Ditemukan 60462 dokumen yang sesuai dengan query
Citra Suciati
"
ABSTRAKJurnal ini membahas tentang simbol-simbol dalam cerpen berjudul Kkamagwi yang berarti lsquo;burung gagak rsquo;. Kkamagwi merupakan salah satu cerpen karya pengarang bernama Lee Tae-Jun pada tahun 1936. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui simbol-simbol apa saja yang terdapat di dalam cerpen Kkamagwi. Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode kualitatif dengan studi pustaka. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu terdapat simbol benda hidup dan benda mati dalam cerpen, salah satunya adalah burung gagak sebagai simbol yang paling sering digunakan. Burung gagak dalam cerpen ini merupakan sebuah tanda kematian dan memiliki kaitan erat dengan mitos yang beredar di masyarakat. Simbol-simbol lain yang berupa benda mati mendukung latar suasana suram dalam cerpen ini.
ABSTRACTThis journal discusses about the symbols in the short story titled Kkamagwi that means Crows. Kkamagwi is one of short stories written by an author named Lee Tae Jun in 1936. The purpose of the study is to find out what symbols are contained in short story Kkamagwi. The research was carried out by using qualitative method with literature study. The result obtained from this research, there are inanimate objects symbols and living things symbols in the short story and one of them is the crows as the symbol of the most mentioned. The Crows as the main symbol is related to the myth that people believe as the symbol of a person 39 s death. Other symbols that are inanimate support the atmosphere of gloomy atmosphere in this short story."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf;
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Jasmine Pramitha Ramadhanty
"Banyaknya kasus penganiayaan anak yang terkuak dewasa ini di Korea Selatan membuat permasalahan seputar anak pun menangkap perhatian masyarakat. Karya sastra sebagai hasil budaya manusia dapat membantu dalam memandang problematika sosial yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati penggambaran penelantaran anak dalam cerita pendek Balance Game (2021). Penelitian ini mengkaji penelantaran anak yang digambarkan melalui tokoh Yun dan Geonhee dengan metode kualitatif deskriptif melalui studi pustaka dalam pelaksanaan penelitian. Dalam Balance Game, penelantaran emosional menjadi bentuk penelantaran yang paling dominan. Perilaku penelantaran oleh tokoh Yun dapat disimpulkan merupakan akibat dari beberapa faktor, yakni kondisi sosioekonomi dan kondisi personal individu dalam keluarga. Ketiadaan perhatian dari lingkungan sekitar juga memperkecil kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Namun, melihat dari perkembangan kebijakan terhadap anak yang terjadi dewasa ini, kesadaran masyarakat telah membuka peluang untuk mengkaji berbagai permasalahan terhadap anak secara serius. Dengan demikian, kesadaran merupakan pemicu kemajuan dalam penanganan masalah dan representasi dapat menjadi penting untuk membangun kesadaran atas permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Child maltreatment cases that has been brought to light recently in South Korea caught public's attention by storm. Literature as a result of human cultural process could help in understanding current existing problems in society. This research intends to observe how child neglect is depicted in the short story Balance Game (2021). This research studies child neglect represented through the character Yun with qualitative descriptive analysis methode and literature study approach in the process. In Balance Game, emotional neglect became the most prevalent type of neglect. Yun's neglect could be perceived as a result of several factors that is socioeconomic status and condition of each individuals in the family. The lack of care shown by the family's surroundings also reduced the chance to improve the situation at hand. However, if observed through the current child policy developments, public awareness has opened the opportunity to study social issues affecting children in a more serious manner. Thus, awareness is a key trigger in solving problems and representation could have an important role to build awareness on current existing social issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Mandalyca Marcella Puteri
"Karya ilmiah ini membahas masalah sosial yang terjadi di Korea pada pasca Perang Korea melalui karya ceritapendek Dua Generasi yang Teraniaya Sunan Idae karya Ha Geun Chan ??? . Konflik ideologi yangterjadi di Semenanjung Korea memuncak dengan pecahnya perang antara Korea Selatan dan Korea Utara yangterjadi pada tahun 1950. Kejadian tersebut juga membawa luka dan kepedihan mendalam di hati masyarakatKorea. Selain itu, perang yang terjadi menimbulkan masalah-masalah sosial di Korea. Penggambaran darikeadaan Korea tergambar jelas melalui hasil karya sastra Korea pada era selepas perang, salah satunya adalahcerpen Dua Generasi yang Teraniaya Sunan Idae karya Ha Geun Chan ??? . Konflik cerita yangmenggambarkan permasalahan sosial yang muncul pada masyarakat Korea, menjadi pembahasan utama dalamkarya ilmiah ini. Perang Korea yang terjadi pada tahun 1950 membawa masalah-masalah sosial, khususnyaterhadap keluarga Korea yang menjadi tentara sukarelawan pada masa perang. Berdasarkan hasil analisis daridata yang diperoleh terdapat tiga masalah sosial yang terjadi yaitu, terpisahnya anggota keluarga yang menjaditentara sukarelawan Korea akibat peperangan yang terjadi, penderitaan batin dan fisik, serta pandangan suramdari korban Perang Korea terhadap masa depan.
This paper discusses the social problems that occur in Korea after the Korean War through the work of shortstories The Suffering of Two Generations Sunan Idae by Ha Geun Chan. Ideological conflict in the Korean Peninsula culminated with the outbreak of war between South Korea and North Korea, which occurred in 1950.These events also bring wounds and deep pain in the hearts of Korean society. Moreover, wars cause socialproblems in Korea. The portrayal of the Korean state clearly illustrated by the work of Korean literature in theera after the war, one of which is a short story The Suffering of Two Generations Sunan Idae by Ha GeunChan . Conflict stories that illustrate the social problems that arise in Korean society, becoming a majorissue in this paper. Korean war in 1950 brought social problems, especially for families Korean army. Based onthe obtained data there are three social issues that occur ie, separation of families who become Korean volunteerarmy that happened as a result of war, mental and physical suffering, and the bleak outlook of the Korean Warcasualties on the future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Renisa Meisandri
"Penelitian ini berfokus pada perubahan-perubahan yang terjadi pada cerpen Ellibeito-e Kkin Geu Namjaneun Eotteokhe Dweonna karya Kim Young-ha yang diadaptasi ke dalam webtoon dengan judul yang sama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif degan seluruh analisis yang merujuk pada teks. Temuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa alih wahana menuntut perubahan karena ideologi teksnya berbeda. Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang mendukung perubahan tersebut terjadi, yakni perkembangan zaman dan teknologi, perubahan preferensi masyarakat, dan penyesuaian dengan media baru.
This research is focused on a study of changes in Korean short story adaptation titled Ellibeito-e Kkin Geu Namjaneun Eotteokhe Dweonna originally written by Young-ha Kim, adapted into a webtoon. The research method used in this thesis is a qualitative descriptive method with all its analysis refers to the text and the changes in the adaptation. The study revealed that adaptation claims change because of different ideology of the text. In addition, there are several other factors that supports these changes to accur, i.e., the times and technology, changes in people?s preference, and the adjustment to the new media."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65805
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lifia Fitriyani
"
ABSTRAKJurnal ini membahas tentang pemilihan kata lsquo;Hwangtogi rsquo; sebagai judul dalam cerpen karya Kim Dongni. Hwangtogi berlatar di sebuah desa tandus di Gunung Kumo, yang memiliki banyak cerita legenda. Namun, sebagai judul cerpen, kata lsquo;Hwangtogi rsquo;sama sekali tidak muncul. Oleh karena itu, penulisan jurnal ini bertujuan menganalisis makna dari simbol dalam cerpen untuk mengetahui pesan dalam pemilihan kata lsquo;Hwangtogi rsquo;. Selanjutnya, analisis simbol cerpen akan dikaitkan dengan makna semiotik dan kondisi masyarakat Korea melalui pendekatan sosiologi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pustaka. Selanjutnya, teks cerpen akan diteliti menggunakan teknik membaca cermat. Temuan dari penelitian ini adalah simbol Hwangtogi mengisyaratkan pesan untuk mengingatkan kembali keindahan Korea yang direbut Jepang. Dengan begitu, pesan kemerdekaan dapat tersampaikan walaupun secara tersirat.
ABSTRACTThis journal discussed the selection of lsquo Hwangtogi rsquo as a title in Kim Dongni rsquo s short story. Hwangtogi is set in a barren village on Kumo Mountain which is full of folklores. However, the title lsquo Hwangtogi rsquo is not mentioned in the story. Therefore, this journal aims to analyze the meaning of symbols used by the author in this story and shows the story behind the chosen word lsquo Hwangtogi rsquo as the title. After that, the analysis will be associated with semiotic meaning and condition of Korean society through sociology approach. The method used is qualitative method with descriptive analysis. The writer used a literature method to collect sources for this journal. Furthermore, the writer used text technique of close reading to analyze this story. The result of this journal shows that the symbol of Hwangtogi has a message that recall the beauty of Korea which previously seized by Japan. Therefore, the message of freedom can be implicitly conveyed."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf;
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
"Moonlight / T'ae-jun Yi. - Raven / T'ae-jun Yi. - Summer Sale / T'ae-jun Yi. - L gangraeng / T'ae-jun Yi. - Farmer / T'ae-jun Yi. - Before and after the liberation / T'ae-jun Yi. - Daily / Transactions of the novelist, Mr. Kubo. - Chapter bangran Master / Transactions. - Merry No. / Transactions. - Max elderly former Green / Transactions. - Chunbo / Transactions."
Kyeong GI Do: Chang BI, 2005
KOR 895.730 8 SEG VI
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Abya Zara Ayesha
"Film Kimssi Pyoryugi (2009) karya Lee Hae-jun menceritakan kisah antara dua tokoh korban modernisasi perkotaan yang ter-alienasi dari kehidupan sosial mereka masing-masing. Penelitian ini membahas mengenai unsur intrinsik penokohan dan perubahan makna alienasi oleh kedua tokoh utama dalam film Kimssi Pyoryugi karya sutradara Lee Hae-jun. Dalam menganalisis penokohan dan analisis perubahan makna, metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan sumber data primer, yaitu film Kimssi Pyoryugi. Hasil temuan menunjukkan bahwa Kim laki-laki mengalami perkembangan karakter menjadi berwatak terbuka dan bertekad kuat. Sementara Kim perempuan menjadi berwatak peduli dan pemberani. Kedua tokoh mengalami perubahan bentuk alienasi dari alienasi psikis menjadi alienasi fisik. Perubahan ini kemudian mengubah pemaknaan alienasi kedua tokoh Kim menjadi suatu alternatif pilihan dalam usaha memenuhi esensi, hakikat dan martabat mereka sebagai manusia.
Kimssi Pyoryugi (2009), a film directed by Lee Hae-jun tells the story of two characters as a victim of modernization who are alienized from their respective social lives. This study analyzes the intrinsic factor of characterization and the characters’ understanding of alienation. The research method used in this study is descriptive analyzation with the primary data of the film Kimssi Pyoryugi (2009) directed by Lee Hae-jun. The result of this research proofs that male Kim has developed a character that is independent and determined. Meanwhile, female Kim has developed a character that is caring and brave. The two Kim characters experienced a change of alienation from psychological alienation to physical alienation. This change affects their understanding on the concept of alienation. Alienation has become an alternative to fulfil their essence, nature, and dignity as human beings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Shafira Handoyo
"ean-Paul Sartre menyatakan kebebasan sebagai ciri manusia bereksistensi. Kebebasan manusia dicirikan melalui cara mengadanya. Meskipun ada kefaktaan-kefaktaan yang dapat mengurangi penghayatan kebebasannya, Sartre berpendapat bahwa manusia tetap dapat memilih untuk menghayati kebebasannya secara maksimal, tanpa menghiraukan kefaktaan-kefaktaan tersebut. Penyair Na Tae-ju melalui puisi “Pulkkot 1-2-3” mengajak para pembacanya untuk menghayati kebebasannya secara penuh tanpa memperhatikan kefaktaan-kefaktaan yang dihadapinya. Sehubungan dengan itu, penelitian ini berfokus pada analisis puisi “Pulkkot 1”, “Pulkkot 2”, dan “Pulkkot 3” yang diterbitkan pada kumpulan buku puisinya yang berjudul “Kkocheul Bodeut Neoreul Bonda”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna kebebasan dari ketiga puisi melalui teori eksistensialisme Jean Paul Sartre dengan pendekatan semiotik Michael Riffaterre. Penulis menggunakan metode deskriptif-kualitatif untuk mengumpulkan data dan menggunakan metode studi pustaka untuk menemukan referensi relevan guna mendukung penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapatnya makna kebebasan Sartre pada puisi “Pulkkot 1-2-3” melalui ajakan tokoh aku kepada tokoh kamu untuk menghayati kebebasannya secara penuh dengan tidak menyerah pada hidupnya dan tidak menghiraukan kefaktaan yang mengikatnya.
Jean-Paul Sartre stated that freedom is a characteristic of existing humans. Human freedom is characterized by the way it creates itself. Even though there are facts, which can reduce the appreciation of freedom, Sartre argues that humans can still choose to live their freedom to the fullest regardless of these facts. The poet Na Tae-Ju through his poems “Pulkkot 1-2-3” invites his readers to experience freedom to the fullest regardless of the facts they face. This study focuses on analyzing the poetry of “Pulkkot 1, Pulkkot 2, and Pulkkot 3” published in his collection of poetry books entitled “Kkocheul Bodeut Neoreul Bonda”. This study aims to analyze the meaning of freedom in the three poems through the existentialism theory of Jean-Paul Sartre with Michael Riffaterre's semiotic approach. The author uses a descriptive qualitative method to collect data and the literature study method to find relevant references to support this research. The results of this study indicate that there's Sartre's meaning of freedom in “Pulkkot 1-2-3” poetry through the invitation of the 'I' character to the 'You' character to live his freedom to the fullest by not giving up on his life and ignoring the facts that bind him."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Laras Permata Suwandi
"Film merupakan salah satu media penyalur aspirasi saran bahkan kritikan melalui simbol simbol yang muncul dalam film Film To Live karya sutradara Zhang Yimou yang dipublikasikan pada tahun 1994 merupakan sebuah film yang menggambarkan realitas kehidupan masyarakat Cina yang berlatarbelakang 3 periode kebijakan yang berbeda yakni kebijakan Land Reform 1950 1953 Kebijakan lompatan jauh ke depan 1958 1963 dan Revolusi kebudayaan kaum proletar 1966 1976 Walaupun film ini tidak menampilkan secara gamblang kritikan terhadap kebijakan pemerintah pada periode sejarah tersebut namun film ini dilarang peredarannya di Cina daratan karena dianggap mengkritik 3 kebijakan pemerintah tersebut Melalui pendekatan teori semiotik Pierce penulisan ini bertujuan menganalisis simbol simbol kritikan tehadap 3 kebijakan pemerintah Cina yang terlihat dalam film To Live.
Movie is one of the medium which can deliver aspirations suggestions even crititiques through symbols that appear in some movie scenes To Live movie directed by Zhang Yimou which publicated in 1994 is represent chinese society life in 3 different policy periods there is Land Reform Policy 1950 1953 Great Leap Forward Policy 1958 1963 and the Great Proletarian Cultural Revolution 1966 1976 Eventhough this movie did not show critiques toward government policies clearly but this movie got banned in Mainland China because critical portrayal of some of the Communist government 39 s actions Through Pierce Semiotic theory this article aim to analyze symbols of criticism toward 3 China government policies in To Live movie."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Mario Excel Elfando Tobing
"Nawal El Saadawi adalah seorang feminis dan sastrawan yang beraliran simbolisme-filosofis. Salah satu karya yang telah ia tulis adalah cerpen “نام الرجل بعد العشاء” /Nāma ar-Rajul ba‘da al-‘Asyā’/. Cerpen ini mengandung simbol-simbol berupa penokohan dan latar yang perlu diinterpretasi agar pesan yang disajikan oleh Nawal El Saadawi sampai kepada pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan unsur-unsur kebudayaan dalam cerpen “Nāma ar-Rajul ba‘da al-‘Asyā’”, mengetahui makna semiotik dari penokohan, latar, dan unsur kebudayaan cerpen tersebut, serta menjelaskan budaya patriarki yang digambarkan oleh Nawal El Saadawi. Metode penelitian yang dipakai dalam tulisan ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik studi pustaka. Dengan menggunakan pendekatan semiotika-struktural dan teori semiotika Peirce, penelitian ini menyimpulkan bahwa Nawal El Saadawi menggunakan penokohan, latar, dan unsur kebudayaan untuk menggambarkan kondisi budaya patriarki dan mengungkapkan keresahan yang dirasakan oleh perempuan. Tokoh raja dalam mimpi Abdul Imam merepresentasikan laki-laki dalam budaya patriarki yang selalu ingin dipatuhi. Sementara itu, tokoh wanita digambarkan sebagai orang yang mempunyai keinginan memberontak, tetapi tidak mampu melakukannya di dunia nyata. Latar cerita menggambarkan perbedaan antara kondisi ideal (kondisi yang diangankan oleh istri Abdul Imam) dan kondisi riil (kondisi nyata). Selain itu, sepatu dalam cerpen ini merupakan simbol kehormatan raja yang digunakan oleh Nawal untuk menunjukkan kelemahan laki-laki tanpa peran perempuan.
Nawal El Saadawi is a feminist and writer with philosophical symbolism device. One of the works he has written is the short story “نام الرجل العشاء” /Nāma ar-Rajul ba‘da al-‘Ashā’/. This short story contains symbols in the form of characterizations and settings that need to be interpreted so that the message presented by Nawal El Saadawi reaches the reader. This study aims to describe the intrinsic and cultural elements in the short story “Nāma ar-Rajul ba'da al-'Ashā'”, to find out the semiotic meaning of the characterizations, setting, and cultural elements of the short story, and to explain the patriarchal culture that illustrated by Nawal El Saadawi. The research method used in this paper is a qualitative research method using library research techniques. By using a structural-semiotic approach and Peirce's semiotic theory, this study concludes that Nawal El Saadawi uses characterizations, settings, and cultural elements to describe the condition of patriarchal culture and express the anxiety felt by women. The king figure in Abdul Imam's dream represents men in a patriarchal culture who always want to be obeyed. Meanwhile, the female character is described as a person who has the desire to rebel, but is unable to do so in the real world. The setting of the story illustrates the difference between ideal conditions (the conditions imagined by Abdul Imam's wife) and real conditions (real conditions). In addition, the shoes in this short story are a symbol of the king's honor used by Nawal to show the weakness of men without the role of women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library