Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Iftida Yasar
"ABSTRAK
Dalam berbagai kesempatan, baik melalui media
massa, seminar dan pembicaraan sehari-hari, selalu
dibicarakan mengenai masalah disiplin. Bagi orang tua
penerapan dan peningkatan disiplin pada anak adalah hal
yang teramat penting. Dalam dunia kerja, disiplin
diperlukan agar produktivitas meningkat, dan dalam dunia
olahraga disiplin mutlak diperlukan, karena tanpa
disiplin seorang atlet yang berbakat dan berprestasi akan
dikalahkan oleh mereka yang mempunyai disiplin tinggi.
Pembentukan disiplin memerlukan waktu yang lama
dan dilakukan secara terus menerus. Peranan orang tua,
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sangat
panting bagi perkembangan disiplin seseorang. Jika orang
tua berhasil mendisiplinkan anak, maka anak akan
mengembangkan peraturan sendiri bagi dirinya (self
regulation). Mereka akan punya kemampuan untuk mengontrol
tingkah laku yang sesuai dengan situasi tertentu (Macoby
dan Martin, dalam Hoffman Paris dan Hall, 1994).
Pembentukan disiplin dapat juga dilakukan
melalui peraturan yang ada disekolah, dan juga kegiatan
lain yang berupa kegiatan mengasah kemampuan intelektual,
meningkatkan ketrampilan atau kegiatan lainnya. Olah raga
juga dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pembentukan
disiplin, terutama pada remaja. Olah raga disamping dapat
menyehatkan badan, juga dapat memuaskan kesenangan
seseorang akan sesuatu.
Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang
penuh gejolak dan dinamika. Mereka mengalami perkembangan
fisik, mental intelektual, emosi dan sosialnya. Remaja
adalah asset bangsa yang potensial, dalam rangka mencari
identitas diri, mereka perlu dibantu diarahkan dan
dibina.
Olah raga karate dapat dijadikan Salah satu
alternatif dalam rangka pembentukan disiplin remaja.
Banyak yang beranggapan olah raga karate adalah olah raga
keras, kasar dan hanya bertujuan membentuk fisik. Padahal
pembinaan olah raga karate juga menekankan pada masalah
pembinaan mental, fisik dan tehnik karate. Ada filosofi
karate yang terdapat dalam sumpah karate itu sendiri yang
berisi ajaran hagaimana pembentukan kepribadian seseorang
yang dilandasi dengan sifat kejujuran, mempertinggi
prestasi, menguasai diri, sopan santun yang bertujuan
membentuk disiplin diri. Karate merupakan kegiatan yang
tepat bagi remaja agar mereka dapat tumbuh disiplin.
Sehat baik mental maupun fisik.
Penelitian ini dikenakan pada para remaja yang
berlatih karate di Daerah Jakarta selatan. Masalah pokok
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengaruh Persepsi terhadap pelatih, Tingkat sabuk, dan
Kebiasaan berlatih terhadap pembentukan Disiplin Diri
remaja yang berlatih karate. Sebagai generasi penerus
bangsa, remaja sangatlah panting peranannya. Untuk itu
mereka perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh
dalam pembinaan dan pembentukan disiplin dirinya.
Pembentukan disiplin diri memerlukan waktu yang lama dan
dilakukan secara terus henerus. Melalui olah raga karate
diantaranya diharapkan dapat membentuk disiplin diri.
Temuan penelitian ini menyimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1."Tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi
terhadap pelatih dengan Disiplin diri", dengan kata
lain walaupun semakin tinggi persepsi terhadap
pelatih bukan berarti semakin tinggi disiplin diri
remaja yang berlatih karate.
2. "Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
sabuk dengan disiplin diri", dengan perkataan lain
semakin tinggi tingkat sabuknya hukan berarti semakin
tinggi disiplin dirinya.
3. "Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
berlatih dengan disiplin diri" remaja yang berlatih
karate. Ini berarti bahwa dengan makin baiknya
kebiasaan berlatih, tidak mengakibatkan semakin
meningkatnya disiplin diri.
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi
terhadap pelatih, tingkat sabuk dan kebiasaan
berlatih dengan disiplin diri remaja yang berlatih
karate.
Hal ini berarti ketiga variabel tadi tidak memberikan
sumbangan yang bermakna terhadap pembentukan disiplin
diri remaja yang berlatih karate.
Dari hasil temuan tadi dapat dikatakan, bahwa
terbentuknya disiplin diri remaja yang berlatih karate
bukan dikarenakan persépsinya terhadap pelatih, tingkat
sabuk atau kebiasaannya herlatih. Bisa juga remaja yang
berlatih karate dikarenakan seleksi alam sudah mempunyai
disiplin diri, atau adanya faktor lain yang mempengaruhi
pembentukan disiplin dirinya, seperti pendidikan, usia,
orang tua ataua lingkungannya. Dengan demikian perlu
diperhitungkan faktor lain yang merupakan variabel lain
yang mempengaruhi pembentukan disiplin remaja.
Penelitian ini hendaknya juga dilanjutkan untuk
melihat faktor apakah dari karate yang dapat mempengaruhi
pembentukan disiplin diri remaja yang berlatih karate.
Mungkin ada faktor lain diluar ketiga faktor tadi yang
mempengaruhi pembentukan disiplin diri
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan Gede Yogananda Kesawa
"Pada penelitian ini kemampuan regulasi diri dalam berlatih musik dijelaskan melalui konsep regulasi diri dalam belajar. Regulasi diri dalam belajar adalah suatu usaha dari individu yang melibatkan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku, aktif dalam proses pembelajaran (Zimmerman, 1986). Kemudian, yang dimaksud dengan keterlibatan orang tua adalah suatu dedikasi yang diberikan oleh orang tua kepada anak dalam suatu domain tertentu (Grolnick & Slowiaczek, 1994).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan orang tua dan regulasi diri dalam berlatih musik. Responden penelitian ini berjumlah 103 orang pelajar SMK Musik dengan rentang usia 15-18 tahun. Pengambilan data dilakukan di dua sekolah yaitu SMK Musik X dan SMKN Y. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yaitu Parent Involvement Measure (Zdzinski, 1996) dan Self-Regulated Practice Behavior Scale (Ersozlu & Miksza, 2014) yang sudah teruji valid dan reliabel dalam mengukur variabel tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan orang tua dan regulasi diri dalam berlatih musik (r = 0.279, p < 0,01). Analisis lebih mendalam menemukan bahwa dimensi behavior involvement (r = 0.342, p < 0,01) dari keterlibatan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan regulasi diri dalam berlatih musik.

The ability of self-regulated practice in music was explained through self-regulated learning concept. Self-regulated learning is metacognitively, motivationally, and behaviorally active participants in their own learning process (Zimmerman, 1986). Then, parent involvement is the dedication of resources by the parent to the child within a given domain (Grolnick & Slowiaczek, 1994).
This research aimed to know the relationship between parent involvement and self-regulated in music practice. Total respondents that involved in this study consisted of 103 students of two music senior high school such as SMK Musik X and SMKN Y. Data were collected using questionnaire Parent Involvement Measure (Zdzinski, 1996) and Self-Regulated Practice Behavior Scale (Ersozlu & Miksza, 2014) which was valid and reliable in measuring those variables.
The result showed that there was significant relationship between parent involvement and self-regulated in music practice (r = 0.279, p < 0,01). Further, data analysis assumed that dimension of behavior involvement (r = 0,342, p < 0,01) from parent involvement had significant relationship with self-regulated in music practice.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S65264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Fajriani
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi dukungan otonomi guru dan regulasi diri dalam berlatih musik. Yang dimaksud dengan regulasi diri dalam berlatih musik adalah pikiran, perasaan, dan tindakan yang diinisiasi oleh pelajar musik untuk mencapai tujuan dalam sebuah latihan musik. Dukungan otonomi guru merupakan perilaku interpersonal guru yang ditunjukkan untuk memfasilitasi rasa kehendak seorang pelajar dengan cara pemenuhan tiga kebutuhan psikologis dasar manusia yakni kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan skala self-regulated practice behavior (Ersozlu & Miksza, 2015) dan learning climate questionnaire (Williams & Deci, 1996). Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara persepsi dukungan otonomi guru dan regulasi diri dalam berlatih musik (r = 0,396). Implikasi dari penelitian menunjukkan pentingnya dukungan otonomi dari guru untuk memfasilitasi regulasi diri dalam berlatih musik.

This study aims to examine the relationship between perceived autonomy support from teacher and self-regulated practice behavior in music. Self-regulated practice behavior in music is self-generated thoughts, feelings, and actions for attaining goals in music practice. Teacher autonomy support is defined as interpersonal behavior provided by the teacher that involves and nurtures student?s sense of volition by supporting student?s basic psychological needs of autonomy, competence, and relatedness. Information was gathered with ?Self-Regulated Practice Behavior? scale (Ersozlu & Miksza, 2015) and ?Learning Climate Questionnaire? (Williams & Deci, 1996). Result shows that there is positive and significant relationship (r = 0.396) between perceived teacher autonomy support and self-regulated practice behavior in music. Implication of the study suggests the importance of autonomy support from teacher to facilitate self-regulated practice behavior in music learning.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S65272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maida Firmina Soraya
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi dukungan teman dan regulasi diri dalam belajar pada konteks belajar musik. Regulasi diri dalam belajar pada pembelajaran musik disebut dengan regulasi diri dalam berlatih karena dalam regulasi diri akan dilihat saat seseorang berlatih musik. Regulasi diri mempunyai peran pada setiap aspek dalam bermain musik. Persepsi dukungan teman dilihat sebagai salah satu strategi regulasi diri dalam belajar. Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner peer/friend academic support scale dan self-regulated practice behavior kepada 103 pelajar Sekolah Menengah Musik di Jabodetabek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi dukungan teman dan regulasi diri dalam berlatih (r= .440; p= .000; signifikan pada LoS 0.01). Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur strategi lain dalam regulasi diri yang paling berpengaruh pada pelajar musik serta melakukan pengukuran persepsi dukungan teman berdasarkan konteks belajar musik.

This study aims to find correlation between perceived peer support and self-regulated learning in music practice. Self-regulated learning in music practice is called self-regulated practice behavior because in this study an individual?s self regulation in music practicing will be conducted. Self-regulated practice behavior plays an important role at every aspect of music playing. Perceived peer support is seen as one of the strategy in self-regulated learning. Researcher collected the data using peer/friend academic support scale and self-regulated practice behavior questionnaire to 103 students at music vocational and pre-professional high school in Jabodetabek.
Result of this study showed that there is a significant positive relationship between perceived peer support and self-regulated practice behavior (rs= .440; p= .000, significant at L.o.S 0.01). Further research is expected to measure other strategy which have the most impact in self-regulated learning at music students and measure the perceived peer support in music practicing context.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S62857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gautschi, Marcel
Semarang: Dahar Prize, 1986
796.342 GAU e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Rizkiany Sutjijoso
"Obesitas adalah kelebihan berat badan yang jauh dari normal. Pada remaja, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat dapat berpengaruh pada harga diri dan prestasi belajar mereka. Harga diri dan prestasi belajar saling berhubungan, dimana harga diri mempengaruhi prestasi belajar dan prestasi belajar mempengaruhi harga diri (Coopersmith, 1967 dalam Frey & Carlock, 1984; Trautwein et al., 2006). Remaja yang obesitas sering diasosiasikan dengan memiliki harga diri yang rendah (French et al., 1995; Pesa, Syre, & Jones, 2000). Lebih lanjut, obesitas juga berpengaruh pada prestasi belajar. Penelitian terdahulu menemukan bahwa remaja yang obesitas cenderung memiliki prestasi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan remaja dengan berat badan normal (Datar, Sturm, & Magnabosco, 2004; Pyle et al., 2006). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan harga diri dan prestasi belajar tersebut pada remaja obesitas.
Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dan prestasi belajar pada remaja yang obesitas. Subyek berjumlah 31 orang, terdiri dari 18 laki-laki dan 13 perempuan, berusia antara 14 tahun hingga 18 tahun. Seluruh subyek merupakan siswa SMA dari 3 sekolah di Jakarta. Skala harga diri disusun berdasarkan Coopersmith Self-Esteem Inventory (1967) dan prestasi belajar dilihat berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian. Korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja yang obesitas.
Hasil ini dapat disebabkan adanya faktor lain yang terkait dengan harga diri dan prestasi belajar serta kemampuan lain yang dimiliki subyek. Penelitian selanjutnya sebaiknya lebih memperhatikan variabel-variabel lain yang berkaitan dengan prestasi belajar dan harga diri, mengikut sertakan semua mata pelajaran, dan tingkat inteligensi subyek.

Obesity is a condition where there is excess body weight due to an abnormal accumulation of fat. Disturbance in physical appearance during adolescents could influence adolescents' self-esteem and later affected their academic achievement at school. There is a reciprocal correlation between self-esteem and academic achievement (Coopersmith, 1967 dalam Frey & Carlock, 1984; Trautwein et al., 2006). Obese adolescents are associated with low self-esteem (French et al., 1995; Pesa, Syre, & Jones, 2000). Obesity is also affected adolescents' academic achievement, where obese adolescents tend to have lower academic achievement than normal weight adolescents (Datar, Sturm, & Magnabosco, 2004; Pyle et al., 2006). Therefore, the current study was conducted to examine the relationship of self-esteem and academic achievement on obese adolescents.
It was hypothesized that there is a relationship between self-esteem and academic achievement on obese adolescents. Subjects were consisted of 31 adolescents, 18 of them were males and 13 were females between the age of 14 and 18 years old. All subjects were high school students in Jakarta. Subjects were asked to fill out self-esteem scale which designed based on Coopersmith Self-Esteem Inventory (1967). Subject's academic achievements were seen based on their examination results. The Pearson?s product moment correlation did not show any significant relationships between self-esteem and academic achievement on obesity adolescent.
This result could be explained that there were other factors related to self-esteem and academic achievement that did not take account of in this study. Further research should consider other variables that related to self-esteem and academic achievement, include all academic subjects in school.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Mini Adi Prianto
"Pemerintah menyadari pentingnya kebutuhan pendidikan bagi rakyatnya agar siap menghadapi tantangan dalam era globalisasi yang tengah melanda dunia. Pendidikan dirasakan sangat penting untuk mengembangkan potensi seseorang. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah mengusahakan suatu lingkungan dimana setiap anak didik diberi kesempatan untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, baik sesuai dengan kebutuhannya maupun kebutuhan masyarakatnya (Utami Munandar, 1990). Oleh karena itu, pemerintah menekankan pentingnya pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia agar tercipta manusia Indonesia yang cerdas, kreatif dan berprestasi di berbagai bidang.
Hal ini tidak hanya berlaku untuk anak yang normal saja tetapi juga berlaku bagi anak-anak yang mengalami cacat maupun anak-anak dengan kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. Selama ini pemerintah telah mengusahakan berbagai pendidikan dan pelatihan ketrampilan bagi anak-anak cacat agar bisa maju dan berkembang. Dengan mengusahakan berbagai sarana dan alat bantu yang dibutuhkan. Namun bagi anak-anak dengan kemampuan yang unggul belum dapat mengembangkan potensinya dalam suatu sekolah khusus karena pemerintah selama ini hanya menyediakan sekolah-sekolah umum, sehingga anak-anak dengan kemampuan unggul berkembang bersama anak-anak normal. Anak-anak yang tergolong cerdas dan berbakat menjadi kurang dapat mencapai prestasi yang seharusnya ditampilkan karena rangsangan yang kurang sesuai. Sedangkan mereka memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan sesuai bakat dan minatnya.
Sistem pendidikan di Indonesia pada dasarnya juga mendukung perlunya perhatian khusus bagi anak-anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Hal ini telah dikemukakan dalam GBHN tahun 1993 dan Pasal 8 ayat 2 UU Pendidikan No. 11 tahun 1989.
Secara implisit hal-hal tersebut mengisyaratkan perlunya menyelenggarakan sekolah unggul sebagai salah satu alternatif untuk melayani anak-anak yang berbakat unggul, atau disebut juga anak-anak dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa.
Secara khusus, sekolah unggul bertujuan menghasilkan keluaran pendidikan yang memiliki keunggulan dalam hal-hal sebagai betikut, yaitu (a) keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) nasionalisme dan patriotisme yang tinggi; (c) wawasan IPTEK yang mendalam dan luas; (d) motivasi dan komitmen yang tinggi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sutadji
"Penelitian ini bermula dari suatu peinikiran bahwa kualitas lulusan perguruan tinggi di masyarakat ada kaitanny.a dengan prestasi studi yang diperoleh nahasiswa selama studi di perguruan tinggi. Mahasiswa yang ineniiliki prestasi studi yang inenivaskan akan mexnungkinkan untuk berprestasi di masyarakat.
Prestasi belajar tnahasiswa yang diperoleh selania studi di perguruan tinggi berhubungan dengan keniaznpüan inahasiswa dalarn znenyerap ilinu pengetahuan yang disampaikan oleh setiap dosen pada waktu perkuliahan.
Untuk menyerap ilmu pengetahuan yang disajikan dosen ada faktor-faktor yang ikut inenentukannya yaitu factor dari dal am diri iridividu seperti inotivasi, inteligensi, minat dan persepsi inahasiswa terhadap kepengajaran dosen, kebiasaan belajar, sikap, serta faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga, lingkungan teinan, lingkungan perididika.n, sarana belajar, serta sarana pendidikan. Salah satu faktor dari dalani individu (internal) yang berhubungan dengan prestasi belajar inahasiswa adalah inotivasi berpr.estasi. Menurut McClelland (1953) siswa Yang meinpunyai niotivasi berprestasi akan belajar lebih gigih, sedangkan menurut Heckhausen (1968) pada uxnuinnya seseorang yang Inenipunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung akan menyelesaikan tugas-tugas belajarnya.
Faktor internal lainnya yang berhubungan dengan prestasi belajar inahasiswa adalah persepsi inahasiswa tentang kepengajaran dosen. Persepsi inahasiswa nerupakan pemberian arti dari inahasiswa terhadap suatu obyek yang ada pada lingkungannya. WR.Nord dikutip oleh Gibson dkk.(1973) menyatakan bahwa persepsi adalah proses peinbenian arti terhad-ap lingkungan oleh individu. Adapun lingkungan yang dimaksudkan disini adalah tentang kepengajaran dosen mereka. Sedangkan f aktor dari luar individu (eksternal) yang berhubungan dengan hasil belajar inahasiswa adalah tentang kepeng.ajaran dosen. Menurut Braskainp dan kawan-kawan (1979) terdapat korelasi antara pengajaran dosen dengan hasil belajar inahasiswa, deniikian pula studi yang pernah dilakukan oleh Centra (1979) inenunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup baik antara kepengajaran dosen dengan hasil belajar mahasiswa.
Ada faktor lain pula yang berkaitan dengan prestasi belajar inahasiswa yaitu sikap terhadap kegiatan belajar ditentukan oleh bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kegiatan belajar yang dialaminya. Menurut Sinibolon (1984) mahasiswa yang senang terhadap aktivitas belajar cenderung nelaksanakan tugas-tugas belajar dengan perasaan lapang dan gembira, sehingga beban studi yang ada pada mahasiswa dapat diselesaikan. Tetapi sebaliknya jika mahasiswa tidak senang terhadap kegiatan belajar ia cenderung inenghindar bahkañ menolaknya. Dengan demikian tuga-tugas tidak diselesaikannya.
Melalui kajian teoritis tentang persepsi mahasiswa terhadap kepengajaran dosen, inotivasi berprestasi serta sikap dan kebiasaan belajar dalam hubungannya dengan prestasi belajar inahasiswa diajukan empat hipotesis. untuk diuji kebenarannya. Penelitian dengari sampel dua ratus einpat inahasiswa di Universitas Borobudur, rnengungkap hasil pengujian hipotesis-hipotesis sebagai berikut; tiga hipotesis ditolak dan satu diterima, hipotesis yang diteriina adalah hipotesis ketiga sedangkan hipotesis yang lainnya ditolak.
Dengan demikian terungkap hasil penelitian sebagai berikut:
1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi xnahasiswa tentang kepengajaran dosen dengan prestasi belajar inahasiswa,
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara inotivasi berprestasi dengan prestasi belajar uiahasiswa.
3. Ada hubungan yang signifikan antara sikap dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar mahasiswa.
4. Tidak Ada hubungan yang signifikan secara bersainasama antara persepsi mahasiswa terhadap kepengajaran dosen, inotivasi berprestasi, sikap dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar mahasiswa.
Penulis menyarankan agar dalani penerimaan ealon-calon inahasiswa baru diadakan seleksi agar inahasiswa yang diterima adalah mahasiswa yang memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, mahasiswa yang mempunyai keinginan tinggi untuk meperdalam ilmu pengetahuan, mahasiswa yang memuliki disiplin tinggi dalam melaksanakan tugas-tuugas, serta mahasiswa yang memiliki potensi yang meniadai untuk belajar di Perguruan Tiriggi.
Selain itu penulis juga menyarankan untuk mengadakan penelitian dengan tujuan untuk inengetahui bagaimana hubungan antara persepsi nahasiswa terhadap kepengajaran dosen dengan inotivasi berprestasi inahasiswa, hubungan antara persepsi mahasiswa terhadap kepengajaran dosen dengan sikap dt kêbiasaart belajar. mahaiswa, serta hubungan antara irotivasi berprestasi dengan sikap dan kebiasaan belajar thahasiswa. Penulis juga menyarankan agar kesejahteraan dosen perlu dlperhatikan agar dosen dapat mengemban dedikasi secara optimal. Dalam instruinen penelitian penulis menyarankan pula perlu dicari validitas eksternal jadi tidak hanya validitas internal saja."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
T6939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>