Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gunawan Rahardjo
"ABSTRAK
Fenomena Post-earning Announcement Drift (PAD) pertama kali dikenali
keberadaanya di NYSE dan AMEX pada tahun 1968 oleh Ball dan Brown. Penelitian
yang dilakukan oleh Ball dan Brown tersebut merupakan penelitian terhadap pergerakan
return saham disekitar pengurnuman laba (laporan keuangan). Ball and Brown
menemukan bahwa return saham - saharn perusahaan yang telah mengumumkan
earning yang lebih besar dari perkiraan, returnnya cenderung untuk meningkat terus
menerus selama beberapa waktu setelah pengumuman tersebut. Dan hal sebaliknya juga
terjadi, yaitu return saharn akan turun terus menerus selama beberapa waktu setelah
pengumuman laporan keuangan yang mengumumkan laba lebih rendah dari perkiraan.
Studi mi meneliti tentang keberadaan fenomena PAD di Indonesia khususnya di
BEJ. Penelitian yang dilakukan meliputi saharn - saharn perusahaan yang telah tercatat
di BEJ sejak tahun 1992 dan pengamatan dilakukan atas sembilan puluh saham yang
dipilih secara acak. Pengamatan terhadap return saham - saham dalam pengamatan
dilakukan disekitar pengurnuman laporan keuangan pertengahan dan akhir tahun dalam
periode tahun 1995 sarnpai dengan tahun 1997.

Unexpected earnings dihitung berdasarkan perkiraan dari time series of earning
perusahaan - perusahaan tiap semesternya. Pengumuman laporan keuangan tersebut
dikelompokkan menjadi 5 kelompok berdasarkan pada besarnya standardized
unexpected earnings (unexpected earnings per standard error of unexpected earnings),
dari kelompok 1 (very bad news) hingga kelompok 5 (very good news). Abnormalreturn disekitar pengumuman laporan keuangan dihitung berdasarkan return saham
dikurangi dengan return portfolio yang terdiri dari saham - saham perusahaan dengan
kelompok nilai kapitalisasi yang sama.
,br>
Dari penelitian mi dapat dilihat bahwa bertambahnya abnormal return secara
terus menerus untuk perusahaan yang mengumunikan 'good news' laporan keuangan
dan berkurangnya abnormal return bagi yang mengumumkan 'bad news' terjadi di BE!,
tetapi tidak berarti secara statistik. Selain itu juga ditemukan bahwa perbedsan
pergeseran antara kelompok 'very good news' dan 'very bad news', yaitu selisih CAR
antara kedua kelompok tersebut semakin membesar secara berarti untuk beberapa
periode pengamatan (terus bergeser pada arah yang berlawanan).
Pengelompokkan saham - saham berdasarkan nilai kapitalisasinya menunjukkan
bahwa untuk 'very good news' laporan keuangan, harga saham bereaksi secara berarti
tepat pada saat pengumuman laporan keuangan untuk perusahaan - perusahaan dengan
nilai kapitalisasi pasar besar. Sedangkan untuk penisahaan - perusahaan dengan nilai
kapitalisasi pasar kecil, abnormal return justru bergerak negatif dimulai sebelum
laporan keuangan tersebut diumumkan.
Untuk pengumuman 'very bad news' laporan keuangan, pergeseran abnormal
return untuk saham perusahaan - perusahaan dengan kapitalisasi pasar kecil terjadi path
periode 1 hingga 10 hari setelah pengumuman. Sedangkan perusahan - perusahaan
dengan kapitalisasi pasar besar, cumulative abnormal return saham - saham tersebut
bergerak secara berarti dari 40 hari sebelum hingga 20 hari setelahnya.

Fenomena PAD terjadi di BEJ secara lemah, yang berarti bertambahnya
abnormal return disekitar pengumuman laporan keuangan secara terus menerus sangatkecil. Tetapi dari hal tersebut tidak dapat ditarik kesimpulan logis bahwa BEJ telah
efisien dalam bentuk setengah kuat. Hal mi dapat dilihat dari arah dan besamya respon
dari pasar tepat pada saat tanggal pengumuman laporan keuangan, yang mana BEJ
hanya memberikan respon dengan arah yang sesuai dan berarti secara statistik pada
pengumuman 'very good news'. Dua kemungkinan penyebab hal tersebut adalah
laporan keuangan yang tidak dianggap sebagai informasi yang berarti bagi publik atau
kelemahan dalam metodology penelitian PAD ini."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Rahardjo
"Fenomena Post-earning Announcement Drift (PAD) pertalna kali dikenali keberadannya di NYSE dan AMEX pada tahun 1968 oleh Ball dan Brown. Penelitian yang dilakukan oleh Ball dan Brown tersebut merupakan penelitian terhadap pergerakan return saharn disekitar pengumuman laba (laporan keuangan). Ball and Brown menemukan bahwa return saham ? saham perusahaan yang telah mengumumkan earning yang lebih besar dan perkiraan, returnnya cenderung untuk meningkat terus menerus selama beberapa waktu setelah pengumuman tersebut. Dan hal sebaliknya juga terjadi, yaitu return saham akan turun terus menerus selama beberapa waktu setelah pengumuman laporan keuangan yang mengumumkan laba lebih rendah dan perkiraan.
Studi ini meneliti tentang keberadaan fenomena PAD di Indonesia khususnya di BET. Penelitian yang dilakukan meliputi saham ? saham perusahaan yang telah tercatat di BEJ sejak tahun 1992 dan pengafliatan dilakukan atas sembilan puluh saham yang dipiih secara acak. Pengamatan terhadap return saham - saham dalam pengamatan dilakukan disekitar pengumUnlan laporan keuangan pertengahan dan akhir tahun dalam peniode tahun 1995 sampai dengan tahun 1997.
Unexpected earnings dihitung berdasarkan perkiraan dan time series of earning perusahaan - perusahaan tiap semesternya. Pengumuman laporan keuangan tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelompok berdasarkan pada besarnya standardized unexpected earnings (unexpected earnings per standard error of unexpected earnings), dari kelompok 1 (very bad news) hingga kelompok 5 (very good news). Abnormal return di sekitar pengumuman laporan keuangan dihitung berdasarkan return saham dikurangi dengan return portfolio yang terdiri dari saham - saham perusahaan dengan kelompok nilai kapitalisasi yang sama.
Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa bertambahnya abnormal return secara terus menerus untuk perusahaan yang mengumumkan "good news" laporan keuangan dan berkurangnya abnormal return bagi yang mengumumkan "bad news" terjadi di BEJ, tetapi tidak berarti secara statistik. Selain itu juga ditemukan bahwa perbedaan pergeseran antara kelompok "very good news" dan "very bad news", yaitu selisih CAR antara kedua kelompok tersebut semakin membesar secara berarti untuk beberapa periode pengamatan (terus bergeser pada arah yang berlawanan).
Pengelompokican saham - saham berdasarkan nilai kapitalisasinya menunjukkan bahwa untuk "very good news" laporan keuangan, harga saham bereaksi secara berarti tepat pada saat pengumuman laporan keuangan untuk perusahaan - perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar besar. Sedangkan untuk perusahaan - perusahaan dengan nilaial kapitalisasi pasar kecil, abnormal return justru bergerak negatif dimulal sebelum laporan keuangan tersebut diumumkan.
Untuk pengumuinan "very bad news" laporan keuangan, pergeseran abnormal return untuk saham perusahaan - perusahaan dengan kapitalisasi pasar kecil terjadi pada periode 1 hingga 10 hari setelah pengumuman. Sedangkan perusahaan - perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar, cumulative abnormal return saham ? saham tersebut bergerak secara berarti dan 40 han sebeluni hingga 20 han setelahnya.
Fenomena PAD teijadi di BE! secara lemah, yang berarti bertambahnya abnormal return disekitar pengumuman laporan kcuangan secara tenus menerus sangat kecil. Tetapi dari hal tersebut tidak dapat ditarik kesimpulan logis bahwa BEJ telah efisien dalam bentuk setengah kuat. Hal ini dapat dililiat dari arah dan besarnya respon dan pasar tepat pada saat tanggal pengumuman laporan keuangan, yang mana BEJ hanya memberikan respon dengan arah yang sesuai dan berarti secara statistik pada pengumuinan "very good news". Dua kemungkinan penyebab hal tersebut adalah laporan keuangan yang tidak dianggap sebagai informasi yang berarti bagi publik atau kelemahan dalam metodology penelitian PAD ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risha Epifania
"Skripsi ini mengenai analisis biaya modal yang berfokus pada komponen pembentuknya yang dianalisis secara deskriptif dan dianalisis berdasarkan hubungan risiko dan pengembalian. Perhitungan beta menggunakan metode OLS dan metode Dimson (1979) sebagai koreksi. Berdasarkan perhitunan beta sebelum dan sesudah koreksi, sektor pertanian memiliki beta tertinggi sehingga sektor tersebut menghasilkan pula biaya ekuitas yang paling tinggi. Perhitungan biaya hutang paling tinggi adalah sektor industri dasar dan kimia. Hasil yang diperoleh adalah sektor pertanian merupakan sektor dengan biaya modal tertinggi diantara sektor lainnya dan memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan pengembalianya meskipun pengembaliannnya bukan merupakan pengembalian yang tertinggi diantara sektor lainnya.

This paper is about the analysis focuses on the capital cost of its constituent components are analyzed descriptively and analyzed based on the relationship of risk and return. Beta calculation using OLS and methods Dimson (1979) as a correction. Based on the intentional beta before and after the correction, the agricultural sector has the highest beta so that the sector also produces the highest cost of equity. Calculation of the high cost of debt is the most basic and chemical industry sectors. The results obtained are the agricultural sector is the sector with the highest capital costs among other sectors and has a directly proportional relationship with its return though the return is not a return of the highest among other sectors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S60845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Martin Natanael
"Pemerintah senantiasa mengembangkan pasar modal sebagai salah satu wahana investasi dan mobilisasi dana masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme para pelaku pasar modal sehingga pasar modal menjadi iebih efisien dan mencerminkan kondisi riil pasar itu sendiri. Permasalahan yang dihadapi oleh investor dalam menginvestasikan dananya di pasar modal bahwa investor tidak dapat mengetahui secara pasti hasil yang akan diperoleh dari investasi tersebut. Para investor hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungannya dan berapa peluang penyimpangannya.
Tujuan penelitian adalah mengkaji bagaimana perkembangan investasi portofolio di BEJ selama periode 1997-1999 serta bagaimana tingkat keuntungan dan risiko investasi selama periode tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji perkembangan BEJ dan metode analisis kuantitatif dengan bantuan Microsoft Statistic Package untuk mengkaji tingkat keuntungan dan risiko atau sensitivitas suatu saham terhadap perubahan pasar yang biasa disebut beta (13).
Selama periode tahun 1997-1999, perkembangan BEJ secara materiil meningkat. Jumlah emiten saham, jumlah lembar saham tercatat dan kapitalisasi pasar sekunder pada BEJ dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Meningkatnya kapitalisasi pasar sekunder didominasi oleh 40 (empat puluh) emiten terbesar, kondisi demikian belum mencerminkan kondisi riil seluruh kapitalisasi saham tercatat pada BEJ.
Perkembangan perdagangan saham pada BEJ, dapat ditinjau dari volume, nilai, dan frekuensi perdagangan saham. Kegiatan transaksi perdagangan saham, 9O% terjadi pada pasar reguler dan crossing. Kegiatan perdagangan saham secara umum didominasi oleh 40 (empat puluh emiten) terbesar, kondisi demikian belum mencerminkan kegiatan perdagangan saham seluruh saham tercatat. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua saham tercatat pada BEJ aktif diperdagangkan.
Ditinjau dari transaksi antar investor, kegiatan jual beli saham dapat dilihat dari sudut pandang investor asing jual-investor asing beli, investor lokal jual-investor lokal beli. Kegiatan jual beli saham pada BEJ masih didominasi oleh investor asing. Kondisi demikian mencerminkan bahwa investasi pada BEJ masih tetap menarik investor asing sebagai wahana membentuk diversifikasi investasi internasional.
Setiap investor melakukan investasi pasti mengharapkan tingkat kemungkinan hasil semaksimal mungkin dengan risiko seminimal mungkin. investasi saham aktif diperdagangkan pada BEJ akan lebih menguntungkan dari pada investasi pada deposito. Keuntungan yang diperoleh investor dari investasi itu adalah capital gain dan deviden. Setiap investasi pasti mengandung risiko. Risiko investasi saham dapat dibedakan menjadi risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko tidak sistematis dapat dihilangkan dengan diversifikasi dan risiko sistematis tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Investor dapat membentuk investasi portofolio, untuk menurunkan risiko tidak sistematis saham. Semakin banyak saham yang membentuk portofolio, semakin efektif untuk menurunkan risiko tidak sistematis saham.
Analisis portofolio pada keseimbangan, risiko tidak sistematis saham diukur dengan varian kesalahan tingkat keuntungan yang berkaitan dengan perubahan indeks pasar dan risiko sistematis (risiko pasar) diukur dengan beta saham.
Hasil yang diperoleh dari penelitian bahwa dari 40 (empat puluh) saham LQ-45 hanya 24 (dua puluh empat) emiten yang menghasilkan keuntungan investasi lebih besar daripada tingkat suku bunga deposito rata-rata selama satu bulan. Hasil penelitian melalui data sekunder juga menunjukkan bahwa ke 40 (empat puluh) saham emiten adalah saham defensif dimana beta saham tersebut Iebih kecil dari 1 (satu) artinya bila terjadi perubahan baik naik atau turun maka tingkat keuntungan akan berubah dengan arah yang berlawanan. Pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang kondusif yang mendukung terciptanya pasar modal yang bergairah sehingga dapat mengurangi risiko sistematis."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuswantri Heri Singgih
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pola otokorelasi return pada portofolio industri, profitabilitas strategi momentum dan hubungan antara pola otokorelasi return dan profitabilitas strategi momentum di Bursa Efek Jakarta periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2004.
Metode analisis dipakai dekomposisi profit dari Lo and MacKinlay (1990) dengan menguji otokorelasi return portofolio industri berdasarkan data indeks harga saham sektoral mingguan dengan periode lag k = 1, 2, 4, 12 dan 26 minggu. Uji one sample t test untuk mengetahui profitabilitas strategi momentum pada tiap-tiap periode lag. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara otokorelasi return dan profitabilitas strategi momentum dipakai uji korelasi Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan adanya otokorelasi return pada tiap-tiap portofolio industri yang signifikan pada lag k=2, 4, 12, dan 26 minggu. Otokorelasi return juga memberikar kontribusi yang besar bagi terbentuknya momentum profit. Strategi momentum berdasarkan portofolio industri menghasilkan keuntungan yang signifikan pada periode lag k = 12 minggu, tetapi tidak menunjukkan adanya keuntungan pada periode lag yang lebih kecil. Strategi kontrarian berdasarkan portofolio industri memberikan keuntungan pada periode lag k = 26 minggu.

The aim of this research is to reveal the existence of return autocorrelation in industry portfolio, profitability of momentum strategies and the pattern of return autocorrelation in the Jakarta Stock Exchange in the period of January 2001 to December 2004.
Analysis method implemented in this research is the profit decomposition Lo and MacKinlay (1990) by examining the return autocorrelation in the portfolio industry based on weekly industrial index with lag k = 1,2,4,12 and 26 weeks. One sample of t test is conducted to explore the profitability of momentum strategy in each lag period. To explore how closed the correlation between return autocorrelation and profitability of momentum strategy is author utilize Pearson's correlation test.
Research show the existence of return autocorrelation in each industry portfolio is significant on lag k = 2, 4, 12 and 26 weeks. Return outocorrelation also shares significant contribution in constructing the profit momentum. Momentum strategy based on industry portfolio yield significant profit in lag period of k = 12 weeks, but show no gain profit in smaller lag period. Contrarian strategy based on industry portfolio is proved also to yield profit in lice lag period of k = 26 weeks.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwardy Azhar
"Manajemen likuiditas, meskipun suatu aspek yang sering diabaikan dalam manajemen keuangan, tetapi menempati bagian terbesar waktu dan perhatian manajer keuangan. Dengan pengertian kelemahan likuiditas berarti bahwa perusahaan tidak bias. mendapatkan keuntungan diskon dalam kesempatan usaha yang menguntungkan. Kelemahan likuiditas yang serius berarti bahwa perusahaan tidalc mampu membayar hutang-hutangnya saat lni atau kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini, dalam kondisi yang terburuk dapat menyebabkan ketidakmampuan membayar hutang dan dinyatakan pailit.
Para praktisi keuangan percaya bahwa ukuran tradisional likuiditas perusahaan (seperti rasio berjalan, rasio cepat dan bahkan modal kerja statis, dalam hal apakah sumber-sumber kas tunai selalu bias digunakan pada waktu yang ditentukan saat ini untuk memenuhi kewajiban-kewajiban saat ini. Indikator-indikator likuiditas statis inenggarisbawahi pendekatan likuiditas pada analisa likuiditas daripada perhatian yang diabakan.
Berdasarkan sudut pandang ini, Gitman (1974) mulai memberikan saran menggunakan pendekatan operasionaI atau Cash Conversion Cycle (CCC) pada analisa likuiditas. CCC merupakan suatu ukuran dinamis manajemen likuiditas saat ini dengan pengertian bahwa ukuran tersebut menggabungkan neraca dan data data laporan pendapatan untuk membuat suatu ukuran yang menyatakan perbedaan waktu, diantara perusahaan yang melakukan pembayaran dan menerima arus kas. Dengan kata lain, ini merupakan interval waktu bersih diantara pengeluaran kas aktual pada perusahaan-perusahaan yang membeli sumber-sumber produktif dan penyelesaian penerimaan kas dari penjualanpenjualan produk.
PeneIitian ini meneliti manajemen CCC perusahaan atas industri properti di Indonesia, melibatkan hubungan diantara manajemen likuiditas (CCC) dan kinerja perusahaan. (ROA) , implikasi kinerja perusahaan (ROA) terhadap nilai perusahaan (PBV), mempengaruhi manajemen likuiditas (CCC) terhadap nilai perusahaan (PBV),dan implikasi manajemen likuiditas (CCC) dan kinerja perusahaan (ROA) terhadap nilai perusahaan (PBV). Penemuan-penemuan impiris untuk industri properti yang ditunjukkan oleh (CCC) - (ROA) mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Secara umum, hasiI-hasil penelitian-penelitian sebelumnya bahwa semakin pendek jangka waktu (CCC) semakin baik kinerja perusahaan (ROA). Selair itu, untuk industri. properti, kinerja perusahaan (ROA) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV) dalam penelitian ini. Secara umum, basil penelitian menunjukkan manajemen likuiditas agresif dengan menurunkan (CCC) untuk meningkatkan kinerja perusahaan, tetapi dalam industri properti terutama untuk perusahaan perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), hubungan diantara manajemen likuiditas (CCC) dan kinerja perusahaan (ROA) dalam penelitian ini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV).

Liquidity Management, though many limes a neglected aspect in financial management, occupies a major portion of a financial manager's time and attention. In a sense, a deficiency of liquidity implies that the firm is unable to take advantage of favorable discounts or profitable business opportunities. A serious insufficiency of liquidity means that the firm is lacking ability to pay its current debt or ather obligations. This may, in-its most severe condition, to insolvency and bankruptcy.
Financial Practitioners perceive that traditional measures of corporate liquidity ( such as the current ratio, the quick ratio and even net working capital) are static in terms of what cash resources are ready for use at a given moment in time to satisfy the current obligations. Static liquidity indicators underline basically a liquidation approach to liquidity analysis, rather than a going concern.
From this point qf view, Gilman ( 1974) starts to advocate the use of the operating_ approach - a Cash Conversion Cycle ( CCC) to liquidity analysis. The CCC is a dynamic measure of ongoing liquidity management in the sense that it combines both balance sheet and income statement data to genvratr: a measure that tells a time difference, between the company making payments and receiving cash flow. In the other words, it is the net time interval between actual cash expenditure on a firms purchase of productive resources and the recovery of cosh receipts. from product sales.
This study examines management of a firm's CCC of Property Industry in Indonesia, involve the relationship between liquidity management (CCC) and corporate Performance (ROA), implication corporate performance (ROA) to c ?rporate value (PBV), influencing liquidity management (CCC) to corporate value (PBV) , and implication liquidity management (CCC) and corporate performance (ROA) to corporate value (PBV). The empirical findings for property Industry shown (CCC) - (ROA) having significant negative relationship. In general, the results support previous studies that a lower (CCC) period with better corporate performance RCA. In addition, for property Industry, corporate Performance (RCA) has not a significant influencing to' corporate value (PBB9 in this study Overall, the result indicate that aggressive liquidity management with reducing (CCC) enhances corporate performance, but in the Property industry especially for Property companies that listed at Jakarta Stock Exchange (JSX), relationship between the Management Liquidity (CCC) and Corporate Performance (ROA) in this study is not significant effects to the Corporate Value (PBV).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T 17909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anbar Nisrina Mufidah
"ABSTRAK
The purpose of this study to determine the effect of earnings management on stock returns and know information asymmetry and debt covenant in moderating the effect of earnings management on stock returns. This research is a descriptive verification research that is causality. The unit of analysis in this study is a company that conducted an IPO in 2013-2016. The research data using sample data selected through purposive sampling technique and obtained by 46 companies doing IPO period 2013 until 2016. This research use technique of simple linier regression analysis and moderated regression analysis. Modified Jones Model is used to detect earnings management. Cummulative Abnormal Return (CAR) is used as a proxy of stock returns. Deb to Equity Ratio (DER) as a proxy for identifying debt covenant. The result of research with simple linear regression test showed that earnings management did not have an effect on stock return. The result of research by using moderated regression analysis test shows that information asymmetry can not moderate the influence of earnings management on stock return. Debt Covenant can moderate the effect of earnings management on stock returns."
Bandung: Jurusan Akuntansi Politiknik Negeri Bandung, 2018
330 EKSP 10:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Nugraha Sulistyo
"ABSTRAK
Berbagai informasi, baik yang berasal dari lingkungan makro, industri maupun pada masing-masing emiten, dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kinerja bursa saham, baik pada saham individual maupun secara keseluruhan pasar modal.
Untuk mengetahui pengaruh informasi terhadap pasar dapat digunakan konsep efficient market hypothesis (EMH). Konsep EMH menggambarkan pengaruh dan kecepatan suatu informasi terhadap perubahan harga saham di bursa. Semakin efisien suatu pasar, semakin cepat pula informasi tersebut mempengaruhi harga saham.
Pasar diasumsikan efisien jika harga pasar saat ini merefleksikan semua informasi yang ada (Fama, 1970) dan diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut ketersediaan informasi dalam masyarakat (Roberts, 1967) yaitu Weak-Form Market Efficiency, Semi-Strong Market Efficiency dan Strong-Form Market Efficiency.
Efisiensi pasar, baik secara Iangsung maupun tidak langsung, telah sering diuji melalui berbagai penelitian untuk mengindentifikasi reaksi harga pasar terhadap kejadian-kejadian tertentu seperti pengumuman pembagian deviden (Bajaj and Vijh 1995, 1990), pengumuman laporan keuangan perusahaan (Bamber 1987), pemecahan saham (Copeland 1979), dan pengumuman lainnya kepada masyarakat (Kim and Verrecchia 1991 ).
Penelitian yang dilakukan difokuskan pada emiten yang melakukan corporate actions (bonus issue, cash dividend dan stock splits) pada tahun 2001 dan mengukur reaksi pasar atas adanya kejadian corporate actions untuk menguji efisiensi pasar di Bursa Efek Jakarta. Sebanyak 10 emiten dipilih berdasarkan kapitalisasi pasar dan likuiditas perdagangan yang tertinggi, agar pengukuran reaksi pasar dapat mencerminkan kondisi efisiensi pasar di BEJ. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metodologi event study yang dikombinasikan dengan metodologi time series. Metodologi time series dipergunakan untuk 'membersihkan' data dari unsur autokorelasi sebelum dimasukkan sebagai input dalam metodologi event study. Gabungan kedua metodologi ini akan menghasilkan output yang relatif lebih akurat sebagai model pengukuran normal return saham. Periode estimasi untuk event study dalam penelitian ini ditetapkan sepanjang 250 hari dan 21 hari untuk periode even.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, bahwa dari 10 emiten yang dipilih terdapat 1 emiten yaitu TBLA (Tunas Baru Lampung, Tbk.) yang tidak dapat dimodelkan, maka pasar saham TBLA dikatakan sebagai pasar yang efisien, dimana tidak ada pelaku pasar yang memperoleh abnormal return.
Hasil pemodelan berdasarkan periode waktu tersebut menghasilkan 2 klasifikasi model, yaitu model yang sesuai dengan Single Index Market Model (SIMM) dan Multifactor Market Model (MMM). Output tersebut secara langsung menggambarkan kondisi BEJ belumlah efisien. Hasil perhitungan matematis berdasarkan model tersebut secara agregat menunjukkan para investor mendapat abnormal return yang signifikan sepanjang periode even.
Rendahnya nilai uji signifikansi variabel independen dalam menjelaskan model optimal yang didapat, hal ini berarti masih ada informasi publik lain yang hams dimasukkan dalam model pengukuran normal return.
Emiten yang melakukan corporate actions bonus issue, cash dividend dan stock splits
menunjukkan kondisi efisiensi pasar modal di BEJ dalam bentuk setengah kuat terlihat dari
klasifikasi model menunjukkan adanya pengaruh unsur lag saham hari sebelumnya dan
pengaruh return IHSG, rendahnya nilai uji signifikansi model, adanya kebocoran informasi di
pasar terlihat pada pola cummulative abnormal return (CAR) dan lamanya reaksi pasar setelah pengumuman corporate actions menuju nilai keseimbangan.
Pengambilan keputusan investasi oleh investor dipengaruhi oleh kemampuan mengolah informasi, pengaruh psikologis dan emosi dari investor, karakter investor dan preferensi terhadap risiko.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Kalia
"Tesis ini membahas mengenai perbandingan ukuran likuiditas pada pasar saham di Bursa Efek Indonesia. Ukuran likuiditas yang dipakai adalah Roll (intraday), Corwin & Schultz,, Amihud, Roll (harian) yang kemudian akan dibandingkan dengan benchmark ukuran likuiditas yaitu relative bid-ask spread. Perbandingan ukuran likuiditas tersebut bertujuan untuk melihat ukuran manakah yang memiliki korelasi positif tertinggi terhadap ukuran relative bid-ask spread. Data saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh saham LQ45 dan 10 (sepuluh) saham non-LQ45 yang kemudian saham-saham tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok saham sehingga penelitian ini bersifat cross-section. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa proxy Roll (harian) memiliki korelasi positif dengan relative bid-ask spread. Oleh karena itu, Roll (harian) merupakan ukuran proxy yang paling tepat untuk mengukur tingkat likuiditas pada pasar saham di Bursa Efek Indonesia.

This thesis discusses the comparison of several Liquidity Measurements in Indonesia Stock Exchange. The measurements of liquidity used are Roll (intraday), Corwin & Schultz, Amihud, Roll (daily) that will be compared over the relative bid-ask spread as the benchmark measurement. The aim for this comparison is to see which measurement has the positive correlation with relative bid-ask spread. The data used in this study are all LQ45 shares and 10 (ten) non-LQ45 shares that divided into 3 (three) groups of stocks, therefore this study is cross-section. This study found that Roll (daily) has positive correlation over relative bid-ask spread, thus Roll (daily) become the most appropriate measure to gauge the level of liquidity of stock market in Indonesia Stock Exchange. Therefore, Corwin &Schultz is an appropriate liquidity measurement for stock market in Indonesia Stock Exchange."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>