Penelitian ini membahas mengenai Perkebunan Teh Gedeh di Cianjur, Jawa Barat dengan menggunakan sudut pandang arkeologi industri. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi proses produksi teh dan kehidupan sosial di Perkebunan Teh Gedeh melalui keletakan bangunan-bangunan serta arsip. Bangunan-bangunan yang diteliti antara lain bangunan untuk produksi, bangunan untuk tempat tinggal, dan infrastruktur sedangkan arsip yang digunakan berupa foto, peta dan surat kabar. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat tiga tahapan dalam proses produksi teh Perkebunan Teh Gedeh, yaitu praproduksi, produksi dan pasca produksi serta alat-alat yang digunakan pada tahapan-tahapan tersebut. Kelas sosial di Perkebunan Teh Gedeh terbagi menjadi golongan atas, golongan menengah dan golongan pekerja yang terlihat dari pekerjaan, tempat tinggal, pakaian, serta gender. Keletakan bangunan-bangunan di Perkebunan Teh Gedeh memiliki makna dan tujuan tertentu terkait dengan fungsi pengawasan dan fungsi strategis.
This study discusses Gedeh Tea Plantation in Cianjur, West Java, using point of view of industrial archaeology. This study aims to reconstruct the tea production process and social life in Gedeh Tea Plantation through the location of buildings and archives. The buildings studied include buildings for production, buildings for housing, and infrastructure, while the archives used are photos, maps, and newspapers. Based on the results of the analysis, it is known that there are three stages in the tea production process of Gedeh Tea Plantation, namely preproduction, production, and post-production, and the tools used at these stages. The social class in Gedeh Tea Plantation is divided into the upper class, middle class, and working-class as seen from their occupation, residence, clothing, and gender. The location of the buildings in the Gedeh Tea Plantation has a specific meaning and purpose related to its supervisory and strategic functions.
"
PLTU Mantung merupakan pembangkit listrik bertenagakan uap pertama diAsia Tenggara. PLTU ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda untuk meningkatkan hasil dari kegiatan penambangan timah di Belinyu. Kehadiran PLTU Mantung membawa banyak perubahan signifikan, tidak hanya pembaharuan mesin-mesin penambangan yang menggunakan uap sebagai sumber energi tetapi juga turut berperan dalam perekrutan pekerja tambang secara besar-besaran. Kehadiran PLTU Mantung tidak hanya membawa perubahan dari segi pembaharuan teknologi penambangan timah akan tetapi kegiatan penambangan timah tersebut pada akhirnya membentuk suatu pola kehidupan sosial, yang jika dikaji dari sudut pandang Marxisme ialah, kehidupan sosial antara majikan dan buruh. Pembagian kelas sosial tersebut terlihat dari pola tata letak bangunan serta pembagian wilayah yang diperuntukan bagi majikan dan buruh. Kehidupan sosial majikan dan buruh diteliti berdasarkan tinggalan-tinggalan arkeologis yang merepresentasikan dua golongan tersebut.
Mantung steam power plant is the first steam-powered plant in Southeast Asia. Mantung steam power plant was built by the Dutch Colonial government to improve the results of tin mining activities in Belinyu. The presence of Steam Power Plant Mantung bring many significant changes, not only the renewal of mining machines that use steam as an energy source but also played a role in the recruitment of mine workers on a large scale . The presence of Steam Power Mantung not only bring changes in terms of technology renewal tin mining but the tin mining eventually form a pattern of social life, which if examined from the standpoint of Marxism is, social life between owners and workers. The division of social class is evident from the pattern of the layout of the building and zoning that is intended for owners and workers. Social life by owners and workers researched by archaeological remains representing two classes.
"