Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akbar Syailendra Adi Buwono
"Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016 memperluas pengertian persekongkolan menjadi tidak hanya sebatas terhadap pelaku usaha lain saja, tetapi juga pihak yang berkaitan dengan pelaku usaha lain. Tak hanya itu, putusan tersebut juga membatasi kewenangan penyelidikan yang dimiliki KPPU menjadi hanya sebatas pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan. Jepang sebagai salah satu contoh negara yang telah memiliki hukum persaingan usaha sejak lama, telah memberikan definisi persekongkolan sebatas perilaku antarpelaku usaha. Disamping itu, hukum persaingan usaha di Jepang telah memberikan kewenangan yang cukup besar untuk melakukan penyelidikan kepada Japan Fair Trade Commission JFTC sebagaimana diatur dalam Act on Prohibition of Private Monopolization and Maintenance of Fair Trade Antimonopoly Act. Perbandingan kedua poin diatas akan memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara kedua negara. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penafsiran pihak lain yang juga mencakup pihak yang berkaitan dengan pelaku usaha lain merupakan suatu hal yang tidak tepat. Selain itu, KPPU juga masih belum diberikan dengan jelas tindakan apa saja yang dapat dilakukan dalam melakukan penyelidikan oleh UU No. 5 Tahun 1999. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dari UU No. 5 Tahun 1999 dalam rumusan pasal persekongkolan dan kewenangan yang dimiliki oleh KPPU secara tegas dan jelas untuk memberikan kepastian hukum bagi KPPU untuk menjalankan kewenangannya.

Constitutional courts verdict No. 85 PUU XIV 2016 extends the definition of bid rigging is not only limited to other business actors, but also parties related to other business actors. Furthermore, the decision also restraints KPPUs investigation authority as long as collecting evidence for examination. Japan, as one example of a country that has had long standing business competition law, has given the definition of bid rigging only to the behavior among business actors. In addition, Japan rsquo s law of business competition also gives a lot investigation authority to Japan Fair Trade Commission JFTC as provided in Act on Prohibition of Private Monopolization and Maintenance of Fair Trade Antimonopoly Act. The comparison of these two points will show the differences between both countries. This research was conducted by normative juridical method. The results of the study show that the interpretation of other parties that also includes parties related to other business actors is an imprecise thing. In addition, KPPU also still has not given clear what action can be done in conducting investigation by Law no. 5 of 1999. Therefore, the refinement of Law No. 5 Year of 1999 is required, regarding on formulation of bid rigging and KPPUs authority should be clear to give legal certainty for KPPU to exercise its authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Maulana Randa
"Hukum persaingan usaha adalah salah satu instrumen yang wajib ada di dunia global ini. Keberadaan hukum persaingan usaha mengharuskan adanya lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum persaingan usaha tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh institusi penegak hukum persaingan usaha berdampak besar terhadap efektifitas penegakan hukum persaingan usaha. UU No. 5 Tahun 1999 mengamanatkan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia untuk dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Amerika Serikat adalah Negara yang sudah sejak dulu menegakkan hukum persaingan usaha, Federal Trade Commission Act melahirkan Federal Trade Commission (FTC), yaitu institusi penegak hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Kewenangan yang dimiliki FTC sangat besar. Perbandingan kewenangan antara FTC dan KPPU akan melihat celah perbedaan antar kewenangan yang dimiliki masing-masing lembaga.

Competition is a compulsory instrument of the global world. The existence of competition law requires an institution for the enforcement of the law. Authority of competition law enforcer has a big effect to the effectiveness of the enforcement of competition law. Law No. 5 Year 1999 mandated KPPU to enforce competition law in Indonesia. United States of America has been enforcing antitrust law from very long ago. Federal Trade Commission Act create a competition law enforcement agency named The Federal Trade Commission. Federal Trade Commission has a very broad scope of enforcement authority. By comparing KPPU's and FTC's law enforcement authority, the difference from each agency can be revealed. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Rionaldo Fernandez
"Tesis ini membahas tentang kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dalam struktur ketatanegaraan, mekanisme penegakan hukum persaingan usaha dan kekuatan hukum Putusan KPPU, serta analisis mengenai apakah seharusnya mekanisme penegakan hukum persaingan menggunakan sistem peradilan administratif mengingat KPPU merupakan lembaga dengan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif doktrinal dengan melakukan analisis permasalahan melalui pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dimana sumber data dititikberatkan pada data sekunder yang diperoleh dari berbagai bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan internet yang dinilai relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, KPPU merupakan lembaga negara penunjang auxiliary state rsquo;s organ bersifat independen yang dibentuk untuk membantu kinerja lembaga negara utama dibidang penegakkan hukum persaingan usaha. Kedua, Kekuatan putusan KPPU sangat tergantung dari reaksi terlapor, akan mempunyai kekuatan hukum tetap bila : 1 Pelaku Usaha tidak mengajukan keberatan, 2 alasan keberatan terhadap putusan KPPU ditolak oleh pengadilan negeri dan pelaku usaha tidak mengajukan kasasi kepada MA, dan 3 alasan-alasan Kasasi yang diajukan ditolak oleh MA. Ketiga, sistem peradilan administrasi di Indonesia diselenggarakan oleh PTUN, dan PTUN telah mengatur secara tegas bahwa yang menjadi wewenangnya adalah persengketaan yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, sedangkan KPPU bukanlah pejabat Tata Usaha Negara dan Putusan KPPU bukan keputusan Tata Usaha Negara, sehingga KPPU bukanlah termasuk dalam lingkup kewenangan dari peradilan administrasi negara.

This thesis discusses the position of Business Competition Supervisory Commission KPPU in the constitutional structure, mechanism of law enforcement business competition and legal force of KPPU 39 s Decision, and an analysis of whether the competition law enforcement mechanisms should use administrative court system considering KPPU is an institution with the authority to impose administrative sanctions. This thesis uses normative doctrinal research method by conducting problem analysis through law principles approach and referring to legal norms existed in laws, where the data sources are focused on secondary data obtained from various literatures such as legislation, books, and internet sources which are considered as relevant. The results show that First, KPPU is an independent auxiliary state 39 s organ formed to assist the performance of main state organs in field of business competition law enforcement. Secondly, the KPPU rsquo s decision force depends very much on the reaction of convict, will have legal force decision if 1 the business actor does not object 2 the reason for objection to KPPU 39 s decision is rejected by district court and business actor does not appeal to Supreme Court 3 proposed cassation reasons was rejected by Supreme Court. Thirdly, the administrative court system in Indonesia is administered by the State Administrative Court, and the Administrative Court has stipulates that its authority is a dispute arising in field of State Administration, while KPPU is not a State Administrative Officer and KPPU 39 s Decision is not a State Administrative Decision, so that KPPU is not within the scope of authority of state administrative court."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Namira Adjani Ramadina
"Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan sebuah produk reformasi yang secara efektif berlaku pada tanggal 5 Maret 2000. Dengan lahirnya undang-undang ini, dibentuklah sebuah lembaga independen yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan penegakan terhadap hukum persaingan usaha. Jika terdapat pelaku usaha yang melanggar hukum persaingan usaha, maka KPPU akan melakukan penegakan melalui pelaksanaan hukum acara persaingan usaha. Kendati demikian, pelaksanaan hukum acara persaingan usaha tidak luput dari sejumlah kekurangan. Sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dan sekaligus menyesuaikan dengan kebutuhan zaman serta kemajuan ekonomi, pemerintah melakukan perubahan serta penambahan sejumlah pasal yang sebelumnya tertuang pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Setelah 20 tahun sejak pengesahannya, UU No. 5 Tahun 1999 mengalami perubahan dengan diberlakukannya UUCK. Pengaturan ini dapat dibandingkan dengan regulasi di negara Amerika Serikat selaku negara common law yang telah memiliki hukum persaingan usaha sejak tahun 1890 dan memiliki dua lembaga penegak hukum persaingan, yaitu Federal Trade Commission sebagai lembaga independen dalam penegakan Antitrust Laws dan Antitrust Division of Department of Justice. Dalam penelitian ini, metode yang dipilih adalah yuridis-normatif dan setelah dilakukan analisis perbandingan dengan lembaga Federal Trade Commission di Amerika Serikat, maka dapat ditemukan persamaan maupun perbedaan dalam pelaksanaan hukum acara persaingan usaha dan ketentuan penjatuhan sanksi denda yang kemudian akan menghasilkan saran untuk kemajuan pelaksanaan hukum acara persaingan usaha Indonesia.

Indonesian Competition Law, namely Law No. 5 of 1999 concerning Monopolistic Practice and Unfair Competition is a product of reformation which was effective on March 5, 2000. With the enactment of this regulation, an independent agency tasked to supervise and enforce the Competition Law was formed. The commission is later referred to as Komisi Pengawas Persaingan Usaha or in short, KPPU. However, the implementation of the competition law still had some shortcomings. Thus, in order to overcome existing problems while at the same time adapt to the needs of times and economic progress, the government made changes and added a few articles that was previously contained in Law No. 5 of 1999, in Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation. After 20 years since it’s ratification, Law no. 5 of 1999 finally underwent some changes with the enactment of Law No. 11 of 2020. This regulation can be compared with regulations in the United States as a common law country who has had competition law since 1890 and has two enforcement agencies, namely the Federal Trade Commission as an independent agency in the enforcement of Antitrust Laws and the Antitrust Division of Department of Justice.The method chosen is juridicial-normative and after a comparative analysis has been carried out with the Federal Trade Commission in United States, similarities and differences can be found in the implementation of the competition law and the provisions for imposing fines which will the produce suggestions for advancement of indonesian competition law procedures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A`amunisa Tsania Urbakh Zaen
"Penelitian ini mengkaji implementasi asas demokrasi ekonomi dan penegakan kepentingan umum dalam hukum persaingan usaha, dengan fokus pada Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 15/KPPU-I/2022 mengenai perkara minyak goreng. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur bahwa persaingan usaha yang sehat di Indonesia harus sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi serta penegakan kepentingan umum yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana proses pengambilan keputusan Majelis Komisi mencerminkan asas-asas tersebut serta dampak hukum yang timbul dari keputusan ini. Dalam putusan ini Para Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 5 tentang penetapan harga, dan mereka dinyatakan melanggar Pasal 19 terkait penguasaan pasar. Namun atas putusan tersebut terdapat suatu dissenting opinion dari salah satu anggota Majelis Komisi yang menjadi perhatian utama dalam proses analisis terkait dengan Pasal 5 tentang penetapan harga, mengingat pentingnya pendapat tersebut dalam konteks penegakan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan Majelis Komisi dalam putusan terkait dampak kenaikan harga minyak goreng termasuk hingga terjadinya inflasi tidak sepenuhnya disebabkan oleh praktik anti persaingan, tetapi lebih dipengaruhi oleh lonjakan harga Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku utama minyak goreng. Temuan ini membawa implikasi signifikan terhadap bagaimana implementasi asas demokrasi ekonomi dan penegakan kepentingan umum dalam hukum persaingan usaha di Indonesia telah sepenuhnya terealisasi dalam pertimbangan hukum dan metode pembuktian yang digunakan oleh Majelis Komisi.

This research examines the implementation of the principles of economic democracy and the enforcement of public interest in competition law, focusing on the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) Decision Number 15/KPPU-I/2022 regarding cooking oil issues. Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition regulates that healthy competition in Indonesia must adhere to the principles of economic democracy and the enforcement of public interest as stated in Article 33 of the 1945 Constitution. This study aims to analyze how the decision-making process of the Commission reflects these principles and the legal implications arising from this decision. In this ruling, the Respondents were not proven to have violated Article 5 concerning price fixing, but they were found to have violated Article 19 regarding market dominance. However, there was a dissenting opinion from one of the Commission members that became a focal point in the analysis related to Article 5 on price fixing, given its importance in the context of law enforcement. The research findings indicate that the Commission's considerations in the ruling regarding the impact of rising cooking oil prices, including the occurrence of inflation, were not entirely caused by anti-competitive practices, but were more influenced by the spike in the price of Crude Palm Oil (CPO) as the main raw material for cooking oil. This finding has significant implications for how the principles of economic democracy and enforcement of public interest in competition law in Indonesia have been fully implemented in the legal considerations and evidentiary methods used by the Commission."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Bakharuddin
"Skripsi ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, mengenai perbandingan wewenang yang dimiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU , Badan Kartel Jerman Bundeskartellamt dan Japan Fair Trade Commission JFTC dalam rangka menyelesaikan kasus kartel berdasarkan praktek dan undang-undang yang berlaku di masing-masing negara, lalu skripsi ini membahas tentang wewenang yang dibutuhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU untuk menangani kasus kartel di Indonesia didasarkan pada wewenang yang dimiliki Badan Kartel Jerman Bundeskartellamt dan Japan Fair Trade Commission JFTC . Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan wewenang yang dimiliki masing-masing badan dalam penyelesaian perkara kartel di berbagai negara, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pilihan penyelesaian perkara kartel yang sesuai dan dapat membawa KPPU bekerja lebih baik di masa datang. Penyelesaian perkara persaingan usaha dibebankan kepada Badan Kartel Jerman Bunderkartellamt ; Japan Fair Trade Commission JFTC ; dan Komisi Perngawas Persaingan Usaha KPPU . Terdapat perbedaan peranan antara tiap komisi dalam penyelesaian perkara. Perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam tata cara penyelesaian perkara, perbedaan kewenangan dan tugas pada tiap-tiap komisi, perbedaan dalam penggunaan pembuktian dalam suatu kasus, program-program yang telah dilaksanakan dan sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU sebagai organ penegak Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih banyak kekurangan dalam menjalankan peranannya. Kekurangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya lemahnya wewenang KPPU dalam melakukan upaya paksa seperti penggeledahan, penyitaan dan upaya paksa terhadap saksi.

This thesis discusses two main issues. First, it compares about the authotity of Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU in Indonesia, the German Cartel Agency Bundeskartellamt and the Japan Fair Trade Commission JFTC in order to resolve the cartel cases based on practice and prevail regulation in each country. Second, it discusses about the Privileges that has been required by Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU in order to handle cartel cases in Indonesia, based on the authority that has been ownded by the the Cartel Agency of Germany Bundeskartellamt and the Japan Fair Trade Commission JFTC . The research was conducted by normative method. The purpose of this research was to provide a problem solving in cartel disputes by doing the comparision between all of those respective authorities in each countries and help the Komisi Pengawas Persaingan Usaha in oder to work better in the future. The completion regarding to business competition cases has been conducted by the Bunderkartellamt Japan Fair Trade Commission JFTC and Komisi Perngawas Persaingan Usaha KPPU . There are differences between the role of each commission in dispute settlement. The differences can be found in the procedures for settling disputes, differences of authority and tasks on each commission, the difference in the use of evidence in a particular case, the programs that have been implemented and many more. The researched concluded that KPPU as a representative organ in Indonesia subject to the rule of Law No. 5 Year 1999 concerning the Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition is having many shortcomings in performing its role. These condition is caused by several factors, including the lack of authority of the Commission in undertaking forceful measures such as search, seizure and forceful measures against the witness. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Faradylla Ninda Octaviani
"Praktik penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) meskipun telah diatur sebagai salah satu bentuk kegiatan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam Undang-Undang Anti Monopoli, namun fakta di lapangan ditemukan bahwa praktik penyalahgunaan posisi dominan justru kerap kali digunakan oleh para pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan usaha yang mereka jalankan. Permasalah yang kemudian diangkat adalah bagaimana penerapan pelanggaran penyalahgunaan posisi dominan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap putusan-putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan; Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi dan bagaimana bentuk analisis ekonomi yang digunakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membuktikan adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, menggunakan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan disimpulkan melalui metode deduktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada putusan Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi, keduanya telah terbukti secara sah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, sedangkan pada putusan Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan, posisi dominan yang dimiliki terbukti tidak disalahgunakan

Practice abuse of dominant position although has been set up as one form of unfair business competition in the Indonesia?s Antimonopoly Law, however the facts found that the practice of abuse of dominant position is often used by entrepreneurs in order to develop and managing their business. The issues which is the writer trying to solve is, how the adjustment of violation of abuse of dominant position under Article 25 of Indonesia?s Antimonoply Law related to The Commission for the Supervision of Business Competition's verdict Number: 15/KPPU-L/2006 on the distribution of LPG in South Sumatra; Number: 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamarts Supermarket; and Number: 17/KPPU-I/2010 on Pharmacy; and how the form of economic analysis used by the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) in proving the existence of abuse of dominant position committed by entrepreneurs. This study is a normative, using secondary data processed in a qualitative and inferred through deductive method. Eventually, the results showed that the 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamart Supermarket; and the 17/ KPPU-I/2010 of Pharmacy, both have been proven to legally commit abuse of dominant position, meanwhile the 15/KPPU-L/2006 concerning the distribution of LPG in South Sumatra, had not proven to legally commit abuse of dominant position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akira Mairilia
"Tesis ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, bagaimanakah sistem penyelesaian perkara persaingan usaha di negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Dan kedua, bagaimanakah peranan KPPU dalam penanganan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pilihan penyelesaian perkara persaingan usaha yang sesuai dan dapat membawa KPPU bekerja lebih baik di masa datang. Penyelesaian perkara persaingan usaha dibebankan kepada Federal Trade Commission (FTC) dan Antitrust Division of The Department of Jusrice (DOJ-AD); the Australian Competition and Consumer Commission (ACCC), Autorité; Japan Fair Trade Commission (JFTC); dan Komisi Perngawas Persaingan Usaha (KPPU). Terdapat perbedaan peranan antara tiap komisi dalam penyelesaian perkara. Perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam tata cara penyelesaian perkara, perbedaan kewenangan dan tugas pada tiap-tiap komisi, perbedaan dalam penggunaan pembuktian dalam suatu kasus, program-program yang telah dilaksanakan dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU sebagai organ penegak Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih banyak kekurangan dalam menjalankan peranannya. Kekurangan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kelembagaan KPPU yang belum jelas, kewenangan KPPU yang cenderung bersifat absolute, dan sebagainya. Diperlukan penyempurnaan dari UU No.5 Tahun 1999 melalui pengaturan yang tegas mengenai hukum acara persaingan usaha guna menciptkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi Indonesia yang berpengaruh terhadap perekonomian negara.

This thesis mainly discusses about two issues. First, how does the dispute settlement system of competition in United States, Australia, France and Japan? And second, how does the role of KPPU to handling of competition dispute as compared to the United States, Australia, France and Japan? This research is conducted on a juridical normative method, the purpose of this research is provide a comparison of the settlement competition in many countries, which is intended to give an overview or option in dispute settlement that appropriate and could bring the KPPU to work better in the future. Competition settlement imposed on the Federal Trade Commission (FTC) and the Antitrust Division of the Department of Justice (DOJ-AD), the Australian Competition and Consumer (ACCC), Autorité, Japan Fair Trade Commission (JFTC) and Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). There are differences between each commission in settling cases. The differences can be found in the settlement procedure, the differences in the powers and duties each commission, the differences in the use evidence to a case, and so on.
The result showed that KPPU as a law enforcement organ of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 on prohibition of monopolistic practices and unfair business competition are still many lacks to execute its role. The lacks is caused by many factors, including the institutional of KPPU is not yet clear, the authority tend to be absolute, and so on. Required refinement of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 by setting strict regulation regarding antitrust law in order to establish competition for justice, legal certainty and the benefits to Indonesia that effect to the economy."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>