Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149755 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cut Hafiah Halidha Nilanda
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke hemoragik merupakan penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan pada otak. Penyebab tersering stroke hemoragik adalah hipertensi. Selain itu penyebab lainnya seperti diabetes melitus dan obesitas dapat menjadi penyulit keadaan klinis pasien. Stroke hemoragik dan beberapa penyulit akan menyebabkan disfungsi neurologis dan disfungsi motorik, yang keduanya akan menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Penurunan asupan nutrisi dapat disebabkan penurunan kapasitas fungsional dan gangguan proses menelan atau disfagia. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kualitas hidup menurun serta risiko serangan stroke berulang. Terapi medik gizi klinis berperan memberi nutrisi optimal, membatasai natrium, mengontrol glukosa darah dan mengatasi defisiensi mikronutrien. Metode:Serial kasus ini terdiri dari empat kasus stroke hemoragik pada pasien perempuan dan laki-laki dengan rentang usia 50 ndash;65 tahun, dengan penyulit seperti disfagia, penurunan kesadaran, dan perdarahan GIT, disertai penyakit penyerta yaitu Hipertensi dan DM tipe 2. Kasus pertama dan kedua mengalami gejala disfagia dan membutuhkan dukungan nutrisi melalui jalur enteral. Kasus ketiga terdapat penurunan asupan makanan karena penurunan kapasitas fungsional yang terjadi. Kasus keempat mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan saluran cerna serta membutuhkan dukungan nutrisi secara enteral dan parenteral. Keempat pasien memiliki indeks massa tubuh obes 1. Masalah nutrisi yang dihadapi keempat pasien ini adalah asupan makro dan mikronutrien yang tidak optimal, jalur pemberian nutrisi, kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi selama sakit. Terapi medik gizi klinik diberikan sesuai rekomendasi stroke hemoragik ddengan hipertensi dan DM tipe 2. Hasil :Kasus pertama hingga kasus ketiga mengalami perbaikan keadaan klinis, antara lain peningkatan kemampuan menelan, perbaikan tekanan darah, kadar glukosa, dan kapasitas fungsional. Kasus keempat meninggal dunia pada hari perawatan ke-8 akibat edema paru dan gagal jantung. Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik yang diberikan dapat membantu keadaan klinis dan kapasitas fungsional pada pasien stroke hemoragik dengan Hipertensi dan DM tipe 2.

ABSTRACT<>br>
Background Hemorrhagic stroke is a cerebrovascular disease characterized by rupture of blood vessels resulting in bleeding in the brain. The most common cause of hemorrhagic stroke is hypertension. In addition, other causes such as diabetes mellitus and obesity could worsening the patient's clinical situation. Hemorrhagic strokes and some complications will cause neurologic dysfunction and motoric dysfunction, both of which will lead to a decrease in nutrient intake. Decreased nutritional intake could caused due to decreased functional capacity and impaired ingestion or dysphagia. Inadequate nutrition can lead to decreased quality of life as well as the risk of recurrent stroke. Medical clinical nutrition therapy plays an optimal role in nutrition, restricting sodium, controlling blood glucose and overcoming micronutrient deficiencies. Methods This case series consists of four cases of hemorrhagic stroke in female and male patients with age range 50-65 years, with complications such as dysphagia, consciousness derivation, and gastrointestinal bleeding, accompanied by comorbidities susch as Hypertension and type 2 DM. The first and second cases have symptoms of dysphagia and require nutritional support through the enteral route. The third case there is a decrease in food intake due to decreased functional capacity that occurs. The fourth case has consciousness derivation and gastrointestinal bleeding that requires support of enteral and parenteral nutritions. All of patients had obesity 1 body mass index. Nutritional problems faced by these four patients were unoptimal macro and micronutrient intake, nutritional pathways, unfulfilled nutritional needs during illness. Medical clinical nutrition therapy is given as recommended by hemorrhagic stroke with hypertension and type 2 diabetes mellitus Result The first case to the third case has improved clinical conditions, including increased ability to swallow, improvement of blood pressure, glucose levels, and functional capacity. The fourth case died on the 8th day of treatment due to pulmonary edema and heart failure. Conclusion Clinical nutrition therapy provided could improved clinical and functional capacity in hemorrhagic stroke patients with hypertension and type 2 DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kwan Francesca Gunawan
"ABSTRAK
Diabetes melitus DM merupakan suatu epidemik global. Obesitas merupakan faktor risiko tersering pada terjadinya DM tipe 2. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita DM ialah kaki diabetik. Pada pasien DM dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi penting untuk mencapai target berat badan, menjaga kadar glikemik, serta mencegah komplikasi DM. Selain itu pemberian nutrisi yang adekuat juga penting untuk mendukung penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini berusia antara 41 ndash;59 tahun dengan dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Keempat pasien memiliki status gizi obes dengan IMT sebesar 26-54,4 kg/m2. Awitan DM pada keempat pasien diketahui bervariasi antara 1-13 tahun. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan klinis, hasil laboratorium, dan asupan terakhir masing-masing pasien. Dari hasil pemantauan didapatkan bahwa dengan terapi nutrisi yang diberikan terjadi penurunan berat badan sebesar 3,2-4,8 kg 3,2-5,8 dan penurunan nilai HbA1c sebanyak 0,3-0,7. Selain itu juga didapatkan ukuran luka yang mengecil dan gejala neuropati berkurang. Pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi yang adekuat berkaitan dengan penurunan berat badan, perbaikan kontrol glikemik, dan penyembuhan luka yang baik.

ABSTRACT<>br>
Diabetes mellitus is now a global epidemic. Obesity is a common risk factor in the occurrence of type 2 diabetes. One of the complications that are often experienced by people with diabetes is diabetic foot. In diabetic patients with obesity and diabetic foot, medical nutrition therapy is important to achieve targeted body weight, maintain glycemic levels, and prevent diabetes complications. Good nutrition is also essential for wound healing. This case series consists of four patients who are between 41-59 years old and obese with BMI of 26-54.4 kg/m2. The onset of DM in all four patients is known to vary between 1-13 years. Nutritional therapy is given in accordance with the clinical, laboratory outcomes, and patients' daily intake. It was found that medical nutrition therapy can lead to weight loss of 3.2-4.8 kg (3.2-5.8%) and decreased HbA1c by 0.3-0.7%. It was also observed that the wound size and neuropathy symptoms are reduced. Adequate medical nutrition therapy in type 2 DM patients with obesity and diabetic foot is associated with weight loss, improved glycemic control, and good wound healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sanny Ngatidjan
"Kaki diabetik merupakan komplikasi pada diabetes melitus (DM) tipe 2 tersering yang menyebabkan pasien menjalankan perawatan di rumah sakit. Penyulit lain pada DM tipe 2 berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien. Terapi medik gizi pada pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit berperan penting dalam kontrol glikemik, mencegah perburukan status gizi, serta perbaikan penyembuhan luka. Serial kasus ini melibatkan empat pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit yang diberikan terapi medik gizi berupa asupan energi, makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, dan edukasi gaya hidup. Pasien dilakukan pemantauan selama 19 hari sesuai fase proliferasi penyembuhan luka. Satu pasien dengan ketoasidosis diabetikum, satu pasien dengan hipertensi, dan dua pasien dengan diabetic kidney disease. Kontrol glikemik keempat pasien tercapai pada akhir perawatan di rumah sakit dan tidak didapatkan penurunan berat badan yang bermakna selama masa pemantauan. Penyembuhan luka berupa luka mengering, edema berkurang, dan timbulnya jaringan granulasi didapatkan pada tiga diantara empat pasien. Satu pasien tidak didapatkan penyembuhan luka yang signifikan karena adanya stenosis multipel pembuluh darah arteri di tungkai kiri. Terapi medik gizi pada pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit berperan pada perbaikan kontrol glikemik, mencegah perburukan status gizi, dan penyembuhan luka.

The most common cause of complication and hospitalization in type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients are those associated with diabetic foot (DF). Complication of T2DM contribute to increasing morbidity and mortality. Medical nutrition therapy in patients with T2DM and DF with various complication plays an important role in management of glycemic control, worsening nutritional status, and repair wound healing. This case series include four patients T2DM and DF with various complication that given nutritional medical therapy consisting of energy intake, macronutrients, micronutrients, spesific nutrient, and healthy lifestyle education. Patients was monitored for 19 days according to the proliferation phase of wound healing. One patient with diabetic ketoacidosis, one patient with hypertension, and two patients with diabetic kidney disease. All patients got glycemic control during hospitalization. No significant weight loss was observed during monitoring period. Wounds in three of the four patients appeared to heal with dry wound, reduced edema, and formation of granulation tissue. One patient found insignificant wound healing due to multiple arterial stenosis in the left leg. Medical nutrition therapy with type 2 diabetes and diabetic foot with various complications plays an important role in management of glycemic control, preventing worsening nutritional status, and repair wound healing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Winanda
"ABSTRAK
Latar belakang: Prevalensi obesitas di seluruh dunia telah diketahui mengalami peningkatan yang signifikan dalam tiga dekade terakhir. Tingginya prevalensi obesitas tersebut dapat memengaruhi peningkatan prevalensi pasien luka bakar dengan obesitas yang dirawat di unit luka bakar. Pasien luka bakar dengan obesitas mengalami fenomena 'second hit', yaitu peningkatan respon hipermetabolisme pasca luka bakar akibat inflamasi kronik yang sebelumnya sudah dialami. Masalah tersebut memiliki kaitan erat dengan nutrisi sehingga membutuhkan terapi medik gizi yang optimal untuk memodulasi respon hipermetabolisme yang meningkat pada pasien luka bakar dengan obesitas. Metode: Pada serial kasus ini terdapat empat pasien luka bakar berat karena api. Keempat pasien tersbeut memiliki status nutrisi obes berdasarkan kriteria indeks massa tubuh IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik. Target kebutuhan energi dihitung menggunakan formula estimasi Xie dengan berat badan kering. Terapi medik gizi diberikan sesuai panduan terapi medik gizi pasien sakit kritis berupa nutrisi enteral dini dengan target energi awal 20-25 kcal/kg BB dengan target protein 1,5-2 gram/kg BB. Terapi medik gizi selanjutnya diberikan sesuai dengan klinis dan toleransi pasien. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin C, vitamin B, asam folat, dan seng.Hasil: Tiga pasien meninggal selama perawatan karena syok sepsis yang tidak teratasi, sedangkan satu pasien mengalami perbaikan luas luka bakar dari 47 menjadi 36 luas permukaan tubuh LPT serta peningkatan kapasitas fungsional. Kesimpulan: Status nutrisi obesitas pada pasien dalam serial kasus ini dapat menjadi faktor yang memperberat penyulit yang dialami. Terapi medik gizi yang adekuat dapat menunjang proses penyembuhan luka serta meningkatkan kapasitas fungsional.

ABSTRACT<>br>
Background The prevalence of obese patients presenting to burn unit facilities is expected to increase over the next three decades due to global epidemic of obesity. Given that the metabolic derrangements seen in burn mirror those found in association in obesity, it is plausible that excess adipose tissue contributes to a 'second hit' phenomenon in patients affected by burn injury. Optimal and adequate medical nutrition therapy is required in order to modulate the inflammatory and metabolic response, therefore enhance burn wound healing.Methods The current case series consist of four severly flame burned patient. The nutritional status of these patients was moderately obese according to WHO criteria for Asia Pacific. Enery requirement was calculated using the Xie formula based on patient rsquo s dry weight. Medical nutrition therapy was initiated with eraly enteral nutrition started at 20-25 kcal kg day with protein target at 1,5-2 gram kg day. Micronutrient supplementation was also given to these patients. Results Three patients died during hospitalization due to septic shock. The last patient had satisfactory wound healing and improved functional capacity at discharge. Kesimpulan: Obesity in this case series may be one of the risk factor for mortality. Adequate medical nutrition therapy inline with patient's clinical condition leads to enhancement healing process and improved functional capacity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Eka Widya Saraswati
"Pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) berisiko mengalami komplikasi akibat hiperglikemia yang memperberat morbiditas, dan berkontribusi terhadap terjadinya sakit kritis. Tata laksana nutrisi pada kondisi tersebut bertujuan untuk mengatasi hiperglikemia, yang diharapkan dapat meningkatkan luaran klinis, mencegah progresi komplikasi, mempersingkat fase sakit kritis serta lama rawat rumah sakit (RS). Dua dari empat pasien berjenis kelamin perempuan dan siasanya laki-laki, dengan rentang usia 55–67 tahun. Dua pasien mengalami gagal nafas, satu pasien dengan status epileptikus berulang, dan satu pasien dengan perburukan intra operasi sehingga membutuhkan perawatan intensif. Semua pasien mengalami komplikasi DMT2. Status gizi pasien secara berurutan adalah malnutrisi sedang, berat badan lebih, obes I, dan malnutrisi berat. Tiga pasien mendapatkan terapi medik gizi sejak fase akut awal sakit kritis, sedangkan sisanya setelah lebih dari tujuh hari perawatan intensif. Terapi medik gizi yang diberikan selama perawatan intensif, meliputi pemenuhan energi, makronutrien, dan mikronutrien sesuai dengan kondisi klinis, status gizi serta metabolik, dan toleransi asupan pasien. Asupan energi dari keempat pasien di rentang 20–29 kkal/kg BB/hari dan asupan protein mencapai 1,3 g/kg BB/hari. Rerata asupan lemak dan karbohidrat berturut-turut 20–29% dan 51–67% total kalori. Semua pasien mendapatkan mikronutrien sesuai penyakit pasien. Pemenuhan nutrisi spesifik, berupa monounsaturated fatty acid (MUFA) berasal dari nutrisi enteral yang mengandung nutrisi tersebut. Selama perawatan semua pasien masih mengalami hiperglikemia, namun bila dibandingkan dengan awal perawatan, dua pasien telah mengalami perbaikan glikemik dan perbaikan penanda inflamasi serta infeksi, sedangkan sisanya masih mengalami hiperglikemia. Durasi perawatan intensif dan perawatan RS yang lebih panjang ditemukan pada pasien dengan status gizi malnutrisi, kontrol glikemik yang belum baik, dan inflamasi yang belum tertangani. Semua pasien dapat melewati fase sakit kritis dan step down ke ruang rawat biasa. Akan tetapi, dua pasien dengan malnutrisi dan hiperglikemia meninggal dunia di ruangan biasa akibat perburukan infeksi dan inflamasi. Sementara itu, sisanya mengalami perbaikan di ruang rawat biasa dan diizinkan rawat jalan. Keparahan penyakit, komplikasi, morbiditas, status gizi serta metabolik, dan kontrol glikemik memengaruhi luaran klinis dan tingkat mortalitas pada pasien DMT2 dengan sakit kritis.

Patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM) are at risk of experiencing complications due to hyperglycemia which aggravate morbidity, and contribute to the incidence of critical illness. Nutritional management in this condition aims to overcome hyperglycemia, which is expected to increase clinical outcomes, prevent progression of complications, shorten the critical illness phase and length of hospital stay (LOS). Two out of four patients are female and the rest are male, with an age range of 55–67 years. Two patients experienced respiratory failure, one patient with recurrent status epilepticus, and one patient with intraoperative deterioration requiring intensive care. All patients had complications of T2DM. The nutritional status of the patients was moderate malnutrition, overweight, obese I, and severe malnutrition, in order. Three patients received nutritional medical therapy since the initial acute phase of critical illness, while the rest after more than seven days of intensive care. Nutritional medical therapy that is given during intensive care, includes the fulfillment of energy, macronutrients, and micronutrients in accordance with the clinical condition, nutritional and metabolic status, and tolerance of patient intake. Energy intake of the four patients ranged from 20–29 kcal/kg BW/day and protein intake reached 1.3 g/kg BW/day. The mean intake of fat and carbohydrates was 20–29% and 51–67% of total calories, respectively. All patients received micronutrients according to the patient's disease. The fulfillment of specific nutrients, in the form of monounsaturated fatty acids (MUFA), comes from enteral nutrition that contains these nutrients. During treatment, all patients still had hyperglycemia, but when compared to the initial treatment, two patients had improved glycemic control, inflammatory and infection marker, while the rest still had hyperglycemia. Longer duration of intensive care and hospitalization was found in patients with malnourished nutritional status, poor glycemic control, and unwell treated inflammation. All patients can pass through the critical illness phase and step down to regular ward. However, two patients with malnutrition and poor hyperglycemia died in the regular ward due to worsening infection and inflammation. Meanwhile, the rest were allowed outpatient care. Disease severity, complications, morbidity, nutritional and metabolic status, and glycemic control affect clinical outcomes and mortality rates in critically ill T2DM patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Dorna Yanti Lola
"Latar Belakang: Diabetes melitus DM merupakan penyakit epidemik yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di seluruh dunia. Jumlah penderita DM ini diperkirakan akan mencapai 552 juta orang pada tahun 2030. Kadar glukosa darah KGD yang tidak terkontrol merupakan penyebab terjadinya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler sehingga meningkatkan angka morbiditas, mortalitas dan lama rawat inap. Terapi medik gizi klinik adekuat dan sesuai dengan kondisi klinis pasien dapat mencegah, memperlambat dan memperbaiki komplikasi akibat DM.
Metode: Pasien serial kasus dengan diagnosis DM tipe 2 disertai berbagai komplikasi, berusia 48 ndash;71 tahun. Satu dari empat pasien mendapatkan nutrisi melalui nasogastric tube NGT , dan sisanya melalui oral. Terapi medik gizi diberikan pada keempat pasien sesuai dengan kondisi klinis masing-masing. Pemberian karbohidrat disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan dosis insulin yang diperoleh pasien. Pemberian protein disesuaikan dengan fungsi ginjal masing-masing pasien.
Hasil : Keempat pasien mengalami perbaikan keadaan klinis antara lain luka pada kaki, sesak napas hilang, edema dan asites berkurang, ureum dan kreatinin membaik. Kasus pertama, kedua dan keempat mengalami perbaikan pada kadar glukosa darah, sedangkan kasus ketiga KGD masih tetap tinggi pada saat keluar dari RS. Keempat pasien pulang ke rumah dengan kondisi membaik.
Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik yang adekuat untuk mengontrol KGD dapat membantu memperbaiki keadaan klinis dan mencegah perburukan pada pasien DM tipe 2 dengan berbagai komplikasi.

Background: Diabetes mellitus DM is an epidemic disease that is increasing year by year around the world. The number of DM patients is estimated 552 million people by 2030. Uncontrolled blood glucose level is one of the cause of macrovascular and microvascular complications that may increase morbidity, mortality and length of hospitalization. An adequate nutrition therapy in accordance with the clinical condition of the patient may help to prevent, delay and improve the complications due to DM.
Methods:All patients in these case series were diagnosed with type 2 DM accompanied by various complications, aged 48-71 years. One in four patients was administered nutrition through tube feeding, and the rest through oral. Nutrition therapy was given to all patients according to their clinical conditions. Carbohydrate was adjusted to the patient 39;s needs and the dose of insulin obtained by the patient. Protein administration was adjusted for each patient 39;s renal function.
Result:Four patients experience of improving of clinical conditions, such as breathlessness, reduced edema and ascites, decreased urea and creatinine levels. The first, second and fourth cases improve in blood glucose levels, while the third case remains to have high blood glucose level at the time of discharge. While all patients discharge from hospital with better condition.
Conclusion: An adequate clinical nutrition therapy to improve glycemic control is needed to improve clinical conditions and prevent deterioration in patients with type 2 DM with various complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Amaliya
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan yang masih dihadapi di Indonesia. Hiperglikemia menyebabkan risiko komorbiditas meningkat salah satunya tuberkulosis paru. Pasien DM dengan TB paru meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Dukungan nutrisi dilakukan untuk membantu memperbaiki kadar glukosa darah. Energi yang mencukupi dan pemberian serat merupakan tatalaksana gizi yang dapat membantu memperbaiki kadar glukosa darah. Serial kasus ini melaporkan empat pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tuberkulosis paru yang memiliki rentang usia 49-57 tahun dan status gizi yang bervariasi. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan rekomendasi nutrisi untuk pasien diabetes melitus. Pemenuhan kebutuhan mikronutrien diberikan dengan suplementasi. Hasilnya yaitu kadar glukosa darah dua orang pasien dalam rentang normal 140-180 mg/dl, dengan asupan sesuai target kebutuhan dan komposisi protein 16-20%, lemak 20-18%, karbohidrat 52-64% dan serat 10-20 g/hari. Namun dua pasien dengan status gizi obes kadar glukosa darah masih belum terkontrol dan asupan energi belum mencapai target kebutuhan karena anoreksia dan infeksi yang belum teratasi. Kesimpulannya dukungan nutrisi dengan energi dan serat sesuai rekomendasi dapat membantu memperbaiki kadar glukosa darah.

Type 2 diabetes still a major health problem in Indonesia. Hyperglycemia increase the risk of comorbidity include lung tuberculosis. Since morbidity and mortality of patients with type 2 diabetes and lung tuberculosis increase, nutrition therapy may improve blood glucose level. Provide adequate energy and fiber as a part of medical nutrition therapy for maintain the blood glucose level. This is a case series of four patients with type 2 diabetes and lung tuberculosis, age 49-57 years old, having various nutritional status. The medical nutritional therapy was given to patients according to the diabetes mellitus guidelines. Supplementation were administered to fulfill their requirement. Result: the blood glucose level of two patients within normal range 140-180 mg/dl, with adequate energy intake, protein 16-20%, fat 20-28%, and carbohydrate 52-64% and fiber 10-20 g/day. However the others with obesity remains uncontrolled glucose level, despite of their low intake of energy. It occured due to anorexia and untreated infection. Conclusion: Medical nutritional therapy with adequate energy and fiber may improve the blood glucose level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Nadya Putri
"Penyakit gagal ginjal kronik (CKD) adalah kondisi yang terjadi karena kerusakan pada ginjal dan/atau penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) di bawah 60 mL/menit/1,73 m2 selama lebih dari tiga bulan. Prevalensi CKD meningkat secara global, termasuk di Indonesia, dengan hipertensi dan nefropati diabetik sebagai penyakit penyerta utama. Terapi untuk pasien CKD dengan komplikasi hipertensi dan diabetes melitus sering kali melibatkan terapi polifarmasi, meningkatkan risiko masalah terkait obat atau drug-related problems (DRPs). Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan proses penting untuk memastikan keamanan, efektivitas, dan rasionalitas pengobatan yang diterima pasien. PTO dilakukan pada pasien dengan diagnosis CKD yang menjalani hemodialisis dengan penyakit penyerta hipertensi dan diabetes melitus tipe 2. PTO dilakukan melalui pengumpulan data primer dari wawancara pasien dan keluarganya, serta data sekunder dari rekam medis dan catatan medis lainnya. Metode Hepler dan Strand digunakan dalam menganalisis DRPs. Hasil PTO menunjukkan tiga kategori DRP teridentifikasi, di antaranya dosis obat terlalu tinggi, indikasi tanpa obat, dan pemilihan obat yang kurang tepat. Semua DRP yang ditemukan telah diatasi dengan rekomendasi terapi alternatif yang sesuai dengan persetujuan dokter penanggung jawab.

Chronic kidney disease (CKD) is a condition that occurs due to damage to the kidneys and/or a decrease in the glomerular filtration rate (GFR) below 60 mL/min/1.73 m2 for more than three months. The prevalence of CKD is increasing globally, including in Indonesia, with hypertension and diabetic nephropathy as the main comorbidities. Therapy for CKD patients with complications of hypertension and diabetes mellitus often involves polypharmacy, increasing the risk of drug-related problems (DRPs). Drug therapy monitoring (DTM) is an essential process to ensure the safety, efficacy, and rationality of the treatment received by patients. DTM was conducted on patients with a diagnosis of CKD undergoing hemodialysis with comorbidities of hypertension and type 2 diabetes mellitus. DTM was conducted by collecting primary data from interviews with patients and their families, as well as secondary data from medical records and other medical documents. The Hepler and Strand method was used to analyze DRPs. The results of DTM showed three categories of DRPs identified, including excessive drug dosage, indication without medication, and inappropriate drug selection. All DRPs found have been addressed with recommendations for alternative therapies in accordance with the approval of the responsible physician.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Diah Erlinawati
"Stroke iskemik pada pasien geriatri meningkatkan risiko malnutrisi yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu disfagia, tipe stroke, masalah gastrointestinal, disabilitas fisik,
penyakit komorbid dan psikologis. Tujuan utama intervensi nutrisi adalah membantu
pemulihan fungsi neurokognitif dan mencegah defisit energi dan protein. Pasien pada
serial kasus ini adalah pasien geriatri berusia di atas 65 tahun dengan diagnosis stroke
iskemik yang dirawat di RSCM pada bulan Agustus-September 2019. Terapi medik gizi
diberikan pada keempat pasien sesuai dengan kondisi klinis masing-masing pasien
melalui jalur enteral. Satu pasien dapat makan melalui jalur oral di akhir perawatan.
Suplementasi mikronutrien yang diberikan adalah vitamin B6, vitamin B12, vitamin C,
asam folat dan seng. Hasil yang didapatkan selama perawatan sebanyak tiga pasien
mencapai kebutuhan energi total (KET)dan satu pasien mencapai kebutuhan 83% KET.
Asupan protein mencapai target 1,2 g/kg BB atau lebih pada tiga orang pasien.
Suplementasi mikronutrien mencapai nilai AKG bagi usia di atas 65 tahun. Mikronutrien
belum mencapai AKG yaitu vitamin E, vitamin D, kalium, magnesium. Nutrien spesifik
omega-3 dan kolin yang diperoleh dari asupan makan pada sebagian pasien belum
memenuhi AKG. Lama perawatan pasien di rumah sakit 10 hingga 33 hari. Nilai severitas
stroke dengan NIHSS dan kapasitas fungsional dengan FIM di akhir perawatan
menunjukkan perbaikan. Keempat pasien pulang ke rumah dengan keadaan klinis
perbaikan. Kesimpulan yang didapatkan yaitu terapi medik gizi yang adekuat berperan
memperbaiki derajat keparahan dan kapasitas fungsional pasien geriatri dengan stroke
iskemik.

The geriatric patient with ischemic stroke increased risk of malnutrition, which because
various causes including dysphagia, type of stroke, gastrointestinal problems, physical
disability, comorbid disease and psychological problem. The main purpose of nutrition
intervention is to help restore neurocognitive function and prevent energy/protein deficits.
Patients in this case series were geriatric patients aged over 65 years with a diagnosis of
ischemic stroke who were treated at the Cipto Mangunkusumo General Hospital in
August-September 2019. Medical nutrition therapy was given to all four patients,
according to the clinical condition of each patient through the enteral route. One patient
could eat by oral route at the end of treatment. Patients have given oral micronutrient
supplementation consisting of vitamin B6, Vitamin B12, vitamin C, folic acid and zinc.
The results obtained as many as three patients achieved total energy requirements and one
patient reached 83% energy requirements. Protein intake reached the target of 1,2 g/kg
body weight just in three patients. Supplementation micronutrients oral reached RDA
values for people over 65 years. Micronutrients that have not yet reached the RDA were
vitamin E, vitamin D, potassium, magnesium. Omega-3 and choline obtained from food
intake in some patients do not meet the RDA. The length of stay in the hospital was around
10-33 days. The value of stroke severity with NIHSS and functional capacity with FIM
at the end of treatment showed improvement. All four patients returned home with
improvement. The conclusion obtained is that adequate nutritional medical therapy plays
a role in improving the severity and functional capacity of geriatric patients with ischemic
stroke."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanti Febri
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kolestasis adalah penyumbatan atau terhambatnya aliran empedu dari hati ke duodenum, dibagi menjadi intra dan ekstrahepatik. Kolestatis ekstrahepatik terutama disebabkan oleh obstruksi. Pankreatikoduodenektomi merupakan terapi pembedahan pilihan, dapat menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis saluran cerna. Perubahan ini menimbulkan maldigesti dan malabsorpsi, menyebabkan malnutrisi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapat dukungan nutrisi.Presentasi kasus : Empat kasus kolestasis ekstrahepatik, dengan keluhan ikterus di seluruh badan, nyeri perut. Tiga kasus 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan , disebabkan keganasan dan 1 kasus karena striktura CBD jinak. Semua pasien menjalani pembedahan, dengan lama operasi berkisar antara 3 sampai 9 jam. Pemenuhan protein dan asam amino terutama asam amino rantai cabang, diupayakan maksimal, yang diperoleh dari kombinasi makanan cair polimerik dan putih telur. Lemak dibatasi maksimal 30 dari energi yang diberikan, dengan kandungan medium-chain triglycerides MCT tinggi. Pankreatikoduodenektomi menimbulkan perubahan pada organ saluran cerna, dengan gejala mual dan perut begah setelah makan, dapat diatasi dengan penyesuaian cara pemberian, jumlah dan bentuk nutrisi tiap kondisi pasien. Selama perawatan di RS, secara umum asupan makanan dan kondisi klinis pasien membaik, serta pulang dengan perbaikan kondisi klinis.Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik pada pasien dengan kolestasis, dapat membantu terapi bedah dan medikamentosa untuk memperoleh outcome pasca bedah dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
"
"
ABSTRACT
Background Cholestasis is a blockage or obstruction of the flow of bile from the liver to the duodenum, divided into intrahepatic and extrahepatic. Extrahepatic cholestasis mainly due to the obstruction. Pancreaticoduodenectomy surgery is the treatment of choice, can cause anatomical and physiological changes in the gastrointestinal tract. These changes maldigesti and malabsorption, causing malnutrition, as well as increased morbidity and mortality if not received nutritional support.Case Presentation Four cases of extrahepatic cholestasis, jaundice throughout the body, abdominal pain. Three cases 1 male and 2 female , due to malignancy and 1 case for the CBD benign stricture. All patients underwent surgery, with long operating range from 3 to 9 hours. Fulfillment of protein and amino acids, especially branched chain amino acids, maximum effort, which is obtained from a combination of a polymeric liquid food and egg white. Fat is limited to maximum 30 of the energy supplied, containing medium chain triglycerides MCT high. Pancreaticoduodenectomy cause changes in the organs of the gastrointestinal tract, with symptoms of nausea and abdominal discomfort after eating, can be overcome by adjusting the mode of administration, the amount and form of nutrients each patient 39 s condition. During treatment in hospital, in general, food intake and clinical condition of the patients improved, as well as return to the improvement of clinical conditions.Conclusion The clinical nutrition medical therapy in patients with cholestasis, can help surgical and medical therapy to obtain post surgical outcomes and improve the quality of life of patients."
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>