Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aninda Novtrinia Putri
"Seorang pria dan seorang wanita berhak membuat perjanjian perkawinan yang berlaku bagi perkawinannya. Perjanjian perkawinan pada umumnya bermaksud untuk mengatur mengenai harta kekayaan pasangan suami isteri. Perbedaan peraturan yang berlaku di masing-masing negara yaitu Indonesia, Australia, dan Amerika membuat penulis tertarik untuk mencari persamaan dan perbedaan dalam proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan yang diatur dalam negara-negara tersebut. Sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimana persamaan proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan serta bagaimana perbedaan proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan di Indonesia, Australia, dan Amerika.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Simpulan dari penelitian dalam tesis ini adalah terdapat persamaan yang ditemukan antara lain perjanjian perkawinan harus dibuat secara tertulis, dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung, dan dapat dicabut atau diubah kembali. Selain itu terdapat perbedaan antara lain tidak semuanya harus menggunakan independent legal advice, pengungkapan penuh atas harta benda (transparansi) pada saat pembuatan, dan keharusan perjanjian perkawinan untuk didaftarkan ke pengadilan di negaranya.

A man and a woman have the right to make a prenuptial agreement applicable to their marriage. Prenuptial agreement in general intends to regulate the possessions of married couples. Different regulations prevailing in each country, Indonesia, Australia, and the United States make the author interested to find similarities and differences in the process and terms of validation of prenuptial agreement arranged in those countries. So the problem presented in this thesis is how the similarity of the process and terms of prenuptial agreement validation and how the difference of process and terms of prenuptial agreement validation in Indonesia, Australia, and America.
The research method used in this thesis is the type of normative research, namely research conducted on primary legal materials and secondary legal materials. The conclusion of the research in this thesis is that there are similarities found, among others, the prenuptial agreement must be made in writing, can be made before or during the marriage, and can be revoked or changed again. In addition there are differences, among others, not all must use independent legal advice, full disclosure of property (transparency) at the time of manufacture, and the obligation of prenuptial agreement to be registered to the courts in the country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afie Abdullah
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan isi perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia. Di Australia, perjanjian perkawinan dikenal dengan istilah binding financial agreements. Perjanjian perkawinan dibuat dengan tujuan untuk mencegah masalah berkepanjangan dikemudian hari antara pasangan suami istri. Oleh karena itu, perlu diberlakukan pengaturan yang jelas mengenai ketentuan hukum mengenai perjanjian perkawinan. Permasalahan yang akan penulis bahas yaitu perihal perbandingan pengaturan mengenai perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia dan perbandingan terhadap hal-hal yang dapat diatur dari isi perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan perbandingan karena mendasarkan pada metode perbandingan hukum terhadap dua negara yang berbeda yaitu Indonesia dengan Australia. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai persamaan dan perbedaan pengaturan mengenai isi dari perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia.

This research purpose is about to analyze the comparison of the content of prenuptial agreement in Indonesia and Australia. In Australia, Prenuptial Agreement known as the binding financial agreements. Prenuptial agreement made with the purpose to prevent further problems in the future between husband and wife. Therefore, an obvious regulations must be provided. Issues that will be explored by the author are regarding to the comparison regulation about Prenuptial Agreement in Indonesia with Australia and comparison to things that can be set from the contents of the Prenuptial Agreement in Indonesia with Australia. This research form method is normative. This research also uses the comparative approach because based on methods of comparative law against two different countries, Indonesia and Australia. In this research, there will be analyze about the similarities and differences in regulation regarding the content of the prenuptial agreement in Indonesia and Australia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Kartika Sari
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah dihadapan negara. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian di Malaysia, perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang berjumlah 14 (empat belas) khusus untuk orang yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk orang Non Islam diseluruh Malaysia. Dalam penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi perbandingan hukum ini menjelaskan syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan Malaysia yang kemudian dibahas persamaan dan perbedaan syarat sahnya perkawinan yang berlaku di kedua negara.

The discussion of this academic thesis is about any terms that must be completed and avoided to be able to perform a legal marriage before the state. In Indonesia, the marriage is regulated in Law No. 1 Year 1974 about marriage. Then in Malaysia, marriage is governed by the respective federation of 14 (fourteen) specifically for people who are Muslims and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 to the Non Muslims all over Malaysia. In the form of survey research normative legal comparative study describes the legal conditions of marriage in Indonesia and Malaysia, which are then discussed the similarities and differences in terms of the validity of the marriage which took place in both countries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Arsyaputra
"[Penelitian ini membahas perbandingan pengaturan dan isi perjanjian perkawinan menurut hukum Indonesia dan Jerman, dengan melakukan analisis langsung terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUH Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, serta peraturan di Jerman yaitu Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) atau yang juga disebut sebagai German Civil Code. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pada ketiga peraturan ini terdapat beberapa perbedaan yang mendasar dalam hal pembuatan perjanjian perkawinan. Hasil penelitian ini menunjukan bagaimana pengaturan dan penerapan dalam perjanjian perkawinan di Indonesia dan Jerman, yang bertujuan untuk memperbaiki pengaturan terhadap perjanjian perkawinan di Indonesia.

This research studies the comparative analysis on regulation and content of marriage agreement between Indonesia and Germany, by conducting direct analysis pursuant to Indonesian Law namely KUHPerdata and Law No. 1 Year 1974 regarding Marriage, and regulation in German Law namely Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) or German Civil Code. This is a normative juridical research with the method of data process and analysis using a qualitative approach. On these three regulations, there are fundamental differences in terms of making the marriage agreement. The research points on how the regulation and implementation of the marriage agreement in Indonesia and Germany, which aims to improve the regulation on marriage agreement in Indonesia.
, This research studies the comparative analysis on regulation and content of marriage agreement between Indonesia and Germany, by conducting direct analysis pursuant to Indonesian Law namely KUHPerdata and Law No. 1 Year 1974 regarding Marriage, and regulation in German Law namely Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) or German Civil Code. This is a normative juridical research with the method of data process and analysis using a qualitative approach. On these three regulations, there are fundamental differences in terms of making the marriage agreement. The research points on how the regulation and implementation of the marriage agreement in Indonesia and Germany, which aims to improve the regulation on marriage agreement in Indonesia.
]
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syariful Alam
"Penelitian ini membahas perbandingan pengaturan mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan menurut hukum Indonesia, Belanda, dan Kanada Ontario , dengan melakukan analisis terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, peraturan di Belanda yaitu Nieuw Burgerlijk Wetboek NBW , serta peraturan di Kanada Ontario yaitu Family Law Act 1990.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pada peraturan dari masing-masing negara ini, terdapat beberapa perbedaan dalam hal pengaturan mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan.
Hasil penelitian ini menunjukan bagaimana pengaturan mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan di Indonesia, Belanda, dan Kanada Ontario, dengan tujuan untuk memperbaiki pengaturan di Indonesia mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan.

This research discusses about comparison of regulation for postnuptial agreement in Indonesia, Netherland and Canada Ontario by doing analysis on Indonesia rsquo s regulation such as Indonesian Civil Code KUHPerdata and Law No. 1 1974 about Marriage, Netherlands rsquo regulation such as Nieuw Burgerlijk Wetboek NBW and Canada rsquo s Ontario regulation such as Family Law Act 1990.
This is a normative juridical research using qualitative approach method. Among those countries rsquo regulations, the Author found some similarities and differences regarding postnuptial agreement among those countries.
This research shows how is postnuptial agreement regulated in Indonesia, Netherland and Canada Ontario in order to find suggestions to amend regulation regarding postnuptial agreement in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mariam Yasmin
"Skripsi ini membahas akibat Perkawinan Campuran Terhadap Status anak dan harta benda yang diperoleh sebelum dan sesudah Perkawinan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang mengacu kepada perbandingan hukum antara Indonesia dengan Malaysia mengenai perkawinan campuran. Perbandingan tersebut dikaji dari segi hukum perkawinan dan kewarganegaraan yang berlaku di kedua negara. Setiap negara mempunyai kebijakan mengenai perkawinan campuran dan kewarganegaraannya masing¬masing. Kebijakan mengenai perkawinan campuran di Indonesia, berbeda dengan Malaysia. Indonesia mempunyai kebijakan yang lebih fleksibel dibandingkan Malaysia. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemahaman masyarakat mengenai perkawinan campuran perlu ditingkatkan. Kurangnya pemahaman mengenai perkawinan campuran tidak hanya akan berakibat fatal bagi status anak, namun juga bagi harta perkawinan serta harta indiviual milik para pelaku perkawinan tersebut.

Abstract
This paper discusses about the law consequences of Mixed Marriage concerning status of children and property acquired before and after marriage. This study is a descriptive qualitative research design that refers to the comparative law between Indonesia and Malaysia regarding intermarriage. Comparisons are examined in terms of marriage and citizenship laws in force in both countries. Every country has its own policy regarding on marriage and citizenship. The policy about mixed marriage in Indonesia is different than Malaysia. Indonesian's law is more flexible than Malaysia. The results of this research suggest that the comprehension in society of mixed marriages should be increased. The lack of understanding of mixed marriages not only can be fatal to the child's status but also marital and individual property which own by the perpetrators of intermarriage. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S332
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nataya Fariza
"Membina sebuah rumah tangga memang tidak semudah membalikkan tangan, pasti selalu ada konflik yang timbul terutama masalah harta kekayaan dalam perkawinan. Apabila sebelum melangsungkan perkawinan suami isteri tidak membuat perjanjian kawin, maka harta bawaan dan harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta persatuan bulat. Kemudian selama perkawinan berlangsung, terjadi sesuatu hal misal suami boros dan berkelakukan tidak baik yang mengakibatkan harta bersama akan habis, maka isteri dapat mengajukan tuntutan pemisahan harta kekayaan ke Pengadilan Negeri, karena perjanjian kawin sudah tidak dapat lagi dibuat setelah perkawinan berlangsung. Dari keadaan tersebut di atas, maka yang jadi permasalahan penelitian ini yaitu bagaimanakah akibat hukum dari pemisahan harta kekayaan yang dilakukan berdasarkan perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dan bagaimana secara yuridis pertimbangan Hakim mengenai pemisahan harta kekayaan dalam perkawinan sebagaimana ternyata dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2901 K/Pdt/2012 tanggal 9 Desember 2013. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana penulis dalam meneliti mengacu pada aturanaturan hukum yang ada. Maka ditemukan jawabannya bahwa akibat hukum yang timbul sebagaimana ternyata dalam kasus yang diteliti yaitu tidak dapat diadakan pemisahan karena isteri tidak memenuhi Pasal 186 BW, sehingga objek sengketa tetap menjadi harta bersama suami dan isteri. Untuk perjanjian pisah harta yang telah dibuat dihadapan Notaris menjadi batal demi hukum karena mengandung cacat yuridis dan bertentangan dengan undang-undang. Dan Putusan Mahkamah Agung sudah tepat dan telah sesuai dengan Pasal 119 BW, karena antara suami dan isteri tersebut tetap terjadi persatuan harta bulat. Sedangkan penerapan Pasal 29 ayat (4) Undang-undang Perkawinan dalam pertimbangan Hakim dianggap kurang tepat karena tidak terjadi perubahan perjanjian kawin.

Fostering a household is not as easy as turning the hand, there is always a conflict triggered by wealth in marriage. If spouse did not make a prenuptial agreement, separation asset and any asset they acquire during the course of their marriage would be community asset. Furthermore, during the marriage takes place, if there is something happen e.g. the husband is extravagant and does not have good manner which is caused community asset would be lost, the wife could propose a claim for asset separation to District Court, because prenuptial agreement could no longer be made after marriage took place. According to that circumstances, the consent of this research is how the legal consequences of the assets separation that is performed by prenuptial agreement made after marriage and how the juridical considerations of the Judge regarding separation assets in marriage, as it turns out in the Supreme Court Verdict No. 2901 K / Pdt / 2012 dated December 9, 2013. By using a normative juridical research method, the author in researching refers to rules of existing law. Then found the answer that the legal consequences arising in this case study that the separation cannot be held because the wife does not comply with Article 186 BW, then the object of dispute remain the property of the husband and wife. And the prenuptial agreement that has been made before a Notary cancelled and void because of flawed juridical and contrary to law. And Supreme Court decisions were appropriate and in accordance with Article 119 of the BW, as between husband and wife are still having community assets. While the application of Article 29 paragraph (4) of the Law of Marriage in consideration of Judges considered less appropriate because there is no change in prenuptial agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iswandono P.
"ABSTRAK
MASALAH POKOK Tuhan menciptakan dunia beserta isinya lalu diciptiakan pula dua orang manusia yang berlainan jenis yang diharapkan untuk dapat hidup berdampingan dan saling bantu membantu dalam mangarungi hidup didunia. Tuhan juga menjadikan manusia mempunyai akal budi yang membedakannya dengan jenis binatang. Dalam mengarungi hidup berumah tangga, manusia mempunyai norma-norma yang mengatur kehidupan mereka dan masyarakat. Diantara peraturan-peraturan tersebut terdapat peraturan mengenai hukum, Perkawinan. Peraturan ini di Indonesia terdapat beraneka ragam dimana juga beraneka ragam agama yang dianut oleh seluruh bangsa Indonesia, dalam penulisan ini akan di bahas mengenai dasar dan syarat-syarat perkawinan ditinjau dari KUHPerdata dan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974/ Peraturan Pem erintah No. 10 tahun 1983. METODE PENELITIAN Ilmu Pengetahuan mengenai dua teori penelitian yaitu Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan, dalam hal penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data melalui buku-buku, catatan-catatan kuliah, peraturan-peraturan perundang-undangan yang tersebar diberbagai mass media ataupun yang ada diperpustakaan, sedangkan dengan Penelitian Lapangan diperoleh data dari wawancara dengan pihak Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil. HAL HAL_ YANG DI Unifikasi didalam peraturan yang mengatur mengenai perkawinan belum dapat diwujudkan dan penerapan Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 untuk daerah terpencil sulit pe1aksanaannya. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 yang berlawanan dengan Peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 juga sangat mengganggu. KESIMPULAN Beraneka ragam Hukum Perkawinan yang terdapat di Indonesia walaupun Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun - 1974 dimaksudkan untuk unifikasi hukum dalam hukum perkawinan. Banyak permasalahan yang timbul setelah berlangsung perkawainan namun apabila usaha lain masih dapat dipergunakan maka masalahnya selesai sampai di sini. namun demikian apabila upaya lain tak dapat di pergunakan jalan terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan mengadakan perceraian. SARAN yang dapat dikemukakan adalah memberikan pertimbangan- pertimbangan bagi para pembuat Undang-Dndang agar kiranya dapat menyusun Undang-Undang Perkawinan yang dapat berlaku untuk seluruh bangsa Indonesia walaupun terdiri dari berbagai-bagai agama. Agar alasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1983 tentang perceraian dapat diselaraskan dan demikian juga mengenai batas waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinannya karena perceraian sedang antara janda tersebut dan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin dengan janda yang putus perkawinannya karena kematian sedang janda tersebut juga belum pernah mengadakan hubungan kelamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>