Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naibaho, James M. P.
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh return pasar dan variabel makro terhadap return pada sektor farmasi melalui analisis Model APT dan CAPM. Variabel makro yang digunakan meliputi perubahan nilai tukar US dollar terhadap Rupiah, tingkat SBI untuk satu bulan, tingkat Inflasi dan tingkat suku bunga dan return pasar diwakili oleh IHSG sedangkan contoh sample terdiri dari 9 saham pada sektor farmasi yaitu SQBI, TSPC, S CPI, MERCK, KLBF, DVLA, DNKS, BYSB dan BYSP.
Pengujian variabel makro menunjukkan bahwa h asil bervariasi artinya pengaruh variabel makro terhadap return emiten ada yang menunjukan negatif tapi ada pula yang positif. Setelah dilakukan treatment terhadap ketidaknormalan error term menunjukkan 5 saham signifikan dengan CAPM yaitu DVLA, KLBF, MERCK, TSPC dan SQBI sedangkan dengan APT 6 saham signifikan yaitu DNKS, DVLA, KLBF, MERCK, TSPC dan SQBI.
Pengujian dengan model APT dan CAPM menunjukkan hasil bahwa tidak ada satu modelpun yang valid untuk seluruh sampel yang diuji. APT valid untuk DNKS, DVLA, KLBF, MERCK dan TSPC sedangkan CAPM hanya valid untuk SQBI sedangkan BYSB, BYSP sedangkan SCPI tidak valid dengan kedua model.
Selanjutnya penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lebih jauh mengingat hasil pengujian kenormalan terhadap distribusi error tern1 berbeda antara sebelum dan sesudah error term normal jauh berbeda dan penggunaan model CAPM ternyata cukup valid untuk beberapa saham karena itu dalam pemilihan model perlu pengujian yang lebih mendalam."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Bambang Trisilo
"ABSTRAK
Minimum required rate of return atau cost of capital penting karena menentukan diterima atau tidaknya investasi modal dalam perusahaan, yang sekaligus akan berpengaruh terhadap pengeluaran investasi agregat suatu perekonomian.
Capital Asset Pricing Model ( CAPM ) sering digunakan sebagai project screening rates. Hal ini dilakukan oleh manajer karena kepentingan pemegang saham atau pemilik perusahaan diutamakan. Dengan menggunakan CAPM sebagai alat mengukur cost of capital, berarti manajer berusaha menetapkan besarnya opportunity cost suatu proyek investasi modal bila dibandingkan dengan investasi yang risikonya sama di pasar modal. Selain CAPM, Arbitrage Pricing Theory (APT) dapat juga digunakan untuk menderivasi required rate of return suatu proyek investasi.
Beberapa pengujian menemukan APT menjelaskan lebih baik terhadap return sekuritas dibanding CAPM. Tetapi beberapa studi yang lain menemukan tidak ada perbedaan antara kedua model. Tidak ada konsensus tentang mana yang lebih baik antara CAPM dan APT.
Sementara perbedaan pendapat tentang CAPM dan APT berlangsung, beberapa pakar ekonomi keuangan mengajukan model alternatif. Antara lain Wei {1988) dan Breeden (1989). Apabila beberapa pakar mempertentangkan, sebaliknya Wei (1988) justru mengajukan model yang mengintegrasikan CAPM dan APT. Breeden {1989) mengajukan suatu model yang merupakan pengembangan dari CAPM, yaitu CAPM yang berorientasi konsumsi, dalam hal ini risiko sekuritas diukur dengan sensitivitas sekuritas terhadap perubahan konsumsi investor.
Dengan mempertimbangkan (1) masih adanya kontroversi diantara para pakar ekonomi keuangan tentang keunggulan APT dibanding CAPM , dan (2) saran beberapa peneliti sebelumnya tentang perlunya terus diadakan perbaikan dalam pembentukan model agar diperoleh model yang lebih sempurna, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas CAPM Berorientasi Konsumsi, serta Teori Gabungan CAPM-APT di BEJ.
Hipotesa kerja penelitian ini adalah : (1) Ada pengaruh yang positip dari variabel konsumsi agregat terhadap tingkat return saham di BEJ, (2) Ada pengaruh yang positip dari variabel ekonomi makro (tingkat inflasi harapan, tingkat inflasi tak diharapkan, perubahan harga minyak ekspor) dan tingkat return portfolio pasar terhadap tingkat return saham di Bursa Efek Jakarta.
Populasi penelitian ini adalah 210 perusahaan yang listing di BEJ per bulan Nopember 1994. Rencana sampling adalah sebagai berikut :
Pengujian validitas CAPM berorientasi konsumsi menggunakan data triwulanan IHSI dan Pengeluaran konsumsi rumahtangga atas dasar harga konstan. Sampel berjumlah 27 emiten yang listing di BEJ antara tahun 1977 - 1889. Periode yang digunakan adalah triwulan I-1983 hingga triwulan IV-1991.
Pengujian validitas CAPM, APT dan Teori gabungan CAPM-APT menggunakan data bulanan Indeks Harga Saham Individual, Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Harga Konsumen Gabungan, Suku Bunga Deposito Berjangka satu bulanan kelompok Bank Pemerintah, Harga Minyak Ekspor. Sampel berjumlah 20 emiten yang paling aktif tahun 1992 dilibat dari total volume perdagangan saham. Periode yang digunakan adalah bulan Agustus 1991 hingga Desember 1993 (kecuali untuk CAPM hingga bulan September 1994).
Analisis dalam penelitian ini merupakan analisis data sekunder. Statistik yang digunakan adalah statistik uji t, dan statistik uji F, statistik uji D-W.
Data-data return saham diperoleh dari Perpustakaan BAPEPAM dan PISO (Public Information Services Office), sedangkan data faktor sistematik diperoleh dari publikasi Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia dan Nota Keuangan & RAPBN.
Pengolahan data dilakukan dalam dua tahap, sebagai berikut : (1) Regresi Time-Series Tahap Pertama (First Pass Regression) digunakan untuk menghitung taksiran Beta saham tiap emiten sampel dan kemudian menggunakan Regresi Cross Section Tahap Kedua (Second Pass Regression) dalam menghitung koefisien konsumsi agregat dan koefisien variabel ekonomi makro, serta portfolio pasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : koefisien beta pada model CAPM, APT, maupun Teori Gabungan CAPM-APT tidak ada yang signifikan. Sementara itu, koefisien beta Konsumsi signifikan (t-stat = 3,94) dan positip. Artinya beta konsumsi berpengaruh positip terhadap return saham di BEJ selama periode 1983-1991. Namun secara teoritis nilai beta konsumsi yang seharusnya di bawah satu, karena menunjukkan arah suatu garis, di dalam penelitian ini angkanya di atas satu.
Karena koefisien beta untuk model CAPM, APT maupun Teori Gabungan CAPM-APT tidak ada yang signifikan, maka artinya selama periode Agustus 1991 hingga Desember 1993, faktor sistematik seperti inflasi harapan, inflasi tak diharapkan, perubahan harga minyak ekspor, dan portfolio pasar tidak berpengaruh terhadap return saham emiten sampel di Bursa Efek Jakarta.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para pengambil keputusan bidang investasi, khususnya dalam menentukan besarnya cost of capital atau minimum required rate of return suatu proyek investasi modal. Penelitian yang masih perlu dilakukan sebagai komplemen terhadap penelitian ini adalah pengujian terhadap model alternatif yang lain.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Rakhman
"Dengan adanya gejolak ekonomi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini membuat kondisi perekonomian Indonesia terpuruk. Tetapi saat ini sudah mulai menunjukkan adanya tanda-tanda ppemulihan ekonomi. Hal ini dapat dilihat perkembangan pasar modal Indonesia menunjukkan suatu perkembangan yang baik dan mulai kembali aktif. Investasi pada pasar modal dapat dilakukan dengan membeli satu ataupun lebih dari satu jenis saham, di sinilah diperlukan suatu pengetahuan mengenai cara memperoleh tingkat pengembalian sesuai dengan yang diharapkan.
Menentukan tingkat pengembalian dari sebuah sekuritas dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya yang cukup populer dengan menggunakan CAPM. Metode ini memperhitungkan aspek tingkat suku bunga bebas risiko (suku bunga SBI) yang berlaku, di mana tingkat pengembalian yang diperoleh sesuai dengan tingkat risiko (diwakilkan dengan beta). Pada penelitian ini, return market diwakilkan dengan indeks IHSG. Sampel yang digunakan adalah seluruh saham sektoral yang terdapat pada bursa efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan SPSS dalam melakukan regresi terhadap data-data, untuk melihat pengaruh risk terhadap return pada saham-saham sampel.
Hasil penelitian terhadap saham sektoral menunjukkan hasil bahwa tidak ada pengaruh positif linear antara risk dengan return, hal ini dikarenakan faktor perekonomian Indonesia yang sulit diprediksi dan juga pengaruh dari internal perusahaan. Dari hasil pengukuran kinerja portofolio dapat dilihat sektor yang paling baik kinerja portofolio pada periode 2001 hingga 2005 yaitu Pertambangan, sedangkan yang paling buruk kinerja portofolionya yaitu Perdagangan.
Dengan melihat nilai beta saham dan nilai return saham dari tahun 2001 hingga tahun 2005, maka nilai-nilai tersebut sulit untuk memprediks return untuk tahun 2006 karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Jika keadaan perekonomian stabil setiap tahunnya maka beta tahun sebelumnya dapat dipakai untuk memprediksi return di masa datang.
Penelitian ini bertujuan untuk membantu para investor dalam menginvestasikan modalnya pada saham-saham tertentu yang memberikan return yang baik. Dengan semakin banyaknya investor yang berinvestasi di pasar modal maka diharapkan ke depannya pasar modal Indonesia semakin baik dan diharapkan hal ini dapat memberikan dampak yang positif pada perekonomian Indonesia.

With existence of economic distortion some years lately make the condition of indonesian economics downhill. But in this time have started to show the existence of economic cure. This matter can be seen by Indonesia capital market growth shows a good growth and makes a fresh staratively. Investments at capital market can be done by buying one and or more than one share type, hence needed a procedurel knowledge to get rate of return are matching with which expected.
Determining rate of return from securities can be done with a few methods, one of them which is popular enough by using CAPM. This method reckon aspect mount free rate of interest (rate of interest SBI) going into effect, where obtained rate of return as according to risk storey level (delegated entrust with beta). At this research, market return delegated entrust with index IHSG. Used by sample is entire sector share found on Bursa Efek Jakarta. Research uses SPSS in doing regression to data, to see risk influence ot return at sample share.
Result of research to all sector share show result of that there is no positive influence linear between risk and return, this matter because of factor economics of Indonesian that difficult to predict as well as influence from internal company. From result of masurement of portfolio performance can be seen by the best sector of portfolio performance at period 2001 till 2005 that is Mining while the worst of performance is commerce.
Seeing share beta value and share return value from year 2001 till year 2005, the values is difficult used for prediction of return for the year 2006 because of many factor influence it. If situation economic every single year are stable, hence previous year beta can be used for prediction of return a period are going to come.
The purpose of this research is to help the investor in investing their capital at certain share which gives good return. With more and more investor that have capital market investment is expected to make capital market of Indonesian progressively good and expected this matter can give impact which are positive at economics of Indonesian.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 18429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewiyanti Krisdjoko
"ABSTRAK
Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan Laba dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang bersifat systematic dan unsystematic, sedangkan fluktuasi harga saham dalam batas-
batas tertentu juga dipenganruhi oleh faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang bersifat
systematic merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi semua perusahaan atau industri,
sedangkan faktor-faktor yang bersifat unsystematic adalah spesifik dan hanya
mempengaruhi perusahaan atau industri tertentu saja
Risiko sistematis ditentukan oleh besar kecilnya koefisien beta yang menunjukkan
tingkat kepekaan harga suatu saham terhadap harga saham secara keseluruhan di pasar.
Risiko ini berkaitan dengan risiko ekonomi secara keseluruhan. Semua perusahaan di
Indonesia pasti dipengaruhi oleh situasi ekonomi nasional, walaupun pada tingkat yang
berbeda-beda. Faktor- faktor tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga,
tingkat inflasi, nilai tukar valuta asing dan kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi.
Selanjutnya risiko tidak sistematis merupakan risiko yang timbul karena faktor-faktor milcro
yang dijumpai pada perusahaan atau industri tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain
struktur modal, struktur alctiva, dan tingkat likuiditas perusahaan.
Setiap perusahaan mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh yang
bersifat ekstemal. Artinya tingkat sensitivitas setiap perusahaan (saham) terhadap pengaruh
pasar/ekonomi sangat berbeda. Bagi suatu perusahaan yang sangat sensitif terhadap
pengaruh pasar/ekonomi mempunyai risiko pasar yang sangat tinggi dan sebaliknya.
Dalam karya akhir ini, fokus penelitian adalah pada analisis fundamental khususnya
berkenaan dengan dampak dan kondisi makroekonomi sebagai pengaruh eksternaI yang
mempengaruhi risiko sistematis terhadap fiuktuasi return saham di pasar modal. Pengujian
dilakukan pada saham-saham yang berada pada faktor yang berbasis sumberdaya alam.
Hasil penelitian dengan menggunakan APT theory menunjukkan bahwa faktor
makroekonomi kurang mampu mejelaskan return saham dengan baik. Excess faktor
makroekonomi bukanlah faktor yang secara signifìkan mempengaruhi return saham
perusahan terutama pada sektor dengan basis sumberdaya alam di bursa Indonesia.
Berdasarkan 15 model APT yang diestimasi dapat disimpulkan bahwa excess faktor
makroekonomi yang berpengaruh terhadap seluruh model saham adalah excess faktor kurs,
dan pengaruh signifikan berikutnya terhadap model adalah faktor tingkat sukubunga.
Sebagai saran adalah bahwa data excess faktor makroekonomi dapat dimanfaatkan
sebagai data pendukung dalam analisis pemilihan saham karena kondisi pasar modal
Indonesia yang belum efisien. Perlu dicoba mencari faktor lain selain excess makroekonomi
berupa kurs, Jibor rate, inflasi, GDP yang telah digunakan dalam variabel penelitian, untuk
membangun model APT yang lebih baik. Faktor tambahan yang disarankan untuk dipakai
adalah Market Index (indeks pasar BEl).
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christanto Yanuar S.
"ABSTRAK
Suatu investasi selain mengharapkan return di masa mendatang juga melekat unsur resiko adanya ketidakpastian. Pada Capital Asset Pricing Model oleh Sharpe (I964), Linmer (1965) dan Black (1972), dinyatakan bahwa portfolio paw yang efisien membuktikan adanya penganih positif antara faktor excess market return (beta) terhadap rata-rata return saham.
Banyak pcnclitian menantang argumen hanya beta yang merupakan premi resiko (risk premium) bagi return saham. Banz. (1981), Bhandari (1988), Basu (1983), dan Rosenberg, Reid, dan Lanstein (l985),Daniel dan Titman (1997), menemukan karakteristik perusahaan yaitu ukuran perusahaan, leverage, rasio earnings/price (E/P), dan rasio book-to-market equity memainkan peranan penting dalam return saham cross-sectional dibanding oleh premi resiko (riskpremium).
Konsisten dengan ?resiko iilndamental? dari efek size dan BMME, FF(l993) mengembangkan 3 faktor asset pricing model yang menghubungkan rata-rata return ponofolio setelah dilcurangi tingkat bunga bebas resiko terhadap 3 faktor: i). excess market return, ii). size e@ect (SMB) dan iii). book-to-market eject (HMI). Hasil dari penclitian Fama dan French (1993) menunjukkan bahwa size dan BE/ME sesungguhnya proksi bagi sensitivitas faktor resiko dalam retum saham.
Penclitian tzrhadap saham pemsahaan non-tinansial yang terdaiiar di Bursa Efek Jakarta periode 1998 - 2002 menunjukkan pada saham size kecil, model tign faktor Fame dan French lebih memiliki pengnruh signifiknn terhadap rata-rata return saham dibandingkan dengan variabel excess market return dalam model CAPM. Sedangkan sallam dengan size besar, model tiga faktor Fama dan French memillki pengaruh signitikan terhadap rata-rata return Saham dibandingkan dengan model CAPM. Pads saham size bcsar dan rasio PBV tinggi serta medium, model tiga fakior Fama dan French tidak mcmiliki pengamh signiflkan terhadap mta-rata return saham dibandingknn dengan model CAPM.
Sehingga disimpulkan bahwa model tiga faktor Fama dan French hanya memiliki pengamh terhadap return portfolio saham dengan ukuran perusahaan besar dan memiliki rasio PBV lendah. Sedangkan model CAPM lebih memiliki pengnruh signiiikan pada retum portfolio saham dengan ukuran perusahaan bcsar dan memiki rasio PBV tinggi dan medium.

Investor will not ont) get expected return jbr their investment, but their investment will fbllow by uncertainty risk factor. CAPM by Sharpe (1964), Lintner (1965) dan Black (I 9 72) defined investor as risk-averter so their model stated in efficient market portfolio has a positive and significant relationsh¢ between beta (systematic risld and average return saham.

ABSTRACT
Much research argue that not only beta (risk premium) influence return saham. In US Stock exchange. Average cross section saham has a weak relationshhv with market bm Bw (1981), Bhandarf (1988), emu (1983), and Rosenberg Reza and Lanstein (1985) Daniel dan Tltrnan (I99D jbund thatfirm characteristics like size or market equity, leverage, E/P rattb and BME ratio have a significant role in average rerun saharn cross-sectional, than common jizctor risk pnemium.
Consisterzt with jitrtdamental risk eject fiom ska and BE/AE, FF (1993) developed 3 factors as common factors in as-set pricing model: excess return market pargblia, book-to-market eject (SHE) whtbh is digenence between return big and small stocks poryblio and sake eject (HMI) which is dwzrence between return high and low PBVBE/ME stocks porg%lio. This model explain that size and BE/ME is the real proxy _kr risk factor in stock return.
This research in nonfinancthlfirms continoue listed in Jakarta stock exchange from I 997-2002 is to _find out relationship between CAPM model and 3 factors FF with average stock return that qualified based on size and PBVrmio.
Stocks with small sake has a significant relationship with 3 factors FF and have bigger contribution _/br average return than beta variabel in CAPM Only stocks with big size and low PBV ratio has a significant relationshqv with 3 factors FF and have bigger contribution for average retum than beta varlabel in CAPMBut stocks with big size and high and medium PBI? ratio has not significant relationshqu with 3 factors FF and have not contribution jbr average return than beta varzabel in C/IPM in szanmam 3 factor FF only has a sigzgficant relationshhz to portfolio stocks return with big she and low PB V ration. CAPM model has a signyicant nelationshzp to porthlio stocks return with big size and high and medium PBV ratzb.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T34450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Indroyono
"Untuk mengukur perekonomian suatu negara, salah satu tolok ukurnya adalah tingkat investasinya dimana makin banyak investasi yang dilakukan di negara tersebut makin tinggi pula tingkat perekonomiannya. Berbicara mengenai investasi, banyak cara yang dapat dilakukan untuk melkkukan investasi di pasar modal. Seperti deposito, saham, obligasi, kurs, dan banyak instrumen lainnya yang menawarkan keuntungan bagi para investor. Yang menjadi subyek penelitian pada penelitian ini adalah investasi pada saham khususnya saham pads sektor rokok.
Dari data-data harga saham sektor rokok pada Bursa Efek Jakarta, dapat dilakukan perhitungan regresi sehingga dapat dilihat perbandingannya terhadap Indeks Harga Saharn Gabungan (IHSG) untuk mengukur tingkat expected return dan risk dari suatu sekuritas. Salah satu caranya dengan menggunakan metode yang sudah cukup popular seperti CAPM. Metode CAPM dapat membantu menentukan tingkat return dan risk dan suatu saham. Capital Asset Pricing Model ( CAPM) adalah suatu model keseimbangan yang menentukan hubungan antara risiko dan tingkat return."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Arya Putra
"ABSTRAK
Pasar modal di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat
sebagaimana tercermin antara lain dan kinerja Bursa Efek Jakarta
(BEJ). Tahun 1988, BEJ hanya memiliki 24 perusahaan yang go
public dengan kapitalisasi pasar yang hanya sebesar US$290 juta.
Perubahan yang luar biasa telah terjadi jika kita bandingkan
dengan kinerja BEJ pada tahun 1996. Data bulan Agustus 1996
memperlihatkan kapitalisasi pasar BEJ sebesar US$76 miliar,
Mexico dan Korea Selatan masing-masing memiliki kapitalisasi
pasar sebesar US$86 miliar dan US$181 miliar pada tahun 1995.
Dan gambaran ini tampaknya masih cukup besar ?ruang bagi BEJ
untuk tumbuh lebih pesat lagi.
Pertumbuhan BEJ yang pesat sejak tahun 1988 tidak dapat
dipisahkan dan deregulasi, khususnya di sektor keuangan. Di
antaranya adalah dengan diperbolehkarinya investor asing untuk
memiliki hingga 49 persen saham di bursa. Dampaknya adalah 80
persen perdagangan saham merupakan kontribusi investor asing)
dibandingkan dengan 60 persen di Peru dan 50 persen di Malaysia,
Filipina dan Pakistan. Terakhír pada tahun 1995 pemerintah menge
iuarkan Undang-Undang Pasar Modal 1995 agar pembangunan pasar
modal di Indonesia dapat lebih pesat lagi.
Namun pengembangan pasar modal di Indonesia tampaknya dilak
ukan secara terpisah dengan upaya peningkatan daya saing perusa
haan-perusahaan di dalam negeni. Misalnya dengan tidak terlihat
nya kontribusi pasar modal dalam membenikan insentif terhadap
usaha-usaha yang berorientasi ekspor.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital
Asset Pricing Model (CAPM), sedangkan teknik estimasi yang digu
nakannya adalah Ordinary Least Square (OLS) dan Autoregressive
Conditional Heteroscedastic (ARCH). Dengan demikian dapat dies
tiniasi besarnya nilai beta, proporsi resiko sistematis dan non
sistematis dan saham-saham yang beredar di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi risiko nonsis
tematis jauh lebih besar dan proporsi risiko sistematis pada
perusahaan-perusahaan yang go public di BEJ. Artinya risiko yang
ditimbulkan oleh masalah internal perusahaan sangat dominan
ketimbang risiko yang ditimbulkan oleh permasalahan eksternal.
Proporsi risiko nonsistematis yang sangat besar dan penitsa
haan?perusalìaan yang sudah go public sangat mungkin disebabkan
oleh visi rnikro dan perusahaan yang sangat buruk. Visi mikronya
lebih mengacu kepada pencarian rente ekonoini melalui upaya-upaya
yang bersifat patron?kiien. Akhirnya rente ekonomi itu dapat
diperoleh melalui peraturan pemenintah dalanì bentuk monopoli
pasar atau penlindungan melalui berbagai kebijakan pemerintah.
Teori mikroekonomi menyatakan bahwa pasar monopoli merupakan
pasar yang paling tidak efisien, sedangkan pemberian proteksi
yang berlebihan akan membuat pengusaha kurang tanggap terhadap
dinamika pasar.
Untuk memperbaiki daya saing perusahaan?perusahaan domestik
inaka upaya untuk memperbaiki perusahaan harus difokuskan pada
perbaikari kondisi ,nikro masing-inasíng perusahaan seperti rendah
nya kualitas manajemen dan sumber dya manusia. Dalam konteks
yang lebih luas dalan rangka menghadapi menghadapi perdagangan
Negara berkembang bebas maka aspek aspek pembangunan dan fasilitas (Facilitation
and Development Cooperation Aspects) yang didengungkan oleh APEC
(Asia Pacific Economic Cooperation), semisal dalam kerja sama
teknis antara dengan negara maju, menjadi sangat penting.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ardiansyah
"Penelitan ini bertujuan untuk mencari suatu model estimasi imbal hasil yang sesuai untuk kondisi pasar seperti di Bursa Efek Jakarta. Hal ini menjadi penting mengingat dalam penilaian sekuritas seperti saham dibutuhkan suatu tingkat imbal hasil yang wajar, yang mencerminkan semua risiko yang relevan.
Salah satu model estimasi imbal hasil yang diharapkan adalah Arbitrage Pricing Theory (APT). Konsep APT didasari oleh hukum satu harga (the law of one price), yaitu bahwa dua sekuritas yang memiliki karakteristik yang sama tidak dapat ditransaksikan pada harga yang berbeda. Jika sekuritas tersebut ditransaksikan dengan harga yang berbeda maka akan terjadt abitrage dengan membeli sekuritas yang berharga murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga akan diperoleh tingkat imbal hasil tanpa menanggung risiko. Hukum satu harga diasumsikan berlaku karena sekuritas-sekuritas di bursa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama (common factors), yang bersumber dari berbagai variabel makro ekonomi seperti, suku bunga, inflasi* fluktuasi kurs, perkembangan harga minyak, dan sebagainya. Dengan demikian, penelitian mengenai APT pada prinsipnya berupaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor makro ekonomi yang diduga mempengaruhi imbal hasil saham di suatu bursa.
Pada penelitian ini, proses identifikasi faktor dilakukan secara intuitif yang bersumber dari berbagai referensi dan penelitian-penefitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, diidentifikasi sebanyak delapan belas variabel ekonomi makro yang diduga mempengaruhi tingkat imbal hasil rata-rata saham di BEJ selama periode waktu Januari 2001 sampai dengan September 2002. Faktor-faktor tersebut adalah : suku bunga SBI, suku bunga deposito bank pemerintah, suku bunga kredit, suku bunga investasi, tingkat produksi agregat (PDB), jumlah uang beredar, inflasi, pembelian bersih oleh investor asing, tingkat diskonto bank sentral Amerika dan Jepang, nilai tukar Rupiah terhadap Yen Jepang dan Dollar Amerika, indeks Nikkei, indeks Hanseng, dan indeks Dow Jones, perkembangan harga emas dunia, serta perkembangan harga minyak dunia.
Kemudian dilakukan analisis cross-sectional dan uji statistik (/ test dan F test) untuk memverifikasi atau menolak ke-delapan belas variabel tersebut sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat imbal hasil rata-rata saham di BEJ.
Hasil akhir menyebutkan hanya lima faktor yang signifikan (dimana t hitting lebih besar dari ( tabel, dan F hitting lebih besar dari F tabel) yaitu, suku bunga deposito bank pemerintah, tingkat diskonto bank sentral Amerika, perkembangan harga emas dunia, perkembangan harga minyak dunia, dan pembelian bersih investor asing di BEJ. Kemampuan menjelaskan faktor-faktor yang diidentifikasi (R2) sebesar 35,5%, sehingga 64,5% dari variasi tingkat imbal hasil rata-rata saham di BEJ disebabkan oleh faktor-faktor lain yang belum diidentifikasi.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pengujian APT pada penelitian ini sangat tergantung pada sejauh mana variabel-variabel ekonomi yang digunakan mampu menjelaskan variasi tingkat imbal hasil rata-rata saham di BEJ. Dengan semakin banyaknya saham yang diamati (268 saham), dan semakin panjangnya periode waktu pengamatan maka akan semakin banyak variabel yang harus di dipertimbangkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>