Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arini Rindang Kasih
"ABSTRAK<>br>
Iklim jurnalisme investigasi di Indonesia masih bersifat eksklusif. Tuntutan kepatuhan terhadap standar yang tinggi, menjadikan genre jurnalistik ini minim diminati oleh para jurnalis Indonesia. Kemampuan media-media saat ini hanya sekedar memberitakan, mengembangkan dan mendramatisir berbagai kasus yang sedang diproses aparat penegak hukum. Satu abad yang lalu para jurnalis Amerika membawa konsep muckraking journalism. Genre jurnalistik yang menekankan pada kepekaan jurnalis dalam mengangkat masalah-masalah sosial dan kejahatan yang sengaja disembunyikan oleh birokrat dan korporasi. Penulisan ini menggunakan teori kriminologi konstitutif untuk menjelaskan tentang kinerja muckraking journalism. Kehadiran kriminologi konstitutif menjawab tantangan tentang kebiasan dari pendefenisian kejahatan itu sendiri. Kejahatan dan pengendalian harus ditelaah dalam rangka totalitas konteks semua kebudayaan yang ada. Melalui perpaduan antara teori kriminologi konstitutif dan praktek muckraking journalism diharapkan membangun karya jurnalistik yang berkualitas khususnya liputan investigasi. Menggerakkan naluri para jurnalis untuk kembali ke mandatnya, menjadi mata dan telinga bagi masyarakat untuk mendesak perubahan lebih baik.Kata Kunci: muckraking, investigasi, kebebasan informasi, pemikiran kritis

ABSTRACT<>br>
Abstract The climate of investigative journalism in Indonesia is still exclusive. The demands of adherence to high standards, making the journalistic genre is minimal demand by Indonesian journalists. The ability of the media today is just to preach, develop and dramatize the various cases being processed law enforcement officers. A century ago American journalists brought the concept of muckraking journalism. A journalistic genre that emphasizes on the sensitivity of the journalist in lifting social problems and crimes that are deliberately hidden by bureaucrats and corporate. This writing uses constitutive criminology theory to explain the performance of muckraking journalism. The presence of constitutive criminology answers the challenge of habits of defamation itself. Crime and control must be examined in terms of the totality of the context of all cultures. Through a combination of constitutive criminology theory and practice of muckraking journalism, it is hoped to build quality journalistic work, especially the investigation coverage. Moving the instincts of journalists to return to their mandate, became the eyes and ears of the people to urge for better change. Keywords muckraking, investigative, freedom of information, critical minds "
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Silalahi, Patricia Samantha
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti pada fenomena banyaknya pengguna layanan telekomunikasi yang dirugikan akibat kasus pencurian pulsa. Kondisi yang cukup meresahkan masyarakat ini menjadi terekspos secara massif karena adanya kontribusi media massa dalam mengonstruksi pemberitaan masalah pencurian pulsa ke ―permukaan‖ sehingga pers sebagai media berperan membantu masyarakat dengan memberikan informasi dan pengetahuan yang benar terkait kasus ini dan melakukan kontrol/ pengawasan kepada penyedia konten, pihak penyelenggara telekomunikasi dan pemerintah. Penelitian ini ingin menjawab bagaimana bingkai permasalahan kasus pencurian pulsa dalam pemberitaan di Detik.com dan bagaimana konstruksi media terhadap tanggung jawab sosial pers atas permasalahan pencurian pulsa dalam berita di Detik.com. Berangkat dari pemikiran tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bingkai permasalahan kasus pencurian pulsa dan konstruksi media terhadap tanggung jawab sosial pers melalui pemberitaan Detik.com.
Melalui metode analisis framing yang peneliti lakukan pada teks berita Detik.com tentang pencurian pulsa, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Detik.com melakukan peran tanggung jawab sosial persnya dengan mengembangkan pemberitaan permasalahan pencurian pulsa untuk kepentingan publik supaya masalah tersebut dapat terselesaikan.

ABSTRACT
This research is based on my interest to the phenomena of the overwhelming telecommunication customers suffering to phone credit theft. These slightly unconvenience circumstances to the concerned customers had been expossed massively because mass media played important role in constructing the phone credit theft news report to public, such intensif publications enabled the public to have the real complicated matters and to control or watch over content provider, telecommunication operators, and government. This research aims to respond how the phone credit theft case is framed in Detik.com news report and how the press social responsibility of phone credit theft in Detik.com news report is constructed by media. Based on that point of view, the purpose of this research is to see the phone credit theft problem case frame and media construction of press social responsibility via Detik.com news report.
Through the framing analysis method which the researcher conducted toward news text published in Detik.com regarding phone credit theft, the research result shows that Detik.com played an important role of its press social responsibility by developing news report for public interest so that the problem can be resolved."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hausman, Carl
New York: Harper Collins, 1992
174.909 7 HAU c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Helen
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Purwanto
"Kebebasan berpendapat yang selama ini ditekan secara represif telah menemukan jalannya, sejak lengsernya JenderaI Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Repblik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pers bebas memberitakan segala kejadian, baik pemberitaan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat, maupun pemberitaan kekerasan oleh aparat.
Persoalannya adalah, apakah kebebasan pers tersebut telah diikuti dengan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain serta melengkapi pemberitaannya itu dengan fakta-fakta, data-data dan bukti-bukti akurat yang menjadi syarat utama kerja jurnalistik. Tujuannya adalah agar kebebasan pers tidak melanggar hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah. Terdapat 4 (empat) teori pers dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, yaitu Teori Pers Otoritarian, Teori Pers Libertarian, Teori Pers Tanggung Jawab Sosial, dan Teori Pers Komunis. Teori Pers Otoritarian, menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai, dan mengendalikan seluruh media massa. Teori Pers Libertarian, menyatakan bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial menyatakan, bahwa kebebasan pers itu perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati nurani insan pers. Prinsip dasar kebebasan pers harus disertai dengan kewajibankewajiban, antara lain untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Teori Pers Komunis menyatakan, bahwa pers merupakan alat pemerintah dan bagian integral dari negara, sehingga pers harus tunduk kepada pemerintah.
Bedasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, dengan studi kasus pemberitaan Majalah Mingguan Tempo, edisi 3-9 Maret 2003 dengan judul berita "Ada Tomy di `Tenabang'?", dan Surat Kabar Harian Jawa Pos Surabaya tanggal 6 Mei 2000 dengan judul berita "Indikasi KKN yang Menyudutkan Gus dur", ditemukan bahwa di dalarn menjalankan kebebasan pers, MajaIah Tempo dan surat kabar Jawa Pos telah menjalankan kebebasan pers yang mengarah kepada teori pers libertarian, meskipun juga terlihat untuk menjalankan kebebasan pers berdasarkan teori pers tanggung jawab sosial. Pemberitaan tersebut telah membuat subyek berita Tempo (Tomy Winata) merasa terancam jiwanya, tercemar nama baiknya, dan terganggu bisnisnya, sehingga pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat dan pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tabun I999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, dan hak atas rasa aman dan tenteram, serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan. Begitu pula berita Jawa Pos yang memberitakan KH. Hasyim Muzadi telah menerima snap dari Yayasan Bulog, padahal berita yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 1-7 Mei 2000 adalah berita yang telah diralat serta telah dimintakan maaf kepada KH. Hasyim Muzadi, sehingga tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tabun 1999 yang mengatur perlindungan hak atas kehormatan dan martabat manusia.
Reaksi yang diperlihatkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai pegawai Tomy Winata dan NU-GP Ansor Kodya Surabaya yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Majalah Tempo dan Surat Kabar Jawa seharusnya dapat dihindarkan karena telah disediakan ruang bagi penyelesaian atas pemberitaan yang pers yang dinilai tidak benar, yaitu melalui hak jawab, Dewan Pers, dan jalur hukum, serta Komnas HAM bila terjadi pelanggaran HAM. Pers hendaknya dapat lebih mengembangkan antara kebebasan dan tanggung jawab, yang harus dapat mengupayakan berita fakta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Wartawan, dan kesalahan pemberitaan segera dilayani dengan pemenuhan hak jawab, dan koreksi.

The independence of opinion during this time pressured repressively has found its way. Since Great General Former Suharto slide down as President of Republic of Indonesia on May 12, 1998. The press was free to announce all accidents, either corruption, collusion and nepotism news in around of official officer either to announce the violence of apparatus.
The problem is, whether the independence of said press have been followed with the responsible to appreciate other people rights as well as to fully equipped that news with accurate facts, data and evidences becoming main requirement of journalistic work. The objective is in order the independence of press do not break human rights and presumption of innocent. There are 4 (four) theory of press from Fred S. Siebert, Theodore Peterson and Wilbur Schramm, Authoritarian, Libertarian, Social Responsible and Communism press theories. The Authoritarian press theory stated that the independence of press is aimed wholly for supporting authoritative government, so that the government can command and control all mass media. While Libertarian Press theory stated that press should have independence as wide as possible for helping people find and search actual truth. Press is considered as unlimited freedom, the meaning is press critic and cornment can be done by whoever parties. Social responsible press theory stated that press independence should be limited by moral, ethic and lustrous principles of press people. The basic principle of press independence should be followed by obligations, for be responsible for people. And Communism Press theory stated that press represents government instrument and integral part of state, so that press is subject to government. Based on the result of research with using qualitative approach method with study case of Tempo weekly magazine, 3 - 9 March 2003 edition with news title "There was Tomy in Tanah abang?, and Jawa Post daily news Surabaya dated May 6, 2000, with news title, "KKN indication pressured Gus Dur", found that in running press independence, Tempo magazine and Jawa Pos news have run press independence aiming to libertarian press theory, although it was seemed that it run press independence based on social responsible press theory.
Such news has made Tempo news subject (Tomy Winata) threatened his life, polluted his popularity and disturbed his business, so that said news cannot provide the intention of article 29 sub paragraph 1 and article 30 of the law no. 3911999 concerning human rights, that regulates the rights on personal, family, respectfulness, dignity, property rights and secure and peaceful rights protections as well as protection against fear threaten. So do Jawa Pos News that announced KH. Hasyim Muzadi has received mouthful from Bulog Foundation, while the news quoted from Tempo Magazine 1 - 7 May 2000 edition was the news have been repaired as well as have been requested forgiveness to KH. Hasyim Muzadi, so that it cannot provide the intention of article 29 sub paragraph I of the Law No. 39 1 1999 concerning the protection of rights against people respectfulness and dignity.
The reaction shown by people who were admitted as employee of Tomy Winata and NU - GP Ansor of Surabaya Municipality who have done violence against Tempo Magazine and Jawa Pos News should be avoided because it has been prepared space for settling news announcement that is considered wrong, through answer rights, Press Board and Legal Track as well as Komnas HAM if the violation of human rights happened. Press should be much able to develop between freedom and responsible, which should be able to provide fact news as regulated in The Law of Press Principle and Journalistic Ethic Code and the mistake of news should be serviced with providing answer rights and correction.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jurnal ini membahas bagaimana koran kuning menerapkan Etika Jurnalisme dalam pemberitaannya Koran Lampu Hijau dipilih sebagai obyek bahasan karena Lampu Hijau adalah salah satu Koran Kuning Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini Selain itu penulis merasa penulisan berita di Lampu Hijau dapat dikatakan paling sensasional diantara Koran Kuning Indonesia lainnya Dengan membahas Lampu Hijau penulis berharap media di Indonesia dapat selayaknya menjadi jembatan yang kuat yang mampu mengedukasi dan memberikan informasi yang layak bagi masyarakat Indonesia.

This article explains how yellow papers apply the ethics of journalism in all of their news Writers choose lsquo Lampu Hijau rsquo as the object of research because thus far it rsquo s still existed as one of Indonesian Yellow Papers Moreover in writer rsquo s opinion how lsquo Lampu Hijau rsquo writes their news is the most sensational between all of Indonesian Yellow Papers By critizing lsquo Lampu Hijau rsquo writer hopes Indonesian Media could become a bridge that would educate and give the right of information for all Indonesian people in particular."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kovach, Bill
New York: Three Rivers Press, 2014
071.3 KOV e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Meilina
"Makalah ini mengeksplorasi penerapan konsep antropologis dalam proses produksi berita, dengan fokus pada perspektif emik dan etik. Dalam proses magang sebagai reporter televisi di NET TV, penerapan konsep antropologis seperti wawancara mendalam, observasi langsung, dan penggunaan perspektif narasumber, diadaptasi untuk memberikan wawasan yang lebih kaya dan kontekstual dalam produksi berita. Dalam hal ini, pendekatan emik dan etik memberikan perspektif yang berimbang, memungkinkan pembuat berita memahami sudut pandang dari dalam suatu konteks budaya (emik) dan menyelaraskan interpretasi mereka dengan interpretasi dari luar (etik). Dalam konteks produksi berita, kombinasi pendekatan emik-etik dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana nilai-nilai budaya, norma, dan latar belakang sosial memengaruhi seleksi, penyajian, dan interpretasi kisah narasumber. Metode ini diterapkan terutama pada proses liputan berita tipe magazine news, khususnya dalam segmen Fakta Baik di acara Fakta+62 NET TV Meskipun begitu, penerapan konsep ini tidak selalu ideal; saya sebagai mahasiswa magang dan reporter, sering menghadapi dilema dalam pengolahan data liputan yang harus menyesuaikan idealisme dengan alur kerja media, mempertimbangkan produser, rating, dan minat masyarakat. Media yang mengutamakan akurasi, aktualitas, dan faktualitas menjadi wahana menyelaraskan perspektif emik-etik dengan proses kerja yang gesit. Pengalaman magang ini menunjukkan bahwa perspektif antropologis dalam jurnalistik memperkaya cerita dan membangun jembatan pemahaman antara berbagai budaya dan komunitas.

This paper explores the application of anthropological concepts in the news production process, focusing on emic and etic perspectives. During internship as a television reporter at NET TV, the application of anthropological concepts such as in-depth interviews, direct observation, and the use of source perspectives was adapted to provide richer and more contextual insights in news production. In this context, the emic and etic approaches offer balanced perspectives, enabling newsmakers to understand viewpoints from within a cultural context (emic) and align their interpretations with external perspectives (etic). In the context of news production, the combination of emic-etic approaches can provide a deeper understanding of how cultural values, norms, and social backgrounds influence the selection, presentation, and interpretation of news stories. This method is primarily applied in the magazine news coverage process, particularly in the Fakta Baik segment of the Fakta+62 NET program. However, the application of these concepts is not always ideal; as an intern and reporter, I often face dilemmas in processing coverage data that require balancing idealism with media workflow, considering producers' input, ratings, and public interest. Media that prioritize accuracy, timeliness, and factual reporting become a platform to align emic-etic perspectives with a more agile workflow. This study demonstrates that anthropological perspectives in journalism enrich stories and build bridges of understanding between diverse cultures and communities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surabaya: Institut Studi Arus Informasi , 1997
070 ILU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>