Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192938 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mugiarsih CH., Widodo
"ABSTRAK< b>
Penelitian ini diawali melalui suatu pemikiran penulis dengan ineinperhatikan jenis kelainan anak luar biasa khususnya anak tunarungu. Anak tunarungu mi meiniliki kelainan pendengaran yang harus mendapat pelayanan pendidikan secara khusus di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu. Anak tunarungu luengalaiui kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan tatabahasa yang balk dan benar dilingkungan kaum tunarungu, keluarga maupun masyarakat secara luas. Bagi anak tunarungu yang duduk di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu secara dini perlu inandapat pelayanan pendidikan dengan inenggunakan media koinunikasi
Adapun sebagai sarana untuk berkoinunikasi bagi anak tunarungu adalah menggunakan media komunikasi total dan oral.
Media komunikasi total dan oral mi dapat digunakan apabila
anak tunarungu dapat mengetahui kosa kata bahasa secara jelas
dan konkrit. Maksudnya bahwa perbendaharaan kosa kata yang
diiuiliki anak tunarungu iuelalui beberapa pengalaman berbahasa
pada masa-masa lalu dengan menunjukan benda gambar tiruan yang
akhirnya terjadi proses penainbahan kata-kata. Sebagai upaya
untuk meningkatkan perbendaharaan kosa kata pada anak tunarungu sesuai dengan kurikulum di Sekolah Luar Biasa bagian
tunarungu adalah melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang
tujuannya antara lain agar anak dapat berbahasa dengan baik
dan benar. Keterainpilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah
biasanya meliputi keterainpilan inenyimak mendengarkan, berbicara, meinbaca dan inenulis.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tiinbul
minat untuk mengadakan penelitian tentang kemampuan keterampilan membaca dan menulis permulaan siswa di kelas I Sekolah
Luar Biasa bagian tunarungu. Penelitian mi bertujuan untuk
mengetahui perbedaan keterampilan membaca dan keterampilan
menulis permulaan siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian
tunarungu dengan inenggunakan media komunikasi total dan media
koinunikasi oral.
Berdasarkan kajian teori, diajukan 2 hipotesis untuk
dibuktikan kebenarannya. Subyek yang diteliti adalah siswa
tunarungu di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu yang
meiniliki IQ rata-rata normal dan memiliki sisa pendengaran
antara 85-90 db keatas (tuli total), di Sekolah Luar Biasa
bagian tunarungu Santi Rama I dan II, jalan R.S. Fatinawati,
1]].
Cipete Jakarta Selatan dan Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu
Karya Mulya I dan II, jalan A. Yani 6-8, Surabaya pada tahun
pelajaran 1994 1995.
Analisis data dengan rumus t tes inenunjukan hasil penelitian
bahwa keterampilan meinbaca dan inenulis yang menggunakan media
komunikasi total dan yang menggunakan media koinunikasi oral
secara rinci dapat dikeinukakan sebagai berikut
1. Dengan menggunakan media komunikasi total, hasil keterampilan membaca siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian
tunarungu Karya Mulya I dan II Surabaya ternyata tidak
menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas
I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II
Jakarta yang menggunakan media komunikasi oral.
2. Dengan iuenggunakan media komunikasi total hasil keteraiupilan inenulis siswa di kelad I Sekolah Luar Biasa bagian
tunarungu Karya Mulya I dan II Surabaya ternyata tidak
iuenunjukan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I
Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II
Jakarta yang inenggunakan media komunikasi oral.
Berdasarkan hasil temuan seperti tersebut di atas penulis
menyarankan agar guru dalain mengajar meiubaca dan menulis
perinulaan siswa di kelas I dipilih guru yang senior, sudah
berpengalainan dalam menghadapi inasing-inasing individu. Maksudnya pada kelas-kelas rendah tingkat dasar dalam pendekatan
terhadap anak inemerlukan ketekunan, ketelatenan dan kesabaran
guru.
Guru di kelas I tidak hanya bertugas untuk mengajar,
tetapi sekaligus niempunyai peran ganda yaitu bisa sebagai
peinbimbing dan yang lebih penting adalah bisa sebagai pengganti orang tua bagi siswa-siswanya. Dengan suasana yang nyaman
tidak jauh berbeda situasi di sekolah maupun di rumah, tentunya dengan perasaan yang aman dan menggeinbirakan, sehingga
siswa dapat berkomunikasi secara luwes, yang keinungkinan besar
dapat menyerap materi pelajaran dengan lancar.
Kemudian bagi siswa yang menggunakan media komunikasi
total perlu diperhatikan dalam mengekpresikan komunikasi
secara terpadu, misal bukan hanya isyarat yang inenjadi pokok
perhatian nainun sekaligus kekompakan baca bibir ucapan lisan
yang jelas untuk inengikuti isyarat baku yang dilakukan.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugiarsih CH., Widodo
"Penelitian ini diawali melalui suatu pemikiran penulis dengan memperhatikan jenis kelainan anak luar biasa khususnya anak tunarungu. Anak tunarungu ini memiliki kelainan penden­garan yang harus mendapat pelayanan pendidikan secara khusus di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu. Anak tunarungu menga­lami kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan tata ba­hasa yang baik dan benar dilingkungan kaum tunarungu, keluarga maupun masyarakat secara luas. Bagi anak tunarungu yang duduk di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu secara dini perlu mandapat pelayanan pendidikan denqan mengqunakan media komunikasi.
Adapun sebagai sarana untuk berkomunikasi bagi anak tuna­ rungu adalah menggunakan media komunikasi total dan oral Media komunikasi tota1 dan oral ini dapat digunakan apabila anak tunarunqu dapat mengetahui kosa kata bahasa secara jelas dan konkrit. Maksudnya bahwa perbendaharaan kosa kata yang dimiliki anak tunarungu melalui beberapa pengalaman berbahasa pada masa-masa lalu denqan menunjukkan bendajgambar tiruan yang akhirnya terjadi proses penambahan kata-kata. Sebagai upaya untuk meninqkatkan perbendaharaan kosa kata pada anak tunaru­ ngu sesuai dengan kurikulum di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu adalah melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang tujuannya antara lain agar anak dapat berbahasa dengan baik dan benar.
Analisis data dengan rumus t tes menunjukan hasil penelitian bahwa keterampilan membaca dan menulis yang menggunakan media komunikasi total dan yang menggunakan media komunikasi oral secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Denqan mengqunakan media komunikasi total, hasil keteram­ pilan membaca siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya I dan II Surabaya ternyata tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II Jakarta yang menggunakan media komunikasi oral.
2. Dengan mengqunakan media komunikasi total hasil keterampi­ lan menulis siswa di kelad I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya Idan II surabaya ternyata tidak menunjukan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II Jakarta yang menqgunakan media komunikasi oral.
Berdasarkan basil temuan seperti tersebut di atas penulis menyarankan agar guru dalam mangajar membaca dan menulis permulaan siswa di kelas I dipilih guru yang senior sudah berpenga1aman dalam menghadapi masing-masing individu. Mak­sudnya pada kelas-kelas rendah/tingkat dasar dalam pendekatan terhadap anak memerlukan ketekunan, ketelatenan dan kesabaran guru."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T37975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indri Savitri
"Maslach memandang burnout sebagai sindrom psikologis yang meliputi tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment (Maslach, 1982; 1993). Dimensi kelelahan emosional mencerminkan terkurasnya sumber-sumber diri sehingga individu tidak mampu memberikan pelayanan dengan baik. Kemudian dimensi depersonalisasi ditandai oleh kecenderungan individu bersikap negatif dan sinis terhadap penerima pelayanan. Sedangkan dimensi low personal accomplishment mengacu pada penilaian negatif terhadap kinerja diri.
Fenomena burnout umumnya dialami oleh profesional yang bekerja di bidang pelayanan sosial. Maslach (1993) serta Pines dan Aronson (1993) berpendapat bahwa para profesional di sektor pelayanan sosial selalu dituntut untuk memberikan pelayanan dengan baik. Hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan yang bersifat asimetris menyebabkan pemberi pelayanan dituntut secara kontinyu memperhatikan kesejahteraan penerima pelayanan. Padahal selama proses pemberian pelayanan mereka menghadapi situasi yang kompleks sehingga rentan terhadap emosi negatif. Situasi yang kompleks tersebut misalnya penerima pelayanan yang tidak kooperatif, beban kerja, konflik dengan rekan kerja, sampai masalah birokrasi. Dengan berjalannya waktu energi pemberi pelayanan akan terkuras sehingga berkembanglah fenomena burnout.
Dalam memahami proses burnout memang tidak terlepas dari teori stres umum (Chemiss, 1980). Ia menjelaskan Iebih lanjut, burnout diawali oleh adanya persepsi individu terhadap tuntutan pekerjaan yang berlebihan (stres). Kemudian individu berupaya mengatasi ketidaknyamanan akibat stres (coping). Ketika upaya mengatasi pemwasalahan selalu menemui kegagalan, individu menjadi tidak berdaya. Ketidakberdayaan tersebut menyebabkan individu menggunakan mekanisme pertahanan intrapsikis seperti menjaga jarak dari klien serta memperlakukan mereka secara sinis. Simtom-simtom tersebut mencerminkan individu mengalami burnout.
Peneliti tertarik untuk melihat burnout pada guru SLB tuna ganda, yaitu individu yang mengajar siswa yang memiliki Iebih dari satu kelainan. Dawson dkk., (dalam Stieler, 1994) mengatakan bahwa guru SLB tuna ganda rentan terhadap timbulnya frustrasi karena menghadapi karakteristik siswa yang tidak responsif, labil secara emosi, dan daya tangkap siswa sangat terbatas. Kondisi ini menuntut perhatian dan pelayanan guru terus menerus secara individual. Selain itu tugas-tugas guru SLB tuna ganda pun beragam, selain melayani siswa secara individual, mereka juga memodifikasi perilaku siswa, menjalin kerjasama dengan orangtua dan profesional lain, serta menyelesaikan tugas-tugas tambahan lain. Dengan beragamnya tuntutan yang dihadapi guru SLB tuna ganda maka dengan berjalannya waktu, rnereka rentan terhadap burnout. Dengan demikian permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimanakah gambaran burnout yang dialami guru SLB tuna ganda pada dimensi kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment? Faktor-faktor apa sajakah yang merupakan sumber burnout?, serta bagaimanakah proses berkembangnya burnout yang dialami oleh guru SLB tuna ganda?
Melalui wawancara mendalam diperoleh hasil sebagai berikut gambaran dimensi kelelahan emosionai ditandai dengan perasaan frustrasi, lelah secara psikologis, jenuh, dan tidak berdaya yang bersifat kronis. Kemudian gambaran dimensi depersonalisasi yang tercermin dari informan adalah kehilangan idealisme terhadap siswa, sikap apatis untuk menerapkan metode Iain, malas mengajar, serta perilaku mudah membentak siswa. Adapun dimensi low personal accomplishment yang dialami informan meliputi perasaan gagal sebagai guru, meragukan kompetensi diri, merasa tidak berharga, tidak ada keinginan untuk mengembangkan potensi diri di pekerjaan, tidak memiliki target (kecuali demi meraih kepangkatan), serta perasaan putus asa terhadap pekerjaannya.
Adapun sumber-sumber burnout yang diperoleh dari penelitian ini meliputi empat matra yaitu keterlibatan dengan siswa, lingkungan kerja, individu, dan keluarga. Matra keterlibatan dengan siswa tuna ganda yaitu perasaan jenuh. kesal, dan Ielah menghadapi perubahan pada siswa yang sangat Iambat karena karakteristik siswa tuna ganda yang keterbelakangan mental, daya tangkap terbatas, labil secara emosi, serta tidak mampu menolong diri. Kondisi tersebut selalu menuntut kesabaran dan kompetensi guru untuk mengulang-ulang pelajaran dalam jangka waktu yang Iama. Sedangkan matra lingkungan kerja sebagai sumber burnout meliputi beban kerja secara kuantitas dan kualitas, konflik dengan rekan, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan, konflik peran, ambiguitas peran, jalur komunikasi dari atas tidak jelas, sikap orangtua tidak kooperatif, serta dukungan sosial yang tidak dirasakan dari rekan dan atasan. Adapun matra individu yang merupakan sumber burnout adalah harapan yang tidak realistis terhadap siswa, konsep diri yang tergolong rendah, sikap tertutup, penekanan keberhasilan pada hasil akhir, locus of control cenderung eksternal, kurang gigih dalam berusaha, dan penghayatan terhadap makna kerja untuk mencapai kemapanan secara materi. Sedangkan matra keluarga yaitu konflik peran pada wanita bekerja.
Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa burnout yang dialami informan berkembang karena strategi coping yang tidak adekuat dalam menghadapi permasalahan siswa dan permasalahan lain di tempat kerja. Informan menggunakan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional (emotion-regulating function), seperti penghindaran terhadap masalah, penyangkalan terhadap masalah, maupun upaya melupakan permasalahan. Penggunaan strategi coping tersebut disebabkan oieh kegagalan berulang kali dalam mengembangkan siswa. Ada sejumlah faktor internal dan eksternal yang turut mempengaruhi kegagalan dalam mengembangkan siswa. Faktor eksternal meliputi karakteristik psikologis siswa tuna ganda dan sikap orangtua yang tidak kooperatif. Sedangkan faktor internal yang turut andil menyebabkan kegagaian dalam mengembangkan siswa meliputi: harapan yang tidak realistis terhadap siswa, locus of control cenderung eksternal, ragu terhadap kompetensi diri dan kurang gigih dalam berusaha. Penggunaan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional memang adaptif untuk jangka pendek. Namun jika berlangsung lama, ternyata tidak efektif. Permasalahan yang dihadapi informan tetap muncul karena karakteristik siswa tuna ganda yang dihadapi informan merupakan stressor yang kronis. Dengan bertambahnya waktu energi informan terfokus untuk mengatasi pemasalahan yang tidak kunjung dapat diatasi sehingga semakin lama menguras sumber-sumber diri informan. Pada akhirnya informan mengalami humour, yaitu kelelahan emosional. Kemudian keIelahan emosional tersebut menyebabkan perkembangan depersonalisasi dan low personal accomplishment.
Penelitian ini juga mendapatkan informan yang tidak mengalami burnout. Proses yang dialami informan yang tidak mengalami burnout yaitu mereka menggunakan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masaIah. Hal ini tampak dari membuat program yang disesuaikan dengan kemampuan siswa, berkonsultasi dengan rekan, pakar, dan atasan mengenai masalah pekerjaan, selalu mencoba metode secara konsisten, membuat suasana belajar yang berbeda, serta mengisi hidup secara variatif. Penggunaan strategi coping tersebut dilakukan setelah informan dapat 'menerima keterbatasan siswa tuna ganda apa adanya'. Selanjutnya penggunaan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masalah menyebabkan informan meraih keberhasilan dalam mengembangkan siswa setahap demi setahap. Keberhasilan yang diraih secara bertahap tersebut mengembangkan sense of personal accomplishment.
Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga perlu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan desain korelasional maupun penelitian longitudinal untuk memahami keterkaitan antara sumber burnout, burnout, dan dampak dari burnout di Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan lain seperti pendekatan organisasional terhadap burnout. Sedangkan saran metodologis untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan triangulasi metodologis. Adapun saran praktis untuk informan yang mengalami burnout yaitu konseling karir untuk menetapkan harapan yang realistis serta menyadari kekuatan dan keterbatasan diri. Selain itu pemberian pelatihan seperti pelatihan keterampilan sosial dan pelatihan strategi coping yang adaptif, akan membantu informan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan mengatasi masalah. Pihak sekolah sebaiknya membentuk support group untuk mengembangkan dukungan sosial antara sesama guru maupun guru dengan orangtua siswa."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lucia Retno Mursitolaksmi
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Cahyaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis argumentasi dan keterampilan menulis argumentasi melalui penerapan model Think Pair Share dengan media audiovisual siswa kelas X-10 SMA Negeri Kebakkramat. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus. Sumber data berupa peristiwa, informan, dan dokumen. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Validitas data dengan teknik triangulasi metode, triangulasi sumber data dan review informan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif. Model Think Pair Share dengan audiovisual mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan menulis argumentasi dengan indikator kinerja guru dan siswa. Pada prasiklus, nilai kinerja guru dan siswa masih berada di bawah indikator pencapaian. Siklus I, nilai kinerja guru meningkat menjadi 69,29% dan kinerja siswa sebesar 47,22% sedangkan pada siklus II nilai kinerja guru menjadi 80,71% dan kinerja siswa menjadi 78,95%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I, siswa yang tuntas hanya 21 siswa yang artinya dianggap belum memenuhi indikator pencapaian. Penerapan Think Pair Share dengan media audiovisual pada siklus II, menunjukkan peningkatan signifikan pada keterampilan menulis argumentasi, yaitu skor 31 siswa melampaui KKM. Disimpulkan bahwa penerapan model Think Pair Share dengan audiovisual mampu meningkatkan kualitas proses dan keterampilan menulis argumentasi pada siswa kelas X SMA Negeri Kebakkramat.
"
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018
370 JPK 3:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
499.21 KEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yufiarti
"Penelitian ini berawal dari pemikiran tentang evaluasi perkembangan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang pada umumnya dilakukan secara global. Siswa sebagai subyek yang diberikan bimbingan itu sendiri jarang diteliti secara lebih mendalam. Seperti dikemukakan oleh Rochman Natawidjadja (1985), pribadi siswa sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Sebenarnya tujuan Bimbingan di sekolah pada umumnya adalah memberikan bantuan kepada siswa agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Namun sangat disayangkan masih saja terdapat siswa yang belum merasa yakin, atau bersikap lain terhadap bimbingan yang mereka terima, dan bahkan ada yang kurang berniat untuk memanfaatkannya. Hal ini terjadi tidak hanya pada siswa yang berprestasi melainkan juga pada siswa yang prestasinya masih di bawah kemampuan yang sebenarnya (underachiever). Siswa underachiever ini merupakan siswa yang bermasalah yang seharusnya mereka sangat membutuhkan layanan bimbingan.
Tujuan penelitian dipusatkan untuk melihat perbedaan keyakinan,sikap dan intensi menggunakan layanan bimbingan di sekolah antara siswa yang berprestasi dengan siswa yang berprestasi di bawah kemampuan (underachiever).
Seteiah dibahas kajian teori mengenai konsep Bimbingan dan Konseling di Sekolah meliputi tujuan,macam layanan, kegiatan-kegiatan pokok, dan personil bimbingan, juga dibahas mengenai konsep siswa underachiever serta hubungan antara konsep keyakinan, sikap dan intensi yang dikaitkan dengan Bimbingan di Sekolah. Maka diajukan 6 hipotesis. Hipotesis ini dibuktikan pada 202 siswa SMAN 5 di Kota Madya Bandar Lampung. Dengan menggunakan perhitungan analisis varians dan korelasi tunggal, hasil penelitian adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis 1 yang berbunyi, "ada perbedaan signifikan keyakinan siswa tentang bimbingan di sekolah antara siswa yang berprestasi dengan yang berprestasi di bawah kemampuan", ditolak atau tidak terbukti.
2. Hipotesis 2 yang mengatakan, "ada perbedaan yang signifikan sikap siswa terhadap bimbingan di sekolah antara siswa yang berprestasi dengan yang berprestasi di bawah kemampuan", ditolak atau tidak terbukti.
3. Hipotesis 3 yang berbunyi, "ada perbedaan yang signifikan intensi menggunakan bimbingan di sekolah, antara siswa yang berprestasi dengan yang berprestasi di bawah kemampuan", diterima atau terbukti.
4. Hipotesis 4 yang berbunyi, "terdapat hubungan yang signifikan antara keyakinan dengan sikap siswa terhadap bimbingan di sekolah?, diterima atau terbukti.
5. Hipotesis 5 yang berbunyi, "terdapat hubungan yang signifikan antara keyakinan siswa tentang bimbingan di sekolah dengan intensi menggunakan layanan bimbingan," diterima atau terbukti.
6. Hipotesis 6 yang berbunyi, "terdapat hubungan yang signifikan antara sikap siswa terhadap bimbingan dengan intensi menggunakan layanan bimbingan, " diterima atau terbukti.
Setelah hasil penelitian didiskusikan, tesis ini ditutup dengan saran-saran praktis bagi pengembangan program Bimbingan dan Konseling maupun kepada peneliti lain yang berminat meneruskan penelitian sejenis ini. Penemuan terpenting dari hasil penelitian ini adalah kebanyakan siswa yakin akan kegunaan pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Tetapi rupanya praktek pelayanan tersebut menimbulkan sikap ragu-ragu pada siswa, dan terlebih parah lagi memperkecil intensi siswa yang berprestasi rendah untuk menggunakan layanan Bimbingan dan Konseling tersebut, tidak terbatas pada underachiever saja."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>