Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Windyannisa Cindrati
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas konflik identitas tokoh utama yang disebabkan oleh konstruksi identitas seksual dalam film drama Une Nouvelle Amie. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari korpus berbentuk film. Hasil analisis melalui aspek naratif dan sinematografis menunjukkan perkembangan identitas seksual pada tokoh utama yang disebabkan oleh dorongan sosial di sekitarnya. Penelitian ini menunjukkan bagaimana setiap tokoh dalam kehidupan seseorang dapat berpengaruh dalam perkembangan dan pergeseran identitas seksualnya.

ABSTRACT
The research discusses the inner conflict of the main character caused by the construction of her sexual identity in the drama film Une Nouvelle Amie. The qualitative research method is used to analyze data obtained from the corpus. The results of the analysis through the narrative and cinematographic aspects show the development of sexual identity in the main character caused by the surrounding social impulse. This research shows how each character in a person 39 s life can have an effect on the development and shiftment of his her sexual identity."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf;
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyya Larissa
"Penelitian ini membahas bagaimana seseorang dapat melakukan peralihan identitas seksual didalam kehidupanya dengan penelitian tersebut kita dapat mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan hal tersebut.  Metode yang digunakan dalam penelitian bersifat kualitatif dengan cara pengamatan calon informan yang akan diwawancarai secara mendalam apakah bersedia atau tidak untuk diwawancarai. Berdasarkan hasil temuan-temuan yang saya peroleh dari penelitian ini seseorang melakukan peralihan identitas seksual diakibatkan oleh beberapa faktor seperti keluarga, pertemanan dan ekonomi. Faktor keluarga biasanya dijadikan sebagai faktor utama dalam mempengaruhi identitas diri seseorang, namun nyatanya pertemanan juga sangat mempengaruhi terlebih saat seseorang menginjak masa puber, lalu keadaan lainnya karena pengaruh dari ekonomi. Ekonomi seseorang tidak selalu pada kondisi yang stabil sehingga ketiga faktor tersebut menjadi peralihan identitas seseorang. Dalam penelitian ini saya ingin menunjukan bahwa pengalaman seksual seseorang juga menjadi salah satu kunci dari perubahan identitas seksual.

This study discusses how a person can make a transition of sexual identity in his life with this research we can find out what factors are causing it. The method used in this study is qualitative by observing prospective informants who will be interviewed in depth whether they are willing or not to be interviewed. Based on the findings that I have obtained from this study, a person transitions sexual identity caused by several factors such as family, friendship and economy. Family factors are usually used as a major factor in influencing one's self-identity, but in fact friendship is also very influential especially when someone steps into puberty, then other conditions due to the influence of the economy. A person's economy is not always in a stable condition so these three factors become a transition of one's identity. In this research I want to show that a person's sexual experience is also one of the keys to changing sexual identity.

 

Keywords: gay, bisexual, sexual experience, transitions sexual identity."

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Sabila Andjani
"Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat partisipasi para fans dalam fandom telah mencapai tingkat keterlibatan yang semakin tinggi. Karya fans yang berfokus pada slashing atau pada pasangan laki-laki telah sering menjadi subyek diskusi akademis karena dianggap sebagai wadah untuk mengeksplorasi konstruksi gender. Namun, hanya sedikit penelitian akademis yang dilakukan pada karya self-insert karena karya heterosexual diasumsikan tidak
memiliki potensi subversif yang sama seperti karya ‘slashing’. Penelitian ini akan berfokus pada karya self-insert dalam bentuk fan work baik dalam bentuk visual ataupun textual pada fandom anime pada khususnya, karena secara historis, fandom anime lebih dikenal sebagai fandom yang didominasi laki-laki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan mengambil konsep dari gender performativity theory, penelitian ini akan membandingkan dan mengkaji protagonis wanita dalam karya self-insert di fandom anime dan bagaimana karya tersebut telah mengeksplorasi secara kreatif identitas gender dan seksual mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap norma gender konvensional.

In recent years, fan participation in their respective fandoms have reached new levels of higher and deeper involvement than ever before. Fan made works that focus on ’slashing’ or the pairing of two male characters have been subject to plenty of academic discussions as they offer rich data to explore gendered discourses in the narrative construction of fictional and real-life identities. However, there has been less academic research done on self-insertion fan works where the author inserts her own self into the narrative. Self-insertion fan works more often than not, focus on heterosexual relationships, and thus has been neglected by scholars as it is assumed that
heterosexual works do not have the same subversive potential as slash fan works do. Though self-insertion fan works has been seen as an inherently feminine practice, this paper will focus on self-insertion fan works in the form of fan fiction, and visual forms of self-insert fan works by the anime fandom in particular, as the anime fandom has been historically known to be more male dominated. By using a qualitative approach to the study and
drawing on concepts from gender performativity theory, this paper will compare and examine the female protagonists in several chosen self-insert fan works in the anime fandom and how the female authors have creatively explored and played with their gendered and sexual identities as a form of resistance to conventional gendered discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Baninya Putri Marlin
"Filipina merupakan negara dengan mayoritas penduduk yang menganut agama Katolik konservatif. Tingginya nilai-nilai keagamaan di Filipina mendasari adanya diskriminasi terhadap kaum LGBT. LAGABLAB Network hadir sebagai jaringan advokasi LGBT di Filipina. LAGABLAB Network melakukan upaya-upaya untuk mendorong Senate dan House of Representatives, hingga akhirnya pada tahun 2017 House of Representatives meloloskan SOGIE Bill pada tahap 3rd Reading. Oleh karena itu penulis menggunakan pertanyaan `Bagaimana upaya LAGABLAB Network dalam mendorong disetujuinya SOGIE Bill oleh House of Representatives tahun 2017. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan teori Aktivisme Politik oleh Pippa Norris dan teori Civil Society dari Larry Diamond.

The Philippines is a country with the majority of people being adherents of conservative Catholicism. The high religious values in the Philippines is the main reason why LGBT people being discriminated. LAGABLAB Network was made as an LGBT advocacy network in the Philippines. LAGABLAB Network is making efforts to encourage the Senate and the House of Representatives, until finally in 2017 the House of Representatives passed the SOGIE Bill in the 3rd Reading. Therefore, the writer uses the question "What is the effort of LAGABLAB Network in encouraging the approval of SOGIE Bill by the House of Representatives in 2017. In conducting research, the author uses Political Activism Theory by Pippa Norris and the Civil Society Theory from Larry Diamond.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Azura
"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana banlieue sebagai lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kontruksi identitas dan menjadi penyebab terkonstrukisnya identitas Dounia sebagai tokoh utama dalam Film Divines (2016) karya Houda Benyamina. Film ini menceritakan kehidupan remaja perempuan keturunan Afrika sebagai imigran di Prancis yang bertempat tinggal di sebuah banlieue. Dounia yang merupakan seorang remaja perempuan keturunan imgiran memiliki ambisi untuk meninggalkan banlieue dan memiliki kehidupan di luar banlieue yang ia impikan. Banlieue yang menjadi latar tempat di film Divines ini memperlihatkan penggambaran sebuah tempat tinggal yang jauh dari pusat kota dengan kondisi kehidupan yang kurang memadai. Banlieue adalah salah satu bentuk segregrasi sosial yang diciptakan oleh pemerintah Prancis yang menyimpan berbagai permasalahan sosial di dalamnya bagi masyarakat yang menetap. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film digunakan teori kajian film dari Boggs & Petrie. Kemudian, digunakan konsep tentang identitas oleh Stuart Hall dalam tulisan ini untuk mengungkap permasalahan identitas tokoh. Hasil analisis memperlihatkan terkonstruksinya identitas Dounia dengan perubahan-perubahan antara lain, tidak mengikuti sistem pendidikan, meninggalkan nilai-nilai budaya dan ketuhanan yang melekat pada dirinya, serta melakukan tindakan kriminal. Adapun penyebab dari terkonstruksinya identitas Dounia adalah disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi di banlieue. Banlieue dalam film ini hadir sebagai tempat yang sulit untuk dihuni sehingga menjadi penyebab tokoh utama berkeinginan untuk melarikan diri dan terjadinya konstruksi identitas. Dounia berfantasi akan kebebasan dan kemewahan yang dapat ia temukan di luar banlieue. Identitas Dounia terkonstruksikan dari upayanya untuk mewujudkan impian utamanya yaitu untuk memulai kehidupan baru di luar banlieue.

This article is intended to reveal how living quarters can influence identity construction and become the identity of Dounia as the main character in Film Divines (2016) by Houda Benyamina. The film tells the life of teenage girls of African descent as immigrants in France who live in banlieue. Dounia who represents teenage girls has the right to get banlieue andhave a life outside the banlieue she dreamed of. The Banlieue which is the setting for the Divines movie returns the depiction of a residence far from the city center with inadequate life situations. Banlieue is one of the forms of social segregation created by the French government that stores various kinds of social services that are available to sedentary communities. The methodology used in this research is qualitative research. To study the narrative and cinematographic aspects of the film, film scoring theory is used from Boggs & Petrie. Then, the concept of identity was used by Stuart Hall in this paper to uncover the question of character identity. The results of the analysis choose the construction of a Dounia identity with changes, among others, not following the education system, taking inherent cultural and divine values to oneself, and committing criminal acts. As a cause of the construction of world identity caused by various factors such as poverty, injustice, and many crimes that occurred in banlieue. But in this film it is present as a difficult place to inhabit so that the main character wishes to break away and change identity construction. Dounia fantasizes about freedom and luxury that can be found outside the banlieue. Dounias identity is constructed from her efforts to realize dreams that are intended to start a new life outside of the banlieue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Sabila Andjani
"Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat partisipasi para fans dalam fandom telah mencapai tingkat keterlibatan yang semakin tinggi. Karya fans yang berfokus pada ‘slashing’ atau pada pasangan laki-laki telah sering menjadi subyek diskusi akademis karena dianggap sebagai wadah untuk mengeksplorasi konstruksi gender. Namun, hanya sedikit penelitian akademis yang dilakukan pada karya self-insert karena karya heterosexual diasumsikan tidak memiliki potensi subversif yang sama seperti karya ‘slashing’. Penelitian ini akan berfokus pada karya self-insert dalam bentuk fan work baik dalam bentuk visual ataupun textual pada fandom anime pada khususnya, karena secara historis, fandom anime lebih dikenal sebagai fandom yang didominasi laki-laki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan mengambil konsep dari gender performativity theory, penelitian ini akan membandingkan dan mengkaji protagonis wanita dalam karya self-insert di fandom anime dan bagaimana karya tersebut telah mengeksplorasi secara kreatif identitas gender dan seksual mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap norma gender konvensional.
In recent years, fan participation in their respective fandoms have reached new levels of higher and deeper involvement than ever before. Fan made works that focus on ’slashing’ or the pairing of two male characters have been subject to plenty of academic discussions as they offer rich data to explore gendered discourses in the narrative construction of fictional and real-life identities. However, there has been less academic research done on self-insertion fan works where the author inserts her own self into the narrative. Self-insertion fan works more often than not, focus on heterosexual relationships, and thus has been neglected by scholars as it is assumed that heterosexual works do not have the same subversive potential as slash fan works do. Though self-insertion fan works has been seen as an inherently feminine practice, this paper will focus on self-insertion fan works in the form of fan fiction, and visual forms of self-insert fan works by the anime fandom in particular, as the anime fandom has been historically known to be more male dominated. By using a qualitative approach to the study and drawing on concepts from gender performativity theory, this paper will compare and examine the female protagonists in several chosen self-insert fan works in the anime fandom and how the female authors have creatively explored and played with their gendered and sexual identities as a form of resistance to conventional gendered discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Novitadewi Susanto
"Masuknya budaya populer Korea, terutama musik pop, memunculkan fenomena baru yang lain yaitu roleplay di kalangan para penggemarnya. Roleplay merupakan permainan peran, baik memainkan peran karakter fiksi maupun publik figur di kehidupan nyata. Setiap orang dibebaskan memainkan karakter yang mereka inginkan dan mendorong pemain untuk memainkan karakter dengan identitas yang berbeda, salah satunya identitas gender. Dari sinilah muncul fenomena gender swap. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan metode observasi dan wawancara mendalam secara daring untuk menyesuaikan dengan pandemi COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana seseorang mengonstruksikan identitas gender yang berbeda dan kaitannya dengan stereotip gender yang berlaku. Hasil dari penelitian ini adalah informan mengonstruksikan identitas gender yang berbeda dengan tindakan performatif yang dilakukan secara berulang-ulang melalui tampilan akun, typing, dan interaksi sosial. Dalam mengonstruksikan identitas gendernya, informan melanggengkan dan menentang stereotip gender secara bersamaan.

The entry of Korean pop culture, especially pop music, has led to another new phenomenon, namely roleplay among fans. Roleplay is a role-playing game, both playing the role of fictional characters and public figures in real life. Everyone is free to play the character they want and encourages players to play characters with different identities, one of which is gender identity. This is where the gender swap phenomenon emerges. This study uses an ethnographic approach with online observation and in-depth interviews to adapt to the COVID-19 pandemic. The purpose of this study is to see how a person constructs a different gender identity and its relation to prevailing gender stereotypes. The results of this study are informants construct different gender identities with performative actions that are carried out repeatedly through account display, typing, and social interaction. In constructing their gender identity, informants perpetuate and oppose gender stereotypes simultaneously."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Wisudantari Parthami
"Penelitian tentang identitas jender laki-laki dalam kerangka psikologi ulayat juga masih sangat minim jumlahnya. Pengaplikasian teori psikologi barat secara utuh pada fenomena budaya tentu dapat menimbulkan bias. Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali merupakan salah satu desa Bali asli yang mengelompokan peran pemuda dan gadis desanya berdasarkan organisasi khusus, sekeha teruna (untuk pemuda) dan sekeha deha (untuk gadis).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemahaman subjek terhadap identitas jender laki-laki mereka dan proses pembentukan identitas jender laki-laki mereka. Penelitian ini menggabungkan berbagai macam teori mengenai identitas jender laki-laki serta teori belajar sosial?termasuk sosialisasi dan skema jender-sebagai kerangga acuan dalam menganalisis.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara dan studi pustaka sebagai teknik pengambilan data. Wawancara dilakukan pada tiga pemuda desa adat Tenganan Pegringsingan yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda.
Hasil penelitian menunjukan ketiga subjek memiliki pemahaman bahwa identitas jender laki-laki mereka terpisah antara 'teruna' dan 'laki-laki'. 'Teruna' adalah identitas jender mereka dalam konteks adat. Sedangkan 'lakilaki' merupakan identitas jender laki-laki mereka di luar konteks adat. Pemahaman identitas jender laki-laki mereka dihayati dari sisi fisik, karakter, dan perilaku mereka sebagai laki-laki. Ketiga subjek memahami ada banyak pihak yang membentuk mereka menjadi laki-laki dan atau teruna. Eka memandang keluarga sebagai faktor utama dalam proses pembentukan identitas jender lakilakinya. Dwi merasa pengaruh adat yang paling besar membentuk identitas jender laki-lakinya. Sedangkan Tri menekankan peran teman-teman laki-lakinya.

It is still few study of male gender identity on indigenous psychology perspective. Straight forward applied of western theories on local phenomena could lead bias. Tenganan Pegringsingan Village, Karangasem, Bali, is an ancient Balinese Village at the present moment, which is classifying its young men and women based on special organization called sekeha teruna (for young men) dan sekeha deha (for young women).
Objectives of this study are to describe subject's understanding about their male gender identity and the process of their male gender identity construction. These studies used eclectic approach by composing many theories of male gender identity and social learning theory?including ocialization and gender schema theory-as base theory.
Research is conducted with qualitative method, using indepth interview and study literature as data collection technique. Three young adult from Tenganan Pegringsingan Village were chosen purposively as participants.
Research findings show participants distinct their concept between 'teruna' and 'man'. 'Teruna' they define as their male gender identity in indigenous context. Otherwise, 'man' is their male jender identity out side indigenous context. They find their male gender identity in term masculine physic, trait, and behavior. Participants have recognize many factor have construct them become a man or teruna. Eka put his family as the main factor of his male gender identity construction. Dwi thought Tenganan Pegringsingan give biggest influence to himself. Meanwhile, Tri sees his friends are the main factor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
305.3 PUT k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Diantha Azzahra
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas performativitas gender pada tokoh Nagisa dalam film Midnight Swan (2020) karya Uchida Eiji serta menganalisis pandangan masyarakat Jepang terhadap performativitas gender yang ditampilkan oleh Nagisa dalam film tersebut. Penelitian ini menerapkan dua teori dalam kerangka analisis, yaitu performativitas gender oleh Judith Butler (1990) dan teori kode-kode televisi John Fiske (1999) yang terbagi dalam tiga level, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan visual dalam film Midnight Swan. Ditemukan delapan data yang menunjukkan performativitas gender Nagisa dan lima data yang menggambarkan pandangan masyarakat terhadap performativitas gender Nagisa. Temuan ini menunjukkan bahwa tokoh Nagisa tidak hanya ditunjukkan melalui karakternya sebagai transgender, tetapi juga ditunjukkan dengan menjadi seorang ibu dan penari kabaret. Pandangan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu menerima dan menolak performativitas gender Nagisa. Meskipun penolakan akibat budaya patriarki yang telah terinternalisasi pada masyarakat Jepang kerap ditampilkan dalam film, ada sebagian masyarakat Jepang yang masih memberikan pandangan terbuka terhadap performativitas gender yang ditunjukkan Nagisa. Film Midnight Swan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat yang bersifat heteronormatif dengan beragam perspektif terkait isu gender.

This study aims to discuss the gender performativity on the character Nagisa in Uchida Eiji's film Midnight Swan (2020) and analyze the perception of Nagisa's gender performativity within Japanese society as depicted in the movie. This study utilizes two theories in the analytical framework: Judith Butler's concept of gender performativity (1990) and John Fiske's theory of television codes (1999). Fiske's theory is further categorized into three levels: actuality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis in the Midnight Swan movie. A total of eight data points were identified to assess Nagisa's gender performativity, while five data points were used to analyze society's perspectives on Nagisa's gender performativity. These findings show that Nagisa's character is not solely defined by her transgender identity but also shown through her roles as a mother and cabaret dancer. Society's perspectives on Nagisa's gender performativity can be categorized into two distinct groups: accepting and rejecting Nagisa's gender performativity. Despite the frequent rejection portrayal of internalized patriarchal culture in the film, liberal society nevertheless maintains an open perspective towards Nagisa's gender performativity. The Midnight Swan movie portrays the challenges faced by people who identify themselves as LGBT, including those who are transgender to live their lives in a society with diverse perspectives regarding gender issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michala
"Tulisan ini membahas pengukuhan peran gender tradisional yang terdapat pada film The Proposal 2009. Tulisan ini berusaha membuktikan bahwa meskipun peran gender Margaret sebagai atasan membuatnya memiliki kedudukan tinggi atas laki-laki di ruang publik, hal tersebut hanyalah pretensi untuk mengukuhkan peran gender tradisonal serta menegaskan bahwa perempuan tidak dibenarkan untuk meninggalkan ruang domestik. Tulisan ini dianalisa melalui metode qualitatif dengan menggunakan teori peran gender dari Kate Millett.

This paper discusses the reinforcement of tradisional gender roles in the movie The Proposal 2009. This paper tries to prove that even when Margaret's gender role as a superior puts her position above men in public space, it is actually only a pretense to reinforce the traditional gender roles and to strenghten the believe that women are not supposed to leave domestic space. This paper is analyzed through qualitative method, using Kate Millett's gender roles theory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T47216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>