Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172748 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirza Fahlevy, Author
"ABSTRAK
Meningkatnya kebutuhan otomotif seiring dengan makin baiknya perekonomian Indonesia pasca krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, telah meningkatkan pula kebutuhan pembiayaan atas otomotif itu sendiri. Hal ini menjadikan peluang pasar tersendiri bagi industri multifinance di Indonesia Dengan keberadaan perusahaan pembiayaan di Indonesia, sekitar 212, tentunya persaingan yang ada terasa cukup ketat. Masing-masing perusahaan ingin berusaha merebut pangsa pasar yang ada melalui pemberian pelayanan yang baik serta suku bunga pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya. Apalagi kini sudah banyak bank yang juga ikut dalam usaha pembiayaan ini, tentunya persaingan yang ada menjadi jauh lebih ketat.
Kemampuan memberikan suku bunga yang rendah pada saat melakukan pembiayaan tentu saja tergantung pada seberapa besar biaya atau suku bunga yang harus dibayarkan pada saat pendanaan. Pendanaan yang paling lazim digunakan oleh perusahaan multifinance adalah loan atau pinjaman kepada lembaga keuangan seperti bank, selain itu ada pula yang menggunakan chaneling dan/atau penerbitan obligasi yang digunakan oleh beberapa perusahaan multifinance untuk memperoleh pendanaannya Salah satu altematif pendanaan yang mungkin dapat digunakan oleh perusahaan multifinance, yaitu melalui penerbitan ABS.
ABS atau sekuritisasi aset merupakan instrumen pendanaan jangka panjang, yang prinsipnya adalah mengubah aset berupa aliran kas atau tagihan kredit, basil sewa atau perdagangan ke dalam kelompok aset yang lebih likuid. Caranya adalah dengan mengalihkan hak kepemilikan aset tadi kepada pihak lain yang berfungsi khusus, yang disebut special pupose vehicle (SPV). Lembaga khusus ini nantinya menerbitkan surat utang dengan didukung aliran kas atas hak tagihan tersebut.
Dari basil analisa yang dilakukan terhadap PT. XX Finance, terlihat bahwa ABS mampu memberikan suku bunga pendanaan yang lebih rendah dibandingkan dengan altematif pendanaan lain seperti loan dan penerbitan obligasi. Meski demikian, perlu disadari bahwa tidak semua perusahaan dapat melakukan penerbitan ABS ini karena persyaratannya yang cukup banyak. Dan tingkat suku bunga yang diperoleh oleh satu perusahaan pun cenderung tidak akan sama dengan perusahaan lain, karena tingkat suku bunga ABS ditentukan oleh rating perusahaan, di mana rating tersebut terkait dengan performa perusahaan.
Di Indonesia, penerbitan ABS masih tergolong barn bagi pemsahaan multifinance, namun keberadaannya di luar negeri sudah ada sejak lama Potensi investor ABS sendiri di Indonesia sudah cukup banyak terbidik, di antaranya adalah perusahaan asuransi (terutama asuransi jiwa), reksa dana (untuk investor retail) dan dana pensiun.
Bagi perusahaan pembiayaan yang akan melakukan ekspansi pendanaan, penerbitan ABS ini dinilai dapat mengakomodasikan keinginan tersebut, karena pencatatan atas pendanaan berada di luar neraca (off balance sheet). Sehingga pendanaan melalui penerbitan ABS ini tidak akan memperbesar tingkat debt perusahaan. Hal tersebut juga dinilai sangat bagus bagi perusahaan yang telah memiliki debt cukup besar, karena penambahan dana melalui penerbitan ABS ini tidak akan membentur aturan mengenai pendanaan yang ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia
Untuk mengurangi resiko atas pendanaan yang ada, suatu perusahaan dapat memportofoliokan pendanaannya melalui kombinasi loan dengan penerbitan ABS atau penerbitan ABS dengan debt jenis lain, selain itu hal tersebut juga dapat memaksimalkan pendanaan yang dilakukan perusahaan."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Indra Satwika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S23190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmah Shabrina
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis tinjauan dan implikasi penetapan KIKEBA sebagai Subjek Pajak Badan di Indonesia, implementasi kebijakan pajak atas transaksi KIK-EBA di Indonesia, serta kebijakan pajak atas transaksi Efek Beragun Aset di negara India, Argentina, China, Belgia, dan Singapura dan alternatif kebijakan bagi Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori Implementasi Kebijakan, Kebijakan Pajak, Pajak Penghasilan, Bunga, Marjin, Sistem Pemungutan Pajak, Sekuritisasi Aset, dan KIK-EBA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penetapan KIK-EBA sebagai Subjek Pajak Badan menyebabkan implikasi kewajiban perpajakan, termasuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, pemotongan PPh Pasal 23 atas marjin yang diterima oleh KIK-EBA dari Originator menyebabkan lebih bayar terus-menerus yang berdampak pada terganggunya likuiditas KIK-EBA, khususnya kepada Investor. Oleh karena itu, diperlukan alternatif kebijakan yang dapat memberikan kemudahan perpajakan bagi KIK-EBA, entah dalam bentuk insentif sebagaimana diadopsi dari kebijakan di Argentina, China, dan Belgia atau paket kebijakan khusus seperti kebijakan VCC yang diterapkan di Singapura.

This study aims to analyze the review of the establishment of KIK-EBA as a corporate taxpayer in Indonesia and its implications, the implementation of tax policies on CICABS transactions in Indonesia, and the tax policies on Asset Backed Securities transactions in other countries also the alternative policies for Indonesia. The analysis was carried out using the theory of Policy Implementation, Tax Policy, Income Tax, Interest, Margins, Tax Collection System, Asset Securitization, and CIC-ABS. The method used in this research is descriptive qualitative by conducting in-depth interviews. The results of this study indicate that the establishment of CIC-ABS as a corporate taxation has implications for taxation obligations, including income tax and value added tax. In addition, withholding income tax Article 23 on margins received by CIC-ABS from the Originator causes continuous overpayment which affects the disruption of CIC-ABS liquidity, especially to the Investors. Therefore, alternative policies are needed that can provide taxation facilities for CIC-ABS, whether in the form of incentives as adopted from policies in Argentina, China, and Belgium or other policy packages like VCC policy which implemented in Singapore."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sakina
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai mekanisme penerbitan efek beragun aset syariah
(EBA Syariah). Metode penelitian dalam tesis ini adalah yuridis-normatif yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, peraturan perundang-undangan,
data sekunder jurnal, artikel maupun makalah yang berhubungan dengan
penerbitan efek beragun aset syariah. Efek beragun aset syariah merupakan efek
yang diterbitkan melalui kegiatan sekuritisasi syariah. Penerbitan efek beragun
syariah diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. Kep-181/BL/2009 Tentang
Penerbitan Efek Syariah (Peraturan No. IX.A.13). Efek Beragun Aset Syariah
didefinisikan sebagai Efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan yang tidak
bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa belum terlaksananya penerbitan efek beragun aset syariah
karena mekanisme yang belum lengkap terkait dengan struktur dan dukungan
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
menyarankan perlunya kejelasan terkait struktur transaksi dan peraturan
pendukung yang diperlukan untuk dapat terlaksananya penerbitan efek beragun
aset syariah di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis discusses the mechanism of Islamic asset-backed securities issuance (EBA Sharia).
Methods of research in this thesis is the juridical-normative done by researching library
materials, legislation, secondary data journals, articles and papers related to the issuance of
Islamic asset-backed securities. Islamic asset-backed securities are securities issued by
securitization activities sharia. Issuance of sharia-backed securities regulated in Bapepam-LK
No. Kep-181 / BL / 2009 Concerning Issuance of Islamic Securities (Regulation No. IX.A.13).
Shariah Asset Backed Securities are defined as securities issued by the Investment Contract
Asset Backed Securities Sharia portfolio consists of financial assets that do not conflict with
Sharia principles in the Capital Market. The results of this study concluded that the
implementation has not been publishing Islamic asset-backed securities due to incomplete
mechanisms associated with the structure and support of the legislation. Therefore, in this study
suggest the need for clarity related to the structure of the transaction and regulatory support
necessary to the implementation of Islamic asset-backed securities issuance in Indonesia.;This thesis discusses the mechanism of Islamic asset-backed securities issuance (EBA Sharia).
Methods of research in this thesis is the juridical-normative done by researching library
materials, legislation, secondary data journals, articles and papers related to the issuance of
Islamic asset-backed securities. Islamic asset-backed securities are securities issued by
securitization activities sharia. Issuance of sharia-backed securities regulated in Bapepam-LK
No. Kep-181 / BL / 2009 Concerning Issuance of Islamic Securities (Regulation No. IX.A.13).
Shariah Asset Backed Securities are defined as securities issued by the Investment Contract
Asset Backed Securities Sharia portfolio consists of financial assets that do not conflict with
Sharia principles in the Capital Market. The results of this study concluded that the
implementation has not been publishing Islamic asset-backed securities due to incomplete
mechanisms associated with the structure and support of the legislation. Therefore, in this study
suggest the need for clarity related to the structure of the transaction and regulatory support
necessary to the implementation of Islamic asset-backed securities issuance in Indonesia, This thesis discusses the mechanism of Islamic asset-backed securities issuance (EBA Sharia).
Methods of research in this thesis is the juridical-normative done by researching library
materials, legislation, secondary data journals, articles and papers related to the issuance of
Islamic asset-backed securities. Islamic asset-backed securities are securities issued by
securitization activities sharia. Issuance of sharia-backed securities regulated in Bapepam-LK
No. Kep-181 / BL / 2009 Concerning Issuance of Islamic Securities (Regulation No. IX.A.13).
Shariah Asset Backed Securities are defined as securities issued by the Investment Contract
Asset Backed Securities Sharia portfolio consists of financial assets that do not conflict with
Sharia principles in the Capital Market. The results of this study concluded that the
implementation has not been publishing Islamic asset-backed securities due to incomplete
mechanisms associated with the structure and support of the legislation. Therefore, in this study
suggest the need for clarity related to the structure of the transaction and regulatory support
necessary to the implementation of Islamic asset-backed securities issuance in Indonesia]
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Genio Yudha Wibowo Atyanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S23441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdi Prayogi
"Bisnis properti real estat merupakan sektor yang memadukan dukungan pembiayaan yang bersifat jangka panjang. Tetapi, sampai saat ini, sektor properti real estat di Indonesia kebanyakan nasib sangat tergantung pada pendanaan yang berasal dan institusi depositori yang mendapatkan dananya melalui deposito yang bersifat jangka pendek. Masalah mismatch tersebut, kemudian dibarengi pula dengan rendahnya disintermediasi (penarikan dana keluar dan institusi depositori) yang akhirnya mengarah ke berkurangnya persediaan dana di inscitusi depositori. Hal ini mengakibatkan institusi depositori mengetarkan jumlah dan persyaratari pinjaman untuk sektor ini. Maka untuk mengatasi masalah rersebut, diperlukan sumber-sumber pembiayaan lainnya, sehingga sektor ini tidak rergantung pada institusi depositori semata. Salah saw alternacifriya adalah meLalui pasar mortgage.
Untuk mengembangkan pasar mortgage sekunder Indonesia?yang saat ini upaya mcmfasiitaskannya sedang dilakukan oleh pemenintah_?dapar digunakan model pasar mortgage sekunder Amenika Serikar. Hal ini disebabkan karena pasar mortgage sekunder Amerika Serikat celah berfungsi dengan baik, sehingga layak dijadikan acuan. Yang perlu diperhatikan adalah dalam hal penerapannya, yakni karena terdapatriya perbedaan kortdisi pasar finansial dan pasar real estat anrara Amerika Serikat dan Indonesia, maka penerapan model tersebut sebaiknya tidak dengan sederhana secara sama persis, melainkan disesuaikan denan kondisi yang terdapat di Indonesia.
Usaha mengembangkan pasar sektrnder ini sangat penting karena pengembangan pasar sekunder yang kuat akan berdampak kuat pula dalarn pengembangan pasar primernya-yakni pihak yang merninca dana untuk membeli rumah (peminjam)-meskipun pasar sekunder tersebut tentunya puga sangat tergantung pada kekonsistenan dan kesehatan produk di pasar primernya.
Apabila pasar mortgage prirnernya berkembang dengan sangat dinamis dan tumbuh pesar, maka hal ini berarti perminraan akan perumahan menjadi kuat. Permintaan yang menguat ini akan mengakibatkan berkembang pula industri yang menawarkan perumahan, yakni pengembang properti real estat. Apabila tiga kelompok partisipan pasar Perumahan yakni peminjam, investor, dan pengembang?berkembang dengan baik, maka pada akhirnya akan dapac membantu pemerintah dalam mencapai tujuan penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakatnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isella Safira
"ABSTRACT
Latar belakang skripsi ini membahas mengenai perbandingan PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI) dan Japan Securities Finance Co., Ltd (JSF), sebagai Lembaga Pendanaan Efek yang kegiatan usahanya adalah Pendanaan Transaksi Efek. Rumusan masalah pertama mengenai perbandingan ketentuan hukum kegiatan operasional PEI dan JSF sebagai Lembaga Pendanaan Efek. Rumusan masalah kedua membahas mengenai kegiatan usaha PEI dan JSF dalam Pendanaan Transaksi Efek pada Transaksi Marjin dan Transaksi Short Selling juga keterkaitan Pendanaan Transaksi Efek dengan  kegiatan securities lending. Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa ketentuan hukum kegiatan operasional Lembaga Pendanaan Efek di Indonesia dan Jepang mempunyai persamaan dan perbedaan. Kesimpulan kedua penulis adalah ketentuan hukum kegiatan usaha PEI dan JSF mempunyai persamaan dan perbedaan. Penulis menyarankan bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk mengatur mengenai untuk mengenai mekanisme pendanaan penawaran umum dan badan hukum yang dapat menjadi pemegang saham di dalam Lembaga Pendanaan Efek. Penulis juga menyarankan kepada Bursa Efek Indonesia untuk menetapkan mengenai kriteria Efek bisa mendapatkan Pendanaan Transaksi Efek dan Efek yang dapat dijadikan Jaminan Pendanaan Efek.

ABSTRACT
This mini thesis background discusses about the comparation between PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI) and Japan Securities Finance Co., Ltd. (JSF) as Securities Finance Company which has a business in securities transaction financing. The first problem is the comparation between of PEI and JSF operational activity regulation as securities finance company. The second problem discuss about PEI and JSF business in securities transaction financing for Margin Transaction and Short Selling Transaction as well as the correlation between securities lending and securities transaction financing. The result of research in this mini thesis concluded that there are differences and similarity regulation of securities finance company in Indonesia and Japan. The second conclusion is the difference and similarity of the law and regulation for PEI and JSF regarding business activity. The author has suggestion for Otoritas Jasa Keuangan to regulates about the mechanism of initial public offering financing and the legal person that is eligible to be the shareholder of securities finance company in Indonesia. The author has also suggested Bursa Efek Indonesia to regulates about the securities criteria that is eligible to receive securities transaction financing and securities that is eligible as collateral for securities transaction financing."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Harstaty
"Ketersediaan dana jangka panjang memang sangat dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya, termasuk di bidang usaha perbankan. Bagi bank, agar tenis berkembang maka haruslali memberikan kredit yang Iebíh banyak. Namun, bank mempunyai beberapa kendala antara lain sumber dana bank bersifat jangka pendek (giro, tabungan, deposito), sedangkan kredit umumnya jangka panjang sehingga bank menghadapi risiko mismatch, Begitu pula bagi bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), di mana KPR umumnya berjangka panjang 15 - 20 tahun. Sementara di lain pihak, bank tersebut mempunyal aset yang idle berupa tagihan KPR tersebut.
Guna menjembatani kebutuhan dana tersebut dan memanfaatkan aset yang idle tadi, dimungkinkan dengan cara melakukan asset backed securitization (ABS) atau efek beragun aseEt (EBA) atau melakukan sekuritisasi aset. Sekuritisasi aset merupakan instrumen pendanaan jangka panjang (3-10 tahun) dengan cara mengalihkan atau menjual aset berupa piutang atau tagihan ke pihak lain yang berfungsi khusus yang disebut special purpose vehicle (SPV). Kemudian SPV menerbitkan surat utang yang dljamin dengan portofolio aset tadi. Keuntungan sekuHtisasi net antara lain dapat meningkatkan likuiditas, karena pada dasarnya sekuritisasi aset merupakan penjualan aset, sehingga merupakan sumber dana baru atau tambahan likuiditas yang diperlukan perusahaan. Karena transaksi sekuritisasi aset diperlakukan sebagai penjualan aset, dengan begitu aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) akan berkurang, dan dapat dikatakan dengan jumlah modal yang sama, akan memperbaiki tingkat kecukupan modal dan melakukan ekspansi aktiva. Keuntungan lain, sekuritisasi net ? -khususnya oleh bank, dapat menutupi kesenjangan antara sumber dana dengan penyaluran dana.
Aset-aset yang dapat disekuritisasi adalah aset yang relatif aman, seperti tagihan KPR, tagihan kartu kredit, tagihan kredit kendaraan bermotor, dll. Sekuritisasi aset pada tagihan KPR agak berbeda dengan aset lain, di mana sekuritas hutangnya dapat pula diperdagangkan di pasar khusus mortgage, yang disebut pasar sekunder perumahan (secondary mortgage market). Adanya pasar sekunder perumahan ini akan memberikan likuiditas untuk sektor perumahan secara berkesinambungan dan berdampak pada penurunan tingkat bunga KPR yang dapat dinikmati masyarakat. Naniun, sebagai tahap awal, sekuritisasi aset pada tagihan KPR dijembatarn dengan adanya konsep secondary mortgage facility (SMF) sebagai lembaga yang memberi pinjaman kepada bank pemberi KPR. dengan jaminan portofolio tagihan ¡(PR. Pada SMF, tagihan KPR dijadikan jaminan, jadi bukan merupakan penjualan aset.
Konsep ini telah diterapkan di beberapa negara termasuk Malaysia, yang terbukti berhasil menciptakan suku bunga KPR yang rendah. Indonesia pun mulai mengadaptasi konsep SMF ini, mengingat suku bunga KPR di Indonesia tertinggi di banding negara di Asia Iainnya. Namun, kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil mengakibatkan tertundanya peiaksanaan sekuritisasi aset. Perusahaan yang niemungkinkan penerapan sekuntisasi aset atas tagihan KPR adalah Bank BTN. Bank negara yang mengkhususkan din menyalurkan kredit di bidang perumahan ini memiliki tagihan KPR yang besar jumlahnya. Dengan penerapan sekuritisasi aset melalui mekanisme SMF maupun dalam pengertian ?penjualan aset?, diharapkan BTN mempunyai sumber dana murah berjangka panjang yang cukup besar, sehingga dapat membiayai KPR lebih banyak lagi, dengan begitu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Iswardi
"ABSTRAK
Pendanaan dengan sekuritisasi aset future flow bagi pelaku bisnis. secara agregat
mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak terjadinya krisis yang melanda negara
negara berkembang di Amerika Latin, Asia Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara hingga saat
sekarang. Keuntungan paling optimal bagi pelaku future flow securitization memang paling
dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki peringkat hutang (rating) yang tinggi
namun berada pada batasan sovereign rating yang buruk, yang biasa dialami oleh negara
yang sedang mengalami krisis.
Dengan sekuritisasi future flow, Perusahaan yang memiliki peringkat investasi (di
atas BBB) akan mendapatkan keuntungan dalam hal perolehan immediate cash dengan cara
menjaminkan aset yang dimilikinya. Immediate cash tersebut tentu saja sangat berguna
untuk dikelola sedemikian rupa dan dimanfaatkan sebagai revenue generator di masa yang
akan datang. Tingginya aspek keamanan dan struktur Asset-Backed Securities.
menguntungkan penerbit efek hutang tersebut dalam hal rendahnya beban hutang yang
akan ditanggung relatif jika dibandingkan terhadap tingkat bunga yang berlaku di pasar.
Dengan alasan potensi keuntungan tersebut, maka perusahaan-perusahaan dengan
peringkat hutang yang baik yang berada di negara berkembang yang memiliki sovereign
rating kurang baik termasuk Indonesia, selayaknya mempertimbangkan alternatif
pendanaan dengan masuk ke dalam struktur ABS sebagai originator yang menjaminkan
asetnya.
Di Indonesia sendiri, sub-sektor industri perikanan termasuk salah satu industri
yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan menjadi penjaring devisa bagi
negara. Sebagian besar pelaku bisnis tidak dilengkapi dengan fasilitas processor yang dapat
memproduksi produk-produk bernilai jual tinggi. Kinerja ekspor hanya didominasi oleh
sebagian kecil pelaku dalam industri ini, termasuk PT DSFI, Tbk yang bergerak di bidang
pengolahan. Laut Indonesia yang sangat luas dengan potensi kekayaan yang bahkan
menyimpan hingga 10% persediaan ikan dunia, belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Utilisasi terhadap sumber daya laut kita masìh sekitar 50% saja. Untuk meningkatkan
kinerja industri perikanan dibutuhkan investasi dana yang tidak sedikit.
Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mensimulasikan strategi
pendanaan Asset-backed Securities kepada salah satu pemain pada industri perikanan
nasional, yaitu PT DSFI, Tbk. DSFI disimulasikan sebagai originator yang menjaminkan
asetnya dengan cara menjual future receivables kepada entitas khusus yang akan
menerbitkan ABS kepada investor. Future receivables yang dimaksud adalah piutang
dagang ekspor yang akan dihasilkan akibat adanya penjualan kepada pelanggan di masa
yang akan datang.
Faktor penting yang menjadi ukuran kemampuan struktur ABS dalam melunasi
kewajiban sehubungan dengan efek hutang yang dikeluarkannya adalah kualitas kredit
(credit quality) dari ABS itu sendiri. Peniiaian tentang kualitas kredit dan ABS tidak hanya
dilakukan dengan cara menguji kinerja aset jaminan selama beberapa tahun terakhir. Sebab,
khusus untuk kelompok aset berupa future flow, dimana aset yang dijaminkan belum ada
saat ABS diterbitkan, maka penilaian kualitas kredit ABS tidak dapat dipisahkan dari
penilaian terhadap kinerja originator yang menjaminkan aset tadi. Perlu diuji terlebih
dahulu apakah ada kemampuan yang cukup baik dari originator tadi untuk menghasilkan
aset tersebut di masa yang akan datang. Kemudian harus dilihat juga apakah perusahaan
tersebut memiliki kemampuan yang cukup dalam melunasi seluruh kewajibannya
sehubungan dengan hutang yang dimilikinya. Sebab hal tersebut sangat berpengaruh dalam
hal probabilitas default stare dan perusahaan tersebut di masa yang akan datang.
Posisi bersaing originator dalain industri baik pada skala lokal maupun global,
kemudian tíngkat permintaan dan penawaran pada pasar internasional yang berpengaruh
terhadap commodity pricing akan menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dalam
membuat proyeksi keuangan, sebab sangat erat berhubungan dengan ketahanan bersaing
dan daya serap pasar intemasional terhadap produk yang dihasilkan oleh originator. Faktor
penting lain adalah strategi ekspansi berupa investasi fisik yang berpengaruh terhadap
kapasitas produksí perusahaan. Hal ini akan menjadi pegangan yang mendasari asumsi
untuk membuat proyeksi di masa mendatang. Pembahasan mengenai faktor-faktor penting
tersebut dirangkum dalam dua kelompok besar analisa, yakni corporate finance analysis
dan structured finance analysis.
Dari hasil penilitian yang dilakukan, originator memiliki kemampuan yang cukup
baik untuk menghasilkan aset jaminan dalam jumlah yang cukup signifikan di masa depan.
Kemampuan untuk memenuhi kewajiban hutangnya juga cukup baik, seperti yang
tercermin dalam rating jd BBB+ yang diterbitkan oleh Petindo. Dapat disimpulkan bahwa
ada potensi yang cukup besar untuk meningkatkan kinerja ekspor perikanan baik oleh para
pelaku industri maupun bagi industri perikanan nasional secara keseluruhan mengingat
potensi sumber daya perikanan laut yang belum termanfaatkan masih sangat besar.
"
2001
T3085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indramayu
"Dalam Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan pengembangan Equity Crowdfunding, perusahaan yang dapat menjadi Penerbit tidak hanya badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, perusahaan partnership juga dapat menjadi Penerbit efek bersifat utang atau sukuk. Pemodal yang membeli efek pada perusahaan partnership memiliki risiko kerugian yang besar karena perusahaan partnership bukan badan hukum dan umumnya perusahaan pemula yang belum tentu memiliki pengelolaan yang baik. Penelitian ini mengkaji jaminan perlindungan hukum bagi Pemodal perusahaan partnership yang diatur dalam POJK 57/2020 dan perjanjian-perjanjian dalam penyelenggaraan SCF. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data-data sekunder yang diolah secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan: Pertama, POJK 57/2020 memberikan perlindungan hukum dengan cara adanya syarat kualifikasi bagi pihak-pihak dalam SCF, batasan pembelian dan pengumpulan dana, kewajiban mengungkapkan fakta material, jatuh tempo buyback, penggunaan escrow account, pencatatan Efek kepada bank kustodian, serta pemantauan usaha dan kewajiban bayar oleh Penyelenggara. Namun, perlindungan hukum bagi Pemodal masih belum komprehensif karena masih menimbulkan masalah seperti pengawasan penyelenggaraan SCF yang belum optimal, kurang lengkapnya pengungkapan fakta material terkait aspek hukum dalam perusahaan partnership dan pengaturan SCF masih lemah karena hanya berbentuk POJK. Kedua, terdapat perjanjian penyelenggaraan SCF yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti adanya perjanjian penyelenggaraan SCF yang menggunakan dasar hukum POJK 37/2018 yang sudah tidak berlaku, adanya klausul baku yang dilarang yaitu klausul pengalihan tanggungjawab dan klausul tunduknya pemodal kepada aturan baru atau perubahan yang dibuat sepihak oleh Penyelenggara SCF, serta beberapa perjanjian SCF tidak memuat klausul pemberian kuasa dari Pemodal efek bersifat utang atau Sukuk dengan Penyelenggara.

n Securities Crowdfunding (SCF), which is the development of Equity Crowdfunding, companies that can become issuers are not only business entities in the form of limited liability companies, partnership companies can also be issuers of debt securities or sukuk. Investors who buy securities in partnership companies have a large risk of loss because partnership companies are not legal entities and generally start-up companies do not necessarily have good management. This study examines the guarantee of legal protection for investors in partnership companies as regulated in POJK 57/2020 and agreements in the implementation of SCF. This study uses a normative juridical research method using secondary data that is processed qualitatively. The results of the study show: First, POJK 57/2020 provides legal protection by means of qualification requirements for parties in SCF, limits on purchasing and collecting funds, obligations to disclose material facts, maturity of buybacks, use of escrow accounts, recording of securities to custodian banks, and monitoring of business and payment obligations by the broker. However, legal protection for investors is still not comprehensive because it still causes problems such as the supervision of the SCF implementation that is not optimal, the incomplete disclosure of material facts related to legal aspects in partnership companies and the SCF regulation is still weak because it is only in the form of POJK. Second, there are SCF implementation agreements that are not in accordance with applicable regulations, such as the existence of an SCF implementation agreement that uses the legal basis of POJK 37/2018 which is no longer valid, the existence of a prohibited standard clause, namely a transfer of responsibility clause and a clause that investors submit to new rules or changes. unilaterally made by the SCF broker, as well as several SCF agreements that do not contain a clause on granting power of attorney from debt securities or Sukuk Investors to the broker."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>