Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171885 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dodi Prayogo
"ABSTRAK
Conflicts between corporations and local communities in mining industries become phenomenal after political reformation took place in 1998. Based on an analytical framework, which are developed from previous field research, the pattern of corporate-local community conflicts can be formulated into three different dimensions, those are dynamics of conflict, causes of conflict and state's roles. The dynamic dimension consist of seven variables: escalation and form of conflict, fluctuation of conflict, intensity of conflict, the roles of actors and institution and local characters. in the dynamics of conflict, the magnitude of conflicts is set by the intensity of conflicts, that is the conflicts violence. the causes of conflict dimension consist of political changes, inequality, domination, exploitation, empowerment and economic distress, and demographical variables; with inequality as the most important variables; the role of state extends within the dynamics and causes dimensions, that is how the role of state (i.e. the government) in the causes and the dynamics of conflict. deductively, based on the above mentioned analytical framework, the purpose of this study is to analyze the corporate-local communities conflicts that taking place in the geothermal industry in pangalengan, West Java. The method of data collection is qualitative with in-depth interviewing as the primary instrument used in the study. The findings show that the problem lies within the three sectors mentioned above (corporate, local communities and the government) with different substance and weight for each sector. However, the improvement should begin from the government or state sector."
Depok: LabSosio, Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
301 MAS 13:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irma WInarni
"Untuk memenuhi permintaan yang tinggi akan bawang merah dan meningkatkan daya saingnya, usaha tani bawang merah harus terus ditingkatkan produktivitasnya. Salah satu faktor yang selama ini diabaikan dan diduga berpengaruh terhadap produktivitas adalah modal sosial. Penelitian ini diarahkan untuk menganalisis hubungan antara modal sosial dengan produktivitas usaha tani bawang merah di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Studi kasus dilakukan di dua desa yang produktivitasnya berbeda secara mencolok yaitu di Desa Margamulya (dengan produktivitas bawang merah yang relatif tinggi) dan di Desa Lamajang (dengan produktivitas bawang merah yang relatif rendah). Dimensi modal sosial yang dianalisis adalah jaringan kerja, norma kepercayaan, norma resiprositas, tata nilai dan norma kerjasama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterkaitan antara modal sosial dengan produktivitas di daerah penelitian relatif lemah. Hal ini disebabkan karena baik di desa yang produktivitasnya rendah (Lamajang) maupun di desa yang produktivitasnya tinggi (margamulya), kedua-duanya memliki modal sosial yang rendah walaupun karakteristik modal sosialnya berbeda. Desa Margamulya yang produktivitasnya relatif tinggi memiliki modal sosial yang baik untuk dimensi jaringan kerja, tetapi tidak disertai tumbuhnya dimensi modal sosial lainnya yaitu kepercayaan dan tata nilai. Sebaliknya, Desa Lamajang yang produktivitasnya relatif rendah memiliki modal sosial yang baik untuk dimensi kepercayaan, tetapi tidak diiringi dengan tumbuhnya dimensi jaringan kerja, tata nilai dan norma kerjasama. Karena karakter modal sosial yang demikian itulah, maka modal sosial di dua desa tersebut masih relatif rendah.

Shallot productivity should be increased to meet a high demand for it as well as enhance its market competitive power. A significant factor that has been so long neglected but has allegedly great influence toward shallot productivity is social capital. This study aims to analyze a correlation between the social capital and shallot productivity at Bandung's shallot plantation of Pangalengan.
A case study was conducted at two villages where shallot productivity is considerably different from each other, i.e., Margamulya with relatively high shallot productivity and Lamajang with relatively low one. Dimensions of social capital analyzed in this study are network, norms of trust, norm of reciprocity, shared values and norms of cooperation.
The study results in a conclusion that there is a relatively weak correlation between the social capital and onion productivity at the two villages. This is due to the difference in characteristic of the poor social capital possessed by the respective villages. The high productivity village of Margamulya, despite its good social capital dimension for network, however, has a poor social capital dimensions for trust and shared values. On the contrary, the low productivity village of Lamajang, despite its good social capital dimension for truth, has a poor social capital dimension for network, shared values and norms of cooperation. It is the difference characteristic or dimension of the social capital possessed by the two villages that makes their social capital relatively low."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29781
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pirade, Henry
"Ada kaidah sosial yang menegaskan bahwa selama dalam sebuah masyarakat ada perbedaan kepentingan dan pada setiap masyarakat pasti ada perbedaan kepentingan maka sepanjang itu pula konflik akan hadir tak terelakan. Konflik tidak selamanya harus dimaknai pertikaian atau permusuhan, tetapi juga bisa mengandung makna kompetisi, tegangan (tension) atau sekedar ketidaksepahaman. Itu sebabnya, kehadiran konflik itu sesungguhnya menjadi sangat wajar, alami, bahkan harus diterima sebagai sebuah realitas dimanapun, oleh siapapun, kapanpun, apalagi dalam sebuah komuniti besar bernama komunitas atau masyarakat. Semakin besar perbedaan kepentingan terjadi, akan semakin besar pula kemungkinan konflik terjadi. Semakin banyak pihak yang memiliki perbedaan kepentingan, akan semakin banyak pula kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik. Semakin tidak jelas tujuan berkonflik dan semakin konflik itu menyentuh nilai-nilai inti maka semakin keras dan lamalah konflik akan berlangsung. Celakanya, konflik sering berubah menjadi disfungsional ketika sudah mengarah kepada proses yang kaotik, destruktif dan anarkhis, seperti yang terjadi di Tuapukan dan Naibonat, Timor Barat.
Berdasarkan fenomena tersebut diatas maka penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di dua daerah konflik di wilayah Timor Barat yaitu Tuapukan dan Naibonat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif untuk menjelaskan permasalahan khususnya mengenai konflik yang ada dan bagaimana konflik itu berlangsung. Penyebab konflik, lamanya konflik, kerasnya konflik yang sangat berhubungan dengan realistik dan non-realistik konflik serta fungsi konflik itu sendiri. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang dipilah karena dianggap lebih efektif digunakan dalam menemukan dimensi-dimensi penting dari struktur tindakan kolektif yang berhubungan dengan terjadinya konflik di Timor Barat. Sumber data utama penelitian ini adalah data primer yang digali dari beberapa sumber yang terkait dengan dinamika konflik yang terjadi, baik dari kalangan masyarakat lokal, pengungsi maupun pemerintah dan lembaga sosial yang bekerja di lokasi target penelitian.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah focus group discussion dan wawancara mendalam untuk memperlengkapi hasil diskusi serta pengamatan langsung. Informan yang digunakan adalah informan yang dipilih mewakili tiap kelompok yang telah ditentukan. Data yang dihasilkan kerudian diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menyeleksi dan menyederhanakan data. Kemudian data tersebut dihubungkan kembali dengan konsep dan permasalahan serta tujuan penelitian. Kerangka konseptual dalam penelitian ini dibangun dari pola konflik yang terjadi di target penelitian yaitu penyebab konflik, lamanya konflik, kerasnya konflik dan fungsi konflik. Hal ini sangat terkait dengan pertanyaan; apakah konflik yang terjadi tersebut sifatnya realistik ataukah non-realistik? Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa konflik yang terjadi disebabkan oleh gangguan terhadap keteraturan sosial yang ada serta adanya pelanggaran terhadap konsensus dalam suatu komunitas. Situasi ini kemudian diperuncing dengan adanya rasa frustasi dan ketidakadilan dalam bermasyarakat. Kondisi ini kemudian memacu penguatan identitas kolektif pada masyarakat yang kemudian menimbulkan konflik. Penelitian ini juga membuktikan bahwa konflik yang terjadi bersifat non-realistik dengan tidak terdefinisinya tujuan berkonflik secara jelas atau samar-samar yang mengakibatkan konflik yang terjadi menjadi lama waktunya. Terlebih lagi, konflik yang terjadi menyentuh nilai-nilai inti seperti tindakan yang mempengaruhi harga diri yang mengakibatkan timbulnya rasa dendam dan menjadikan konflik berlangsung keras. Lama dan kerasnya konflik yang terjadi membuat persoalan menjadi semakin lebar sehingga penanganannya menjadi lebih rumit. Proses penanganan yang dilakukan terhadap konflik yang terjadi bervariasi, baik itu melalui pendekatan represif maupun pendekatan pemerintah melalui pemimpin, tidak terlalu berdampak signifikan. Persoalan yang mengemuka memberikan indikasi bahwa kohesi sosial antara masyarakat dengan masyarakat lainnya dan masyarakat dengan pemimpinnya tidaklah terlalu berat sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemimpinnya tidak terlalu mempengaruhi pemahaman pada level bawah.
Dari hasil penelitian dan pengalaman yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pola penanganan dan pendekatan yang terbaik yang dapat dilakukan terhadap konflik yang terjadi di Timor Barat ini adalah dengan transformasi konflik melalui pendekatan penguatan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengembangan perdamaian. Konsep ini telah dilakukan oleh beberapa lembaga kemanusiaan di beberapa wilayah konflik dan cukup baik dalam menata kembali hubungan antar masyarakat paska konflik melalui pelembagaan kegiatan-kegiatan yang merupakan kebutuhan masyarakat baik dari segi pengembangan sosial kemasyarakatan maupun penguatan ekonomi. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka diusulkan saran-saran yaitu: perlunya diupayakan program-program rekonsiliasi melalui kerjasama semua pihak terkait dan kegiatan bersama khususnya bagi kelompok yang bertikai untuk membangun nilai-nilai kebersamaan antara individu dan antar kelompok serta melembagakan nilai-nilai toleransi. Upaya ini dapat diselenggarakan dalam bentuk program pengembangan dan pemberdayaan komunitas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhakti Yudhantara
"Pada tahun 1997, ARCO menemukan ladang gas setara 23 tcf di kawasan Teluk Bintuni. Bagi pemerintah indonesia, kandungan gas tersebut akan memberikan masukan yang sangat besar bagi devisa negara. Pada tahun 1999 BP mengakuisisi ARCO, dengan demikian pemerintah Indonesia menunjuk BP sebagai kontraktor bagi hasil sekaligus sebagai operator Proyek LNG Tangguh.
Berbagai persyaratan untuk pembangunan Proyek LNG Tangguh telah terpenuhi, diantaranya dokumen AMDAL Terpadu Proyek LNG Tangguh yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia melalui persetujuan Menteri Lingkungan Hidup pada bulan Oktober 2002. Terdapat lebih dari seribu komitmen sosial yang disepakati bersama komunitas lokal yang terkena dampak kegiatan pembangunan dan pengoperasian Kilang LNG tersebut. DaIam pelaksanaannya, komitmen-komitmen tersebut menimbulkan konflik antara BP dan komunitas lokal Suku Sebyar yang bermukim di pesisir utara Teluk Bintuni.
Tesis ini mengangkat permasalahan-permasalahan tentang bentuk konflik yang terjadi, respon komunitas lokal dan implikasi kebijakan-kebijakan yang berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Sedangkan tujuan dari penulisan adalah mendeskripsikan konflik-konflik yang terjadi, mengetahui strategi BP dalam penyelesaian konflik dan memberikan rekomendasi kebijakan pembangunan sosial, khususnya untuk industri minyak dan LNG.
Setelah disetujuinya AMDAL, BP memuai pelaksanaan pembangunan Kampung Tanah Merah dan Saengga sebagai bagian komitmen terhadap penduduk yang dipindahkan akibat proyek. BP juga melakukan penerimaan tenaga kerja untuk pekerjaan pembangunan Kampung Tanah Merah dan Saengga serta pembangunan Kilang LNG di Tanah Merah.
Pelaksanaan pembangunan kedua kampung yang mengacu pada standar intemasional dan proses penerimaan tenaga kerja yang kurang berjalan dengan baik telah menimbulkan ketidakpuasan dari komunitas lokal Suku Sebyar. Sebagai pemilik hak ulayat gas alam yang akan diolah di Kilang LNG Tangguh, komunitas lokal Suku Sebyar merasa paling berhak atas kompensasi hasil gas alam.
Pada awalnya konflik berjalan dengan laten, berupa pertanyaan-pertanyan ketidakpuasan dan protes-protes dari anggota komunitas. Setelah pertemuan sosialisasi AMDAL yang dihadiri tokoh-tokoh adat, konflik tersebut menjadi manifest berupa ancaman, penahanan fasilitas dan penyerangan camp.
Masalah identitas budaya antara komunitas lokal dan pendatang, serta kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik menjadi sumber-sumber terjadinya konflik tersebut. Sementara itu kondisi sosial yang tersedia juga memungkinkan terjadinya konflik, yaitu: adanya segregasi pemukiman oleh enclave-enclave camp-camp perusahaan, kepercayaan terhadap cargocult yang diyakini membawa akan kemakmuran dan adanya trauma komunitas lokal terhadap pendekatan kemanan oleh para investor pada masa lalu.
Penguatan civil society terjadi karena adanya proses transisi pembentukan kabupaten baru, sehingga peran pemerintah daerah dan tidak dapat menjangkau rakyat hingga ke kampung-kampung. Lembaga-lembaga adat sebagai kekuatan civil society menampilkan diri sebagai perwakilan rakyat, namun disisi lain lembaga ini sering mengalami gesekan dengan para kepala kampung yang merasa mempunyai kewenangan terhadap rakyatnya.
Terdapat tiga kebijakan yang mempengaruhi terjadinya konflik antara BP dengan komunitas lokal, yaitu: pertama, UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua; kedua UU No. 26 tahun 2002 dan UU No. 45 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah di Papua; dan ketiga SK MenLH No. 85 tahun 2002 tentang Persetujuan AMDAL Terpadu Proyek LNG Tangguh.
Model kesetimbangan dibuat untuk menjelaskan peran pemerintah, komunitas lokal dan BP, diketahui adanya kesenjangan antara harapan komunitas dan strategi BP. Hal tersebut ditambahkan lagi dengan peran pemerintah yang lemah sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai mediator dan fasilitator.
Perencanaan sosial yang disusun melihat adanya tiga masalah yang menyebabkan konflik, yaitu harapan komunitas lokal, peran pemerintah yang lemah dan penguatan civil society yang menyempit. Strategi utama yang disusun adalah penguatan civil society, pengembangan kapasitas bagi pemerintah dan kerjasama dengan stakeholders lainnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The farm household face with mary risk,especially,product price and production. The objective of this study are to analyze the product price and production risk,factor incorporating the farm household economic behavior and the effect of external factors on the farm household economic behavior under price and production risk
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Lestari Widiawati
"Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian sebagai pendorong pembangunan ekonomi, namun demikian sesuai data BPS 49% penduduk miskin Indonesia tinggal di pedesaan dan menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Pembangunan di sektor pertanian yang berkelanjutan (Sustainable Agriculture) merupakan fokus penting untuk dapat mengatasi permasalahan kemiskinan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan, dan salah satu strategi yang dapat diupayakan adalah melalui Kemitraan Pemerintah - Swasta (Public Private Partnership/PPP). PT.Hikmahfarm merupakan salah satu perusahaan pertanian yang menjalankan konsep PPP dengan membangun kemitraan dengan kelompok petani mitra, sektor pemerintah dan sektor non-pemerintah dalam membangun ekosistem produksi hasil tani yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pelaksanaan kemitraan di PT.Hikmahfarm sebagai salah satu strategi untuk menuju pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan (Sustainable Agriculture). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui studi dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan PT.Hikmahfarm dapat mendorong sustainable agriculture melalui pemenuhan kebutuhan pangan yang berkelanjutan, terciptanya organisasi petani yang berkelanjutan, serta mendorong peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi. PT.Hikmahfarm dalam kemitraan berperan signifikan sebagai service provider dan perantara bagi kelompok petani mitra dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi petani melalui penyedia lahan bagi petani, penyedia permodalan melalui penyediaan sarana dan prasarana pertanian, peningkatan kemampuan petani melalui berbagai kegiatan capacity building, serta adanya kepastian pemasaran bagi produk hasil tani.

As an agricultural country, Indonesia depends on its economic development through the agricultural sector. However, based on Indonesia Central Bureau of Statistics data, 49% of the poor Indonesian population lived in rural areas and worked in the agricultural sector. Sustainable development in the agricultural sector is an important focus to overcome poverty and improve social welfare; one strategy to achieve sustainable agriculture is through Public-Private Partnership (PPP). PT. Hikmahfarm is one of the agriculture businesses that implement the concept of PPP by building partnerships with farmers in rural areas, the government sector, and the non-government sector in building an ecosystem for sustainable agricultural production. This study aims to describe the partnership in PT.Hikmahfarm as one strategy to reach Sustainable Agriculture for poverty alleviation, using qualitative methods through documentation study, observation, and indepth interview. The result of this study identified that partnership in PT. Hikmahfarm can encourage Sustainable Agriculture through sustainable food needs, sustainable farmers' organizations, and the improvement of socio-economic welfare. PT.Hikmahfarm, in this partnership, plays a significant role as a service provider and intermediaries to overcome the problem of small farmers through providing cultivating land for farmers, provision of agricultural facilities and infrastructures, increasing small farmer capacity, and market certainty for agricultural products."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Hasil penelitian menunjukan bahwa pemulung di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Bandung , dipandang dari segi ekonomi dan sosial, sebagian besar tergolong masyarakat miskin."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Tri Rachmawaty
"Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu wilayah penghasil kopi arabika terbesar di Kabupaten Bandung yaitu mencapai 34% dari total produksi Kabupaten Bandung. Dengan status Kecamatan Pangalengan sebagai sentra komoditas kopi arabika di Kabupaten Bandung tidak banyak membuat petani kopi di Kecamatan Pangalengan menjadi sejahtera. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kopi berdasarkan pola spasial hasil kebun kopi di Kecamatan Pangalengan. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis crosstab dan metode analisis deskripsi. Metode analisis crosstab digunakan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dalam bentuk tabel matriks yang nantinya akan disajikan dalam bentuk peta, sedangkan metode analisis deskripsi digunakan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat kesejahteraan paling tinggi yaitu “Sangat Sejahtera” berada di Desa Margamulya dan Desa Pangalengan. Petani dengan tingkat kesejahteraan “Sangat Sejahtera” berada pada hambatan ruang yang tinggi, namun dengan hambatan ruang tersebut tidak menghambat petani kopi dalam menjalankan usaha taninya. Hal tersebut dikarenakan petani tersebut memiliki luas lahan yang sedang hingga besar dan menghasilkan produksi kopi yang tinggi sehingga pendapatannya pun menjadi besar atau petani tersebut memiliki pendapatan yang besar diluar dari usaha tani kopinya. Sedangkan tingkat kesejahteraan paling rendah yaitu “Tidak Sejahtera” berada di Desa Sukamanah dikarenakan rata-rata petani di Desa Sukamanah memiliki lahan yang cukup kecil, sehingga mempengaruhi produksi yang dihasilkan dan pendapatannya pun tidak sebesar seperti petani lainnya.

Pangalengan District is one of the largest Arabica coffee-producing areas in Bandung Regency, reaching 34% of the total production of Bandung Regency. With the status of Pangalengan District as a center for Arabica coffee commodities in Bandung Regency, it does not make coffee farmers in Pangalengan District prosperous. The purpose of this study was to determine how the level of household welfare of coffee farmers based on the spatial pattern of coffee plantations in Pangalengan District. The analytical method used is the crosstab analysis method and the descriptive analysis method. The crosstab analysis method is used to see the relationship between one variable and another in the form of a matrix table which will later be presented in the form of a map, while the descriptive analysis method is used to describe the data that has been collected as it is. The results of this study are the highest level of welfare, namely "Very Prosperous" in Margamulya Village and Pangalengan Village. Farmers with a "Very Prosperous" welfare level are in high spatial constraints, but these spatial constraints do not prevent coffee farmers from running their farming business. This is because the farmer has a medium to a large area of land and produces high coffee production so that his income becomes large or the farmer has a large income outside of his coffee farming business. While the lowest level of welfare, namely "Not Prosperous" is in Sukamanah Village because the average farmer in Sukamanah Village has a fairly small land, thus affecting the resulting production and income is not as big as other farmers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>