Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109723 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pinontoan, Rosnah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit ginjal kronis PGK merupakan penyakit yang perlu menjalani Hemodialisis HD . HD merupakan suatu prosedur yang bersifat katabolik, sehingga memerlukan asupan energi dan protein yang adekuat untuk menghindari risiko malnutrisi.Kasus: Total pasien PGK dalam serial kasus ini berjumlah empat orang, berusia 36 ndash;54 tahun, telah menjalani HD dalam rentang waktu yang berbeda. Seluruh pasien mempunyai riwayat asupan protein
ABSTRACT Introduction As one of primary treatment for end stage renal disease patients, hemodialysis HD is a catabolic procedure. Unless having adequate energy and protein intake, dialysis patients will be at risk for malnutrition. Cases Four dialysis patients in this case series, aged 36 54, have undergone HD at different timescales. All patients had high risk of malnutrition, due to protein intake "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maretha Primariayu
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan global. Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal pada PGK stadium akhir yang bersifat katabolik. Pasien PGK dengan HD rutin rentan mengalami protein energy wasting (PEW) apabila tidak mendapatkan asupan energi dan protein yang adekuat. Terapi medik gizi yang komprehensif dan holistik diperlukan untuk mencegah terjadinya atau bertambahnya progresivitas PEW yang memengaruhi
kualitas hidup pasien.
Kasus: Empat orang perempuan berusia 24-52 tahun dengan diagnosis PGK stadium akhir yang rutin menjalani HD. Selama menjalani HD, seluruh pasien memiliki riwayat asupan energi total <25 kkal/kg BB dengan protein <1 g/kg BB. Kekuatan genggam tangan pada seluruh pasien <18 kg dan kadar albumin tiga pasien <3,8 g/dL. Tiga pasien telah mengalami PEW dan satu lainnya berisiko PEW. Terapi medik gizi diberikan sesuai kondisi klinis masing-masing pasien dengan target protein 1,2-1,4 g/kgBB/hari.
Hasil: Asupan energi dan protein pada seluruh pasien meningkat pada akhir pemantauan. Rerata pasien dapat mencapai 90% KET dengan protein mencapai 1,3 g/kg BB/hari selama pemantauan. Kekuatan genggam tangan, kadar albumin, hemoglobin, dan komposisi tubuh pasien PGK dengan HD rutin yang mendapatkan terapi medik gizi mengalami perbaikan.
Kesimpulan:
Terapi medik gizi yang adekuat mendukung perbaikan klinis serta parameter
laboratorium pada pasien PGK dengan HD rutin sehingga dapat mencegah terjadinya atau bertambahnya progesivitas PEW.

Background: Chronic kidney disease (CKD) is a chronic disease that has become global health problem. One of renal replacement therapy in end-stage CKD is hemodialysis (HD) which is a catabolic procedure. CKD patients on maintenance HD (MHD) is susceptible to develop protein energy wasting (PEW) if they get inadequate energy and protein intake. Comprehensive and holistic nutritional medical therapy is needed to prevent development or rapid progression of PEW which affects the quality of life of patients.
Case:
Four women aged 24-52 years with end-stage CKD on MHD. All patients had total energy intake <25 kcal / kg BW with protein intake <1 g / kg body weight. Handgrip strength in all patients were less than 18 kg and three of them have albumin levels less than 3.8 g/dL. Three patients experienced PEW and the other had risk of PEW. Nutritional medical therapy is given according to the clinical conditions of each patient with target of protein from 1.2-1.4 g / kg BW / day.
Results: All patient showed increment intake of energy and protein. The average of energy intake patient can reach 90% total energy requirement with protein intake reached 1.3 g / kg / day during monitoring. Handgrip strength, albumin, hemoglobin levels, and body composition in CKD patient on MHD who received nutritional medical therapy were improved.
Conclusion: Adequate nutritional medical therapy supports improvement of clinical condition and laboratory parameters in CKD patients on MHD with the purposes of preventing development or rapid progression of PEW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Amalia Mutiara Dewi
"Hipertensi intradialitik merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan prevalensi kejadian sebesar 38%, kejadian hipertensi intradialitik yang tidak diatasi dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi intradialitik pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Desain penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 57 orang. Analisis data menggunakan Chi-square dan Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara transfusi darah saat hemodialiasis (p= 0,001), interdialytic weight gain (IDWG) (p= 0,002), laju ultrafiltrasi (UFR) (p= 0,037) dan pemberian erythropoetin stimulating agents (ESA) (p= 0,048). Hasil analis multivariat regresi logistik berdasar nilai Odd Ratio menunjukkan IDWG ≥ 3% dan transfusi darah saat hemodialisis merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kejadian hipertensi intradialitik pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis. Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan intervensi keperawatan terkait pembatasan cairan pada pasien hemodialisis sebagai salah satu upaya pencegahan kejadian hipertensi intradialitik.

Intradialytic hypertension is the most common complication in patients undergoing hemodialysis with a prevalence of 38%, untreated intradialytic hypertension can increase patient morbidity and mortality. This study aims to analyze the factors associated with the incidence of intradialytic hypertension in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy. The design of this research is analytic cross sectional with a sample size of 57 people. Data analysis using Chi-square and Logistic Regression. The results showed that there was a relationship between blood transfusion during hemodialysis (p= 0.001), interdialytic weight gain (IDWG) (p= 0.002), ultrafiltration rate (UFR) (p= 0.037) and the administration of erythropoetin stimulating agents (ESA) (p= 0.048). ). The results of multivariate logistic regression analysis based on Odd Ratio values ​​showed IDWG 3% and blood transfusion during hemodialysis was the most associated factor with the incidence of intradialytic hypertension in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy. Based on the results of this study, it is necessary to carry out nursing interventions related to fluid restriction in hemodialysis patients as an effort to prevent the incidence of intradialytic hypertension."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatuz Zulfia
"Penyakit ginjal kronis pada anak merupakan kondisi kerusakan ginjal yang permanen pada struktur atau fungsi ginjal anak. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal sebagai jembatan sebelum tindakan transplantasi ginjal dilakukan, untuk dapat meningkatkan kondisi klinis anak. Penerimaan diri terhadap penyakit merupakan fase penting yang akan menentukan keberhasilan program terapi. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk melakukan analisis terhadap penerapan teori kenyamanan Kolcaba dalam asuhan keperawatan anak dengan penyakit ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialisis. Penulis melakukan analisis terhadap lima kasus anak yang menjalani hemodialisis dan telah diberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori kenyamanan Kolcaba. Aplikasi teori kenyamanan Kolcaba terbukti efektif memberikan kenyamanan pada anak yang menjalani hemodialisis. Acceptance of Illness Scale (AIS) berbasis sistem informasi yang digunakan dalam penilaian penerimaan penyakit terbukti valid dan reliabel. Proyek inovasi menggunakan AIS berbasis sistem informasi pada anak dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis efektif dilakukan untuk menilai penerimaan penyakit anak. Edukasi suportif yang diberikan juga terbukti berpengaruh pada peningkatan penerimaan penyakit anak.

Chronic disease in children is a condition of permanent kidney damage to the structure or function of the child's kidneys. Hemodialysis is one of the renal replacement therapies as a bridge before a kidney transplant is carried out, to improve the clinical condition of children. Self-acceptance of the disease is an important phase that will determine the success of program therapy. The purpose of writing this scientific paper is to analyze the application of Kolcaba's theory of comfort in the care of children with end-stage chronic diseases undergoing hemodialysis. The author conducted an analysis of five cases of children who underwent hemodialysis and were given nursing care using the Kolcaba comfort approach. The application of Kolcaba's theory of comfort has proven to be effective in providing comfort to children undergoing hemodialysis. The Information System-based Disease Acceptance Scale (AIS) used in the assessment of disease acceptance has been proven to be valid and reliable. An innovation project using AIS based on an information system in children with chronic diseases undergoing effective hemodialysis was carried out to assess the acceptance of children's disease. The supportive education provided has also been shown to have an effect on increasing the acceptance of children's illnesses."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Hardianti
"Kepatuhan manajemen terapi hemodialisis berpengaruh terhadap kejadian komplikasi yang mungkin dapat muncul, kualitas hidup dan angka mortalitas pada pasien. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan tersebut adalah persepsi penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelatif dengan jumlah sampel 103 responden yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling pada pasien hemodialisis. Data dikumpulkan melalui Brief Illness Perception Questionnaire B-IPQ untuk persepsi penyakit dan modifikasi End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD-AQ untuk kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS versi 23. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis r= -0.244; p value= 0.007 . Akan tetapi, jika ditinjau per-dimensi maka hanya kontrol personal r= 0.329; p value= 0.000 dan respon emosi r= -0.292; p value= 0.001 yang berhubungan dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Dengan sebab itu, tenaga kesehatan perlu memperhatikan persepsi penyakit pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien.

The adherence of hemodialysis therapy management influenced occurence rate of complication that might be appear, quality of life, and mortality rate in patient. One of the factors that affect adherence of hemodialysis therapy management is illness perception. This research aimed to identify the relation between illness perception and adherence of hemodialysis therapy management in patient with chronic kidney disease. Correlation analytic with purposive sampling technique was used for this research with 103 patients in hemodialysis as a sample. Data were collected by Brief Illness Perception Questionnaire B IPQ for illness perception and End Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD AQ for adherence of management hemodialysis therapy. Data were analyzed by SPSS ver. 23. Result shows that illness perception affect adherence to therapy management r 0.244 p value 0.007 . Yet, only control personal r 0.329 p value 0.000 and emotional response r 0.292 p value 0.001 that influence adherence to therapy management. Therefore, it is recommend to assess patient view of their illness to increase adherence rate to hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Camelia Fitri
"Latar Belakang: Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh ke dalam frailty karena berbagai perubahan fisiologis terkait penyakit dan berisiko mengalami dampak kesehatan yang lebih buruk. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian frailty pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis  sangat di perlukan untuk menginformasikan pengetahuan dan mendapatkan solusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi frailty pada pasien hemodialisis dan faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty pada pasien hemodialisis.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Sembilan puluh satu pasien dari unit hemodialisis RSCM dari berbagai kelompok demografis disertakan dalam studi. Sampling menggunakan metode total sampling. Frailty dinilai dengan kuesioner Frailty Index 40 item. Riwayat medis diperoleh dari rekam medis RS dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dilakukan uji bivariat menggunakan Chi-Square terhadap usia, jenis kelamin, lama dialisis, status gizi, adekuasi dialisis, hemoglobin, CRP, albumin, kalsium darah, fosfat darah, dan Charlson Comorbidity Index (CCI). Identifikasi faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty dilakukan dengan uji binary regression dengan metode backward stepwise regression.
Hasil: Dua puluh enam (28,6%) pasien mengalami frailty. Faktor yang berhubungan dengan kejadian terhadap frailty pada pasien hemodialisis yaitu jenis kelamin perempuan (PR 1,064; IK 95% 1,064-1,065), skor CCI (PR 27,168; IK 95% 3,838-192,306), lama (vintage) hemodialisis (PR 1,227; IK 95% 1,226-1,227), hemoglobin (PR 3,099; IK 95% 1,325-7,254), albumin (PR 1,387; IK 95% 1,386-1,388), CRP (PR 1,432; IK 95% 1,431-1,433), dan fosfat (PR 1,110; IK 95% 1,110-1,111).
Kesimpulan: Prevalensi frailty pada populasi studi ini yaitu 28,6%. Jenis kelamin perempuan, peningkatan skor CCI, lama (vintage) hemodialisis, anemia, hipoalbuminemia, dan fosfat yang rendah ditemukan sebagai faktor yang berhubungan secara signifikan  terhadap kejadian frailty pada pasien hemodialisis di RSCM.

Background: Patients with chronic kidney disease (CKD) have a higher risk of falling into frailty due to various physiological changes related to the disease and are at risk for worse health impacts. Understanding the factors that correlate with the incidence of frailty in CKD patients undergoing hemodialysis is needed to inform knowledge and obtain solutions. This study aims to determine the prevalence of frailty in hemodialysis patients and predictors of frailty in hemodialysis patients.
Methods: This study is a cross-sectional study using primary data. Ninety-one patients from the RSCM hemodialysis unit from various demographic groups were included in the study. Sampling using the total sampling method. Frailty is assessed with a 40-item Frailty Index questionnaire. Medical history was obtained from hospital medical records, and laboratory examinations were carried out. A bivariate test using Chi-Square was performed on age, sex, duration of dialysis, nutritional status, dialysis adequacy, hemoglobin, CRP, albumin, blood calcium, blood phosphate, and the Charlson Comorbidity Index (CCI). The binary regression test with the backward stepwise regression method identifies factors associated with frailty.
Results: Twenty-six (28.6%) patients experienced frailty. Factors related to the incidence of frailty in hemodialysis patients were female gender (PR 1.064; 95% CI 1.064-1.065), CCI score (PR 27.168; 95% CI 3.838-192.306), duration (vintage) of hemodialysis (PR 1.227; 95% CI 1.226-1.227), anemia (PR 3.099; 95% CI 1.325-7.254), albumin (PR 1.387; 95% CI 1.386-1.388), CRP (PR 1.432; 95% CI 1.431-1.433), and phosphate (PR 1.110; CI 95% 1.110-1.111).
Conclusion: The prevalence of frailty in this study population is 28.6%. Female gender increased CCI score, old (vintage) hemodialysis, anemia, hypoalbuminemia, and low phosphate were factors significantly related to the incidence of frailty in hemodialysis patients at RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saila Hadayna
"Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang menyumbang kenaikan angka morbiditas, mortalitas, beban biaya kesehatan, dan masalah kesehatan lainnya. Menurut Riskesdas 2018, prevalensi PGK di Indonesia mencapai 0,38% dan mengalami peningkatan 0,2% dibandingkan tahun 2013. PGK juga merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia berdasarkan data Global Burden of Disease tahun 2019. Meningkatnya insiden penyakit ginjal kronis turut mempengaruhi peningkatan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk bertahan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RS Krakatau Medika tahun 2019-2021. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RS Krakatau Medika Tahun 2019-2021. Data pasien yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, riwayat keluarga PGK, komorbid hipertensi, komorbid diabetes melitus, dan komorbid kardiovaskular. Analisis data menggunakan analisis survival dengan metode Kaplan-Meier dan Regresi Cox. Dari studi ini diketahui sebanyak 216 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan 84 pasien telah meninggal dan 132 pasien adalah sensor. Probabilitas ketahanan hidup satu, dua, dan tiga tahun pasien PGK yang menjalani hemodialisis sebesar 58%, 43%, dan 36%. Terdapat perbedaan yang signifikan pada ketahanan hidup pasien berdasarkan usia, komorbid hipertensi, dan komorbid diabetes melitus (log rank test, p<0,05). Hasil analisis regresi cox menunjukkan usia (HR=2,28, 95% CI 1,444—3,588, p<0,001) dan komorbid hipertensi (HR=0,40, 95% CI 0,245—0,668 p<0,001) mempengaruhi ketahanan hidup pasien. Usia dan komorbid hipertensi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap ketahanan hidup pasien. Pasien PGK yang menjalani hemodialisis pada usia ≥ 55 tahun dan tidak terdapat komorbid hipertensi memiliki ketahanan hidup yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan usia <55 tahun dan terdapat komorbid hipertensi. Diharapkan dapat meningkatkan peran keluarga dan petugas kesehatan dalam memberikan dukungan moril serta pengawasan pada pasien selama menjalani manajemen perawatan hemodialisis khususnya pada pasien berusia tua, memiliki komorbid hipertensi, dan komorbid diabetes melitus

Chronic kidney disease (CKD) is a global public health issue that contributes to rising morbidity, mortality, health costs, and other health issues. According to Riskedas 2018, the prevalence of CKD in Indonesia was 0.38% and increase by 0.2% compared to 2013. CKD is also the third leading cause of death in Indonesia based on Global Burden of Disease data 2019. The rising insidences of chronic kidney disease also affects the increasing number of patients undergoing hemodialysis as a replacement therapy for kidney function to survive. This study aims to identify the factors that affect the survival of patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis at Krakatau Medika Hospital in 2019-2021. The design of this study was a retrospective cohort using secondary data from the medical records of CKD patients undergoing hemodialysis at Krakatau Medika Hospital in 2019–2021. Age, gender, family history of CKD, comorbidities for hypertension, diabetes mellitus, and cardiovascular were among patient data collected. Data analysis used survival analysis with the Kaplan-Meier method and Cox regression. From this study, there were 216 samples met the inclusion and exclusion criteria with 84 patients had died and 132 patients were censored. The probability of one, two, and three-year survival of CKD patients undergoing hemodialysis were 58%, 43%, and 36%, respectively. There were significant differences in patient survival based on age, comorbid hypertension, and comorbid diabetes mellitus (log-rank test, p<0.05). The results of the Cox regression analysis showed that age (HR = 2.28, 95% CI: 1.444–3.588, p<0.001) and comorbid hypertension (HR = 0.40, 95% CI: 0.245–0.668, p<0.001) affected patient survival. The most significant factors affecting patient survival are age and comorbid hypertension. Patients with CKD undergoing hemodialysis at the age of ≥ 55 years old and no comorbid hypertension have lower survival rates than patients with age < 55 years old and comorbid hypertension. It is expected to increase the role of family and health workers in providing emotional support and monitoring of patients during hemodialysis care management especially in patients who are elderly, have comorbid hypertension, and comorbid diabetes melitus."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Tri Prakoso
"Latar Belakang: Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan penurunan fungsi ginjal secara progresif, komplikasi yang umum ditemukan pada PGK adalah anemia defisiensi besi. Untuk menanganinya, salah satu tatalaksana yang tersedia adalah epoetin alfa, sebuah agen rekombinan eritropoietin manusia. Studi ini spesifik melihat pengaruh dosis epoetin alfa pada pasien anemia dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
Metode: Desain studi kohort retrospektif dengan melibatkan 240 pasien yang menjalani hemodialisis. Pengumpulan data primer diambil pada Juni 2022 dari rekam medis. Analisis uji beda proporsi akan dilakukan dengan uji Chi-Square alternatif Fisher dengan signifikansi p<0.05. Analisis multivariat dilakukan menggunakan Cox-Reggresion.
Hasil: Kelompok dengan dosis epoetin alfa 3000IU memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peningkatan nilai Hb [RR: 0.789 (95% CI 0.696-0.895) dibandingkan dengan dosis epoetin alfa >3000IU. Status Gizi dan Jenis kelamin merupakan confounding yang paling berpengaruh dengan ∆RR >10%.
Kesimpulan: Pasien yang menerima dosis epoetin alfa >3000 IU memiliki kemungkinan meningkatnya nilai Hb 3.458 kali lebih tinggi dibandingkan dosis 3000 IU (95% CI 1.745 - 6.855)

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is a progressive loss of kidney function, a common complication found in CKD is iron deficiency anemia. To treat it, one of the available treatments is epoetin alfa, a recombinant human erythropoietin agent. This study specifically looked at the effect of epoetin alfa dose in anemic patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis.
Methods: Retrospective cohort study design involving 240 patients undergoing hemodialysis. Primary data collection was taken in June 2022 from medical records. The analysis of the different proportions test will be carried out using the Chi-Square Fisher alternative test with a significance of p<0.05. Multivariate analysis was performed using Cox-Reggression
Results: The group with 3000IU of epoetin alfa had a lower chance of increasing Hb values ​​[RR: 0.789 (95% CI 0.696-0.895) compared to >3000IU of epoetin alfa. Nutritional Status and Gender were the most influential confounding with RR >10%.
Conclusion: Patients with dose of epoetin alfa >3000 IU had the possibility of increasing the Hb value 3,458 times higher than the dose of 3000 IU (95% CI 1,745 - 6,855
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferlina Vidyananda Susilo
"Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan. Penyakit dasar utama PGK adalah hipertensi dan diabetes melitus tipe 2. Masalah terkait obat antihipertensi dan antidiabetes yang tersering yaitu potensi interaksi obat, ketidaktepatan dosis, dan ketidaktepatan pemilihan obat. Hal ini memperparah kondisi medis pasien. Studi cross sectional ini menganalisis ketepatan pemilihan, dosis, dan potensi interaksi obat antihipertensi dan antidiabetes pasien rawat inap PGK dengan hemodialisis di Rumkital dr. Mintohardjo periode Januari sampai Desember 2022. Sampel diambil secara total sampling dengan total 101 pasien. Hasil penelitian adalah 98 pasien (97%) mendapatkan obat antihipertensi dan antidiabetes yang tepat pemilihan. Terdapat 2 obat antihipertensi yang tidak tepat, yaitu hidroklorotiazid dan captopril. Sebanyak 75 pasien (74%) mendapatkan dosis obat antihipertensi dan antidiabetes yang tepat. Terdapat ketidaktepatan dosis obat antihipertensi, terbanyak adalah carvedilol. Potensi interaksi obat antihipertensi dan antidiabetes ditemukan pada 91 pasien (90%), mayoritas bersifat moderat, membutuhkan pemantauan, dan memiliki mekanisme farmakodinamik. Faktor usia, jenis kelamin, jumlah obat, dan lama rawat inap tidak memiliki hubungan dengan ketepatan pemilihan obat antihipertensi dan antidiabetes (p > 0,05). Terdapat hubungan antara jumlah obat (p = 0,033) dan lama rawat inap (p = 0,024) dengan ketepatan dosis obat serta lama rawat inap dengan potensi interaksi obat antihipertensi dan antidiabetes (p = 0,040). Maka, disimpulkan bahwa terdapat masalah ketidaktepatan pemilihan (3 pasien; 3%), dosis (26 pasien; 26%), dan potensi interaksi obat (91 pasien; 90%) antihipertensi serta antidiabetes pada pasien rawat inap PGK dengan hemodialisis di Rumkital dr. Mintohardjo.

Chronic Kidney Disease (CKD) is an abnormality of kidney structure or function for more than 3 months. The main underlying diseases of CKD are hypertension and type 2 diabetes mellitus. The most common drug-related problems of antihypertensive and antidiabetic are potential drug interactions, inappropriate dosage, and inappropriate drug selection. This worsens patient’s medical condition. This cross-sectional study analyzed the appropriateness of selection, dosage, and potential drug interactions of antihypertensive and antidiabetic in CKD inpatients undergoing hemodialysis at dr.Mintohardjo Naval Hospital period January to December 2022. Samples were taken by total sampling with total 101 patients. Results showed 98 patients (97%) received appropriate antihypertensive and antidiabetic. There were 2 inappopriate antihypertensive, namely hydrochlorothiazide and captopril. As many as 75 patients (74%) received appropriate dosage of antihypertensive and antidiabetic. There were inappropriate dosages of antihypertensive drugs, the most common was carvedilol. Potential drug interaction of antihypertensive and antidiabetic was found in 91 patients (90%), majority being moderate, requiring monitoring, and having pharmacodynamic mechanism. Age, gender, number of drugs, and length of stay didn’t have relationship with appropriateness of antihypertensive and antidiabetic selection (p > 0,05). There was relationship between number of drugs (p= 0,033) and length of stay (p= 0,024) with appropriateness of dosage, also length of stay with potential drug interaction of antihypertensive and antidiabetic (p= 0,040). Conclusion, there are inappropriateness of selection (3 patients; 3%), dosage (26 patients; 26%), and potential drug interaction (91 patients; 90%) of antihypertensive and antidiabetic in CKD inpatients undergoing hemodialysis at dr. Mintohardjo Naval Hospital."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>