Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125888 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shanti Prameshwara Sotyaningtyas
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan yang terdapat dalam pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU serta penerapannya dikaitkan dengan prinsip utang dan hubungan hukum antara kreditor dan debitor pada putusan Pengadilan Niaga Nomor 18/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. Utang merupakan dasar untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan utang tersebut harus dapat dibuktikan secara sederhana. Dalam penelitian ini penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu 1 Apakah majelis hakim dalam putusan Pengadilan Niaga Nomor 18/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst telah sesuai menerapan pembuktian sederhana menurut pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU? dan 2 Bagaimana penerapan prinsip utang dan hubungan hukum antara debitor dan kreditor dikaitkan dengan pembuktian sederhana menurut pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU pada putusan Pengadilan Niaga Nomor 18/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif dan mono disipliner. Berdasarkan hasil analisa penulis, diperoleh kesimpulan bahwa, majelis hakim telah sesuai menerapkan pembuktian sederhana dalam pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU dan juga telah sesuai menerapkan prinsip utang dikaitkan dengan pembuktian sederhana tersebut. Oleh sebab itu, putusan majelis hakim yang menolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Para Pemohon dalam kasus tersebut sudah sesuai dengan UUK-PKPU.
"
"
"ABSTRACT
"
he focus of this thesis is on the simple justification in bankruptcy contain in Article 8 paragraph 4 UUK PKPU and its application related to the principle of debt and the legal relationship between creditors and debtor in the decision of Commercial Court Number 18 Pailit 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst. Debt is the basis for filling petition for a declaration of a bankcruptcy and in bankruptcy that debt must be proven simply. In this study the writer proposed the main issues, which are 1 Are the panel of judges in the decision on Commercial Court Number 18 Pailit 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst has been consistent to implement the simple justification accrording to Article 8 paragraph 4 UUK PKPU and 2 How the application of the principle of debt and the legal relationship between creditor and debtor associated to the simple justification according to Article 8 paragraph 4 UUK PKPU in the decision on Commercial Court Number 18 Pailit 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst . This research used normative juridical method with a descriptive and mono dicipliner tipology. Based on the results of the writer rsquo s analysis, the writer came to conclusion that the panel of judges has been consistent to apply the simple justification in Article 8 paragraph 4 UUK PKPU and also has consistent apllying the principle of debt associated with simple justification. Therefore, the decision of the panel of the judges who refused the petition for a declaration of a bankcruptcy filled by the Petitiones in cases accordance with the UUK PKPU. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Anastasia Asyifa
""ABSTRAK
"
Skripsi ini membahas mengenai kepailitan Sindu Dharmali yang berkedudukan hukum sebagai personal guarantor. Dewasa ini, perjanjian utang-piutang seringkali diikuti oleh perjanjian jaminan, salah satunya adalah personal guarantee. Dengan adanya perjanjian jaminan ini, personal guarantor dibebankan tanggung jawab untuk memenuhi perikatan debitor manakala debitor itu sendiri tidak memenuhinya. Apabila personal guarantor tersebut juga tidak dapat memenuhinya, maka kreditor dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap personal guarantor tersebut. Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang mengatur secara tegas mengenai kepailitan guarantor, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat mengenai guarantor yang dapat dipailitkan. Namun apabila mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maka personal guarantor dimungkinkan untuk dipailitkan. Salah satu kasus kepailitan terhadap personal guarantor adalah kasus yang dibahas dalam tulisan ini yaitu kasus kepailitan Sindu Dharmali dalam Putusan No. 04/PAILIT/2012/PN.NIAGA.SMG. Kata kunci: kepailitan, personal guarantor, perjanjian jaminan
<"
"
"ABSTRACT
"
This thesis discusses the bankruptcy of Sindu Dharmali whose legal position as personal guarantor. Nowadays, debt agreement often followed by guarantee agreement, for example is personal guarantee. With this guarantee agreement, personal guarantor is charged with responsibility to fulfill the debtor rsquo s engagement when he does not fulfill it. If the personal guarantor also can not fulfill it, then the creditor may propose bankruptcy against the personal guarantor. In Indonesia, there has been no firm regulation regarding guarantor bankruptcy, thus causing differences of opinion regarding guarantor who bankrupted. But if it refers to the provisions of Indonesian Civil Code and Indonesian bankruptcy law, then the personal guarantor is possible to bankrupt. One of the personal guarantor bankruptcy cases is the case discussed in this thesis, the bankruptcy case of Sindu Dharmali in the Supreme Court Decision No. 04 PAILIT 2012 PN.NIAGA.SMG. Keywords bankruptcy, personal guarantor, guarantee agreement"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Olivia Rachel Anggraeni
"Renvoi prosedur dalam perkara kepailitan merupakan suatu lembaga penyelesaian terhadap perselisihan antara kreditor, debitor pailit, dengan kurator atas daftar piutang yang telah dibuat oleh kurator. Perselisihan ini timbul pada proses pencocokan piutang dan sering terjadi jika kurator menolak suatu nilai atau sifat/peringkat piutang yang telah diajukan oleh kreditor pada masa pengajuan tagihan. Pasal 127 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara tegas mengatur bahwa proses pemeriksaan perkara renvoi prosedur dilaksanakan secara sederhana. Maksud dari kata “sederhana” yang terkandung dalam aturan tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut dalam ketentuan Hukum Acara Renvoi Prosedur pada UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 109/KMA.SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Renvoi Prosedur/2021/PN Niaga Jakarta.Pst., merupakan salah satu putusan yang dalam bagian pertimbangan hakimnya telah menerapkan ketentuan Pasal 127 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hasil penelitian yuridis-normatif ini menjelaskan bahwa pemeriksaan secara sederhana dalam renvoi prosedur dilaksanakan tanpa adanya tahap eksepsi (kecuali eksepsi kewenangan mengadili), replik, duplik, rekonvensi, intervensi, serta pembatasan alat bukti yang dapat diajukan. Penulis memandang bahwa sudah saatnya diatur makna dan penjelasan dari pemeriksaan secara sederhana dalam renvoi prosedur agar adanya kejelasan mengenai tahapan beracara serta kepastian proses renvoi prosedur bagi para pihak.

Renvooi procedure in bankruptcy cases is an establishment for settling disputes between creditors, bankrupt debtors and the curator over list of credits made by the curator. This dispute arises in the process of claim adjustment and often occurs when the curator rejects a value or nature/ranking of credits that has been submitted by creditors at the time of submission of the claim. Article 127 paragraph (3) Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment explicitly stipulates that the process of examining renvooi procedure cases is carried out in a simple examination. The meaning of the word "simple" contained in the paragraph is not further explained either in Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment nor Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 109/KMA.SK/IV/2020 on Enforcement of the Handbook for Settlement of Bankruptcy Cases and Suspension of Debt Payment. Court Verdict Number 2/Pdt.Sus-Renvoi Procedure/2021/PN Niaga Jakarta.Pst., is one of the verdicts in which the judge’s consideration section has applied Article 127 paragraph (3) Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. The results of this juridical-normative research explains that simple examination of renvooi procedure is carried out without any exception stages (except exception to the authority to adjudicate), reply, rejoinder, reconvention, intervention, and limitations to the submitted evidence. Writer suggest that it is time to regulate the meaning and explanation of simple examination in renvooi procedure so that there is explication regarding the stages of the proceeding as well as certainty of the renvooi procedure process for the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Maesa
"Berbagai persoalan yang berkembang dalam berbagai perkara-perkara kepailitan yang terjadi di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, terutama apabila menyangkut kepailitan terhadap perusahaan asing dalam bentuk holding company. Perusahaan grup semakin mendominasi kegiatan usaha dan memiliki peran penting dalam pembangunan. Konstruksi perusahaan grup terpisah secara hukum namun berada dalam satu kesatuan ekonomi. Permohonan PKPU oleh anak perusahaan terhadap holding company yang berakhir pailit dalam satu perusahaan grup merupakan hal yang tidak biasa. Permohonan PKPU tersebut terjadi pada kasus kepailitan AcrossAsia Limited sebagai holding company yang berkedudukan di Hong Kong dan dipailitkan oleh anak perusahaannya yaitu PT. First Media Tbk. Apakah permohonan PKPU tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah hukum kepailitan, bagaimana tanggung jawab holding company yang pailit terhadap anak perusahaan dalam satu perusahaan grup, dan apa saja hambatan dalam penerapan cross-border insolvency dalam hukum kepailitan terkait adanya putusan pengadilan asing. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, sejarah, dan pendekatan analisis. Kepailitan terhadap holding company oleh anak perusahaan merupakan penyalahgunaan kekuasaan holding company dan trik bisnis yang memanfaatkan instrumen hukum kepailitan untuk menghindari kewajiban terhadap pihak ketiga. Hukum kepailitan di Indonesia perlu merumuskan insolvensi tes terhadap permohonan pailit debitor, hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi kepailitan terhadap perusahaan yang masih solven. Dalam pengaturan cross-border insolvency, UU Kepailitan Indonesia belum mengakomodasi aturan mengenai cross-border insolvency dalam UNCITRAL Model Law. Hal tersebut menyulitkan proses eksekusi harta debitor pailit di luar negeri dan pemerintah Indonesia juga perlu melakukan perjanjian bilateral maupun multilateral dengan negara lain dalam hal pengakuan putusan pengadilan asing.

Various problems that develop in various cases of bankruptcy that occurred in Indonesia still has many weaknesses, particularly when it concerns of foreign companies bankruptcy in the form of holding company. The domination of Company group business activity increasingly raising and have an important role in development. The construction of group company is legally separated but it is in one economic entity. The Suspension of Debt Payment Obligation PKPU petition by subsidiaries against its holding company that ends in insolvency in one of the group company is uncommon. The PKPU petition occurred in the bankruptcy case of AcrossAsia Limited as a holding company with legal domiciled in Hong Kong and bankrupted by its subsidiary PT. First Media Tbk. Is the PKPU petition of its case is in accordance with the principle of bankruptcy law, how is the responsibility of the insolvent holding company to its subsidiary in the one of the group company, and what 39 s are the obstacles in implementing of the cross border insolvency in bankruptcy law related to the foreign court resolution. The legal research method that used is legal normative research, with the statute, case, historical and analytical approach. The bankruptcy of a holding company by its subsidiary is an abuse of holding company powers and business tricks that take an advantage of bankruptcy legal instruments to avoid liability to the third parties. Bankruptcy law in Indonesia needs to formulating insolvency test to the debtor bankruptcy petitioner, due it is necessary to avoid bankruptcy against the company that is still solvent. In a cross border insolvency regulations, the Indonesian Bankruptcy Law has not accommodated the rules of UNCITRAL Model Law on cross border insolvency. This matter makes complicating the execution process of the bankrupt debtor assets abroad and Indonesian government also needs to enter into bilateral and multilateral agreements with other countries in the recognitions of foreign courts resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebastian Benedict
"Kepailitan merupakah suatu jalan keluar penyelesaian permasalahan hukum dimana
jika seorang debitor tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih serta memiliki dua atau lebih kreditor, maka kreditor maupun debitor sendiri dapat memohonkan pernyataan pailit. Dalam kepailitan, terhadap harta debitor pailit akan diadakan sita umum sehingga debitor tidak memiliki kewenagan terhadap hartanya lagi kecualia diperbolehkan oleh undang-undang. Kepailitan dapat dimohonkan kepada subjek hukum seperti perorangan maupun badan hukum. Salah satu kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah salah satu perusahaan asuransi, PT Wanaartha Life Insurance yang telah mengalami permasalahan keuangan sehingga tidak dapat membayar para nasabahnya. Kondisi PT Wanaartha Life ini membawa dampak buruk bagi para nasabah yang mengalami kerugian. Dengan ditolaknya permohonan PKPU oleh Majelis Hakim dan ditolaknya permintaan Pailit oleh OJK, para nasabah terkena dampak buruknya karena tidak dapat untung dalam situasi seperti ini. Fokus permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah jalan keluar yang dapat diambil untuk para nasabah di tengah kondisi seperti ini. Kepailitan kelihatannya akan menjadi jalan keluar yang tepat dan baik untuk menyelesaikan permasalah ini. Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normative, yang bersumber pada bahan pustaka hukum. Dalam tulisan ini, ditemukan bahwa terdapat beberapa solusi bagi permasalahan yang
dialami oleh para nasabah. Nasabah dapat berlindung ke kejaksaan dengan mengatasnamakan
kepentingan umum untuk memohon pailit PT Wanaartha Life ini atau dapat secara langsung
memohonkan pernyataan pailit pada PT Wanaartha Life ini. Maka dari itu, dalam tulisan ini akan dibahas lagi lebih mendetil dan menyeluruh mengenai permasalahan yang dibahas di atas.

Bankruptcy is a way out of solving legal problems where if a debtor does not pay a debt that is due and collectible and has two or more creditors, the creditor or debtor himself can apply for a bankruptcy statement. In bankruptcy, a general confiscation will be held against the bankrupt debtor's assets so that the debtor has no authority over his assets anymore unless permitted by law. Bankruptcy can be filed against legal subjects such as individuals or legal entities. One of the cases raised in this paper is an insurance company, PT Wanaartha Life Insurance, which has experienced financial problems so it cannot pay its customers. The condition of PT Wanaartha Life has had a negative impact on customers who have experienced
losses. With the rejection of the PKPU application by the Panel of Judges and the rejection of the Bankruptcy request by the OJK, customers are badly affected because they cannot profit in a situation like this. The focus of the problems discussed in this paper is a way out that can be taken for customers in this condition. Bankruptcy seems to be the right and good way out to solve this problem. The method to be used in this paper is a normative juridical research method, which is based on legal literature. In this paper, it is found that there are several solutions to the problems experienced by customers. The customer can seek refuge with the prosecutor's office on behalf of the public interest to apply for the bankruptcy of PT Wanaartha
Life or can directly apply for a declaration of bankruptcy at PT Wanaartha Life. Therefore, in this paper, we will discuss in more detail and comprehensively the problems discussed above
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Vidina Wulan Asri
"Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan salah satu prosedur hukum penyelesaian masalah utang oiutang yang menghimpit seorang debitor, dimana debitor tersebut sudah tidak mampu membayar utang-utangnya kepada para kreditornya. Sehingga Undang-Undang omor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU cenderung melindungi kepentingan kreditor konkuren. Dalam kasus ini, konstruksi hukum adanya utang, perlindungan hukum kreditor, dan penjatuhan putusan pailit menjadi pokok permasalahan utama yang dibahas. Oleh karena itu, untuk dapat menjawab pokok permasalahan maka harus melihat pada perjanjian yang melandasi utang, fakta-fakta dan pertimbangan hakim dalam putusan, dan teori mengenai hukum kepailitan.

Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations is a legal procedure on debt solving for debtor who faces financial problem. Therefore, the Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations Law No. 37 in 2007 tends to protect the preferent creditor. In this case, the existence of debt, legal protection of creditor, and the court decision are the important object to be analysed. Therefore, to analyse the objects, we need analyse the agreement between debtor and credtors, the fact according to the court decision, judge legal consideration, and some bankruptcy theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ikrama Adharani
"PKPU merupakan salah satu cara dalam menghindari Debitor dinyatakan pailit. Tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sendiri adalah untuk mencapai suatu Perdamaian antara Debitor dengan Kreditor yang apabila disetujui maka Perdamaian tersebut disahkan oleh Pengadilan Niaga. Namun, kepailitan tetap dapat mengikuti Debitor. Dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang memberikan kesempatan untuk Perdamaian PKPU yang telah disahkan tersebut dibatalkan. Untuk itulah, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaturan mengenai pembuktian dari syarat dan akibat dari pembatalan perdamaian PKPU yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penulis dalam penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan studi kepustakaan. Dari penulisan ini diketahui bahwa yang dapat mengajukan permohonan dalam pembatalan perdamaian ini adalah Kreditor dengan syarat Debitor lalai dalam memenuhi isi perdamaian. Dalam membuktikan ini UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak memberikan ukuran sampai sejauh mana Debitor dikatakan lalai. Kemudian dengan dikabulkannya pembatalan perdamaian ini, maka Debitor dinyatakan pailit.

Suspension of Payments PKPU is one way to avoid the declared bankrupt Debtor. The purpose of The Suspension of Payments PKPU is to achieve a reconciliation between the Debtor and the Creditor, if approved, shall be endorsed by the Commercial Court. However, bankruptcy can still follow the Debtor. In UU No. 37 Tahun 2004 about Bankruptcy and Suspension of Payments PKPU provides an opportunity for Reconcilliation of Suspension of Payments PKPU that has been passed is canceled. For this reason, this study aims to explain the regulation on the provision of the terms and consequences of annulment on Suspension of Payments PKPU Reconciliation regulated in UU No. 37 Tahun 2004 about Bankruptcy and Suspension of Payments PKPU . The author in this study using normative research with literature study. From this writing it is known that who can apply in the cancellation of this peace is the Creditor on condition that the Debitor is negligent in fulfilling the contents of reconciliation. In proving this Law UU No. 37 Tahun 2004 about Bankruptcy and Suspension of Payments PKPU does not provide a measure of the extent to which the Debtor is said to be negligent. Then with the grant of this annulment on Suspension of Payments PKPU Reconciliation, the Debtor declared bankrupt."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masangger Junio Ridho Gusti
"Tesis ini membahas tentang inkonsistensi Majelis Hakim di Pengadilan Niaga dalam menentukan penerapan aturan pada bidang hukum kepailitan dalam konteks pembatalan perjanjian perdamaian pada pelaksanaan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penelitian ini adalah penelitian dengan metode yuridis normatif dengan melakukan studi kasus terhadap putusan pengadilan dengan nomor putusan No. 41/Pdt.Sus-Pembatalan-Perdamalan/2021/PN.Niaga.JktPst,, Hasil penelitian adalah masih terdapatnya inkonsistensi Majelis Hakim di Pengadilan Niaga di Indonesia dalam memberikan putusan terkait pembatalan perjanjian perdamaian yang disebabkan karena tidak adanya peraturan yang secara jelas mengatur terkait prosedur pembatalan perjanjian perdamaian di Pengadilan Niaga.

This thesis discusses the inconsistency of the Panel of Judges at the Commercial Court in determining the application of rules in the field of bankruptcy law in the context of canceling settlement agreements during the implementation of the Postponement of Debt Payment Obligation (PKPU) process. This research is using normative juridical methods by conducting case studies of court decisions No. 41/Pdt.Sus-Pembatalan-Perdamalan/2021/PN.Niaga.JktPst. The results of the research are that there are still inconsistencies in the Panel of Judges at the Commercial Courts in Indonesia in giving decisions regarding the cancellation of settlement agreements due to the absence of regulations that clearly regulate the procedures for canceling settlement agreements in the Commercial Court.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidi Galenso Syarief
"Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Pernyataan pailit mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan, serta putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar Pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum untuk memperoleh data sekunder sebagai data utamanya.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan adalah tetap berlaku dan sah menurut hukum, karena perdamaian dalam kepailitan bukan untuk mengakhiri sengketa atau mencegah suatu sengketa, karena perkara kepailitan tidak termasuk dalam jurisdiksi contentius sebagaimana halnya perkara gugatan perdata biasa, akan tetapi termasuk dalam jurisdiksi voluntair karena merupakan permohonan putusan pernyataan pailit.
Dalam kepailitan tidak ada sengketa, oleh karenanya perdamaian dalam kepailitan (i) dilakukan setelah perkaranya diputus (putusan pernyataan pailit telah diucapkan) dan tidak dilakukan sebelum perkara diajukan ke Pengadilan ataupun setelah para pihak didamaikan menurut ketentuan Pasal 130 HIR, dan (ii) bertujuan menyelesaikan kewajiban utang debitor pailit kepada para kreditornya secara sebaik-baiknya; dan (2) Putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Studi Kasus kepailitan BTID yang disidangkan kembali di Pengadilan Niaga berdasarkan akte perdamaian diluar pengadilan setelah adanya putusan pailit ditingkat Kasasi, MA, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah terobosan dalam hukum acara/ prosedur Kepailitan yang memberikan solusi yang memenuhi asas-asas diatas dan yang terkandung dalam HIR ps.130 dan Hukum Perdata dimana kesepakatan adalah Undang-undang bagi para pihaknya.

Bankruptcy is a process in which a debtor who has financial difficulties to pay its debts declared bankrupt by the court, the Commercial Court in this case, because the debtor is unable to pay its debts. Bankruptcy debtor void resulting in loss of the right to control and take care of his wealth are included in the bankruptcy, since the bankruptcy declaration.
The purpose of this study was to determine and assess the legal status according to the court ruling legislation applicable to a reconciliation effort in a bankruptcy case, and the court decision meets the principle of legal certainty, simple, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort that undertaken outside court in order to satisfy the benefit principle.
The approach to the problem of this research, are the legislation approach (statute approach) and the case approach. This research is a normative legal research, indeed, a research that done through a literature research in a way of document study on legal materials to obtain the secondary data as the main data.
The results of this research is (1) the legal status of the court decision according ruling legislation that applicable to the reconciliation effort on the bankruptcy case is still valid and lawful, because reconciliation in bankruptcy is not to end a dispute or to prevent a dispute, yet the bankruptcy court did not included in contentius jurisdiction like ordinary civil lawsuits, but included in voluntair jurisdiction because it is a decision of the bankruptcy petition.
In bankruptcy there is no dispute, therefore reconciliation in bankruptcy (i) is conducted after the case is decided (the decision of bankruptcy has been spoken) and not before the case filed to the Court or after the parties reconciled in accordance with the provisions of Article 130 of HIR, and (ii) aimed at finalizing the debt obligations of insolvent debtors to their creditors as proper as possible; and (2) The court's decision meets the principle of legal certainty, simplicity, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort made outside the court only in order to satisfy the benefit principle.
Bankruptcy case study of BTID which was retrial at the Commerce Court based on the Reconciliation Agreement outside the court just right after there was a bankruptcy final and binding court decision (inkrahct van gewijsde) by the Supreme Court was a breakthrough in the Bankruptcy trial procedure, that has given the solution which fulfills the above principles and stipulated in the HIR article.130, and Private Law as well, where the Agreement is the Act for the Parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>