Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148377 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Suryani
"ABSTRAK
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengganti sistem kontrak karya sistem perizinan. Undang-undang tersebut menentukan bahwa kontrak karya yang telah ada sebelum UU ini dikeluarkan dinyatakan tetap berlaku hingga jangka waktunya berakhir sehingga pemegang kontrak karya masih dapat melanjutkan kegiatan pengusahaan pertambangannya dengan landasan kontrak. Namun selanjutnya pada tahun 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2018 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Kedua peraturan ini menjadi dasar hukum bagi pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus bagi pemegang kontrak karya tanpa mengakhiri kontrak karya yang berlaku sehingga pada satu kegiatan pengusahaan pertambangan terdapat dua instrumen yang berlaku sebagai landasannya yakni kontrak karya dan izin pertambangan. Skripsi ini meneliti bagaimana kontrak karya sebagai perjanjian dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai suatu izin berlaku secara bersamaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis-normatif yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kontrak karya dan Izin Usaha Pertambangan Khusus tidak dapat diberlakukan secara bersamaan pada satu kegiatan tambang yang sama karena menimbulkan beberapa implikasi hukum dan tidak memberikan kepastian hukum. Kata kunci:Kontrak karya, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Pertambangan Mineral.

ABSTRACT
Law Number 4 Year 2009 concerning Mineral dan Coal Mining replaces the contract of work system with a licensing system in mining activities. This Law states that all existing contract of works are still honoured until the stipulated expiry date therefore contract of work holder may continue their business based on the contract. However in 2017, the Ministry of Energy and Mineral Resources issued Regulation Number 15 Year 2017 concerning Procedures for the Granting of Mining Business License for Production Operation as a Continuation of Contract of Work Operation or Coal Mining Concession Working Agreement and Regulation Number 28 Year 2017 concerning Amendment to Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources Number 05 Year 2018 on Increasing Mineral Added Value through In Country Mineral Processing and Refinery. These two rules provide the legal basis for the granting of a special mining license for the holder of the contract of work without terminating the applicable contract of work therefore in one mining operation there are two instruments that serve as the basis of the mining activity. This thesis deals with how the contract of work as an agreement and the Special Mining Business License as a license are both valid at the same time. Research method used on this thesis is juridical normative with qualitative research. This study concludes the contract of work and the Special Mining Business License can not be applied simultaneously on the same mining activity as it raises some legal implications and does not provide legal certainty. Key words Contract of work, Special Mining Licence, Mineral Mining "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Eka Rahayu Sawitri
"Tesis ini membahas kebijakan clean and clear yang merupakan instrumen dalam menata izin usaha pertambangan mineral dan batubara yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Dalam rangka menata izin usaha pertambangan pemerintah melaksanakan kegiatan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang terdiri dari inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi. Output dari inventarisasi adalah tersedianya data KP/SIPD/SIPR yang sudah disesuaikan legalitas usaha pertambangannya menjadi IUP atau IPR. Sedangkan output dari verifikasi adalah klasifikasi IUP yang mendapat status Clean and Clean (dinyatakan tidak bermasalah atau tumpang tindih). Upaya Pemerintah dalam mengevaluasi IUP melalui kebijakan clean and clear harus diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Mengingat implikasi sertifikasi Clean and Clear berpengaruh terhadap kegiatan usaha pertambangan lainnya maka legalitas kebijakan Clean and Clear mutlak diperlukan. Keberadaan dasar hukum bagi tindakan pemerintah berguna untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Oleh sebab itu kebijakan Clean and Clear perlu untuk dievaluasi dan diberi format hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

This thesis describes about the clean and clear policy that is an instrument in managing the mining and coal license that has been issued by Provincial Government, District/City. In order to manage the mineral mining lisence the government commits National Reconciliation Data Mining License consists of inventarization, verification and classification.The inventarization's output is the availability of KP/SIPD/SIPR data that legality mining license has been adjusted into IUP or IPR. Meanwhile the verification's output is IUP classification that has been granted clean and clear status (declared has no problem or overlapping). The government's effort to evaluate IUP through clean and clear policy must be appreciated and supported from all of the parties. Considering the implication of clean and clear certification has an influence to the other mining activity, the legality of clean and clear policy is absolutely needed. Therefore clean and clear policies need to be evaluated and given a legal format in accordance with the provisions of the legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Juhri
"ABSTRAK
Zeolit merupakan mineral alumina silikat terhidrat dengan beberapa logam alkali dan alkali tanah yang terikat di dalamnya. Zeolit mempunyai sifat antara lain sangat berpori (pori-pori berukuran molekul) dan dapat mempertukarkan kation. Selain itu zeolit juga mudah dimodifikasi, salah
satunya yaitu dengan impregnasi menggunakan oksida logam.
Mn02 merupakan salah satu oksida logam yang dapat digunakan
untuk melapisi zeolit. MnOa terbentuk melalui reaksi oksidasi Mn(ll) yang
sebelumnya telah diadsorpsi teriebih dahulu ke dalam permukaan zeolit
dengan oksidator Kmn04.
Zeolit-Wln02 terbukti efektif dalam menurunkan konsetrasl dan Fe2+ dalam air tanah (Rodica, Pode/Rumania). Pene|itian ini mencoba memanfaatkan Zeolit-MnOz untuk menurunkan konsentrasi ion logam lam
misalnya dan Cd'" dalam air.
Zeolit-MnOz dibandingkan dengan Mn-Zeolit yang dikalsinasi pada
suhu 300 *'C selama 3 jam. Masing-masing zeolit dimasukkan ke dalam
kolom. lalu dialiri larutan Pb'" dan Cd2+ Efluen dianalisa dengan
menggunakan alat Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Untuk mengetahui
terjadinya pelapisan pada permukaan zeolit dilakukan analisa dengan
menggunakan Difraksi Sinar-X (XRD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi
Pb2+ dan Cd2+ setelati dialiri melalui Mn-Zeolit (kalsinasi 300 °C) dan ZeoUt-
WlnOz (zeolit Tasikmalaya dan Bayah) dalam kolom. Ketika Cd 10 ppm
dialiri melalui Mn-Zeolit Bayah (kalsinasi 300 °C). Cd2+ yang tidaR teradsorp
mencapai 0,014 mg/g (Mn^^ terdesQrpsi=3.011 mg/g). Untuk Mn-Zeolit
Tasikmalaya Cd^^ yang tidak teradsorp 0,104 mg/g (Mn2+ terdesorpsi=7,198
mg/g). Sementara ketika dialiri Pb2+ 10 ppm. Pb2+ yang tidak teradsorpsi
mencapai 0 mg/g (Mn2+ terdesorpsi=1.878 mg/g) untuk Mn-Zeolit Bayah dan
0,031 mg/g (Mn2+ terdesorpsi=3,028 mg/g) untuk Mn-Zeolit Tasik.
Untuk MnOrZeolit Bayah dan Tasik pada efluen sudah tidak terdapat
*
lagi Pb2+ dan Cd2+. Ketika dialiri Cd2+ 10 ppm. konsentrasi Mn2+ yang
terdesorpsi adalah 0,695 mg/g MnOz-Zeotit Bayah dan 0,806 mg/g MnOz-
Zeolit Tasik. Ketika dialiri 10 ppm konsentrasi Mn2+ adalah 0.225 mg/g
MnOz-Zeolit Bayah dan 0,618 mg/g MnOz-Zeolit Tasik.
Dari hasil tersebut MnOa-Zeolit lebih baik dibandingkan Mn-Zeolit
(kalsinasi 300 °C), sedangkan MnO-Zeolit Bayah lebih baik dibandingkan
MnO-Zeolit Tasik. Hal ini terlihat dari konsentrasi Mn2+ yang masih terdapat dalam efluen.
Sementara dari hasil Difraksi Sinar-X terlihat adanya penurunan
intensitas relatif puncak-puncak utama kristal yang disebabkan oleh hadirnya
spesi mangan pada permukaan zeolit.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Alfiyanti
"Pengelolaan sub urusan mineral dan batubara pada masa otonomi daerah yang berjalan lebih dari 2 (dua) dekade, telah mengalami beberapa perubahan terkait kewenangan penyelenggarannya oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berbagai permasalahan timbul dalam pelaksanaan kewenangan dimaksud, yaitu adanya pencabutan ribuan perizinan dan tingginya perkara yang diputus pengadilan terkait dengan dipengaruhi oleh pembinaan dan pengawasan yang dilakukan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaturan dan implementasi pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah bidang energi dan sumber daya mineral pada sub urusan mineral dan batubara tersebut. Bentuk penelitian ini adalah penelitian doktrinal yang memerlukan jenis data sekunder, dengan hasil penelitian bersifat deskriptif preskriptif analitis yang hasil akhirnya memberikan saran perbaikan yang ditujukan kepada pemangku kepentingan  dengan berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian adalah pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah bidang energi dan sumber daya mineral pada sub urusan mineral dan batubara diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah dan pertambangan mineral dan batubara sesuai dengan pemberlakuannya, perubahan perolehan kewenangan pemerintah daerah yang semula berupa atribusi menjadi delegasi tidak mempengaruhi kewajiban pemerintah pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan tersebut. Implementasi pembinaan dan pengawasan pada sub urusan mineral dan batubara, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, belum sesuai dengan  peraturan yang berlaku. Peraturan yang ada belum mengatur penugasan kepada APIP untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan sub urusan mineral dan batubara yang dibagi atau didelegasikan kepada pemerintah daerah.

The management of mineral and coal sub-affairs during the regional autonomy period which lasted for more than 2 (two) decades, has undergone several changes regarding the authority for implementation by the central government and regional governments. Various problems arise in the implementation of this authority, namely the revocation of thousands of permits and the high number of cases decided by courts related to mineral and coal mining. The effectiveness of the implementation of regional autonomy is influenced by the guidance and supervision carried out, so further research is needed regarding the regulation and implementation of guidance and supervision of the implementation of regional government authority in the field of energy and mineral resources in the mineral and coal sub-affairs. This form of research is doctrinal research which requires secondary types of data, with the research results being descriptive, prescriptive analytical, the final results of which provide suggestions for improvement aimed at stakeholders based on the results of the research conducted. The results of the research are that arrangements regarding guidance and supervision in the implementation of regional government authority in the field of energy and mineral resources in the mineral and coal sub-affairs are regulated in statutory regulations regarding regional government and mineral and coal mining in accordance with their enactment, changes in the acquisition of regional government authority from the original in the form of attribution as a delegate does not affect the central government's obligation to provide guidance and supervision over the implementation of this authority. The implementation of guidance and supervision in mineral and coal sub-affairs, especially those related to the implementation of regional government authority, is not in accordance with applicable regulations. Existing regulations do not yet regulate the assignment of APIP to carry out supervision over the implementation of the authority of the mineral and coal sub-affairs which is divided or delegated to regional governments."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Nisran
"Skripsi ini membahas mengenai pemenuhan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa IUP Eksplorasi Timah milik PT. Bumi Palong dan IUP Operasi Produksi Batubara milik PT. Mitra Tambang Barito tidak memenuhi ketentuan pasal 39 Undang-Undang Mineral dan Batubara. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan izin tersebut menjadi tidak sah atau dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah segera membuat peraturan pelaksana dalam penyusunan Izin Usaha Pertambangan.

The following thesis is discussing about compliance with the terms and conditions regulated in the article 39 Law No. 4 of 2009 regarding Mineral and Coal Mining against Mining Exploration License and Production Operation. The thesis used juridical norms method as research implementation method.
The result of this thesis found that tin mining exploration license owned by PT. Bumi Palong and coal mining production operation owned by PT. Mitra Tambang Tambang Barito is not comply the article 39 law regarding mineral and coal mining. The consequence of that condition is the licenses would be void by administration court. This thesis recommends the Government too soon issuing the Government Regulation as the reference in formulating Mining Business License.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42546
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Redi
"Pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu kegiatan usaha yang menguras sumber daya alam yang begitu masif dan memiliki dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan yang tinggi. Sebagai upaya untuk mendorong akan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dapat dikendalikan agar terselenggaranya fungsi pelestarian lingkungan hidup maka dikenalkanlah kebijakan hukum instrumen ekonomi lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun demikian, instrumen ekonomi lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut belumlah dianggap ideal bagi kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang berkelanjutan, sehingga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) diaturlah berbagai instrumen ekonomi lingkungan di sektor pertambangan mineral dan batubara, yaitu pengenaan royalti 0% (nol persen) bagi pelaku usaha pertambangan yang mengembangan dan memanfaatkan batubara, seperti untuk Dimethyl Ether (DME) dan Synthetic Natural Gas (SNG). Selain itu, diatur pula mengenai pengenaan pertambangan batubara sebagai barang kena pajak penghasilan (PPN) 10% (sepuluh persen). Penelitian ini melakukan kajian terdapat pelaksanaan kebijakan instrumen ekonomi lingkungan setelah ditetapkan UU CK dengan studi kasus di PT Bukit Asam Tbk. Tujuan penelitian ini ialah untuk menguji efektifitas kebijakan instrumen ekonomi lingkungan. Metode penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan analisis data deksriptif-analitis. Hasil penelitian ini pengenaan royalti 0% (nol persen) bagi pelaku usaha pertambangan yang mengembangan dan memanfaatkan batubara dan pengenaan pertambangan batubara sebagai barang kena pajak penghasilan (PPN) 10% (sepuluh persen) belum efektif, serta PT Bukit Asam hanya menerapkan sebagian instrumen ekonomi lingkungan model perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan, dan insentif/disinsentif.

Mineral and coal mining is one of the business activities that drains natural resources so massively and has a high impact on environmental damage and pollution. In an effort to encourage mining and coal business activities to be controlled so that the function of environmental conservation can be implemented, a policy on environmental economic law instruments was introduced in Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. However, the environmental economic instruments in the law are not yet considered ideal for sustainable mineral and coal mining business activities, so Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (UU CK) regulates various environmental economic instruments in the mineral and coal mining, namely the imposition of a 0% (zero percent) royalty for mining business actors who develop and utilize coal, such as for Dimethyl Ether (DME) and Synthetic Natural Gas (SNG). In addition, it also regulates the imposition of coal mining as income taxable goods (VAT) 10% (ten percent). This study examines the implementation of the environmental economic instrument policy after the CK Law was enacted with a case study at PT Bukit Asam Tbk. The purpose of this study was to examine the effectiveness of the environmental economic policy instrument. This research method is a qualitative method with descriptive-analytical analysis of the data. The results of this study are the imposition of 0% (zero percent) royalties for mining business actors who develop and utilize coal and the imposition of coal mining as income taxable goods (VAT) 10% (ten percent) has not been effective, and PT Bukit Asam only applies some economic instruments. environmental development planning model and economic activity, environment, and incentives/disincentives."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramandha Cipta Putra Fikri
"[ABSTRAK
Pertambangan mineral dan batuan merupakan salah satu sektor strategis dalam perekonomian dunia. Nilai guna yang tinggi serta diharuskannya suatu perusahaan tambang untuk menetap dalan jangka waktu yang lama di dalam wilayah suatu negara menjadikan sektor ini menjadi sangat strategis baik secara ekonomi maupun politik. Sektor pertambangan mineral dan batuan seperti layaknya pertambangan migas, umumnya masih dikuasai oleh MNCs dan perusahaan pertambangan dari negara maju, sementara sumber daya mineral dan batuan mayoritas berada pada negara berkembang yang miskin teknologi. Hal ini menciptakan suatu kondisi dimana negara berkembang sering merasa dirugikan dengan kondisi dimana mereka hanya dapat memproduksi barang tambang mentah dan diharuskan membeli kembali hasil olahan dari barang tambang mentah yang berasal dari negara mereka. Hal ini pula yang membuat banyak negara berkembang mengeluarkan kebijakan yang bercorak resource nationalism guna mengejar kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tambang mineral dan batuan yang cukup besar. Sedikitnya dua puluh komoditas tambang mineral dan batuan diproduksi oleh Indonesia. Namun sebagaimana negara berkembang lain, sektor pertambangan mineral dan Batuan Indonesia masih didominasi oleh MNCs dan perusahaan pertambangan Asing. Hal yang mengejutkan kemudian dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dimana pada periode tahun 2009 hingga tahun 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang bercorak resource nationalism. Pergeseran kebijakan ini menjadi suatu hal yang menarik dimana sebelumnya kebijakan di sektor tersebut cenderung bercorak liberalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dilakukannya pergeseran kebijakan di sektor pertambangan mineral dan batuan Indonesia menuju penerapan prinsip-prinsip resource nationalism pada periode tersebut.

ABSTARCT
Mineral and ores mining is one of the most strategic sectors in world economy. High value of usage and the obligation of the mining companies to stay in other country's sovereign territory for a long period of time makes this sector very strategic economically and politically. Mineral and ores mining just like oil and gas mining, is usually dominated by MNCs and mining companies from the developed countries, while the mineral and ores resources is often located in developing countries that are lacking in technology to exploit it. This creates condition where the developing countries often feels at disadvantages, because they can only produce the raw materials, and in return they have to purchase the processed products which originally made from the raw materials from their own countries. This also causes many developing countries create policies that are associated with resource nationalism to pursue economic ends and also political ends.
Indonesia is one of the biggest mineral and ores commodities producing countries. At least twenty kind of mineral and ores commodities are produced by Indonesia. However, just like many other developing countries, mineral and ores mining sector in Indonesia is still dominated by MNCs and foreign mining companies. In the period between 2009 and 2014, Indonesian government created some shocking policies in their mineral and ores mining sector that associated with resource nationalism. This political shift towards more resource nationalist policies is interesting to observe because previously mineral and ores mining policies in Indonesia is considered to be more liberal. This research aims to analyze what causes the shift on indonesian mineral and ores mining sector towards resource nationalism on that period;Mineral and ores mining is one of the most strategic sectors in world economy. High value of usage and the obligation of the mining companies to stay in other country's sovereign territory for a long period of time makes this sector very strategic economically and politically. Mineral and ores mining just like oil and gas mining, is usually dominated by MNCs and mining companies from the developed countries, while the mineral and ores resources is often located in developing countries that are lacking in technology to exploit it. This creates condition where the developing countries often feels at disadvantages, because they can only produce the raw materials, and in return they have to purchase the processed products which originally made from the raw materials from their own countries. This also causes many developing countries create policies that are associated with resource nationalism to pursue economic ends and also political ends.
Indonesia is one of the biggest mineral and ores commodities producing countries. At least twenty kind of mineral and ores commodities are produced by Indonesia. However, just like many other developing countries, mineral and ores mining sector in Indonesia is still dominated by MNCs and foreign mining companies. In the period between 2009 and 2014, Indonesian government created some shocking policies in their mineral and ores mining sector that associated with resource nationalism. This political shift towards more resource nationalist policies is interesting to observe because previously mineral and ores mining policies in Indonesia is considered to be more liberal. This research aims to analyze what causes the shift on indonesian mineral and ores mining sector towards resource nationalism on that period, Mineral and ores mining is one of the most strategic sectors in world economy. High value of usage and the obligation of the mining companies to stay in other country's sovereign territory for a long period of time makes this sector very strategic economically and politically. Mineral and ores mining just like oil and gas mining, is usually dominated by MNCs and mining companies from the developed countries, while the mineral and ores resources is often located in developing countries that are lacking in technology to exploit it. This creates condition where the developing countries often feels at disadvantages, because they can only produce the raw materials, and in return they have to purchase the processed products which originally made from the raw materials from their own countries. This also causes many developing countries create policies that are associated with resource nationalism to pursue economic ends and also political ends.
Indonesia is one of the biggest mineral and ores commodities producing countries. At least twenty kind of mineral and ores commodities are produced by Indonesia. However, just like many other developing countries, mineral and ores mining sector in Indonesia is still dominated by MNCs and foreign mining companies. In the period between 2009 and 2014, Indonesian government created some shocking policies in their mineral and ores mining sector that associated with resource nationalism. This political shift towards more resource nationalist policies is interesting to observe because previously mineral and ores mining policies in Indonesia is considered to be more liberal. This research aims to analyze what causes the shift on indonesian mineral and ores mining sector towards resource nationalism on that period]"
2015
T43491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Valeryan Bramasta Kelana Putra
"Konteks reformasi regulasi secara tepat menjadi penting untuk menunjang agenda
reformasi birokrasi di Indonesia. Eksistensi regulasi di Indonesia saat ini tidak terlepas
dari isu tumpang tindih yang tidak menjamin kepastian hukum terutama di sektor
pertambangan, mineral, dan batu bara. Adapun hal ini dapat dibenahi melalui strategi
reformasi regulasi sebagai upaya dalam mencapai tujuan nasional. Maka dari itu, skripsi
ini bertujuan untuk menganalisis regulatory reform pada sektor pertambangan, mineral
dan batubara di Indonesia menggunakan konsep Modern Mining Code yang
dikembangkan oleh Nguyen, Boruff & Tonts (2019). Penelitian ini menggunakan
paradigma post-positivist dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
regulatory reform pada sektor pertambangan, mineral, dan batubara telah memberikan
beberapa manfaat mengenai kepastian investasi, hukum, dan simplifikasi permasalahan
yang ada sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan hanya terdapat 5 indikator yang
tidak sesuai dengan regulatory reform perspektif modern mining code yaitu Foreign
exchange access, Elimination of political pressure, Arbitration of impacts on local
peoples, Address indigenous issues, dan Stipulate rights of regulatory authority,
sedangkan 24 indikator sisanya dari 10 dimensi yang ada pada teori Modern Mining code
sudah sesuai dan terakomodir pada upaya regulatory reform sektor mineral dan batubara.

The proper context of regulatory reform is important to support the bureaucratic reform
agenda in Indonesia. The existence of regulations in Indonesia today is inseparable from
overlapping issues that do not guarantee legal certainty, especially in the mining, mineral,
and coal sectors. This can be addressed through a regulatory reform strategy as an effort
to achieve national goals. Therefore, this thesis aims to analyze regulatory reform in the
mining, mineral, and coal sector in Indonesia using the Modern Mining Code concept
developed by Nguyen, Boruff & Tonts (2019). This study uses a post-positivist paradigm
with data collection techniques carried out through in-depth interviews and literature
study. Research findings indicate that regulatory reform in the mining, mineral, and coal
sectors has provided several benefits regarding investment certainty, law, and
simplification of previous problems. The research results show that there are only 5
indicators that are not by regulatory reform from the perspective of modern mining code,
namely Foreign exchange access, Elimination of political pressure, Arbitration of impacts
on local peoples, Address indigenous issues, and Stipulate rights of regulatory authority,
while the remaining 24 indicators are from The 10 dimensions in the Modern Mining
code theory are appropriate and accommodated in the regulatory reform efforts of the
mineral and coal sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>