Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106807 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Renaningtyas
"Latar Belakang: Pemeriksaan histopatologi pada apendisitis akut dianggap sebagai
pemeriksaan baku emas, walaupun tidak selalu dapat membuktikan adanya
peradangan akut. Hal tersebut menimbulkan dugaan adanya patogenesis lain yang
belum diketahui. Beberapa penelitian menemukan adanya korelasi antara sel mast
dengan saraf enterik pada apendisitis akut. Tujuan penelitian ini adalah melihat
kepadatan sel mast dan jaringan saraf, serta korelasi derajat kepadatan sel mast
dengan derajat kepadatan jaringan saraf pada dinding apendisitis akut. Bahan dan
cara kerja: Penelitian observasional analitik potong lintang dilakukan pada 97
sediaan histopatologi apendisitis akut yang dikelompokkan menjadi apendisitis akut
fokal, supuratif, gangrenosa dan perforatif. Penilaian sel mast menggunakan pulasan
Toluidine blue dan penilaian jaringan saraf menggunakan pulasan IHK S100.
Kemudian dilakukan penilaian korelasi derajat kepadatan sel mast dengan derajat
kepadatan saraf enterik yang masing-masing dikelompokkan menjadi 4 derajat, pada
lapisan submukosa dan muskularis, menggunakan uji Sommers'd. Hasil: Kepadatan
sel mast/lpb lebih tinggi pada apendisitis akut fokal (3,9±1,3) dibandingkan
apendisitis akut supuratif-gangrenosa. Sedangkan kepadatan jaringan saraf enterik/lpb
lebih tinggi pada apendisitis akut supuratif-gangrenosa (3,7±0,9). Terdapat korelasi
kuat antara derajat kepadatan sel mast dengan derajat kepadatan jaringan saraf enterik
pada lapisan muskularis apendisitis akut (p<0,05; r=0,733). Sedangkan pada lapisan
submukosa terdapat korelasi lemah antara kedua variabel tersebut (p>0,05; r=0,118).
Tidak terdapat perbedaan kepadatan sel mast dan kepadatan jaringan saraf yang
bermakna pada kelompok apendisitis akut (p>0,05). Kesimpulan: Kepadatan sel
mast tertinggi terdapat pada apendisitis akut fokal, sedangkan kepadatan jaringan
saraf tertinggi pada apendisitis akut supuratif-gangrenosa. Terdapat korelasi kuat
antara derajat kepadatan sel mast dengan derajat kepadatan jaringan saraf enterik
pada lapisan muskularis, sedangkan korelasi lemah terdapat pada lapisan submukosa apendisitis akut.

Background: Histopathologic examination is the gold standard for diagnosis of acute
appendicitis, although no obvious histopathological signs of acute inflamation shown.
Therefore other unknown pathogenesis is suspected. Several studies prove there is
correlation between mast cells and enteric nerve system on acute appendicitis. The
aims of this study are to see the density of mast cell and enteric nerve and to evaluate
correlation between grade of mast cell density and enteric nerve density on
histopathologically acute appendicitis. Material and methods: A cross-sectional
retrospective study was conducted on 97 histopathologically acute appendicitis which
grouped as acute focal, acute suppurative, gangrenous (phlegmonous) and
perforative. All sections were subjected to toluidine blue stain for mast cell and S100
stain for enteric nerve. The density of mast cell and enteric nerve were designed into
4 grades. A correlation test between grade of mast cell density and grade of enteric
nerve density were studied in submucosa and muscularis using Somers?d correlation
test. Results: The highest densities of mast cell/hpf (3,9±1,3) and enteric nerve/hpf
(3,7±0,9) were found in acute focal appendicitis and suppurative-gangrenous
appendicitis respectively. There was strong correlation between grade of mast cell
density and enteric nerve density in muscularis (p<0,05; r=0,733), whereas the
submucosal layer had the weak one (p>0,05; r=0,118). There was no significant
difference for mast cell and enteric nerve density on each group (p>0,05).
Conclusion: The highest densities of mast cell and enteric nerve were found in acute
focal appendicitis and suppurative-gangrenous appendicitis respectively. There was
strong correlation between grade of mast cell density and grade of enteric nerve
density in muscularis layer of acute appendicitis, meanwhile the weak correlation was
on submucosa.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Benhard Pragra
"Keberadaan ekosistem karst terbatas dan terus berkurang akibat eksploitasi manusia. Rusaknya ekosistem karst akibat penambangan batu kapur dan pemukiman menyebabkan berkurangnya tutupan vegetasi, fragmentasi habitat, dan penurunan keanekaragaman hayati di kawasan karst. Kelelawar (Chiroptera) merupakan salah satu fauna yang ditemukan dan memiliki hubungan mutualistik bagi ekosistem karst. Salah satu daerah yang mengalami kondisi tersebut adalah kawasan Karst Klapanunggal, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kerapatan kelelawar dengan tutupan vegetasi di kawasan Karst Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat yang dilakukan pada bulan Juni 2021. Penelitian dilakukan pada 3 transek garis, setiap transek terdapat 3 stasiun pengamatan, dengan 2 kali pengamatan pada setiap lokasi. Total terdapat 54 pengamatan, mencatat kepadatan kelelawar dan persentase tutupan vegetasi. Hasil penelitian memperlihatkan fragmentasi area tutupan vegetasi antara 33,18%/100m2 sampai 86,59%/100m2. Sementara kepadatan kelelawar dengan rata-rata 31,5/100m2 sampai 252,2/100m2. Didapatkan korelasi positif r = 0,76 antara kepadatan kelelawar dengan tutupan vegetasi. Berdasarkan hasil korelasi, area dengan tutupan vegetasi tinggi memiliki kepadatan kelelawar yang tinggi. Hasil identifikasi menemukan kelelawar dari famili Pteropodidae, yaitu Macroglosus sobrinus pada satu lokasi pengamatan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar memperkirakan dampak dari perusakan ekosistem karst terhadap kepadatan populasi kelelawar pada daerah Karst Klapanunggal, Jawa Bara.

The existence of the karst ecosystem is limited and continues to decrease due to human exploitation. The destruction of the karst ecosystem due to limestone mining and settlements causes reduced vegetation cover, habitat fragmentation, and decreased biodiversity in karst areas. Bats (Chiroptera) are one of the fauna found and have a mutualistic relationship for the karst ecosystem. One of the areas experiencing this condition is the Klapanunggal Karst area, West Java. This study aims to determine the correlation between bat density and vegetation cover in the Karst Klapanunggal area, Bogor Regency, West Java, which was conducted in June 2021. The study was conducted on 3 line transects, each transect has 3 observation stations, with 2 observations at each location. There were a total of 54 observations, recording the density of bats and the percentage of vegetation cover. The results showed that the fragmentation of the vegetation cover area was between 33.18%/100m2 to 86.59%/100m2. Meanwhile, the density of bats is on average 31.5/100m2 to 252.2/100m2. There was a positive correlation r = 0.76 between bat density and vegetation cover. Based on the correlation results, areas with high vegetation cover have a high density of bats. The results of the identification found bats from the Pteropodidae family, namely Macroglosus sobrinus at one observation location. This study can be used as basic information to estimate the impact of the destruction of the karst ecosystem on the population density of bats in the Klapanunggal Karst area, West Java."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okto Dewantoro
"ABSTRAK
Latar Belakang : Hepatocyte Progenitor Cell(HPC) merupakan stem cell dari hati yang akan muncul bila terjadi kerusakan hati yang kronis hingga sirosis hati seperti pada penderita hepatitis B kronik. Aktifnya HPC sebagai usaha untuk meregenerasi sel hati akan diikuti oleh migrasi dari Haematopoietic Stem Cell(HSC) ke sel hati dengan tujuan membantu proses regenerasi sel hati
Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui adakah korelasi antara HPC dan HSC pada derajat Metavir baik nekroinflamasi ataupun fibrosis sebagai dasar untuk melakukan terapi stem cell pada penderita hepatitis B kronik dengan menggunakan HPC dan HSC.
Metode : Penderita hepatitis B kronik yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan sudah menjalani biopsi hati diperiksa parafin bloknya kemudian dibagi berdasarkan derajat metavirnya yaitu ringan-sedang dan berat. Kemudian dilakukan pewarnaan immunohistokimia untuk HPC dengan CK-19 dan HSC dengan CD34+. setelah itu dihitung jumlah HPC dan HSC dan kemudian dianalisis datanya.
Hasil : Didapatkan 17 penderita dengan fibrosis ringan-sedang dan 13 dengan fibrosis berat, serta 21 dengan nekroinflamasi ringan-sedang dan 9 dengan nekroinflamasi berat. Pada fibrosis ringan-sedang dan berat didapatkan perbedaan kadar HPC yang signifikan dgn p=0.003 dan perbedaan kadar HSC yang signifikan dengan p=0.001. Pada nekroinflamasi ringan-sedang dan berat didapatkan perbedaan kadar HPC yang signifikan dengan p=0.014 dan perbedaan kadar HSC yang signifikan dengan p=0.012. Hanya korelasi antara HPC dan HSC pada fibrosis ringan-sedang yang signifikan dengan p=0.003
Kesimpulan : Rerata HPC dan HSC pada nekroinflamasi berat lebih tinggi dibandingkan pada nekroinflamasi ringan-sedang. Rerata HPC dan HSC pada fibrosis berat lebih tinggi dibandingkan pada fibrosis ringan-sedang Tidak didapatkan korelasi antara HPC dan HSC pada nekroinflamasi ringan- sedang dan berat. Terdapat korelasi antara HPC dengan HSC pada derajat fibrosis ringan-sedang. Tidak didapatkan korelasi antara HPC dan HSC pada derajat fibrosis berat.

ABSTRACT
Background :
Hepatocyte progenitor Cell (HPC) is a stem cell from the liver that will arise in the event of chronic liver damage such as chronic hepatitis B to cirrhosis of the liver. HPC as an active attempt to regenerate liver cells followed by migration of Haematopoietic Stem Cell (HSC) to liver cells with the goal of helping the regeneration of liver cells.
Aims :
This study aims to determine the correlation between HPC and HSC as the basis for the conduct of stem cell therapy in patients with chronic hepatitis B by using the HPC and HSC.
Methods:
Patients with chronic hepatitis B who meet the inclusion criteria which had undergone liver biopsies examined paraffin blocks which divided by degrees of metavir as mild and severe. Then performed immunohistochemical staining for HPC with CK-19 and HSC with CD34+ .After the calculated amount of HPC and HSC and then analyzed the data.
Results:
There were 17 patients with mild-moderate fibrosis and 13 with severe fibrosis, and 21 with mild-moderate nekroinflamasi and 9 with severe nekroinflamasi. In mild- moderate and severe fibrosis obtained mean significant HPC with p = 0.003 and mean significant HSC with p = 0.001. In nekroinflamasi obtained mean mild- moderate and severe HPC significant with p = 0.014 and the mean HSC significant with p = 0.012. There is a statistically significant correlation between HPC and HSC on mild-moderate fibrosis with p = 0.003.
Conclusions:
Average of HPC and HSC in severe nekroinflamasi is higher than in mild - moderate nekroinflamasi . Average of HPC and HSC in severe fibrosis is higher than in mild - moderate fibrosis There were no correlation between HPC and HSC on nekroinflamasi mild- moderate and severe . There is a correlation between HSC and HPC in the mild - moderate fibrosis . There were no correlation between HPC and HSC on the degree of severe fibrosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Handayani
"Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi permasalahan di dunia. TB dapat menyebabkan kematian pada penderitanya. Salah satu tempat penyebaran tinggi TB adalah Penjara. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa prevalensi TB di Penjara lebih besar dibandingkan dengan prevalensi TB di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan status HIV dengan kejadian TB Paru berdasarkan karakteristik individu, kepadatan hunian kamar, kontak dalam sel, dan faktor perilaku pada narapidana di Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilakukan denngan desain cross sectional, dengan sampel 250 naparidana yang terdata pada tahun 2013 dan masih berada di Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 6,2% responden yang mengalami TB Paru. Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara status HIV dengan kejadian TB Paru. Setelah dilakukan stratifikasi, di dapatkan bahwa hubungan status HIV dengan kejadian TB Paru lebih cenderung terjadi pada responden yang memiliki kepadatan hunian kamar yang memenuhi syarat, memiliki kontak dalam sel dengan pasien TB, atau pernah merokok.

Tuberculosis (TB) is communicable infection disease that still is problem in the world. TB can make people who affected with bacteria of TB dead. One of high-risk group of TB is prisoners. Recent researches show that prevalence of TB in prisons higher than prevalence of TB in public. This research then comes to find the relationship between status of HIV and Pulmo TB be stratificated based on individual factors, rooms occupy density, contact in cell, and behavior factors on prisoners in Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta on 2013. The research was done with cross-sectional design with 250 samples of prisoners who registered on 2013 and still is in Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta. It found that 6,2% respondents were have Pulmo TB. Based on bivariate analysis, the research also found that there are relationships between status of HIV with pulmo TB. After stratification, it show that relationship between status of HIV and pulmo TB have preference happen in respondent who having good Room occupy density, having contact in cell with patients of TB, or have been smokers in the past."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philip Waruna
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Kanker payudara merupakan kanker yang menempati urutan pertama dari keseluruhan kanker pada perempuan di Indonesia dan menurut data dari Indonesia Journal of Cancer 2012 menyebabkan kematian sebesar 458.000 perempuan. Kepadatan payudara merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara yang dipicu oleh adanya estrogen yang menjadi prekursor jaringan fibrogladular menjadi padat. Pada perempuan dengan kanker payudara dan densitas payudara yang tinggi ditemui juga adanya perlemakan hati yang tinggi. Hubungan antara pasien dengan kanker payudara dengan densitas payudara yang tinggi dan perlemakan hati masih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kepadatan jaringan payudara yang diperiksa dengan mammografi dan perlemakan hati yang diperiksa dengan ultrasonografi serta melihat hubungannya dengan estrogen reseptor yang diperiksa dengan immunohistokimia.
Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder ultrasonografi abdomen dan mammografi dari sistem PACS RS Kanker Dharmais. Penilaian yang dilakukan dengan melihat derajat kepadatan payudara yang diperiksa dengan mammografi dan derajat perlemakan hati yang diperiksa dengan ultrasonografi serta melihat status estrogen reseptor dari immunohistokimia pada pasien kanker payudara tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengelompokan kepadatan payudara sampai 50 % dan kelompok lain dengan kepadatan lebih dari 50% dan membandingkan dengan perlemakan hati ringan dan berat.
Hasil: Pengelompokan pasien dengan kepadatan payudara sampai 50% menunjukkan terdapat banyak perlemakan hati berat, demikian juga pada kepadatan payudara yang lebih besar dari 50% menunjukkan terdapat lebih banyak lagi perlemakan hati derajat berat namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan Nilai Odds Ratio (OR) = 0.60 dengan 95% Interval Kepercayaan 0.12 – 3.01.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan hubungan antara kepadatan jaringan payudara yang tinggi dengan perlemakan hati yang juga tinggi walaupun secara statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

ABSTRACT
Background and Objectives: Breast cancer are the most common cancer and the first in all cancer that affected women in Indonesia and the data from Indonesian Journal of Cancer 2012 said, it cause death for about 458.000 women. Breast density are one of the risk factor that cause breast cancer and estrogen are the precursor for high density of the fibroglandular tissue. Women with breast cancer and high breast density are found to have a high degree of fatty liver. The relationship between breast cancer with high breast density and high fatty liver was unknown. The aim of these research wants to evaluation the breast density on mammography and fatty liver on ultrasound and the relationship with estrogen reseptor which was examined with immunohistochemistry.
Method: A cross sectional research is perform using mammography and ultrasound from PACS system. These research wants to evaluation the high breast density with mammograms and fatty liver with ultrasound and their relationship with estrogen receptor by immunohistochemistry. Data was merged in to two groups, one group with breast density until 50% and the other group was breast density more than 50% and compared it with mild and severe fatty liver.
Result: Patient with breast density until 50% showed more severe fatty liver as well as patient with breast density more than 50% had more severe fatty liver, although statistically had no significant relationship with Odds Ratio (OR) = 0,60 and confidence interval 0,12-3.01.
Conclusion: There are tendency relationship between higher breast density and higher fatty liver although statistically showed no significant relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Alverina Santoso
"Penelitian mengenai pengaruh air laut tercemar hidrokarbon terhadap kepadatan sel mikroalga Scenedesmus vacuolatus telah dilakukan. Pencemaran hidrokarbon yang berasal dari minyak di laut dapat menghambat proses fotosintesis mikroalga. Hal tersebut dapat berdampak pada kepadatan sel mikroalga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi air laut tercemar hidrokarbon terhadap kepadatan sel mikroalga Scenedesmus vacuolatus, serta mengetahui perlakuan yang optimum untuk menurunkan kadar total petroleum hidrokarbon (TPH). Pengambilan sampel air laut tercemar hidrokarbon dilakukan di pelabuhan Kali Adem, Jakarta. Perlakuan dalam penelitian adalah medium Walne dengan penambahan air laut tercemar hidrokarbon 25% (A), medium Walne dengan penambahan air laut tercemar hidrokarbon 50% (B), medium Walne dengan penambahan air laut tercemar hidrokarbon 75% (C), dan medium Walne dengan penambahan air laut tercemar hidrokarbon 100% (D). Kontrol yang digunakan adalah medium Walne dengan air laut steril yang bukan berasal dari pelabuhan Kali Adem. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kepadatan sel Scenedesmus vacuolatus tertinggi yaitu pada perlakuan kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil rata-rata kepadatan sel pada masa puncak sebesar 29,48 x 105 sel/mL, serta panjang fase log dari Scenedesmus vacuolatus. Hasil pengukuran kadar TPH menunjukkan terdapat penurunan TPH pada seluruh perlakuan. Perlakuan optimum untuk menurunkan kadar TPH yaitu perlakuan B dengan persen penurunan sebesar 70,62%.(
)Study about the effect of hydrocarbon-polluted seawater on the cell density of microalgae Scenedesmus vacuolatus has been done. Hydrocarbon pollution derived from oil in the sea can inhibit photosynthesis process of microalgaes. This might impact the density of microalgae cells. The purposes of this study are to determine the effect of the concentration of hydrocarbon-polluted seawater on the density of Scenedesmus vacuolatus microalgae cells and to determine the optimum treatment to reduce total petroleum hydrocarbons (TPH) levels. Sampling of hydrocarbon-polluted seawater was taken at Kali Adem port, Jakarta. The treatment done in this research used Walne medium with the addition of 25% hydrocarbon-polluted seawater (A), 50% (B), 75% (C), and 100% (D). Control is Walne medium with sterile seawater that was not from
the Kali Adem port. The results showed the highest average density of Scenedesmus vacuolatus cells was in the control sample. This can be seen from the results of the average cell density at peak time of 29.48 x 105 cells / mL, as well as the log phase length of Scenedesmus vacuolatus. Measurement of TPH levels showed decreases of TPH in all treatments. The optimum treatment to reduce TPH levels is on treatment Bwith reduction percentage of 70.62%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Nada Shafiyyah Suryaatmadja
"Terjadinya perubahan lingkungan akibat alih fungsi lahan di Kota Depok akan memengaruhi keanekaragaman hayati kelelawar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara tutupan vegetasi dengan kepadatan kelelawar di wilayah Kelurahan Baktijaya, Depok. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2021 dengan metode purposive sampling untuk menentukan lokasi. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata rata-rata kepadatan kelelawar (p = 0,00005), terdapat perbedaan kepadatan kelelawar di transek 1 dan transek 2 serta transek 2 dan transek 3(p = 0,001, 0,002). Korelasi hubungan vegetasi dan kepadatan kelelawar (r= 0,3) menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang moderat. Terdapat satu spesies kelelawar pemakan buah yang berhasil ditemukan yaitu Cynopterus brachyotis M.

The occurrence of environmental changes due to land conversion in Depok City will affect the biodiversity of bats. This study aims to determine the correlation between vegetation cover and bat density in the Baktijaya Village, Depok. The research was conducted from May to June 2021 with purposive sampling method to determine the location. The results of the ANOVA test showed that there was a significant difference in the average density of bats (p = 0.000005), there were differences in the density of bats in transect 1 and transect 2 and transect 2 and transect 3 (p = 0.001, 0.002). The correlation between vegetation and bat density (r= 0.3) showed that there was a moderate positive correlation. There is one species of fruit-eating bat that has been found, namely Cynopterus brachyotis M. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta Gabrielle Ulibasa
"Kelelawar dapat ditemukan hampir di setiap daerah, salah satunya di perkotaan. Namun penelitian kelelawar di kawasan urban Jakarta belum banyak dilakukan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui korelasi antara kepadatan kelelawar dengan persentase tutupan vegetasi di Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada bulan Mei dan Juni 2021. Data diambil pada 3 transek dan diuji menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Uji Anova Satu Arah menggunakan Microsoft Excel. Hasil uji statistik (p = 0,4; r= 0,4) menunjukkan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kepadatan kelelawar dengan tutupan vegetasi dan memiliki derajat hubungan linear positif yang moderat. Beberapa faktor mempengaruhi hal ini yaitu, jenis vegetasi, kondisi vegetasi, dan faktor luar. Hasil uji ANOVA Satu Arah menyatakan tidak ada perbedaan kepadatan kelelawar antar transek (p (0,08 & 0,45) > 0,05), disebabkan semua transek dan titik pengamatan memiliki vegetasi yang menjadi tempat kelelawar mencari makan. Penangkapan kelelawar menggunakan jarring kabut. Spesies yang terkonfirmasi ditemukan di daerah Kebayoran Baru adalah Cynopterus brachyotis.

Bats are commonly found almost in every region, one of them being the urban area. However, a research for urban bats in Jakarta had not been covered much. The purpose of this research is to see if there is any correlation between bats density with vegetation cover in Kebayoran Baru, South Jakarta on May—June 2021. Data is gathered from 3 transects and then tested using Pearson Correlation and One-way Anova in Microsoft Excel. According to statistical results (p = 0.4; r = 0.4), there is no significant correlation between bat density and vegetation cover and has a moderate degree of positive linear relationship. Several factors influence this, namely, the type of vegetation, vegetation conditions, and external factors. The results of the One-Way ANOVA test stated that there were no differences in bats between transects (p (0.08 & 0.45) > 0,05), because all transects and observation points had vegetation where bats forage for food. Mist net is used to catch bats. The confirmed species found in Kebayoran Baru is Cynopterus brachyotis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimi Gunawan
"Tingginya kebutuhan lahan yang digunakan sebagai pemukiman dapat menekan tutupan vegetasi yang merupakan habitat bagi banyak hewan, salah satunya adalah kelelawar pemakan buah yang berkaitan dengan polinasi dan penyebaran biji. Pasirluyu merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah lahan pemukiman yang berbanding cukup jauh dengan vegetasi pepohonan yang ada. Penelitian mengenai korelasi kepadatan kelelawar pemakan buah dengan faktor tutupan vegetasi dilakukan di daerah pemukiman Pasirluyu, Bandung, Jawa Barat pada bulan April dan Mei 2021. Metode penelitian dilakukan dengan purposive sampling. Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan 1 jenis kelelawar buah, yaitu Cynopterus brachyotis yang tertangkap dengan menggunakan jaring kabut. Kepadatan kelelawar antara ketiga transek pengamatan berbeda signifikan (P = 0.016). Terdapat 6 jenis pohon yang tercatat dilalui oleh kelelawar saat pengamatan, yaitu Artocarpus heterophyllus, Canarium indicum, Ceiba pentandra, Ficus benjamina, Ficus aurea dan Musa paradisiaca. Korelasi antara kepadatan kelelawar pemakan buah dengan persentase tutupan vegetasi di ketiga transek pengamatan merupakan korelasi yang positif dan sangat kuat (r = 0.867). Korelasi yang positif dan sangat kuat menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antara kepadatan kelelawar pemakan buah dan tutupan vegetasi, yaitu semakin besar nilai dari tutupan vegetasi maka nilai kepadatan kelelawar pemakan buah akan semakin tinggi.

The high demand in the land used for the settlement area can supress the vegetation cover which is used for habitat for many animals, one of them is the fruit bats that associated with polination and seed dispersal. A study about the correlation of fruit bats density with the vegetation cover factor was carried out in the settlement area of Pasirluyu, Bandung, West Java in April and May 2021. The method of the research was using purposive sampling. In this study there was 1 type of fruit bat captured using a mist net, known as Cynopterus brachyotis. The density of bats between the three observation transects were significantly different (P = 0.016 ). There were 6 types of trees that bats passed during observation, they were Artocarpus heterophyllus, Canarium indicum, Ceiba pentandra, Ficus benjamina, Ficus aurea and Musa paradisiaca. The correlation between fruit bats density and vegetation cover in the three observation transects is a positive and very strong correlation (r = 0.867). A positive and very strong correlation indicates that there is a direct correlation between fruit bats density and vegetation cover, which means the greater value of the vegetation cover, the higher value of fruit bats density will be."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niko Laus Horianto
"ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk mau tidak mau akan menambah kepadatan manusia di
suatu kota. Setiap manusia membutuhkan tempat untuk bernaung berupa hunian.
Jika kepadatan pada suatu kota sudah semakin besar, maka hunian yang berupa
landed house tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan akan perumahan. Rumah susun
bisa menjadi solusi pada saat kepadatan penduduk sudah semakin besar. Di sisi
lain, kepadatan manusia yang tinggi dapat menimbulkan masalah dalam suatu
lingkungan hunian, termasuk di dalam suatu lingkungan rumah susun. Masalah ini
dapat berupa masalah fisik dan masalah non fisik. Agar masalah yang ditimbulkan
akibat kepadatan manusia yang tinggi ini dapat diatasi, diperlukan suatu intervensi
perancangan yang baik. Intervensi perancangan yang diberikan dapat berupa
bentuk fisik dari rumah susun itu sendiri, selain itu intervensi perancangan juga
dapat berupa penyediaan fasilitas dan utilitas.

ABSTRACT
The human growth inevitably increases the human density in the city. Each
human needs a space for sheltering themselves, as called housing. If the human
density is large in the city, landed housing can’t be fulfilled the needs of housing.
Rumah susun can be a solution to solve the large amount of human density. In the
other side, the high human density can cause a problem in the housing area,
include in rumah susun, such as physical and non-physical aspect. To solve this
problem, its needed intervention in good planning of design. The intervention of
design can be interpreted such as physical aspect from the housing form and
facility-utility contribution."
2014
S55515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>