Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1042 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Danang Anggoro
Bogor: Bakorsurtanal, 2009
333.3.917 ANG e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angoro Cahyo Fitrianto
Cibinong, Bogor: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Bakosurtanal, 2009
333.917 ANG e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Mangrove sebagai komunitas tumbuhan terbesar di wilayah pesisir, memiliki potensi mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 di kawasan pesisir timur dan selatan Pulau Bintan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kontribusi ekosistem mangrove dalam pengendalian CO2 atmosfer melalui penyerapan dan penyimpanan karbon dalam bentuk biomassa. Pengambilan data dan sampel penelitian dilakukan pada tiga plot yang memiliki ukuran yang berbeda, yaitu plot 10x10 m² untuk mengetahui stok karbon pohon atas dan bawah permukaan, kayu roboh dan tanah; plot 5x5 m² untuk stok karbon sapling; serta plot 1x1 m² menghitung stok karbon pada semai dan serasah. Hasil penelitian menunjukkan secara umum total stok karbon paling tinggi ditemukan di stasiun Pulau Kelong sebesar 4.020,52 Mg C/ha dan berbeda signifikan dengan stasiun lainnya. Sedangkan stok karbon terendah ditemukan di stasiun Pulau Gin Kecil, yaitu 1.223,98 Mg C/ha. Kondisi hutan mangrove yang cukup terjaga di seluruh lokasi penelitian dengan adanya peraturan daerah dan kesadaran masyarakat lokal yang baik mendukung kualitas tingginya stok karbon di dalam kawasan. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan Xylocarpus granatum dan Rhizophora apiculata mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menyimpan karbon dan didukung oleh kondisi kelimpahan kedua jenis tersebut yang tinggi dalam kawasan. Oleh karena itu, kedua jenis ini sangat cocok digunakan untuk keperluan rehabilitasi kawasan dalam tujuan menyerap karbon dan dalam kaitan merehabilitasi kawasan yang rusak di pesisir Kabupaten Bintan."
OLDI 40:3 (2014) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Ayunda
"Telah dilakukan penelitian mengenai komunitas Gastropoda pada ekosistem mangrove di Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada bulan Juli 2010. Penelitian bersifat deskriptif-analitik dan bertujuan untuk mengetahui komposisi, kepadatan, keanekaragaman, kemerataan, dominansi, penyebaran, kesamaan, dan korelasinya dengan parameter abiotik. Penelitian dilakukan dengan purposive sampling dan menggunakan metode transek kuadrat di tiga pulau, yaitu Pulau Pari, Pulau Tengah, dan Pulau Burung. Parameter abiotik yang diukur meliputi, suhu, salinitas, kedalaman, dan kandungan bahan organik. Sebanyak 33 spesies Gastropoda ditemukan di ekosistem mangrove Gugus Pulau Pari. Gastropoda yang ditemukan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 6 jenis diantaranya merupakan moluska asli mangrove, 2 jenis diantaranya moluska fakultatif, dan 25 jenis sisanya merupakan moluska pengunjung. Kepadatan Gastropoda tertinggi terdapat di Pulau Tengah (112,48 ind/m2) dan terendah di Pulau Burung (66,19 ind/m2). Terebralia sulcata merupakan Gastropoda dengan kepadatan tertinggi, yaitu 31,6 ind/m2. Indeks keanekaragaman jenis tertinggi terdapat di Pulau Burung (1,978) dan terendah di Pulau Pari (1,497). Gastropoda di ekosistem mangrove Gugus Pulau Pari cukup merata dengan pola sebaran mengelompok dan tidak ada spesies yang mendominasi. Indeks kesamaan terbesar terdapat pada substasiun P1 dan T1 (92,74%), sedangkan terendah terdapat pada T3 dan B8 (14,65%). Kandungan lumpur dan bahan organik memiliki korelasi positif terhadap kepadatan Gastropoda.

Abstract
The research had been done for structure community of Gastropods at mangrove ecosystem in complex Pari's Island, Seribu Islands on July 2010. The purpose for this particular descriptive analysis research was to know the composition, density, diversity, evenness, domination, distribution, similarity and it?s correlation with abiotic parameters. Samples were taken by using purposive sampling and transect square method on three islands, namely Pari Island, Tengah Island and Burung Island. The abiotic parameters were measured (temperature, salinity, depth, and organic matter). We found 33 species of gastropods, which they were divided into three groups, namely native (6), facultative (2), and visitor (25) species molluscs of mangrove, respectively. The highest density was found in the Tengah island (112,48 ind/m2) and the lowest in the Burung Island (66,19 ind/m2). Terebrealia sulcata was Gastropod with the highest density (31,6 ind/m2). The highest diversity index occured at Burung Island (1,978) and the lowest at Pari Island (1,497). In general the distribution of Gastropods at mangrove ecosystem in complex Pari?s Island was clumped distribution pattern and no species domination. The highest similarity index found in substation P1 and T1 (92,74%), while the lowest found in T3 and B8 (14,65%). The mud and total organic matter (TOM) has a positive correlation to Gastropods density. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S193
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meidiarsih Eka Savitri
"Pengelolaan mangrove berkelanjutan memiliki pendekatan multidimensional yakni ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Keberlanjutan pengelolaan dapat tercapai jika keempat dimensi tersebut seimbang. Namun, tidak semua daerah dapat mengimplementasikan dimensi keberlanjutan secara seimbang, salah satunya di Desa Kaliwlingi. Tujuan penelitian secara umum untuk menentukan dimensi paling berpengaruh dalam pengelolaan mangrove secara berkelanjutan, sedangkan tujuan khusus untuk menganalisis status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Kaliwlingi ditinjau dari dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi dan dimensi kelembangaan dan merekomendasikan konsep keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah multidimensional scaling menggunakan Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) untuk menentukan status keberlanjutan pengelolaan dilanjutkan dengan metode AHP (Analitical Hierarchy Process) untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan. Hasil penelitian status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove cukup berkelanjutan dengan nilai total 63,69. Sedangkan nilai masing-masing dimensi cukup berkelanjutan dengan rincian dimensi sosial (73,65), kelembangaan (63,43), ekologi (66,78) dan ekonomi (54,34). Konsep keberlanjutan dengan prioritas melakukan pengawasan dan patroli pengamanan secara berkala, melaksanakan rehabilitasi mangrove dengan penganekaragaman bibit sesuai kondisi geofisik lingkungan, melaksanakan sosialisasi, penyadartahuan dan kapasitas masyarakat sekitar terkait mangrove, dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dengan melakukan diversifikasi produk pemanfaatan mangrove.

Sustainable mangrove management employs a multidimensional approach, encompassing ecological, economic, social, and institutional dimensions. Achieving sustainability in management requires a balanced integration of these four dimensions. However, not all regions can implement sustainability dimensions in equilibrium, as exemplified in the case of Kaliwlingi Village. The general objective of this research is to identify the most influential dimension in sustainable mangrove management. The specific goals include analyzing the sustainability status of mangrove ecosystem management in Kaliwlingi Village from ecological, social, economic, and institutional dimensions. The research aims to recommend a concept for the sustainable management of mangrove ecosystems. The methodology employed in this research includes multidimensional scaling using Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) to determine the sustainability status of management. This is followed by the Analytical Hierarchy Process (AHP) method to establish priorities. The research findings indicate a reasonably sustainable status for mangrove ecosystem management, with a total score of 63.69. The individual dimension scores are as follows: social dimension (73.65), institutional dimension (63.43), ecological dimension (66.78), and economic dimension (54.34). The recommended concept for mangrove ecosystem management is based on participatory management involving the community with strengthening non-formal community institutions."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Gina Fadhilah
"Telah dilakukan penelitian aktivitas antibakteri 38 isolat actinomycetes hasil isolasi dari serasah pada ekosistem bakau di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penapisan dengan plug method menunjukkan bahwa isolat SRM 2 merupakan isolat terunggul dengan Indeks Aktivitas IA antibakteri terhadap Kocuria rhizophila NBRC 12708 1,60, Staphylococcus aureus NBRC 100910 1,18, dan Escherichia coli NBRC 3301 0,71. Produksi senyawa antibakteri dari isolat SRM 2 dilakukan dengan metode still culture pada dua medium berbeda yaitu Cross Streak Media CSM broth dan Production Medium IV PM4 selama 3, 6, dan 9 hari inkubasi. Hasil uji antibakteri dari filtrat medium fermentasi menggunakan diffusion method menunjukkan bahwa medium CSM broth yang diinkubasi selama 6 hari memiliki IA tertinggi terhadap bakteri uji. Ekstraksi senyawa antibakteri dilakukan dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kasar diuji pada konsentrasi 20 mg/mL. Hasil uji menunjukkan adanya IA antibakteri hanya terhadap K. rhizophila 0,45 0,08. Sementara hasil uji filtrat medium setelah ekstraksi dengan etil asetat menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap K. rhizophila IA: 1,75 0,16, S. aureus IA: 1,18 0,36, Bacillus subtilis NBRC 13719 IA: 0,16 0,05, E. coli IA: 0,79 0,03, dan Pseudomonas sp. IA: 0,10 0,04. Hal tersebut mengindikasikan bahwa isolat SRM 2 menghasilkan senyawa antibakteri bersifat sangat polar dan semi polar. Senyawa sangat polar terlarut dalam filtrat medium, sedangkan senyawa semi polar terekstraksi dengan etil asetat. Hasil analisis dengan High Performance Liquid Chromatography HPLC menunjukkan masih adanya senyawa antibakteri dalam filtrat medium setelah diekstraksi dengan etil asetat.

Research about antibacterial activity of 38 actinomycetes isolates from leaf litter of mangrove ecosystem in Pramuka island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta was carried out. Screening of antibacterial activity by plug method showed isolate SRM 2 was the most potential isolate which Activity Index AI against Kocuria rhizophila NBRC 12708 1.60, Staphylococcus aureus NBRC 100910 1.18, and Escherichia coli NBRC 3301 0.71. Production of antibacterial compound from isolate SRM 2 was done by using still culture method on Cross Streak Media CSM broth and Production Medium IV PM 4 for 3, 6, and 9 days incubation. Antibacterial test using filtrate medium by diffusion method showed CSM broth incubated for 6 days has the highest AI against bacterial tested. Extraction of antibacterial compound was done by ethyl acetate solvent and 20 mg ml extracts were tested. Antibacterial test showed AI of antibacterial against K. rhizophila AI 0.45 0.08. Meanwhile antibacterial test using filtrate medium after extraction showed antibacterial activity against K. rhizophila AI 1.75 0.16, S. aureus AI 1.18 0.36, Bacillus subtilis NBRC 13719 AI 0.16 0.05, E. coli AI 0.79 0.03, and Pseudomonas sp. AI 0.10 0.04. Antibacterial coumpounds from isolate SRM 2 were highly polar and semi polar. Highly polar compound dissolved in filtrate medium, while semi polar compound extracted with ethyl acetate. Analysis using High Performance Liquid Chromatography HPLC proved antibacterial compund contained in filtrate medium after extraction by ethyl acetate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evie Lazuardy Fasa
"Telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas amilase 28 isolat actinomycetes dari serasah pada ekosistem bakau di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penapisan secara kualitatif dilakukan menggunakan metode iodin pada medium starch agar, kemudian berdasarkan zona bening yang terbentuk, aktivitas amilase diekspresikan sebagai Indeks Aktivitas (IA) amilase. Penapisan secara semi-kuantitatif dilakukan menggunakan metode iodin pada medium starch broth, kemudian nilai transmitan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ=620 nm. Berdasarkan hasil penapisan tersebut, SM 25 merupakan isolat terpilih dengan nilai IA= 3,21 dan transmitan 84,3%. Uji aktivitas amilase isolat SM 25 dan konsentrasi glukosa yang terbentuk pada filtrat medium fermentasi dengan dua sumber pati berbeda yaitu soluble starch dan tepung beras diukur pada λ=540 nm berdasarkan metode dinitrosalicylic acid (DNS). Aktivitas amilase isolat SM 25 pada medium dengan tepung beras (3,33 U/mL) lebih rendah daripada medium dengan soluble starch (5,02 U/mL). Namun konsentrasi glukosa pada medium pertumbuhan isolat SM 25 dengan tepung beras (582 μg/mL) lebih tinggi daripada medium dengan soluble starch (407 μg/mL). Hasil identifikasi menggunakan sekuens parsial gen 16S rRNA, isolat SM 25 teridentifikasi sebagai Streptomyces sanyensis dengan homologi sebesar 99,66 persen.

Research about amylase activity of 28 actinomycetes isolates from mangrove litter at Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, has been carried out. Qualitative screening was done using iodine method on starch agar, based on the formation of clear zone, then amylase activity was expressed as amylase Activity Index (AI). Semi-quantitative screening was done using iodine method on starch broth, then transmittance value was measured using spectrophotometer at λ=620 nm. Among the isolates tested, SM 25 was the isolate with the most potential for amylase activity with AI=3,21 and transmittance 84,3% which was further tested. Amylase activity of isolate SM 25 and glucose concentration in medium filtrate with soluble starch and rice flour was measured at λ=540 nm using the dinitrosalicylic acid (DNS) method. The result showed that isolate SM 25 has lower amylase activity in medium with rice flour (3,33 U/mL) than soluble starch (5,02 U/mL). However, isolate SM 25 has higher glucose accumulation in medium with rice flour (582 μg/mL) than soluble starch (407 μg/mL). Identification based on partial sequence of 16S rRNA gene, isolate SM 25 was identified as Streptomyces sanyensis with 99,66 homology.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The ecological role of mangrove ecosystem is economically, socially and physically, highly significant. Despite the many benefits provided by mangroves, they tend to be under intense pressure from competing resource used by local vullagers, in particular, as firewood, or charcoal. The ecosystem is typically crucial, hence the benefits and values need to identify and estimate economically. The objectives of this research are: (1) to identify economic values of mangroves based on ecosystem benefits; and (2) to estimate total economic value (TEV) of "use-value" and "non-use value" of mangroves. The method of economic valuation was applied to estimate TEV based on the benefits of mangroves ecosystem (direct-use value, indirect-use, option use, and existence use values). Results of this research are as follows. (1) Functions and benefits of the mangrove ecosystem in the village of Tawiri Consisted of direct-use (fuel wood collection for the subsistence needs of local villagers, wild animals used by humans for subsistence purposes, near by fishing activities); indirect-use (natural barrier to shoreline erosion, highly nutritious food source for animals in the mangrove area), option use (biodiversity bnfits), and existence use (WTP). (2) The TEV of mangrove was Rp 24,887,887 per year, consisting of direct-use value of Rp 11,299,500 per year (45.40%), indirect-value of Rp 9,098,077 per year (36.56%), exixtence value of Rp 4,083,750 per year (16.41%) and optionvalue of Rp 406,560 per year (1.63%)."
JUORMAN
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Sudiana
"Ekosistem Hutan Mangrove Segara Anakan terdiri dari berbagai komponen sumber daya alam berupa bentang alam, flora, fauna, dan masyarakat setempat, komponen itu satu dengan lainnya berinteraksi membentuk satu kesatuan ekosistem. Saat ini, ekosistem hutan mangrove tersebut mengalami tekanan dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari berupa pengambilan sumber daya hutan mangrove seperti flora dan fauna.
Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan tersebut maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Ekoturisme merupakan salah satu alternatif program yang dapat diterapkan. Permasalahannya adalah apakah ekosistem hutan mangrove Segara Anakan memiliki sumberdaya dan lingkungan untuk pengembangan ekoturisme?
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi obyek dan daya tarik ekoturisme, persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat setempat, aksesibilitas dan sarana prasarana, lembaga pengelolaan, faktor internal dan eksternal, dan merumuskan strategi pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan.
Metode yang digunakan adalah adalah metode kualitatif dan desknptif dengan jenis studi kasus. Analisis pengembangan menggunakan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT). Data dikumpulkan melalui studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Hasil-hasil dari penelitian adalah:
1. Pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan telah sesuai dengan arahan pembangunan nasional yang diimplementasikan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004. Pada kebijaksanaan tingkat daerah pengembangan kegiatan ekoturisme telah sesuai dengan kebijaksanaan daerah yang dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Segara Anakan Kabupaten Cilacap tahun 1999/2000-2009/2010.
2.Ekosistem hutan mangrove Segara Anakan memitiki potensi sumber daya alam berupa bentang alam, flora, fauna dan kegiatan sosial ekonomi sebagai obyek dan daya tarik ekoturisme.
3.Kegiatan ekoturisme yang dapat dilakukan di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan meliputi memancing, menikmati bentang alam, pengamatan burung, pengamatan vegetasi hutan mangrove.
4.Sebagian besar responden (97%) menyatakan setuju terhadap rencana pengembangan ekosistem hutan mangrove bagi kegiatan ekoturisme. Peran serta yang diinginkan secara berurutan adalah kegiatan usaha makanan dan minuman, menyewakan perahu, pemandu wisata, usaha penginapan dan menjadi pegawai kantor pengelola;
5.Sarana dan prasarana pengelolaan serta pelayanan pengunjung yang dibutuhkan untuk pengembangan ekoturisme saat ini belum memadai;
6.Segara Anakan memiliki tingkat aksesibilitas yang baik melalui jalur penyeberangan yang menghubungkan wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
7.Lembaga pengelolaan untuk pengembangan ekoturisme di Ekosistem Hutan Mangrove Segara Anakan belum tersedia.
8. Faktor internal dan Eksternal pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan adalah:
?Kekuatan terdiri dari : keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan, keindahan bentang alam, keanekaragaman jenis dan perilaku fauna, struktur vegetasi dan keanekaragaman jenis flora, dan tanggapan positif masyarakat setempat.
?Kelemahan terdiri dari : lembaga pengelola belum ada, fasilitas pengelolaan dan pelayanan pengunjung belum ada, dan tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat setempat masih rendah.
?Peluang terdiri dari : arah kebijaksanaan di tingkat nasional dan daerah sudah ada, Segara Anakan sebagai koridor pariwisata di antara obyek wisata di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sarana transportasi ke lokasi memadai.
?Ancaman terdiri dari : tingginya tingkat sedimentasi di perairan Segara Anakan, tekanan masyarakat di luar terhadap hutan mangrove.
9. Strategi yang diusulkan untuk pengembangan ekoturisme meliputi penanganan sedimentasi, pengembangan peran serta masyarakat setempat, pengembangan obyek dan daya tank ekoturisme, pengembangan sarana dan prasarana ekoturisme, dan pengembangan lembaga pengelolaan.
Saran-saran dari penelitian ini adalah:
1.Keberhasilan pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan sangat ditentukan oleh keutuhan dan keaslian hutan mangrove di lokasi Segara Anakan. Oleh karena itu program perlindungan dan pelestarian ekosistem hutan mangrove harus dilakukan terus-menerus, yaitu program penanganan sedimentasi dan program pengembangan peran serta masyarakat;
2.Program penanganan sedimentasi disarankan melalui dua pendekatan yaitu menurunkan tingkat erosi di daerah hulu Sungai Citanduy dan mengurangi proses sedimentasi di perairan Segara Anakan. Untuk merealisasikannya perlu kerjasama yang kuat antara Pemda Jawa Banat dan Jawa Tengah;
3.Program peran serta masyarakat setempat dalam ekoturisme disarankan melalui dua pendekatan yaitu pengembangan peran serta secara aktif berupa pelibatan masyarakat setempat pada setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pengelolaan dan evaluasinya. Pengembangan peran serta secara pasif dilakukan melalui program pendidikan dan latihan, pembinaan, dan pendampingan pada aspek pelestarian hutan mangrove dan bidang-bidang usaha makanan dan minuman, penginapan, pemandu, dan jasa wisata lainnya.
4. Penelitian ini ditekankan pada masalah potensi kawasan sebagai obyek dan daya tarik ekoturisme. Untuk menyempurnakan kajian pengembangan dari aspek pemasaran dan promosinya maka perlu adanya penelitian lanjutan mengenai potensi pasar terhadap upaya pengembangan ekoturisme di ekosistem hutan mangrove Segara Anakan.
Daftar Kepustakaan: 56 (1971.2000)

Study of Ecotourism Development in A Mangrove Forest Ecosystem (A Case Study of the Segara Anakan Mangrove Forest Ecosystem, Cilacap, Central Java).The Segara Anakan mangrove forest ecosystem consists of several natural resources components, i.e. flora, fauna, local people, land, terrestrial and water landscape, which interacted with one another as one ecosystem. Recently, it has been exploited by people surrounding the ecosystem to fulfill their basic needs.
Increasing local people's income is an alternative solution to prevent mangrove forest ecosystem degradation. This could be achieved by the application of ecotourism concepts. The problem faced is whether The Segara Anakan mangrove forest ecosystem has the resources and environment necessary for the development of ecotourism.
The purpose of this study was to identify tourism potential and natural resource attractions, perceptions and level of participation of the local people, accessibility and facilities, management institutions, internal and external factors, and the formulation of ecotourism development strategy for the Segara Anakan mangrove forest.
Qualitative and descriptive methods were used in the research which was a case study. Analysis used a SWOT approach.. Data were collected using three techniques: literature review, observation or fieldwork, and in depth interviews with local people.
The study showed that:
1.Segara Anakan ecotourism development is consistent with the State Development Policy that was included in the National Development Program (PROPENAS) for 2000-2004, At the local government policy level it is supported by The Segara Anakan Spatial Plan for 199912000-2009/2010.
2.The Segara Anakan mangrove forest ecosystem has environment and natural resources, including, landscape, flora, fauna and socio-economic activities as object potential attraction.
3.Ecotourism activities that would be carried out in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem include fishing, enjoyment of the landscape, bird watching, and mangrove forest vegetation observation.
4.Most of the people interviewed (97%) agreed with planning for Segara Anakan mangrove forest ecosystem development for tourism. Therefore they want to participate; by opening drink and food shops, restaurants, fishing and working as recreation guides, renting boats, cottage, and working as management staff.
5.Management and visitors facilities that are needed for ecotourism development have not yet been provided in the location.
6.Segara Anakan has a high level of accessibility due to its location on the route between West Java and Central Java.
7.Management Institutions that are needed for ecotourism development have not yet been provided in the location.
8.The internal and external factors of the ecotourism development in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem are :
? Strengths include: species diversity and abundance of fish, landscape beauty, species diversity and behavioral of fauna, vegetation structure and species diversity of flora, and positive response from the local people.
 Weaknesses include: lack of management institution, unavailability of management and visitors facilities, and the low education level of the local people.
 Opportunities include: the availability of policy direction at the National and regional level, the location of Segara Anakan on the route between tourism destinations in West Java and Central Java, and the availability of local transportation facilities.
 Threats include: The high level of sedimentation in the Segara Anakan waters, and external community pressure on the mangrove forest.
9. The strategies proposed for the development of ecotourism include sedimentation management, development of local people?s participation, development of natural resources and other attractions, development of ecotourism facilities, and development of management institutions.
Recommendations of the research include:
1. The success of ecotourism development in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem will strongly depend on the integrity, uniqueness and condition of mangrove forest ecosystem in Segara Anakan. Therefore, its protection and preservation has to be done continuously through sedimentation management program and development of indigenous people participation program.
2.The proposed approach for sedimentation management includes reduction of erosion levels in the upland area of The Citanduy River Basin and reduction of sedimentation process in the Segara Anakan waters. The implementation should be conducted through strong collaboration with local Governments of West Java and Central Java.
3.The proposed approach for the development of local peoples participation includes the development of active participation of local people in every step of the activity from planning, to implementation, management and evaluation step. Development of passive participation will take place education and training, coaching and assistance in mangrove forest conservation and also in the area of food and drinks, accommodation, guiding and other tourism services.
4.The study focuses on the identification of problems related to ecotourism attraction. A complete study of the whole area of ecotourism has to include marketing and promotion aspects; therefore a study of the potential of the market for ecotourism development in the Segara Anakan mangrove forest ecosystem is also required.
References: 56 (1971-2000).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T8593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widiastuti
"Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis binatang dan tumbuhan termasuk manusia yang hidupnya tergantung pada ekosistem mangrove.
Pada saat ini masih banyak orang yang tidak mengetahui bagaimana pentingnya hutan mangrove dalam mata rantai kehidupan di alam ini. Sebagian orang berpendapat bahwa pemanfaatan hutan mangrove semata-mata hanyalah sebagai hutan untuk menunjang kebutuhan hidupnya; sehingga peranan yang multi-kompleks dalam rangkaian sistem ekologis dari hutan mangrove tidak terpikirkan.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang memerlukan lahan permukiman, pertanian, perindustrian dan fasilitas lainnya, maka konversi hutan mangrove makin meningkat pula.Setiap bentuk pengusahaan dalam ekosistem mangrove pada awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga bentuk usaha pemanfaatan masih bersifat tradisional. Selanjutnya pemanfaatan ini berkembang ke dalam bentuk usaha-usaha yang dilakukan secara besar-besaran, yang terjadi hampir di seluruh areal ekosistem mangrove di Indonesia. Sebagian penggunaan lahan tersebut tidak terkendali sehingga pada areal tertentu kegiatan tersebut mengarah ke suatu bentuk perambahan.
Lokasi penelitian adalah di daerah Morodemak yang termasuk wilayah Kecamatan Bonang, Kabupaten Daerah Tingkat II Demak, Jawa Tengah; di mana di daerah ini hutan mangrove yang ada semakin berkurang dan banyak dikonversi menjadi pertambakan, sehingga kegiatan ini mengarah ke perambahan dan berpengaruh langsung terhadap produktivitas pantai.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dan pengukuran parameter baik di lapangan maupun di laboratorium. Untuk mendukung hasil pengukuran, juga dilakukan wawancara dengan para nelayan yang menangkap ikan di sekitar lokasi penelitian.
Hipotesis yang diajukan adalah bahwa perambahan mempengaruhi komposisi dan struktur hutan mangrove serta produktivitasnya, yang kemudian akan mempengaruhi pula produktivitas pantai.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan berikut:
Pada hutan mangrove Morodemak perambahan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tingkat semai, belta dan pohon yang mengalami penurunan, tetapi belum mempengaruhi kecepatan dekomposisi serasah.
Adanya perambahan berupa penebangan liar dan terjadinya banjir di hutan mangrove Morodemak menyebabkan produktivitas pantai berupa ikan dan udang bukan tambak mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis korelasi antara indeks nilai penting hasil penelitian yang terdahulu (X) dengan indeks nilai penting hasil penelitian sekarang (Y) yang mempunyai koefisien korelasi r = 0,98.
Dan pada pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh nilai sebesar 6,91 dan ternyata t hitung > t tabel, berarti hipotesis diterima. Di samping oleh perambahan, menurunnya komunitas mangrove di Morodemak juga disebabkan oleh konversi hutan mangrove menjadi tambak.
Pengamatan terhadap faktor-faktor lingkungan memperoleh hasil sebagai berikut : keadaan pH perairan menunjukkan bahwa perairan tergolong produktif sampai dengan sangat produktif, keadaan DO menunjukkan bahwa perairan tergolong kurang produktif sampai dengan sangat produktif, BODnya menunjukkan bahwa perairan tercemar sedang, CODnya menunjukkan bahwa perairan belum tercemar sampai tercemar ringan, keadaan plankton menunjukkan bahwa perairan tercemar ringan sampai dengan tidak tercemar, dan keadaan bentos menunjukkan bahwa perairan tidak tercemar.

The mangrove ecosystem is a natural resource in the tropical areas, which has various benefits and influences in terms of social, economic, and ecological aspect. The importance of mangrove ecosystem can be known from a many kinds of animals and plants including human beings which life depends on the mangrove ecosystem.
At present, many people still do not know the importance of mangrove forest in the chain linkage life in the world. Some people think that the utilization of mangrove forest is for the support of the human life only, so that the multiple role of mangrove forest in the ecological system has not been thought.
Following the population increase, which affects the increase in the needs for settlement, areas, agriculture, industrial sites and other facilities, the mangrove forest conversion has also increased. Efforts to use the mangrove ecosystem, firstly was in order to fulfill a daily requirement of human lives, so that the type of conversion was still followed a traditional way.
The use of mangrove ecosystem, however become more intensive and occurs almost in every mangrove area in Indonesia. The land use have not been controlled so this lead to a deforestation.
This study was located at the Morodemak, District of Bonang, in Demak Regency, Central Java, where the size of mangrove forest is gradually decreased. In the near future, the degradation process is estimated to be higher and may cause direct impacts to coastal, productivity.
The study involved fieldwork (i.e. samples collection and measure of parameter) and laboratory work. In order to support primary data, it was collection of secondary data by interviewing some selective respondents adjacent to the study area. The proposed hypothesis was that deforestation would influence the composition, structure and productivity of mangrove forest, which subsequence would effect of the coastal productivity.
The study has found several items as follow: In the mangrove forest of Morodemak, deforestation had reduced growth levels of seed, sapling and trees. However, deforestation had no significant effects on the rate of decomposition or production of detritus. Deforestation by means uncontrolled felling and flooding in the mangrove forest of Morodemak, decreased the coastal productivity significantly.
The result of correlation analysis between the important value index from the past study (X) and the important value index of the current study (Y), was significantly high where coefficient correlation r 0,98. The hypothesis was accepted with using t test, it has pointed 6,91. Decreasing mangrove community in Morodemak was also caused by conversion forest to be fishponds.
Result of monitoring of environmental factors adjacent to the mangrove water is as follow:
The pH could bee classified to be productive to very productive. The DO was in the range of less productive to very productive. Based on measurement of BOD, the waters were moderately contaminated. However values of COD indicated that the waters could classify to be no contaminated to less contaminate. Abundance of plankton indicated that this area had degrees of contamination null to less. However, benthos showed in a good condition.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>