Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Widiatmoko
"ABSTRAK
Situs Muarajambi merupakan salah satu peninggalan arkeologis masa Klasik Hindu - Buddha di Daerah Aliran Sungai DAS Batanghari yang berada di Provinsi Jambi. Berdasarkan identifikasi terhadap kondisi geografis dan tinggalan arkeologis, Situs Muarajambi merupakan satuan ruang yang memiliki pola dan sebaran tinggalan aktivitas manusia masa lalu yang mempunyai kronologi dari abad ke7 ndash; 12 Masehi, terdapat temuan fitur kompleks bangunan kuno yang oleh masyarakat umum dikenal dengan candi, yaitu Kompleks Candi Astano, Kompleks Candi Kembar Batu, Kompleks Candi Tinggi I, Kompleks Candi Tinggi, Kompleks Candi Gumpung, Kompleks Candi Gedong I, Kompleks Gedong II, Kompleks Candi Kedaton, dan bekas permukinan kuno, serta fitur perairan antara lain parit, sungai, kolam-kolam kuno, dan danau.Situs Muarjambi berdasarkan perbandingan kesamaan kronologi, keluasan situs, teknologi bangunan, kondisi lokasi, serta jenis-jenis kompleks bangunan, yakni dengan Situs N?land? dan Situs Vikramasila di India yang secara tradisi masih berjalan living tradition di Monastic University Sera Jey yang didirikan orang-orang Buddha Mahayana Tibet di India, mempunyai kesamaan fungsi dan ikatan historis pada masa lalu dengan Situs N?land? dan Situs Vikramasila , serta pada sekarang dengan tradisi Buddha Mahayana yang masih dipegang teguh oleh pemeluk agama Buddha di Tibet.Analisis yang dilakukan secara intergral terhadap Situs Muarajambi dengan memperhatikan setiap fitur kompleks bangunan candi, temuan artefak, dan fitur bentang daratan sebagai sisa permukiman kuno, serta fitur artifisial dan alam yang ada di dalam situs, secara khusus menunjukan Situs Muarajambi bukan semata-mata lokasi ritual dan pemujaan agama Buddha, namun lebih jauh juga sebagai permukiman keagamaan agama Buddha. Analis yang didukung komparasi dengan Situs N?land? dan Situs Vikramasila serta living tradition pendidikan agama Buddha Mahayana di Monastic University Sera Jey menunjukan Situs Muarajambi pada masa lalu merupakan m?havihar? dan pusat Pendidikan agama Buddha.

ABSTRACT
Muarajambi Site is one of an archaeology remains during Hindu Buddha Classical Period at the Batanghari Watershed, Jambi Province. Based on geographical and archaeological identifications, the site have spatial unit patterns and distribution of human past activities which reveal chronological time from 7 12th century AD, consists Astano Temple Compound, Kembar Batu Temple Compound, Candi Tinggi I Temple Compound, Candi Tinggi Temple Compound, Gumpung Temple Compound, Gedong I Temple Compound, Gedong II Temple Compund, Kedaton Temple Compound, ancient settlements, and hydrological feature, canal, ditch, river, creek, ancient reservoir pond , and lake.Muarajambi site based on chronological, site area, construction technology, location setting, and type of building similarities, compare to N land Site and Vikramasila Site in India which still practice living tradition in Sera Jey Monastic University established by Tibetan Mahayana Buddhists adherent. Those site have similarities both function and strong historical bond with the past. Nowadays, Mahayana Buddhists tradition still practice faithfully by Buddhist adherent in Tibet.Analysis conducted integrally to Muarajambi site, observing every temple compound features, artefacts, landscape as ancient settlement remains, artificial and natural feature within the site. Muarajambi Site not solely Buddhists ritual and worship location, further, as Buddhists adherent settlement. The analysis supported by N land and Vikramasila Sites as well as Sera Jey Monastic University education which still practice as living tradition. Several evidence reveal Muarajambi Sites is m havihar and center of Buddhist education in the past."
2015
D2426
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Nandasari
"Ragam Hias Ornamental disebut sebagai relief, terbagi menjadi relief hias dan relief cerita. Relief-relief yang dipahatkan pada bangunan candi memberikan keindahan pada tempat tersebut. Penelitian ini membahas berbagai bentuk ragam hias ornamental yang dipahatkan pada bagian kaki, tubuh dan atap bangunan candi induk beragama Hindu di Jawa Tengah (Abad ke-8-10 M). Metode yang digunakan dalam penelitian terdiri dari tiga tahap, pertama pengumpulan data yang dilakukan dengan kajian pustaka melalui buku dan artikel yang berisi informasi mengenai ornamen pada bangunan candi dan observasi di lapangan dengan mengamati langsung ornamen yang dipahatkan pada candi induk. Tahap kedua adalah pengolahan data yang dilakukan dengan analisis deskriptif dengan mengelompokkan ornamen berdasarkan keletakannya pada bangunan candi. Terakhir, interpretasi dilakukan dengan mengkaitkan jenis ornamen dengan konsepsi agama Hindu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat 21 jenis ragam hias ornamental yang terpahatkan di kaki, tubuh dan atap candi-candi induk beragama Hindu di Jawa Tengah (Abad ke-8-10 M). Relief hias/ornamen yang terpahatkan pada bangunan candi memiliki dua fungsi, pertama fungsi praktis yang difungsikan untuk menghiasi bangunan candi dan kedua adalah fungsi religius.

Ornamental decoration is called relief, divided into decorative reliefs and story reliefs. Reliefs that are placed on religious sacred buildings give beauty to the place. This study discusses various forms of ornamental decoration carved on the legs, body and roof of the Hindu main temple building in Central Java (8-10 century AD). The method used in the study consisted of three stages, first is data collection carried out by literature review through books and articles containing information about ornaments in the temple building and observation in the field by observing the ornaments carved directly on the main temple. The second stage is data processing, carried out by descriptive analysis by grouping ornaments based on their location on the temple building. Finally, interpretation is done by linking the type of ornament to the conception of Hinduism. Based on research conducted there are 21 types of ornamental decoration carved on the legs, body and roof of Hindu main temples in Central Java (8-10 century AD). Ornamental reliefs / ornaments carved on the temple building have two functions, the first is a practical function, namely all kinds of ornamental functions to decorate the temple building and second is the religious function."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adiguno Bimo Wicaksono
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami ikonografi Dewa Wisnu di Jawa Timur pada abad ke 12-M – 15 M. Ikonografi (iconography) berasal dari bahasa Yunani, yaitu eikoon memiliki arti gambar dan graphoo artinya menulis. Jika diartikan secara harfiah, maka ikonografi memiliki arti “suatu benda yang menggambarkan sosok dewa dalam bentuk-bentuk tertentu, seperti arca, relief, dan lain-lain”. Dalam hal tersebut, ikonografi berkaitan dengan penggambaran sosok dewa dalam bentuk arca yang akan ditampilkan. Hasil dari penelitian ini adalah dengan mengetahui ikonografi Dewa Wisnu, maka informasi mengenai keberagaman penggambaran arca dewa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

The purpose of this research is to understand the iconography of God Vishnu in East Java on 12th – 15th centuries. Iconography is the word based from Greek, eikoon means images, and graphoo means write. Iconography means “a thing that represents a god in a other forms, like statue, relief, etc.”. In this context, iconography has a connection with a god representation on the statue. The result of this research is knowing an iconography of God Vishnu and getting information about the diversity of god statue and the factors that affect the depiction."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
"Langkah pembaharuan yang dilakukan oleh raja Airlangga semenjak ia naik takhta tahun 941 Saka(1019 M) adalah memberi perhatian besar pada aspek perekonomian negara. Perbaikan aspek ekonomi dianggap dapat menjadi dasar dari proses perbaikan ketiga aspek kehidupan bernegara lainnya, yaitu politik, agama dan sosial. Karena itu ia mengembangkan landasan perekonomian pada sektor perdagangan di samping pertanian yang sudah sejak lama dijalankan. Kedua sektor yang merupakan landasan perekonomian negara sangat diperhatikan dan diupayakan berkembang secara maksimal.N Ciri-ciri umum kerajaan-kerajaan kuna di Indonesia tidak banyak berubah dari abad ke abad, yang disebabkan oleh faktor geografi wilayah Indonesia. Kondisi tanah dan iklim dan geografi dianggap sebagai faktor penting yang menentukan landasan pereko_nomian yaitu pertanian dan perdagangan. Di sepanjang Jawa terda_pat sederetan gunung berapi yang berjajar memanjang membentuk tulang punggung dari timur ke barat. Gunung-gunung dan dataran tinggi membantu membentuk wilayah pedalaman menjadi kawasan_kawasan yang kebetulan sangat cocok bagi pengolahan sawah.Jalur perhubungan yang utama di Jawa adalah sungai-sungai yang sebagian besar relatif pendek. Sungai yang paling cocok untuk hubungan transportasi jarak jauh hanya sungai Brantas dan bengawan Solo, sehingga tidak mengherankan apabila lembah-lembah kedua sungai tersebut merupakan pusat-pusat kerajaan besar sejak..."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
D1845
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokhammad Lutfi Fauzi
"Kebudayaan dapat diterjemahkan sebagai keseluruhan sistem ide, tindakan serta hasil dari tindakan manusia, yang saling berkait satu dengan lainnya. Salah satu unsur kebudayaan tersebut adalah sistem agama, baik yang kini masih hidup maupun telah punah, yang dapat diamati melalui peninggalannya. Dengan demikian, agama sebagai salah satu unsur kebudayaan, khususnya yang pernah ada pada masa lampau merupakan salah satu jelajah studi arkeologi di pandang dari sudut kebudayaan (Nurhadi Magetsari, 1995:1).
Sutjipto Wirjosuparto (1964: 6-7) menyatakan bahwa kebudayaan Indonesia Kuna banyak dijiwai atau diliputi oleh suasana keagamaan. Oleh Karena itu, kiranya tepat pendapat P.J. Zoetmulder (1965:327) yang menekankan pentingnya memahami agama pada rnasa tersebut sebagai kunci untuk memahami kebudayaannya. Pendapat di atas, sesuai dengan fakta banyaknya peninggalan arkeologi dari masa Indonesia Kuna yang terbentang dari abad V hingga XVI Masehi, baik berwujud bangunan peribadatan, maupun area-area yang bernafaskan agama Hindu maupun Buddha. Wujud peninggalan tersebut seringkali dipandang sebagai `buah' dari hubungan budaya antara Indonesia dan India yang diperkirakan terjadi secara intensif sejak abad II Masehi Bosch, 1983:11. Dengan demikian, aktivitas pemujaan terhadap dewa-dewa Hindu maupun Buddha yang tersimpul di dalam berbagai bentuk peninggalan pada masa Indonesia Kuno merupakan wujud dari hubungan kebudayaan antara Indonesia dan India pada masa itu.
Dalam kebudayaan India, Dewa Wisnu telah muncul sejak jaman Veda, seperti yang dinyalakan di dalam syair-syair (saiithita) Veda meskipun kedudukannya masih rendah, setara dengan kelompok Dewa Aditya. Kepercayaan terhadap sifat-sifat Dewa Wisnu pada masa tersebut tumpang tindih dengan dewa-dewa lainnya. Misalnya, Dewa Wisnu dipercayai memiliki sifat-sifat Dewa Surya dan Indra. Sifat Dewa Surya pada Dewa Wisnu dipersonifikasikan dengan energi matahari yang menyinari dunia dan telah mengunjungi tujuh bagian dunia, serta mengedari dunia dengan tiga langkahnya (irivikrama). Dengan tiga langkahnya itu, Wisnu dianggap sebagai penakluk seluruh alam semesta dan dianggap sebagai dewa perang yang gagah berani berasal dari `pemberian' sifat Dewa Indra. Justru melalui kepercayaan terhadap Wisnu yang menjalankan triwikrasna menjadikannya terkenal hingga masa Hinduisme, karena dianggap melindungi manusia dari bahaya dan menaklukkan seluruh alam semesta baik di darat, air maupun angkasa.
Kedudukan Dewa Wisnu dalam konsepsi Trimurti (§iwa, Brahma serta Wisnu) dipandang sebagai perwujudan dari Brahman yang menyandang aspek pemelihara (sthiti), Dewa Siwa menyandang aspek perusak dan Dewa Brahma menyandang aspek pencipta. Di antara ketiga dewa tersebut yang seringkali dipuja sebagai dewa tertinggi oleh penganutnya adalah Dewa Siwa dan Dewa Wisnu, sedangkan Dewa Brahma tidak banyak dijumpai. Fenomena pemujaan terhadap Dewa Wisnu di India telah muncul sejak abad II SM dan berpengaruh besar di India selatan pada abad XI Masehi (Gonda, 1954:228-229). Bagi penganut agama Waisnawa Dewa Wisnu ditempatkan sebagai dewa tertinggi, sedangkan keberadaan dewa-dewa lainnya dipandang sebagai aspek Nya, seperti disebutkan dalam Bhugavurlgita (X-20-41) (Basham, 1956:300-301; Gonda, 1954:238; 1970:88). Dengan demikian, penganut Wisnu tidak menolak keberadaan Dewa Sawa dan Brahma, akan tetapi kepercayaan terhadap kedua dewa tersebut dipandang sebagai aspek dari Wisnu.
Dalam agama Hindu, lazimnya Dewa Wisnu dipandang memiliki tugas khusus sebagai dewa pelindung keselamatan manusia dan alam semesta (Gonda, 1954:120). Sebagai dewa pelindung (bhatr-) seperti disebutkan di dalam beberapa kitab Purana, Wisnu terjun langsung ke dunia dalam wujud aubtara. untuk menyelamatkan kebaikan, memelibara dunia dari kebudayaannya, menghancurkan pelaku kejahatan, serta menegakkan dharma di dunia (Gonda, 1954:125). Di India yang paling menonjol adalah dasaufrtara yang berkaitan dengan tugas Wisnu menghancurkan berbagai rintangan perputaran dunia di dalam 10 macam peristiwa.
Pengarcaan Wisnu berdasarkan naskah-naskah agama Waisnauh, seperti terdapat di dalam kitab-kitab Sarihita dan Agarna, secara umum diwujudkan di dalam tiga sikap, yaitu berdiri (sthanaka-murti), duduk (asana-mirti), serta berbaring (sayana-miirti). Secara arkeologis ketiga sikap area tersebut dapat dijumpai pada beberapa kuil Wisnu di India Selatan yang memiliki tiga relung utama pada bangunan induknya, seperti kuil Vaikunthapperumal di Conjeevaram, Kudal-alagar di Madura, Tirukkottiyur dan Mannakoyil di Tinnevelly. Dari ketiga sikap area tersebut masing-masing ditempatkan pada relung bawah, tengah, serta relung atas (Rao, 1, 1968:77-79). Selain itu, dalam pengarcaan Dewa Wisnu yang di tempatkan pada kuil khusus agama Waisnawa, Wisnu didampingi oleh satu atau dua sbkti-nya, yaitu Laksmi dan atau Sri.
Kaitannya dengan salah satu kewajiban raja sebagai pelindung rakyatnya, terdapat keterkaitan erat dengan sifat-sifat Wisnu yang senantiasa melindungi manusia dari segala perilaku kejahatan. Taittiriya Brahma (1,7,4) meyebutkan bahwa Wisnu menyertai semua raja, dan penyamaan diri seorang raja dengan Wisnu dipercayai dapat menaklukkan dunia (wisnor eva bhuivenzwnl lokan abhijayati) (Gonda, 1954:164). Jalan penyamaan raja dengan sifat kedewaan Wisnu antara lain dapat dilakukan melalui upacara abhiseka- dari Dewa Wisnu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T1762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmiyati
"Tesis ini membahas tentang pengembangan Pusat Informasi Kawasan Percandian Muarajambi sebagai sebuah museum situs yang merupakan salah satu jenis museum yang berlandaskan pada paradigma new museology. Lokasi penelitian di Kawasan Muarajambi, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini dapat merumuskan suatu konsep museum situs dalam rangka pengembangan Pusat Informasi Kawasan Percandian Muarajambi sebagai museum situs yang sesuai dengan kaidah permuseuman dan konsep new museology. Selain itu pengembangan pusat informasi ini menjadi sebuah museum situs dapat menjadi sarana yang baik untuk penyebarluasan informasi, penelitian, pendidikan dan rekreasi. Pada dasarnya museum situs merupakan sebuah museum yang disusun dan dibentuk untuk melindungi tinggalan alam dan budaya, bergerak dan tidak bergerak, di situs aslinya, yaitu dilestarikan di tempat di mana tinggalan tersebut telah dibuat atau ditemukan. Eksibisi di dalam museum situs merupakan salah satu cara dalam mengomunikasikan hasil penelitian di situs. Interpretasi antara koleksi dan lingkungan situs diintegrasikan dalam sebuah tata pamer. Selain melalui eksibisi, proses komunikasi di museum situs dapat juga dilakukan dengan program publik dan edukasi.

This thesis research the development of the Information Center of Muarajambi Region as a site museum, which is a kind of museum that is based on the paradigm of the new museology. Locations of the research in the Muarajambi Region, Muarojambi District, Jambi Province. This research is a descriptive study with a qualitative approach. The results of this study can formulate a concept of the site museum in order to develop Information Center of Muarajambi Region as a museum site in accordance with the rules of the museum and the concept of new museology. In addition, the development of the information center into a museum site can be as media for the dissemination of information, research, education and recreation. In essence, the site museum is a museum conceived and set up in order to protect natural or cultural property, moveable and immoveable, on its original site, that is, preserved at the place where such property has been created or discovered. Exhibition at the site museum is a kind in communicating the results of research on the site. Interpretation of the collections and the site are integrated in a theme exhibition layout. Communication process in the site museum can also carried out with public and educational programs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Patera
"Latar Belakang
Agama merupakan suatu fenomena sosial yang dapat diamati dalam kebidupan manusia. Bagi para penganutnya, agama bersifat normatif sebagai sumber informasi yang memberikan arah pola prilaku serta corak kebudayaan dan masyarakatnya. Dapat pula terjadi, agama dijadikannya sebagai inti dari model-model psngetahuan yang dimiliki manusia sebagai makbluk sosial, untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dibadapi dan mendorong kelakuan serta terciptanya hasil kelakuan (suparlan, 1982:81).
Agar dapat menyentuh kenyataan social dalam kehidupan manusia, agama yang bersifat normatif, didukung oleh berbagai bentuk simbolik dan pranata-pranata sosial. Agama memperlibatkan dirinya dalam berbagai bentuk nilai - nilai sosial, yang memberikan kerangka kepada manusia dalam memahami dan melibat realitas yang dihadapi dan secara etis menentukan ukuran baik dan jelek (Geertz, 1982:9).
Dalam suatu kenyataan sosial, agama dapat diamati dalam bentuk kelakuan dan hasil kelakuan yaitu benda- benda kebudayaan, sebagai peogejewantahan dari sistem makna dan nilai yang dianut dalam menginterpretasi lingkungan yang dibadapi. Agama dalam bentuk kelakuan yaitu berupa tindakan keagamaan dan upacara-upacara keagamaan, yang muncul didasarkan atas pengaruh konsepsi ajaran agamanya. Sedangkan dalam aspek hasil kelakuan, berupa banda-benda hasil dari kebudayaan seperti Mesjid, Gereja, Pura, Arca-Arca dan lain sebagainya merupakan model untuk menggambarkan konsepsi ajaran agamanya.
Padmasana yang dibicarakan dalam tulisan ini, merupakan salah satu aspek pantulan dan perwujudan dari agama Hindu dalam kehidupan sosial umatnya. Dalam bentuk bangunan arsitektur yang dapat kita amati, padmasana tentunya memiliki latar belakang konsepsi ajaran yang melandasinya sebagai aspirasi dan tujuan dari pendukungnya yang hidup dalam masa dan lingkungan tertentu (Brown, 1971:1, Herberger, 1989:22).
Untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu hasil kebudayaan, seperti balnya Padmasana, diperlukan pemahaman terbadap konsepsi yang melandasinya, seperti diungkapkan Dawson yang dikutip Zoetmulder berikut ini ;
"Agama adalah kunci sejarah, kita tidak dapat memahami masyarakat tanpa mengerti agamanya. Kita tidak dapat memabami hasil-hasil budayanya tanpa mengerti kepercayaan agama yang menjadi latar belakangnya. Dalam semua jaman, hasil utama budaya didasarkan pada gagasan keagamaan dan diabadikan untuk tujuan agama" (Zoetmulder,1965:327).
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Asih Putrina Taim
"Daerah Aliran Sungai Musi dan Sungai Batanghari Sebagai Pusat Perkembangan Peradaban Masa Hindu-Buddha Abad ke 4 hingga ke-13 M di Sumatera Bagian Selatan. Sungai Musi dan Sungai Batanghari adalah dua aliran sungai besar dan dominan di wilayah Sumatera Bagian Selatan, berbagai aspek kehidupan di wilayah ini amat dipengaruhi dan bergantung pada keberadaan kedua sungai ini. Pentingnya kedua sungai ini sejak masa lalu. terlihat dari begitu padatnya temuan arkeologis terutama masa Hindu Buddha di sepanjang kedua daerah aliran sungai. Disertasi ini merupakan hasil penelitian untuk mengetahui dan mengidentifikasi kawasan kebudayaan di Daerah aliran Sungai Musi dan Batanghari pada awal keberadaan tinggalan budaya Hindu Buddha hingga abad ke- 13 Masehi. Metode yang digunakan adalah secara kwalitatif melihat sebaran temuan dan karakteristik situs serta kronologinya. Melalui konsep landskap dan keruangan serta penafsiran (post prosessual archaeology) dapat diketahui persebaran dan perkembangannya sejak abad ke-4 M hingga abad ke-13 M. Dengan demikian dapat diketahui pemanfaatan lingkungan DAS oleh masyarakat masa lalu dalam berbagai aspek kepentingan baik ekonomi maupun keagamaan pada abad ke- 4 hingga ke- 13 Masehi. Hasil penting yang didapat dari penelitian ini adalah perkembangan permukiman situs arkeologi di sepanjang DAS Musi dan Batanghari pada abad ke-4 M hingga 13 M, kondisi alam (sungai) yang juga berpengaruh dengan keberadaan situs, dan kesatuan budaya masa Hindu Buddha di DAS Musi dan Batanghari. 

The Basin of Musi and Batanghari River as the Center for the Development of Hindu-Buddhist Civilization in 4th to 13th Century AD in Southern Sumatra. The Musi River and the Batanghari River are the two major and dominant rivers in the South Sumatra region, various aspects of life in this region are strongly influenced and depend on the existence of these two rivers. The importance of these two rivers since the past. it can be seen from the dense archeological findings, especially the Hindu Buddhist period along both watersheds. This dissertation is the result of research to identify and identify cultural areas in the Musi and Batanghari watersheds at the beginning of the existence of the Hindu Buddhist cultural heritage until the 13th century AD. The method used is qualitative and quantitative looking at the distribution of findings and characteristics of the site and its chronology. Through the concept of landscape and spatial as well as interpretation (post prosessual archeology) the distribution and development can be seen from the 4th century AD to the 13th century AD Thus it can be seen the use of the watershed environment by past communities in various aspects of economic, and religious interests in 4th century to 13th AD. Important results obtained from this study are the development of archeological site settlements along the Musi and Batanghari watersheds in the 4th century AD to 13 AD, natural conditions (rivers) which also affect the existence of the site, and cultural unity of the Hindu Buddhist period in the Musi River Basin and Batanghari. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Penebar Swadaya, 2005
294.5 HIN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari dan merekonstruksi kebudayaan masa lalu berdasarkan sisa-sisa kebudayaan materi yang mereka tinggalkan. Mengingat kelembaban iklim Indonesia yang sangat tinggi serta akibat proses kimiawi yang terjadi dalam tanah dimana benda-benda tersebut terkubur beratus bahkan beribu tahun, maka benda-benda tinggalan manusia tersebut sudah tidak utuh lagi. Dari sisa-sisa materi yang terbatas inilah ahli arkeologi berusaha untuk merekonstruksi kebudayaan manusia masa lalu, apabila mungkin seutuhnya, Mengingat jangkauan arkeologi sangat luas, maka untuk merekonstruksi kebudayaan masa lalu, selain mempergunakan metode arkeologi secara seksama, apabila diperlukan, dapat diterapkan pula metode-metode yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain (Magetsari 1990: 1-2).
Dalam rangka penelitian arkeologi, untuk kali ini, perkenankanlah saya membahas salah satu jenis peninggalan arkeologi yaitu candi, sisa-sisa sarana ritual agama Hindu dan Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa dengan menitik beratkan pembicaraan pada ciri-ciri arsitektur candi serta membandingkannya dengan patokan-patokan yang digariskan oleh kitab Vastusatra (Silpasastra) di India, selanjutnya mencoba merekonstruksi makna simboliknya.
Agama Hindu dan Buddha berkembang di Indonesia antara abad VII--XV Masehi, dan kebudayaan materi yang mereka tinggalkan kebanyakan adalah tempat-tempat suci yaitu candi, stupa, gua penapaan dan kolam suci (patirthan).
Kehadiran bangunan suci candi mula-mula dilaporkan oleh orang-orang Belanda yang melakukan perjalanan di Jawa Tengah pada sekitar abad XVIII, Misalnya C.A. Lons, seorang pegawai VOC di Semarang mengunjungi Kartasura dan Yogyakarta, menyempatkan diri mengunjungi peninggalan-pcninggalan purbakala sekitar Yogyakarta termasuk kompleks candi Prambanan (Rara Jonggrang). Laporan-laporan tersebut rupanya menarik hati pejabat-pejabat Belanda, sehingga tahun 1746 Gubernur Jendral Van Imhoff mengunjungi kompleks Prambanan, kemudian berdatanganlah orang-orang, baik atas perintah atasannya maupun atas kehendak sendiri. Kemudian Sir Stamford Raffles yang menjadi Gubemur Jendral di Indonesia pada tahun 1814 sangat tertarik dengar kebudayaan Jawa. Dengan bantuan teman-teman dan bawahannya (orang Jawa) ia meneliti kebudayaan Jawa termasuk candi-candi yang kemudian diterbitkan daiam bukunya yang terkenal yaitu The History of Java (1817) . Pada waktu itu rupanya orang-orang Belanda dan Inggris telah mempunyai pandangan berbeda terhadap "barang-barang aneh" tersebut. Mereka mulai mengagumi candi dan berpikir betapa tingginya nilai seni yang ditampilkan, serta timbul kesadaran betapa tinggi peradaban bangsa Indonesia di masa lalu (Soekmono 1991:3).
Pada tahun 1885 Y.W. Yzerman mendirikan Archaeologische Vereenigins van Jogya, yaitu semacam Badan Purbakala. Sejak itu penelitian terhadap benda benda purbakala dilakukan lebih sistematis, demikian pula mulai dilakukan pemugaran candi-candi besar maupun candi kecil.
Penelitian candi-candi di Jawa maupun di luar Jawa telah banyak dilakukan Karangan-karangan tentang deskripsi candi paling banyak ditemukan, kemudian menyusul karangan mengenai relief candi, fungsi candi, Tatar belakang keagamaan seni arcanya, peranan candi dalam industri pariwisata dan sebagainya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0462
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>