Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alatas, Syed Farid
"Abstract:
On the life and works of Ibn Khald¿±n, 1332-1406, Arab Muslim historiographer and historia"
Bandung: PT. Mizan, 2017
922.97 ALA i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Timbulnya aliran Mu'tazilah merujuk kepada peristiwa diskusi antara Wasil Ibn Atho' dengan Hasan al-Basri di Basrah, pada suatu hari datang seseorang kepada Hasan al-Basri, lalu menanyakan pendapatnya tentang orang-orang yang telah berbuat dosa besar (murtakib al-kabair/capital sinners), sebagaimana diketahui kaum khawarij memandang mereka telah kafir, sedang kaum Mur'jiah memandang mereka masih mukmin, ketika Hasan al-Basri masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai hal itu dengan mengatakan : "Saya berpendapat bahwa orang yang telah berbuat dosa besar itu sudah bukan mukmin, tetapi juga bukan kafir, akan tetapi menempati posisi antara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir (al-manzilah baina al-manzilatain). Tumbuhnya teologi Mu'tazilah pada abad pertengahan sebagai pengabdian pada kepentingan doktrin atau teologi dialektik retorik, merupakan dialektika yang terjadi dalam proses penghadapan antagonis antara satu doktrin dengan doktrin yang lainnya, maka dialektika teologi yang bersifat populis itu bersifat empiris yang merupakan dialektika dari proses penghadapan kritis antara realitas kehidupan dengan pesan-pesan universal."
KONSTAIN 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Bangun L. Sony
Jakarta: KLUP & PIDUS Zero, 2008
331.359 8 TRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Mukthie Fadjar
"Autobiography and thoughts of Abdul Mukthie Fadjar, former judge of the Constitutional Courts, Republic of Indonesia, 2003-200"
Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi, 2008
340.109 2 MUK s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Affy Khoiriyah
"Penelitian ini berupaya menguak pemikiran politik Ibn Rusyd dalam menyikapi kondisi politik pada masanya. Karena penelitian ini terfokus pada seseorang dan pemikiran politiknya, maka biografi dan teks-teks yang menunjukkan sikap politiknya mendorong peneliti untuk membacanya dengan menggunakan metode hermeneutika sebagai metode untuk menyingkap makna atau signifikasi bagi obyek penelitian ini.
Dalam penelitian yang telah kami persembahkan ini, sedikit banyak layak untuk melukiskan pengetahuan kita tentang filosof Kordoba, Ibn Rusyd. Karena dalam penelitian ini Ibn Rusyd menampakkan nilai-nilai yang signifikan sebagai wacana "demonstratif' dan analisis-kritis dalam memproduk pemikiran politiknya secara teori dan praktek, sehingga kita bisa mengatakan dengan bangga bahwa dalam tradisi Islam yang kita miliki ada hal yang bisa dibenturkan untuk persoalan-persoalan yang tengah mencuat dalam gelanggang politik kontemporer, terlebih-lebih mengenai bangsa kita Indonesia yang tengah mengalami krisis multidimensi.
Lebih dari itu, menantang keberanian kita dan kemampuan kita dalam mengkritik berbagai sistem pemerintahan yang ditawarkan, seperti yang terjadi "di negeri dan zaman kita", sebuah ungkapan yang acapkali dikatakan Ibn Rusyd dalam satu-satu karya politiknya yang menjadi pokok dari obyek penelitian ini; yang bermaksud sebagai kecaman terhadap pemerintahan yang diktator pada masanya: sebuah hukum yang dikatakan Ibn Rusyd dengan istilah yang diciptakannya sendiri dengan istilah Wahdaniyyah Al-Tasalluth (kekuasaan yang egois), sebagai padanan dari kata Yunani, yatu: tirani.

This research attempt to explorer the political thought of Ibn Rusyd and his attitude within the politics' phenomenon during period of his life. Because this research focused on study about man and his political idea, therefore, I prefer to use hermeneutics' method for this research. Hermeneutic is a method to reveal the meaning and the significance of the object of this research (Biography and political teks of Ibn Rusyd).
This research can give us more information to straighten our perception about Cordoba Philosopher "Ibn Rusyd". Cause Ibn Rusyd -in this research- appears the significant values; demonstrative discourse and critical analysis to construct his political thought, within theoretical and practical field. Then we can say with rightfully proud that, in our Islamic tradition there is some thing we can use to face a contemporary political discourses, especially our state Indonesia with the multi dimensions crisis. More than that, Ibn Rusyd challenges ours courage's and capabilities to give critical opinion for all governmental system today, like what happen "in ours state and period". Ibn Rusyd repeatedly used this idiom in his political work which being the main object of this research. The aim of Idiom -"In ours state and period"- is to criticize dictator's government at his period or the system that lbn Rusyd called with term: Wahdaniyyah Al-Tasalluth (egoism power) same with term tyranny in Greek.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Mahasiswa Tridharma, 1980
304.6 PEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Darlis Ilyas
Jakarta: Lembaga Pengkajian Manajemen Pemerintahan , 2002
322.44 ILY d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Didin Saefuddin
Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2003
920 DID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, FISIP Jurusan Sosiologi, 2012
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Ubaidillah
"Dari seluruh ciptaan yang telah diciptakan Tuhan, manusia merupakan makhluk yang memiliki nilai spesial. Karena ia adalah makhluk yang secara khusus mengemban tugas sebagai wakil Tuhan (khalifah). Tugas ini merupakan beban yang sangat berat, karena mengemban amanat Tuhan adalah kewajiban melaksanakan kebaikan dan meninggalkan keburukan yang tujuannya untuk mencapai rido-Nya. Untuk itu tentu ada hubungan yang harus dilakukan antara manusia dengan Tuhan agar manusia selalu dibimbing dalam setiap pelaksanaan amanat yang telah diberikan-Nya.
Maka pertanyaanya adalah kenapa manusia yang diberikan sifat kebaikan untuk dijadikan pengemban tugas wakil Tuhan (khalifah). Dalam hal ini sufisme yang diwakili Ibn Al-'Arabi dan kebatinan yang diwakili Ranggawarsita berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Menurut. pemikiran kedua tokoh dan aliran ini, manusia dijadikan sebagai pengemban tugas wakil Tuhan (khalifah), karena dalam kejadiannya manusia memiliki nilai kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Ia merupakan pengejawantahan nama-nama Tuhan secara keseluruhan, sehingga ia adalah cermin bagi Tulis yang bersih dan bening. Tuhan dapat melihat citra Diri-Nya dengan sempurna melaluinya. Maka manusialah yang dapat dijadikan wakil Tuhan di bumi untuk melaksanakan kewajiban syari'at dan mengelola alam. Akan tetapi tidak semua manusia berhasil menjadikan dirinya sebagai wakil Tuhan (khalifah), karena tidak semua orang dapat mengejawantahkan nama-nama Tuhan. Dalam anti bahwa, bagi manusia yang tidak dapat melaksanakan kebaikan dan tidak bisa menjauhkan segala hal yang buruk, ia adalah manusia yang tidak dapat menggunakan nama-nama Tuhan secara proprosional, yang menurut bahasa Ibn Al-`Arabi tidak berakhlak dengan akhlak Allah. Manusia seperti ini adalah manusia hewan atau hamba nalar, Sedangkan manusia yang dapat melaksanakan kebaikan dan manjauhkan keburukan dengan baik, ia akan mendapatkan pengetahuan hakikat segala realitas dan mejadikan diri-Nya dekat dengan Tuhan. Manusia seperti ini menurut Ibn Al-`Arabi dinamakan insan kamil, sedangkan menurut Ranggawarsita dinamakan manusia pilihan atau manusia golongan klas. Bagi manusia yang ingin mencapai derajat insan kamil atau golongan khusus terlebih dahulu ia harus menjalani mujahadah, yaitu serangkaian pendekatan diri kepada Tuhan secara intensif dengan melalui berbagai ujian dan cobaan. Untuk itu tidaklah mudah dalam mencapai apa yang diharapkan. Dengan hati yang suci dan konsekuenlah manusia yang dapat mencapai kesempurnaan tujuan.
Dua pemikiran yang masing-masing mewakili golongannya tersebut secara garis besar memiliki persamaan mendasar. Walaupun terdapat perbedaan dalam sebagian keterangan, tetapi perbedaan itu bukanlah sesuatu yang prinsipil. Perbedaan hanya didasari dari pola pemikiran. lbn Al-'Arabi menclasarkan pemikirannya atas pengetahuan intuitif atau pengalaman batin, yang dalam dunia sufisme pemikiran ini melalui ciri khan khusus. Sedangkan Ranggawarsita memiliki pola pikir kebatinan berdasakan prinsip " sangkan paraning dumadi."
Adapun Persamaan pemikiran kedua tokoh ini diakibatkan pemikiran yang satu telah mepengaruhi pemikiran yang lain. Dalam hal ini pemikiran Ibn Al-`Arabi, semenjak abad ke 16 telah masuk dalam dunia pemikiran Islam Nusantara, sehingga pemikiran Ranggawarsita pun terpengaruh dalam menelurkan konsepnya tentang manusia. Maka tidaklah heran jika kedua pemikiran ini memiliki persamaan pemikiran yang cukup mendasar.
Human Being on the Perspective of Sufism and Mysticism: a Comparative Study on the Thoughts of lbn Al-Arabi and Ranggawarsita Compared to the other Gods' creatures man has more special values. He is especially relied on to be the representative of God (khalifah) in the earth. A very heavy duty he must carry out is to do goodness; instead of to prohibit badness, its goal is only to obtain the favor of God. Therefore there must be a relationship established between roan and God. So that, man is always guided in doing the mandate God has given.
Now, the question is why human is given the goodness in order to be a caretaker of tasks of khalifah. In this case, Sufism which is represented by Ibn Al-`Arabi and the Mysticism represented by Ranggawarsita, all at once, attempts to answer that question. According to both of those authors and credos, man is chosen as the caretaker of the mandate of khalifah because he is created with the special perfection that the other creatures do not have. He is a manifestation of the names of God on the whole. So, man is a kind of a clear mirror for God to see well about the image of Him-self. That is why; man is elected to be God's representative in the earth to do the obligation of Islamic law (syariah) and to manage the nature. Yet, some people cannot treat themselves as the God's representative successfully. Because, some people can only manifest the names of God. It means that the man who is not able to do the kindness and to prevent the badness cannot employ the names of God suitably that is so-called by Ibn Al-Arabi as the man who does not behave based on the moral of God. This kind of man is the Animal Man or the slave of reasoning. Whereas, the man being able to conduct the goodness and to forbid the badness will achieve the nature of knowledge reality and will make him-self get closer to God. According to Ibn Al-Arabi, this kind of man is called as the Perfect Man (insan kamil), though the man is regarded as the Elected Man (golongan khas) by Ranggawarsita. Those who are interested in becoming the Perfect Man or the Elected Man must follow mujahadah first. Mujahadah is a set of personal approach to God intensively through various efforts and ordeals. Then, it is not easy to gain what is hoped. People can only reach the perfection of goal with the pure hearth and consistency.
The two of thoughts represented by each of authors have the fundamental similarity in general. Although there is distinction in some of their thought explanations, it is not a principle difference. The difference is only based on the pattern of thought. Ibn Al-Arabi refers his thought to the intuitive knowledge or soul experience that has a special character in the circle of Sufism thought. Whereas, Ranggawarsita has his own Mysticism thought according to the principle of where is man from and where will he be back, "sangkan paraning dumadi."
Because one thought influences another one, both of the authors come to their similarity each other. The thought of Ibn Al-Arabi have entered the Islamic thought in Indonesian archipelago since the 16 centuries. So that, Ranggawarsita is also affected by `Arabi particularly in producing his concept of human. Then, it is not a strange matter that both of the above thoughts have the fundamental similarity.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>