Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahid Cipta
"Tujuan: untuk mengetahui profil dan faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi kesintasan pada pasien-pasien paska radikal nefrektomi di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Metode Penelitian: Semua pasien keganasan ginjal paska operasi radikal nefrektomi di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada periode Juni 2009- September 2016 diinklusikan, dan data diambil secara retrospektif melalui rekam medis pasien. Variabel yang dinilai dalam studi ini meliputi: jenis kelamin, usia, stadium, histopatologi subyek, tindakan pembedahan, tindakan sistemik setelah tindakan pembedahan, ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah operasi, metastais, pemeriksaan penunjang setelah tindakan pembedahan. Hasil Penelitian: Pada penelitian ini, distribusi Fuhrman grade pada subjek adalah grade I 6,1 ; grade II 37,9 ; grade III 43,9 ; dan grade IV 12,1 . Fuhrman grade 3-4 mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan grade 1-2. Fuhrman stage 3-4 memiliki hazard risk 2,829x terhadap Fuhrman grade 1-2 p:0,011 .Selain itu, T3-T4 mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan T1-2, TNM stage 3 dan 4 memiliki hazard risk masing-masing 13,076x dan 113x dibandingkan TNM stage 1 P

Objective to find out the profiles and factors that influence survival in post radical nephrectomy patients at the Dharmais Cancer Hospital. Methods All patients of post operative renal malignancy of nephrectomy at Dharmais Cancer Hospital from June 2009 to September 2016 were included, and the data were retrospectively retrieved through the patient 39 s medical record. The variables assessed in the study included sex, age, stage, histopathology of the subjects, surgical action, systemic action after surgery, urea and creatinine before and after surgery, metastasis, investigation after surgery. Results In this study, the distribution of Fuhrman grade on the subject was grade I 6.1 grade II 37.9 grade III 43.9 and grade IV 12.1 . Fuhrman grade 3 4 has a worse prognosis than grade 1 2. Fuhrman stage 3 4 has a hazard risk of 2.829x against Fuhrman grade 1 2 p 0.011 . In addition, T3 T4 has a worse prognosis compared to T1 2, TNM stage 3 and 4 have a respective hazard risk 13.076x and 113x compared to TNM stage 1 P "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Prasaja
"Penggunaan cisplatin masih merupakan lini pertama penanganan tumor padat walaupun dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Salah satu penanganan nefrotoksisitas cisplatin adalah pemberian hidrasi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi ginjal serta mengevaluasi penggunaan volume hidrasi pada pasien yang mendapatkan regimen cisplatin di RS Dharmais. Desain penelitian adalah potong lintang dengan menggunakan data rekam medik pasien. Sampel adalah seluruh pasien kanker dewasa yang mendapatkan cisplatin dosis 60mg/m2 minimal selama empat siklus periode Agustus 2011-November 2013. Klirens kreatinin digunakan sebagai parameter penurunan fungsi ginjal. Pasien yang mendapatkan cisplatin selama empat siklus sebanyak 88 orang, sedangkan pasien yang mendapatkan cisplatin selama enam siklus sebanyak 56 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi nefrotoksisitas cisplatin setelah enam siklus kemoterapi sebesar 92,90% dengan rata-rata persentase penurunan fungsi ginjal sebesar 40,97±17,34% (n=56). Prevalensi nefrotoksisitas cisplatin setelah empat siklus kemoterapi sebesar 75,00% dengan rata-rata persentase penurunan fungsi ginjal sebesar 26,52±19,43% (n=88). Volume hidrasi rata-rata per siklus selama enam siklus kemoterapi cisplatin adalah 6168,46±2866,84 ml tapi ternyata tidak mempengaruhi penurunan fungsi ginjal. Faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi ginjal pasien dalam penelitian ini adalah usia (p<0,05). Nefrotoksisitas cisplatin terjadi sejak siklus pertama kemoterapi. Tingkat kerusakan ginjal semakin tinggi seiring dengan penggunaan berulang cisplatin pada siklus-siklus berikutnya.

Cisplatin had been using as the first line for solid tumor although its nephrotocixity. Hydration is one of strategies to handle cisplatin nephrotoxicity. The goals of this research were to evaluate the factors that affect the decrease of renal function and to evaluate hydration volume on patients treated with cisplatin in Dharmais Cancer Hospital. The design was cross-sectional by using patients medical record. Subjects were all adult cancer patients who treated with cisplatin
dose 60mg/m2 minimum for four chemotherapy cycles from August 2011 to November 2013. Creatinine clearance was used as a renal function parameter. Patients who treated with cisplatin for four chemotherapy cycles were 88 persons and for six cycles were 56 persons. The prevalence of cisplatin nephrotoxicity after six cycles of chemotherapy was 92.90% with average decrease of renal function was 40.97±17.34 % (n=56). The prevalence of cisplatin nephrotoxicity after four cycles of chemotherapy was 75.00% with average decrease of renal function was 26.52 ± 19.43% (n=88). The average of hydration volume per cycle after six chemotherapy cycles was 6168.46 ± 2866.84 ml but it did not affect cisplatin nephrotoxicity. The only factor that affects this toxicity was patient?s age (p<0.05). Nephrotoxicity could be observed after the first cycle of chemotherapy. The degree of nephrotoxicity was higher after repeated use of cisplatin in the next cycles."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T39340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maifitrianti
"Doksorubisin masih banyak digunakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Efek samping doksorubisin terhadap jantung yang dapat ditandai dengan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri perlu mendapatkan perhatian khusus. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi doksorubisin di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan cross sectional. Data diperoleh dari rekam medis pasien. Populasi adalah pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi doksorubisin periode Oktober 2011-Oktober 2013 di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 77 pasien. Faktor-faktor risiko yang dievaluasi adalah jenis kelamin, usia, kombinasi kemoterapi, hipertensi, diabetes mellitus, riwayat penyakit jantung, radiasi pada dada kiri dan penggunaan obat kardiotoksik lain. Penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri setelah kemoterapi doksorubisin terjadi pada 84,5% pasien: penurunan fraksi ejeksi <10% pada 48,1% pasien dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥10% pada 36,4% pasien. Hipertensi berpengaruh terhadap penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥10% secara bermakna (p=0,032). Jenis kelamin laki-laki dan radiasi pada dada kiri menunjukkan adanya kecenderungan berhubungan dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥10% (p=0,095 dan p=0,051). Penderita hipertensi yang mendapatkan doksorubisin berpotensi mengalami penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri.

Doxorubicin was still widely used in Dharmais Cancer Hospitals. The side effect of doxorubicin to the heart which can be characterized by a decline of left ventricular ejection fraction (LVEF) should received special attention. The aim of this study was to determine risk factors associated with the incidence of LVEF decline in cancer patients treated with doxorubicin at Dharmais Cancer Hospital. The study design was cross sectional. Data was collected from patient?s medical record. The populations were cancer patients who got doxorubicin on October 2011-October 2013 at Dharmais Cancer Hospital. The Samples which fulfilled the inclusion and exclusion criteria were 77 patients. Gender, age, chemotherapy combination, hypertension, diabetes mellitus, cardiac diseases history, left chest wall irradiation and the used of other drugs-induced cardiotoxicity were evaluated as risk factors. The amount of patient that declined their LVEF after doxorubicin chemotherapy was 84.5%, consist of 48.1% patients have ejection fraction fall <10%, and 36.4% patients have ejection fraction fall ≥10%. Hypertension significantly related with decline of LVEF ≥10% (p=0.032). Male sex and left chest wall irradiation showed a trend decline of LVEF ≥10% (p=0.095 and p=0.051). Patients with hypertension who got doxorubicin potentially had declined LVEF."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T38691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Divashti Adna
"Latar Belakang Pada tahun 2020, ditemukan total kasus kanker serviks mencapai 36.633 kasus dengan 21.003 di antaranya adlaah kasus kematian di Indonesia. Pasien kanker serviks stadium awal diberikan pilihan tatalaksana pembedahan umumnya berupa histerektomi. Pilihan terapi ajuvan juga diberikan guna mengurangi risiko terjadinya kekambuhan. Dengan tingginya kasus kematian kanker serviks di Indonesia, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait angka kesintasan pasien kanekr serviks yang dilakukan histerektomi radikal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2010-2018 dengan memerhatikan dilakukan atau tidaknya terapi ajuvan dan ada tidaknya kekambuhan yang terjadi pada pasien. Metode Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian kohort retrospektif. Data diambil dari rekam medik dan dianalisis kesintasannya dengan metode Kaplan-Meier. Hasil Didapat sebanyak 9,1% (7 orang) pasien mengalami kematian (event) dan 90,9% (70 orang) pasien bertahan hidup dalam kurun waktu tiga tahun dari tanggal tatalaksana histerektomi radikal dilakukan. Pada analisis bivariat antara variabel usia, stadium, terapi ajuvan, dan kekambuhan terhadap kesintasan tidak ditemukan adanya P Value < 0,05 sehingga tidak ada perbedaan ataupun hubungan yang bermakna. Kesimpulan Kesintasan tiga tahun pasien kanker serviks yang dilakukan histerektomi radikal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2010-2018 sebesar 90,9%.

Introduction In 2020, the total number of cervical cancer cases was found to reach 36,633 cases with 21,003 of them being deaths in Indonesia. Patients with early stage cervical cancer are given surgical treatment options, generally in the form of hysterectomy. Adjuvant therapy options are also given to reduce the risk of recurrence. With the high number of cervical cancer deaths in Indonesia, further research is needed regarding the survival rate of cervical cancer patients who undergo radical hysterectomy in National Referral Hospital Cipto Mangunkusumo in 2010-2018 by paying attention to whether or not adjuvant therapy was carried out and whether or not there was a recurrence. Method This research is a descriptive analytical study and using a retrospective cohort design. Data were taken from medical records and analyzed for survival using the Kaplan-Meier method. Results It is found that 9.1% (7 people) of patients experienced death (event) and 90.9% (70 people) of patients survived within three years from the date the radical hysterectomy was carried out. In the bivariate analysis between the variables such as age, stage, adjuvant therapy, and recurrence, there is no P value < 0.05 was found (no significant difference). Conclusion Three-year survival of cervical cancer patients who undergo radical hysterectomy in National Referral Hospital Cipto Mangunkusumo in 2010-2018 was 90.9%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malikur Chair
"Latar belakang. Sindrom vena kava superior adalah kumpulan gejala akibat penekanan atau infiltrasi terhadap vena kava superior dan merupakan kegawatdaruratan medis yang perlu ditatalaksana segera. Penilaian karakteristik dan kesintasan penting dalam menentukan diagnosa dan tatalaksana pasien SVKS.
Tujuan. Mengetahui karakteristik dan kesintasan 90 hari pasien SVKS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Metode. Studi menggunakan desain kohort retrospektif yang dilakukan melalui catatan rekam medik pasien SVKS selama bulan Januari 2000 hingga Desember 2011 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Hasil. Dari 151 subjek penelitian, terbanyak didapatkan pada jenis kelamin laki-laki (76,2 %), rentang umur 46-60 tahun (46,3%) dengan manifestasi yang sering ditemukan berupa sesak napas, distensi vena leher dan bengkak di wajah. Gambaran radiologis massa yang tersering adalah di bagian mediastinum superior. Non small cell lung cancer merupakan jenis penyebab SVKS yang terbanyak. Kesintasan kumulatif pasien SVKS dalam 90 hari adalah 54% dengan rerata kesintasan adalah 42,5 (SE 5,2) hari serta gambaran kesintasan yang menetap mulai hari ke-60.
Kesimpulan. Kejadian SVKS terbanyak ditemukan pada pasien non small cell lung cancer, jenis kelamin laki-laki dan rentang usia 46-60 tahun dengan manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah sesak napas, distensi vena leher dan bengkak pada wajah. Kesintasan kumulatif pasien SVKS dalam 90 hari adalah 54% dengan rerata kesintasan adalah 42,5 (SE 5,2) hari serta gambaran kesintasan yang menetap mulai hari ke-60.

Introduction. Superior vena cava syndrome is a syndrome due to compression or infiltration to superior vena cava and is a medical emergency that needs to be managed immediately. The study of characteristic and survival rate of SVCS patients. is important to determine the diagnosis and treatment.
Objective. To obtain the characteristic and 90 days survival rate of SVCS patients in Cipto Mangunkusomo and Dharmais Cancer Hospital.
Methods. This is a restrospective cohort study conducted through medical record of SVCS patients during January 2000 to December 2011 in Cipto Mangunkusomo and Dharmais Cancer Hospital.
Result. The study population was 151 subjects and most of the patients were male (76.2%). The age of the patient mostly range from 46 to 60 years old (46,3%). Dyspnoe, neck vein distention and facial swelling were the frequent chief complains. The location of the mass based on radiological examination was found mostly in superior mediastinum. Non small cell lung cancer is the most common etiology of SVCS patient. The cumulative survival of SVCS patient in 90 days is 54 %, mean survival was 42.5 (SE 5.2) and the survival rate showed plateau appearance from the day of 60th.
Conclusion. Superior Vein Cava Syndrome patients in this study mostly due to non small cell lung cancer, found mostly in males and the age range was 46-60 years old. Dyspnoe, neck vein distention and facial swelling were the frequent chief complains. The cumulative survival of SVCS patient in 90 days is 54 %, mean survival was 42.5 (SE 5.2) and the survival rate showed plateau appearance from the day of 60th.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T32753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Prastasari
"ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesintasan hidup pasien kanker serviks dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan analisis kesintasan. Pasien kanker serviks yang didiagnosis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada 1 Januari 2005 sampai 31 Desember 2006 dimasukkan dalam penelitian ini. Dilakukan pendataan tanggal dan umur saat diagnosis, tingkat pendidikan, stadium, jenis histopatologi, diferensiasi tumor, invasi limfovaskuler, jenis terapi, dan lengkapnya terapi. Jika pasien menjalani operasi, dinilai pula adanya tumor pada kelenjar getah bening(KGB) atau batas sayatan. Selanjutnya pasien diamati sampai minimal 5 tahun apakah pasien masih hidup. Kemudian dilakukan analisis kesintasan dengan metode Kaplan Meier. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan dinilai dengan analisis Cox regression.
Hasil: Diperoleh 447 pasien kanker serviks dalam kajian ini. Didapatkan median survival keseluruhan pasien kanker serviks 1916 hari (63 bulan) dengan kesintasan hidup 5 tahun 52%. Faktor umur, pendidikan, jenis pembiayaan, ukuran tumor, dan adanya invasi limfovaskuler tidak menunjukkan adanya perbedaan kesintasan. Stadium III dan IV memiliki kesintasan hidup yang lebih rendah dengan Hazard Ratio 3.27 dan 6.44. Diferensiasi buruk dan terapi tidak lengkap memiliki kesintasan yang lebih rendah dengan HR 2.26 dan 2.22. Jenis histopatologi lain-lain memiliki kesintasan yang lebih rendah dengan HR 2.85, namun tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada uji multivariat. Pada pasien yang menjalani operasi disertai adanya tumor pada KGB menunjukkan kesintasan yang lebih rendah dengan HR 12.01, sedangkan adanya tumor pada batas sayatan tidak menunjukkan perbedaan kesintasan yang bermakna. Jenis terapi pada stadium awal ataupun sradium lanjut tidak menunjukkan perbedaan pada uji multivariat.
Kesimpulan: Median survival pasien kanker serviks adalah 63 bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh secara independen terhadap kesintasan pasien kanker serviks adalah stadium, diferensiasi tumor, kelengkapan terapi, dan adanya tumor pada kelenjar getah bening.

ABSTRACT
Objective: To find out of the probability of 5 years survival rate on cervical cancer patients and to identify the influencing factors.
Methods: This is a retrospective cohort study. Cervical cancer patients treated at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2005-2006 were selected. Demographic and clinical data were collected. Demographic data collected were diagnosis time, age, and education level. Clinical data collected were stage, histopathology, differentiation, lymphovascular invasion, and therapy. The appearance of the tumor on the specimen margin and lymphnodes was also noted in the patient underwent surgery. All the patients were followed up for minimal 5 years to know whether the patient was alive. Kaplan Meier methods was used to determine the survival rate probability and Cox regression analysis was used to assessed the factors influencing the cervical cancer survival
Result: A total of 447 cervical cancer patients was enrolled to this study. Median survival of these patients was 63 months and the overall 5-years survival probability was 52%. Age, education level, funding source, tumor size, and lymph-vascular invasion showed no significant differences on cervical cancer survival. Stage III and IV had lower survival probability (Hazard Ratio 3.27 and 6.44). Poor differentiated tumor and uncompleted therapy also had lower survival probability (HR 2.26 and 2.22). Histopathology of others had lower survival probability(HR 2.85), but wasn't significant on multivariate analysis. The presence of tumor on the cervical cancer specimen during operation showed worse survival probability (HR 12.01), otherwise the presence of tumor on specimen margin didn't show difference survival. Therapy types didn't showed any differences, either on early and advanced stage.
Conclusion: Cervical cancer median survival was 63 months. Independent influencing factors in this study were cancer’s stage, tumor differentiation, therapy completeness, and the presence of the tumor on the pelvic lymph nodes specimen during operation."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Cahyanti
"Latar Belakang: Kanker paru adalah penyakit dengan ancaman serius di Indonesia. Progresifitas massa tumor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien kanker paru. Karsinoma sel kecil (KPKSK) menunjukkan progresifitas yang lebih tinggi daripada karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien KPKBSK memiliki tingkat kesintasan hidup yang lebih baik daripada pasien KPKSK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan kesintasan antara pasien KPKSK dan KPKBSK di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" (RSKD) dengan mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.
Metode: Studi kohort retrospektif ini melibatkan 949 partisipan (KPKSK dan KPKBSK) di RSKD dari tahun 2013 hingga 2017, dengan follow-up hingga tahun 2021. Tingkat kesintasan dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier, dan efek prediktor dinilai dengan model Cox proportional hazard.
Hasil: Kesintasan pasien KPKSK di RSKD pada periode 2013-2017 lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK. Kesintasan di tahun pertama pada pasien KPKSK adalah 31,21%, dan pada tahun ketiga, keseluruhan pasien KPKSK meninggal. Pada pasien KPKBSK, kesintasan di tahun pertama, ketiga, dan kelima berturut-turut adalah 45,19%, 23,62%, 15,92%. Median waktu kesintasan pasien KPKSK adalah hari ke-172, lebih pendek dibandingkan dengan pasien KPKBSK (hari ke-272). Setelah mengontrol variabel-variabel kovariat, tidak terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna secara statistik antara pasien KPKSK dan KPKBSK (p > 0,05).
Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa kesintasan pasien KPKSK lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK di RSKD; namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan signifikan setelah mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.

Background: Lung cancer is a disease with a serious threat in Indonesia. Tumor mass progression is one of the factors influencing the survival of lung cancer patients. Small cell carcinoma (SCLC) shows higher progression compared to non-small cell carcinoma (NSCLC). Several studies have shown that NSCLC patients have a better survival rate than SCLC patients. This study aims to assess the difference in survival rates between SCLC and NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital while controlling for age, gender, clinical stage, and management.
Method: This retrospective cohort study involved 949 participants (SCLC and NSCLC) from 2013 to 2017, with follow-up until 2021. Survival rates were analyzed using the Kaplan-Meier method, and the predictor effect was assessed using the Cox proportional hazard model.
Results: The survival rate of SCLC patients at Dharmais Cancer Hospital during the period 2013-2017 was lower compared to NSCLC patients. The survival rate in the first year for SCLC patients was 31.21%, and by the third year, all SCLC patients had passed away. For NSCLC patients, the survival rates in the first, third, and fifth years were 45.19%, 23.62%, and 15.92%, respectively. The median survival time for SCLC patients was day 172, which was shorter compared to NSCLC patients (day 272). After controlling for covariate variables, there was no statistically significant difference in survival between SCLC and NSCLC patients (p > 0.05).
Conclusion: The study shows that the survival rate of SCLC patients is lower than NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital , but statistically, there is no significant difference after controlling for age, gender, clinical stage, and management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marchen Prasetyaningrum
"Penggunaan cisplatin sebagai agen kemoterapi menyebabkan efek samping berupa nefrotoksisitas yang perlu mendapatkan perhatian serta penanganan khusus. Nefrotoksisitas akan memengaruhi fungsi ginjal pasien yang ditandai dengan adanya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penurunan fungsi ginjal pasien yang mendapatkan kemoterapi cisplatin di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta periode Juli – Desember 2012. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dan pengambilan data retrospektif dilakukan dengan menggunakan rekam medik pasien. Sampel adalah pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi cisplatin di Rumah Sakit Dharmais Jakarta periode Juli - Desember 2012. Pengambilan sampel sebanyak 53 pasien dilakukan secara consecutive sampling. Berdasarkan perhitungan klirens kreatinin pasien, persentase penurunan fungsi ginjal pasien yang mendapatkan kemoterapi cisplatin di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta periode Juli-Desember 2012 pasca kemoterapi siklus pertama sebesar 17,96%, pasca kemoterapi siklus kedua sebesar 18,29%, dan pasca kemoterapi siklus ketiga sebesar 21,11%.

Use of cisplatin as chemotherapeutic agent cause side effect such as nephrotoxicity that need attention and special handling. Nephrotoxicity will affect renal function characterized by impairment in glomerular filtration rate. This research aimed to evaluate the decrease in patient’s renal function who got chemotherapy cisplatin at Dharmais Cancer Hospital. The research design was cross-sectional and retrospective by using the patient's medical record. Samples were cancer patients who got chemotherapy cisplatin in Dharmais Cancer Hospital period July to December 2012. Sampling was carried out as many as 53 patients with consecutive sampling. Based on the calculation of patient's creatinine clearance, percentage of decline in renal function of patients treated with Cisplatin Chemotherapy in Dharmais Cancer Hospital Jakarta Period July – December 2012 after the first chemotherapy was 17,96%, after the second chemotherapy was 18,29%, and after the third chemotherapy was 21,11%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46789
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haridana Indah Setiawati Mahdi
"Latar belakang. Prevalensi kasus AIDS menunjukkan kenaikan tajam dalam beberapa tahun terakhir, antara lain disebabkan pemakaian narkoba suntik yang meningkat di populasi berisiko. Penggunaan obat-obat antiretroviral untuk AIDS telah banyak terbukti memperbaiki harapan, kualitas hidup dan survival pasien-pasien dengan AIDS di negara-negara maju. Penggunaan obat antiretroviral di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2001, walaupun penggunaannya belum meluas. Belum ada laporan mengenai kesintasan pasien AIDS yang mendapat antiretroviral selama 1 tahun di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui kesintasan 1 tahun pasien-pasien AIDS yang mendapat obat antiretroviral di Rumah Sakit Kanker Dharmais, serta membandingkan kesintasan berdasarkan jenis kelamin, usia, hitung CD4 dan cara penularan.
Metodologi. Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan menelusuri rekam medik pasienpasien AIDS yang berobat ke Rumah Sakit Kanker Dharmais dengan CD4<2001mm3, yang menggunakan obat antiretroviral secara teratur sampai 1 tahun atau sampai pasien meninggal. Diidentifikasi usia, jenis kelamin, hitung CD4 (5.501mm3dan>50/mm3), cara penularan (IDU dan non-IDU). Analisis kesintasan dilakukan terhadap seluruh pasien, jugs terhadap beberapa faktor risiko (jenis kelamin, kelompok usia, hitung CD4 dan cara penularan), dengan menggunakan Kurva Kesintasan dari Kaplan-Meier dengan uji log-rank untuk menyatakan perbedaan kesintasan.
Hasil. Selama bulan April 2005 sampai Mei 2005 dilakukan penelusuran terhadap rekam medik pasien AIDS yang berobat ke RS Kanker Dharmais pada periode Januari 2002 - Mei 2005, terdapat 196 orang yang terdiri dari 182 laki-laki dan 14 perempuan dengan rentang umur antara 15 sampai diatas 36 tahun, dengan mayoritas pads kelompok umur 26-35 tahun (55,61%), median usia 3138 tahun Kesintasan pasien AIDS selama 1 tahun dengan CD4<2001mm3 didapatkan rerata kesintasan 9,03 bulan (IK 95% 8,37-9,70) median kesintasan 12 bulan, kesintasan berhubungan dengan jenis kelamin didapatkan laki-laki (rerata kesintasan 8,93 bulan) lebih pendek daripada perempuan, kesintasan berhubungan dengan cars penularan (IDU rerata 8,85 bulan) lebih pendek dari non IDU. Kesintasan berhubungan dengan usia, diantara semuanya, usia >36 tahun (rerata 8,82 bulan) paling pendek. Kesintasan berhubungan dengan CD4<501mm3 (rerata 8,15 bulan) lebih pendek dari CD4>50/mm3. Terdapat hubungan yang bermakna antara hitung CD4 dengan kesintasan (P=0,0007). Diteliti faktor penentu yang berhubungan dengan CD4 melalui uji Chi Square, didapatkan OR sebesar 3,39 (P= 0,001 dengan IK 95% 1,58 - 7,40).
Simpulan. Hitung CD4 yang rendah merupakan faktor prognostik yang buruk. Umur, jenis kelamin dan cara penularan tidak berhubungan dengan kesintasan.

Backgrounds: Prevalence of HIV/AIDS cases showed dramatically increased in the last few years, it is due to increasing injecting drug users (IDU) in risk population_ The use of antiretroviral (ARV) drugs for HIVIAIDS can reduced the mortality and morbidity in developed countries and increased the survival in AIDS's patients. The use of ARV in Indonesia has begun since 2001 even though it is not used widely. The survival report had not been published yet in Indonesia.
Objectives: The one year survival analysis for AIDS patient who received antiretroviral therapy in Dharmais Cancer Hospital based on sex, age, CD4 count and route of transmission.
Methods: Retrospective studies from medical records of AIDS patients in Dharmais Cancer Hospital with CD4 count 52001mm3 , who received ARV regularly for 1 year or until death based on sex, age, CD4 count, route of transmission with Survival Curve from Kaplan-Meier and log rank test to exam the survival differences .
Results: Between April until May 2005 from AIDS's medical records in January 2002 through May 2005, there were I96 patients (182 men and 14 women). Majority age 26-35 years old (55.61%), median age 31.38 years old. One year survival analysis with CD4 count 5 2001mm3 (mean 9.03 CI 95% 8.37-9.70) median 12 months, survival analysis in male patient (mean 8.93 month) shorter than female, survival analysis according to the route of transmission, IDU (mean 8.85 month) shorter than non IDU, survival analysis in age over 36 shortest (mean 8.82 month) from the other age and CD45501mm3 ( mean 8.15 month) shorter than CD4>50/mm 3. There's significantly survival analysis in CD4 count (P=0.0007). CD45501mm3 had 3.39 times mortality risk compare than CD4>50frnm3 (Chi Square test, with OR=3.39 (P= 0.001, CI 95% 1.58 - 7.40).
Conclusions: Low count CD4 is a bad prognostic factor. Sex, age and the route of transmission are statistically not significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Via Dolorosa Halilintar
"Kanker Payudara KPD merupakan jenis penyakit Kanker dengan risiko insidensi mortalitas tertinggi di Indonesia. Tesis ini membahas tingkat kepatuhan dan faktor ndash; faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien Kanker Payudara KPD yang menjalani terapi hormonal dengan Tamoxifen pada pasien RS Kanker Dharmais tahun 2018. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain potong lintang cross-sectional. Penelitian diikuti oleh sebanyak 109 orang responden. Tingkat kepatuhan pengobatan dinilai melalui kuesioner MARS-5 yang dimodifikasi. Karaktersitik sosiodemografi dan klinis diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan pengobatan KPD dengan Tamoxifen adalah 90,9 dengan proporsi pasien yang patuh adalah 75,2 82 dari 109 orang. Umur pasien, pendapatan, tingkat pendidikan, pemberian informasi dan edukasi tentang pengobatan, dan tingkat pengetahuan pasien mempunyai pengaruh yang bermakna dalam mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan. Analisis multivariat menunjukkan bahwa Umur responden, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan merupakan faktor yang paling berpengaruh dan menentukan tingkat kepatuhan pengobatan. Tingkat Pendidikan merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kepatuhan pengobatan. Melalui penelitian ini disarankan untuk memberikan perhatian khusus untuk pasien ndash; pasien dengan karakteristik tertentu seperti pasien dengan tingkat pendidikan atau berpendapatan rendah.

Breast Cancer BC is. type of cancer disease with the highest incidence of mortality in Indonesia. The focus of the study was to determine the level of adherence and factors influencing the adherence of the treatment of BC patients undergoing hormonal therapy with Tamoxifen in patients with Dharmais Cancer Hospital in year 2018. The study is an observational study with. cross sectional design. The study was followed by 109 respondents. Medication adherence levels assessed via questionnaire MARS. modified. Sociodemographic and clinical characteristic obtained from interviews using questionnaires.
The results showed that the medication adherence level of KPD with Tamoxifen was 90.9 with the proportion of adherent patients was 75.2 82 of 109 patients. Patient age, income, education level, information and education about treatment, patient 39. level of knowledge have. significant influence on the level of medication adherence. Multivariate analysis showed that the age of respondents, level of education, level of knowledge is the most influential factor and determine the level of treatment adherence. Education level is the variable that has the greatest effect on medication adherence. Through this study, it is advisable to pay particular attention to patients with certain characteristics such as patients with low education or low income levels.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T51466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>