilingga, dwilingga berimbuhan (me- dan se-), dan paduan leksem yang mengandung reduplikasi. Adapun makna reduplikasi yang bertahan adalah 'jamak', 'intensif', dan 'iteratif'.

This thesis discusses comparisons reduplicated forms and meanings contained in the manuscripts in Indonesian languages in four periods: the period of Ancient Malay, Malay Classic, Transitional Malay, and Indonesian. This research is a diachronic linguistic with comparative-description method. The theory used in this research is the theory of classification of form and meaning of reduplication expressed by Harimurti Kridalaksana (2007) combined with the theory expressed by Abdul Chaer (2008). The results of this study: in the period of Ancient-Malay-Indonesian language, reduplication's form that still exist are phonological reduplication, dwilingga, dwilingga berimbuhan (me- dan se-), and alloys that contain reduplicated lexemes; and reduplication's meaning that still exist are 'plural', 'intensive', and 'iterative'."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fajrin Mardhiyyah
"Penelitian ini menganalisis makna leksem makara yang terdapat di dalam bahasa Arab dan Al-Qur`an, dan makna kata makar yang terdapat pada bahasa Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi leksem makara yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia tidak memiliki makna `menjatuhkan Pemerintah` atau berasosiasi dengan politik. Untuk membuktikan leksem makara tidak memiliki makna `menjatuhkan Pemerintah`, seluruh leksem makara dan derivasinya di dalam Al-Qur`an yang berjumlah 43 tidak memiliki makna tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan studi pustaka dengan tahapan identifikasi, klasifikasi, analisis, dan penarikan kesimpulan. Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori perubahan makna dari Abdul Chaer dan komponen makna dari Eugene Nida.Leksem makara dapat ditemui di dalam Al-Qur`an dengan bentuk verba dan nomina. Leksem makara yang terdapat di dalam Al-Qur`an tidak hanya memiliki makna `tipu daya`, melainkan terdapan makna-makna lainnya dan makna yang diklasifikasikan berdasarkan subjeknya. Pada saat Pemilihan Umum 2019, makar muncul di dalam pemberitaan media, sehingga dapat dilakukan analisis makna kata makar dengan menggunakan artikel-artikel tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa makna kata makar `menjatuhkan pemerintah` tidak dapat ditemukan pada makna leksem makara yang terdapat di dalam Al-Quran.

This study analyzes the meaning of the lexeme makara in Arabic language and the Koran, and the meaning of the word makar in Indonesian language. This research is motivated by the the lexeme makara which is absorbed into Indonesian does not have the meaning of  'overthrowing the Government' or associating with politics. To prove that the lexeme makara does not have the meaning of 'overthrowing the Government', all 43 makara lexemes and their derivatives in the Koran, do not have that meaning. This study was conducted with qualitative methods and literature study with the stages of identification, classification, analysis, and drawing conclusions. The theory used in this research is the theory of change in meaning from Abdul Chaer and the meaning component of Eugene Nida. The lexeme makara can be found in the Koran in the form of verbs and nouns. The makara lexem found in the Koran does not only have the meaning of  'deception', but there are other meanings classified according to the subject. During the 2019 General Election, makarappeared in the media, so an analysis of the meaning of the word makar could be carried out using these articles. This research found that the meaning of the word makar ' overthrowing the government' cannot be found in the meaning of the lexeme makara contained in the Koran.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Priyagung Purbantoro
"Partikel 之 zhī merupakan salah satu kaidah dalam bahasa Cina klasik yang masih terus digunakan dalam Bahasa Mandarin, kaidah yang dimaksud adalah fungsinya sebagai partikel penghubung induk dan pewatas dalam frase nominal. Dalam bahasa Cina klasik, partikel 之 zhī ternyata memiliki fungsi yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi gramatikal serta posisi partikel 之 zhī yang muncul dalam tiga teks berbahasa Cina klasik pilihan dari buku ajar “A First Course in Literary Chinese Volume I” (1974). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis yang ditunjang oleh studi kepustakaan. Data dianalisis dengan menggunakan teori beberapa pakar mengenai fungsi gramatikal partikel 之 zhī dan dipaparkan secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini diperoleh tiga fungsi gramatikal partikel 之 zhī, yaitu sebagai pronomina, partikel penghubung Subyek-Predikat, dan partikel penghubung induk dan pewatas. Berdasarkan posisinya, fungsi sebagai pronomina muncul ketika partikel 之zhī didahului oleh verba. Posisi partikel 之zhī sebagai partikel penghubung induk dan pewatas mendahului nomina atau frase nominal yang berperan sebagai induk dan didahului pronomina, frase nominal, atau frase verbal yang berperan sebagai pewatas. Posisi partikel 之zhī sebagai partikel penghubung Subyek-Predikat didahului oleh nomina atau pronomina yang memiliki fungsi sintaksis sebagai subyek dan diikuti oleh verba atau frase verbal yang memiliki fungsi sintaksis sebagai predikat.

The particle 之 zhī is one of the parts of speech in classical Chinese used in Mandarin, which functions as a connecting head and modifier in nominal phrase. In classical Chinese, the particle 之 zhī happens to serve a broader function. This study aims to identify the grammatical function and position of the particle 之 zhī in three selected classical Chinese texts from the textbook “A First Course in Literary Chinese Volume I” (1974). This study uses a qualitative approach with an analytical descriptive method supported by literature study. The data are analyzed by using theories related to the grammatical function of the particle 之 zhī and later described descriptively. The results of this study obtain three grammatical functions of the particle 之 zhī, namely as pronoun, the particle connecting Subject-Predicate, and particle connecting head-modifier. Based on its position, its function as a pronoun occurs when the particle 之 zhī is preceded by a verb. The position of the particle 之 zhī as head-modifier-connecting particle precedes noun or nominal phrase that acts as the head and is preceded by a pronoun, nominal phrase, or verbal phrase that acts as a modifier. The position of the particle 之 zhī as the Subject-Predicate-connecting particle is preceded by a noun or pronoun which has a syntactic function as subject and is followed by a verb or verbal phrase which has a syntactic function as predicate."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>