Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216762 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Ghina Chairunnisa
"ABSTRAK
Transfusi darah dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien thalassemia mayor, namun dapat menyebabkan kelebihan zat besi, sehingga diperlukan terapi kelasi besi, seperti deferipron dan deferasirox. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis obat yang lebih cost-effective dengan metode Analisis Efektivitas-Biaya AEB karena masing-masing obat memiliki perbedaan efektivitas dan biaya obat yang signifikan. Data diambil secara retrospektif dan pengambilan sampel dilakukan secara total sampling berdasarkan catatan rekam medik dan sistem informasi rumah sakit. Pasien yang diikutsertakan merupakan pasien anak-anak pengguna deferipron n=33 dan deferasirox n=27 yang rutin melakukan transfusi darah pada tahun 2016. Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan perubahan kadar serum ferritin. Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat, alat kesehatan, tindakan, administrasi dan jasa dokter, laboratorium serta kantong darah. Berdasarkan hasil penelitian, deferasirox 1.164 ng/mL lebih efektif dari deferipron 692 ng/mL dan median total biaya pengobatan deferasirox lebih mahal. Hasil akhir menunjukkan bahwa rasio efektivitas-biaya deferasirox Rp 65.816,68 lebih rendah dari deferipron Rp 74.956,60 , namun keduanya tidak ada yang mendominasi sehingga tidak dapat ditentukan terapi yang lebih cost-effective. Bila pengobatan deferipron dipilih, perlu dikeluarkan biaya tambahan sebesar Rp 52.416,64 untuk peningkatan satu unit efektivitas dan pengambil kebijakan di pelayanan kesehatan harus mempertimbangkan apakah biaya lebih tersebut sebanding dengan peningkatan efektivitasnya.

ABSTRAK
Blood transfusions are needed in improving the quality of life of major thalassemia patients, but it can lead to excess iron, so it requires iron chelation therapy, such as deferiprone and deferasirox. This study is aimed to analyse whether deferipron or deferasirox is more cost effective with Cost Effectiveness Analysis CEA method because each drug has a significant difference in effectiveness and drug costs. Data were taken retrospectively and sampling was done using total sampling based on medical records and hospital information systems. Patients which included are pediatric patients with deferiprone n 33 and deferasirox n 27 who regulary perform blood transfusion in 2016. The effectiveness is measured by changes in serum ferritin levels and the cost is median of the total cost, summed from the cost of drugs, medical devices, hospitalization, administration, physician, laboratories and blood bags. Based on the results, the effectiveness of deferasirox 1,164 ng mL is greater than deferiprone 692 ng mL and median total cost of deferasirox is more expensive. The final result showed that cost effective ratio of deferasirox Rp 65.816,68 is lower than deferiprone Rp 74.956,60 , but none of both medications is dominant and therefore we could not determine which medication is more cost effective. If deferiprone is selected, it requires extra cost Rp 52.416,64 to increase the effectivity. Policy maker in healthcare facility need to consider if incremental cost of medication is equal to its increased effectiveness."
2017
S69397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Sari Purbandini
"ABSTRAK
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pilihan terapi demam tifoid yang bisa digunakan antara lain adalah antibiotik seftriakson, siprofloksasin, dan sefoperazon. Evaluasi penggunaan obat tersebut tidak hanya dilihat secara klinis, tapi juga secara farmakoekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas-biaya seftriakson dan non-seftriakson dalam pengobatan demam tifoid. Metode penelitian ini menggunakan metode analisis efektivitas-biaya AEB . Data diambil secara retrospektif dan pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan melihat catatan rekam medik dan sistem informasi rumah sakit. Pasien yang menjadi sampel penelitian adalah pasien murni demam tifoid dan menggunakan antibiotik seftriakson atau non-seftriakson pada tahun 2016 di RSUD Cengkareng. Sampel yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 15 pasien, yaitu 10 pasien kelompok seftriakson dan 5 pasien kelompok non-seftriakson. Efektivitas pengobatan diukur dalam efektivitas persentase pasien dengan lama hari rawat kurang dari sama dengan 5 hari . Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat, biaya alat kesehatan, biaya obat lain, biaya cek laboratorium, biaya tindakan, biaya jasa dokter, serta biaya kamar rawat. Berdasarkan hasil penelitian, efektivitas seftriakson 66,67 lebih besar dibandingkan efektivitas non-seftriakson 33,33 . Total biaya pengobatan seftriakson lebih rendah Rp 1.929.355,00 dibandingkan non-seftriakson Rp 2.787.003,00 . Nilai rasio efektivitas-biaya REB seftriakson lebih rendah Rp 28.938,88/ efektivitas dibandingkan non-seftriakson Rp 83.618,45/ efektivitas . Hasil akhir menunjukkan bahwa seftriakson lebih cost-effective dibandingkan non-seftriakson.

ABSTRAK
Typhoid fever is caused by bacterial infection Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. Typhoid fever treatment which can be used such as ceftriaxone, ciprofloxacin, and cefoperazone. The evaluation of drugs not only seen by clinical aspect but also from economic aspect. The study aimed to evaluate the cost effectiveness of ceftriaxone and non ceftriaxone for typhoid fever patients. Cost effectiveness analysis CEA was chosen to be the method of this study. Data were taken retrospectively and sampling was done using total sampling based on medical records and hospital information systems. Patients who become the samples are patients diagnosed typhoid fever only and use ceftriaxone or non ceftriaxone as the antibiotics. The number of samples were 15 patients, which included 10 patients used ceftriaxone and 5 patients used non ceftriaxone. The effectiveness is measured by effectiveness percentage of LOS less than or equal to 5 days . The cost is median of total cost, summed from the cost of drug, other drugs, medical devices, laboratory tests, physician, healthcare services, and hospitalization. Based on result study, the effectiveness of ceftriaxone 66.67 is greater than non ceftriaxone 33.33 . Total cost of ceftriaxone Rp 1,929,355.00 is less expensive than non ceftriaxone Rp 2,787,003.00 . Average cost effectiveness ratio ACER of ceftriaxone Rp 28,938.88 effectiveness is lower than non ceftriaxone Rp 83,618.45 effectiveness . The final result showed that ceftriaxone is more cost effective than non ceftriaxone. "
2017
S69258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Nur Fa'izah
"Pneumonia komunitas merupakan peradangan akut pada parenkim paru yang bersumber dari masyarakat dengan tingkat mortalitas, morbiditas, dan beban biaya yang tinggi terutama pada pasien rawat inap. Rata-rata biaya yang dibutuhkan bagi pasien pneumonia komunitas di Indonesia dalam satu periode rawat inap kurang-lebih mencapai Rp11.877.120. Pemilihan antibiotik empiris yang tepat penting dalam mengendalikan infeksi dan mengurangi beban total biaya pengobatan. Studi farmakoekonomi digunakan untuk mengetahui intervensi antibiotik yang paling unggul dari aspek efektivitas-biaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas-biaya levofloksasin monoterapi dibandingkan dengan kombinasi seftriakson-azitromisin pada pasien pneumonia komunitas rawat inap non-ICU di RSUD Tangerang Selatan. Desain studi yang digunakan merupakan cross-sectional dengan metode pengumpulan data secara retrospektif terhadap data rekam medis, data penggunaan obat, dan data billing. Efektivitas terapi dinilai sebagai proporsi pasien yang mencapai kestabilan klinis setelah 72 jam penggunaan antibiotik. Data biaya yang digunakan berupa data biaya medis langsung berdasarkan perspektif rumah sakit. Sampel pada penelitian ini berjumlah 86 pasien yang merupakan 43 pasien dari masing-masing kelompok terapi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara efektivitas kelompok levofloksasin dan kombinasi seftriakson-azitromisin (p < 0,05). Berdasarkan perhitungan REB (rasio efektivitas-biaya), kelompok levofloksasin memiliki nilai sebesar Rp78.028,22/% efektivitas dan kelompok kombinasi seftriakson-azitromisin Rp107.666,91/% efektivitas.

Community-acquired pneumonia (CAP) is an acute inflammation of the lung parenchyma that originates from the community and carries a high mortality, morbidity, and cost burden, particularly in hospitalized patients. The average cost of treating CAP patients in Indonesia during a single hospitalization period is Rp11,877,120. Selecting the appropriate empiric antibiotic is crucial in controlling the infection and reducing the overall treatment costs. Pharmacoeconomic studies are conducted to determine the most effective and cost-efficient antibiotic intervention. This study aims to analyze the cost-effectiveness of levofloxacin monotherapy compared to the combination of ceftriaxone-azithromycin in non-ICU inpatient CAP cases at RSUD Tangerang Selatan. The study design was cross-sectional, utilizing a retrospective data collection method that involved medical records, drug usage data, and billing information. The therapy's effectiveness was assessed by the proportion of patients who achieved clinical stability after 72 hours of antibiotic use. The cost data utilized represents direct medical costs from the hospital's perspective. The study sample consisted of 86 patients, with 43 patients in each treatment group. The results indicated a significant difference in the effectiveness of the levofloxacin group compared to the ceftriaxone-azithromycin combination (p < 0.05). Calculation of the Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) revealed that the levofloxacin group had a value of Rp78,028.22 per % effectiveness, while the ceftriaxone-azithromycin combination group had a value of Rp107,666.91 per % effectiveness. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Dewi Sharon
"Latar belakang: Transfusi rutin merupakan terapi utama bagi pasien thalassemia mayor, namun transfusi berulang diikuti masalah baru yaitu beban kelebihan besi yang terakumulasi dalam jaringan. Pemberian terapi kelasi besi adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuka mengetahui hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif observasional dengan desain potong lintang, untuk menganalisis hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Luaran efektivitas dinilai dengan penurunan serum feritin ≥ 500 ng/mL.
Hasil: Setelah 6 atau 12 bulan terjadi penurunan serum feritin pada 16 (34,7%) subyek kelompok kombinasi, dan 22 (27,5%) subyek kelompok monoterapi (p = 0,391). Sembilan (19,5%) subyek kombinasi mengalami efek samping obat, dan 17 (21,2%) subjek pada kelompok monoterapi (p = 0,822). Analisis minimalisisasi biaya menunjukkan bahwa rerata biaya per pasien thalassemia-β mayor anak yang menggunakan rejimen monoterapi selama 6 dan 12 bulan lebih murah Rp 13.556.592,64 (30,46%) dan Rp 20.162.836,10 (25,56%) dari rejimen kombinasi.
Kesimpulan: Rejimen kombinasi sama efektifnya dengan rejimen monoterapi dalam menurunkan serum feritin. Tidak ada perbedaan efek samping obat yang bermakna diantara keduanya.

Background: Blood transfusion is the main therapy for thalassemia major patients, but repeated transfusions are followed by new problems namely the excess iron load accumulated in the body tissue. Iron chelation therapy is the only way to maintain iron balance in the body.
Aim: This study aimed to determine the efficacy, safety , and cost analysis of of combination iron chelation regimen with mono-therapy.
Method:This study was designed as a retrospective observational study with a cross-sectional design, to analyze the relationship between therapeutic effectiveness, drug side effects and the cost of combination iron chelation regimen (DFO+DFP and DFP+DFX) and DFP mono-therapy dose ≥ 90 mg/kg/day. Outcome effectiveness was assessed by decreasing serum ferritin ≥ 500 ng/mL.
Result: After 6 or 12 months there was serum ferritin decreased in 16 (34,7%) subjects in combination group and 22 (27,5%) subjects in mono-therapy group (p = 0,391). Nine (19,5%) subjects in combination group experienced adverse effect, and 17 (21,2%) subjects in the mono-therapy group (p = 0,822). Analysis cost of minimization shows that the average cost per major thalassemia-β patient for children using a mono-therapy regimen for 6 and 12 months is cheaper Rp 13.556.592,64 (30,46%) and Rp 20.162.836,10 (25,56%) compared to combination regimen.
Conclusion: Combination regimens are as effective as a mono therapy regimens in decreasing serum ferritin. There were no significant differences in adverse effect between the two.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Wulandari Agustini
"ABSTRAK
Instalasi Farmasi RSUD Balaraja berusaha menerapkan keselamatan pasien
untuk meningkatkan pelayanannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui
tingkat kematangan budaya keselamatan pasien di Instalasi Farmasi RSUD
Balaraja serta komitmen RSUD Balaraja dalam menerapkan keselamatan
pasien. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan FGD
berdasarkan Manchester Patient Safety Assessment Framework. Hasil
penelitian menyatakan bahwa penerapan budaya keselamatan pasien di
Instalasi Farmasi RSUD Balaraja berada pada tingkat birokratis. Disarankan
agar diadakan pelatihan keselamatan pasien kepada seluruh staf farmasi agar
mereka memiliki kompetensi dalam hal keselamatan pasien. Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus diaktifkan untuk menegakkan
penerapan budaya keselamatan pasien

ABSTRACT
Balaraja Hospital?s Pharmacy trying to implement patient safety to improve its
service . This study aims to determine the maturity level of patient safety culture
in Balaraja Hospital?s Pharmacy and commitment in implementing patient safety .
It?s a qualitative study that uses FGD by Manchester Patient Safety Assessment
Framework. The study states that the implementation of patient safety culture in
Balaraja Hospital?s Pharmacy are at bureaucratic level . It?s recommended to held
patient safety training to all pharmacy staffs so they have competence in patient
safety. Hospital Patient Safety Team must be activated to enforce implementation
of patient safety culture"
2016
T45967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Young Ferry
"Program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin atau Askeskin bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pelayanan Askeskin di RSUD Kabupaten Tangerang menghadapi masalah penggunaan obat non formularium karena menjadi beban rumah sakit.
Penelitian ini keseluruhan bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan obat bagi masyarakat miskin sesuai pedoman pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Penelitian ini berada dalam lingkup farmako ekonomi dengan disain comparative non experimental study dengan cara Pengukuran Sesudah Kejadian (PSK) atau ex-post pacto.
Hasil penelitian menunjukan bahwa obat-obat formularium untuk pelayanan Askeskin tidak mencakup seluruh pelayanan obat untuk penyakit atau penderita yang di Rawat inap RSUD Kabupaten Tangerang. Dari 432 nama obat yang digunakan dalam pelayanan Askeskin terdapat 125 obat non formularium. Pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap bangsal kelas III Askeskin lebih banyak obat non formularium yang diberikan oleh dokter lama (lama kerja lebih dari 5 tahun) dan dokter dengan status kerja sebagai residen. Jenis obat non formularium banyak diberikan pada pasien lakilaki dan umumnya diberikan untuk pasien NCB KMK (Neonatus Cukup Bulan Kurang Masa Kehamilan), serta diresepkan paling banyak pada pasien yang dirawat di ICU.
Melihat apa yang dapat disimpulkan dari hasil penulisan, dapat menjadi acuan untuk meningkatkan pelayanan rawat inap rumah sakit terhadap pasien miskin dan menjadi telaah bagi pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dan diusulkan agar jenis obat non formularium yang banyak digunakan dimasukkan ke dalam jenis formularium.

Health care program for poor community or Askeskin as a mean to upgrade access and health service quality for needy community in order to reach the optimal degree of health community. Askeskin service at Tangerang Regency Public Hospital faces a non formularium medicines?s using problem because it becomes a responsibility for hospital.
This research intends to evaluate medicines service for poor community according to health care for poor community?s manual. This research will be in farmaco economics area with comparative non experimental study design or ex-post facto.
Result of the research shows that fomularium medicines for Askeskin service do not include all medicine service for illness or the sicks who take care at Tangerang Regency Public Hospital. From 432 medicine names which used in Askeskin service contain 125 non formularium medicines. Health service for patients of class III ward Askeskin much more non formularium medicines which given by senior doctors (more than 5 years of work time ) and doctors with resident statues. Many kinds of non formularium medicine given to men patients and generally given to MNC KMK patients, the patients who stay in ICU too.
Looking at the result that can be concluded, it can be a reference to upgrade ward service of Hospital to poor community and be a study for interested parties toward upgrading of community health service on a whole scale. And suggested in order to kinds of non formularium medicines that many used may be included in formularium kinds.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41264
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Ayu Suryaning Tyas
"Pemerintah Indonesia sejak 2014 menetapkan pengadaan obat melalui e-katalog, dan mewajibkanfaskes pemerintah untuk melaksanakan kebijakan obat e-katalog untuk mendukung JKN. Penelitianini bertujuan mengetahui implementasi e-katalog obat di RSUD Pulangpisau tahun 2016. Datadikumpulkan melalui indepth interview, observasi dan telaah dokumen. Implementasi e-katalog obatbelum berjalan dengan baik. Ditemukan masalah kekosongan obat karena distributormemprioritaskan Pulau Jawa, ketidak ? tepatan rencana kebutuhan obat, kesulitan internet, pekerjaaanmanual, minimnya dana, kurangnya sarana prasarana untuk pelayanan obat e-katalog. Sulit untukdistributor menyediakan buffer sebagai solusi penyimpanan dan penjualannya, karena bisa tidakterjual. Disarankan perlunya komitmen penyedia, serta kesiapan dan ketersediaan obat sesuaidengan kontrak. Selain itu agar rumah sakit menyediakan koneksi internet yang stabil dan lebih cepat,membuat sistem informasi rumah sakit. Agar manajemen rumah sakit memperhatikan ketersediaanobat, tenaga dan sarananya, dan mengalokasi dana yang lebih besar, membuat instalasi farmasisebagai unit sentral, membayar tagihan obat ke distributor sesuai term of payment, dan melaksanakantata kelola sebagai UPT dinas kesehatan. Agar Dinas Kesehatan Pulangpisau melakukan monitoringdan evaluasi pelaksanaan e-catalog, membuat pelatihan pedoman perencanaan kebutuhan obat yangbaik, pelatihan membuat rencana kebutuhan obat bagi petugas dinas kesehatan dan rumah sakitKata Kunci: Pulangpisau, e-catalog

The Indonesian government has since 2014 set up drug procurement through e catalogs, and requiresgovernment faciities to implement e catalog drug policies. This study aimed to find out theimplementation of e catalog of drugs in RSUD Pulangpisau 2016. Data collected through indepthinterview, observation and document review. The study found that e catalog implementation facedmany problems, i.e, drug stock out as the distributor prioritized Java, inaccurateness of the drugrequirement planning, internet difficulties, manual work, the lack of needed funds and facilities forthe e catalog services. It was difficult for distributors to provide buffers as their storage and salessolutions, as they may not unsold. It is recommended that the drug providers committed and providejust enough drugs as stated in the contract. In addition, it is suggested that hospital provide a stableInternet connection, develop hospital information system. The management should pay attention tothe availability of medicines, personnel and facilities, allocate more funds, make pharmaceuticalinstallations as central units, pay the drug bills to the distributors according to the term of payment,and implement better governance. The district health office should monitor and evaluate theimplementation of e catalogs, provide training on good drug guideline, and drug requirementplanningKeyword Pulangpisau, e catalog."
2018
T50444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rachmaniah
"ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh psikoedukasi terhadap
kecemasan dan koping orangtua dalam merawat anak dengan thalasemia mayor di
RSU Kabupaten Tangerang. Desain penelitian adalah quasi eksperiment pre-test
and post-test without control. sampel dalam penelitian berjumlah 47 orang tua
yang mempunyai anak dengan thalasemia mayor yang didiagnosa kurang dari satu
tahun. Hasil menunjukkan terdapat pengaruh psikoedukasi terhadap kecemasan
dan koping orang tua, juga terdapat pengaruh pekerjaan terhadap kecemasan
orang tua. Pendidikan, penghasilan keluarga dan jumlah anak dengan thalasemia
tidak berpengaruh terhadap kecemasan dan koping orang tua. Untuk selanjutnya
perlu dilakukan penelitian untuk melihat efektifitas psikoedukasi terhadap
penyakit kronis yang lain.

Abstract
This study aims to determine the effect of anxiety and coping psychoeducation
parents in caring for children with thalassemia major in RSU Tangerang regency.
The study design was quasi experiments pre-test and post-test without control.
The sample in this study of 47 parents who have children diagnosed with
thalassemia major less than one year. The result shown there psychoeducation
affected on anxiety and coping of parents, there is also influence employment
status of the anxiety of parents. affect the education, family income and number of
children with thalassemia had no effect on anxiety and parental coping. For
further research needs to look at the effectiveness psychoeducation against other
chronic diseases."
2012
T30476
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Icang Khairani
"Penyakit pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak di dunia. Kasus kematian anak di Indonesia yang diakibat oleh pneumonia diperkirakan mencapai 23,6 . Antibiotik memiliki peran penting dalam terapi pengobatan pneumonia. Pemberian ampisilin dan seftriakson direkomendasikan untuk pasien pneumonia anak. Analisis Efektivitas Biaya AEB merupakan salah satu metode farmakoekonomi untuk mengetahui obat yang efektif dengan biaya terkecil. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan total biaya medis langsung dan efektivitas yang ditinjau dari lama hari rawat pasien yang menggunakan ampisilin dan seftriakson. Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan studi penelitian cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder pasien dan data keuangan pasien pneumonia anak di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2016. Pengambilan sampel dilkakukan secara total sampling. Jumlah pasien dalam analisis sebanyak 21 pasien, yaitu 8 pasien menggunakan ampisilin dan 13 pasien menggunakan seftriakson. Median total biaya medis antara ampisilin dan seftriakson berturut-turut sebesar Rp 2.717.075,00 dan. Rp 3.333.750,00. Median lama hari rawat ampisilin dan seftriakson berturut-turut 5,5 hari dan 6 hari. Berdasarkan AEB menunjukkan bahwa ampisilin lebih cost-effective dibandingkan seftriakson.

Pneumonia is one of the leading causes of death in children in the world. The case of child mortality in Indonesia caused by pneumonia is estimated at 23.6 . Antibiotics have an important role in the treatment of pneumonia therapy. Provision of ampicillin and ceftriaxone is recommended for pediatric pneumonia patients. Cost Effectiveness Analysis AEB is one of the pharmacoeconomic methods to find out the effective drug with the smallest cost. This study was conducted to compare the total direct medical cost and effectiveness, which was measured from length of stay LOS , of ampicillin and ceftriaxone usage. The research design used was non experimental with cross sectional study. Retrospective data retrieval was performed on patient secondary data and financial data of child pneumonia patient at Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta in 2016. Samples were taken by using total sampling method. The number of patients in the analysis were 21 patients, which included 8 patients with ampicillin and 13 patients with ceftriaxone. Median total medical costs between ampicillin and ceftriaxone were respectively Rp 2,717,075.00 and. Rp 3,333,750.00. Median duration of day of ampicillin and ceftriaxone consecutive 5.5 days and 6 days. An AEB shows that ampicillin is more cost effective than ceftriaxone.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pustika Amalia Wahidiyat
"ABSTRACT
Background: there are currently three iron chelator readily available for patients Indonesia; deferiprone/DFP (branded as Ferriprox), deferasirox/DFX (branded as Exjade) and deferoxamine/DFO (branded as Desferal). This study aims to determine which iron chelator is the most efficient in reducing cardiac and hepatic iron overload (measured by means of T2 MRI). Methods: journal search with determined MeSH term was done in PubMed and Scopus. Studies that looked upon thalassemia major patient in all ages with usage of monotherapy iron chelation and its effect on myocardial T2 MRI and/or liver T2 MRI was included. Appraisal of studies was done using Oxford CEBM appraisal tools and Joanna Brigs Institute critical appraisal tools. Results: total of 11 studies with grand total of 611 samples were included. Mean T2 MRI value or (when available) mean changes in T2 MRI value after usage of specific iron chelator was gained from all the studies included. Comparison study and individual studies shows better control and increase of myocardial T2 MRI in those with DFP, and of liver T2 in those with good adherence to DFO chelation. Conclusion: DFP is superior in controlling or reducing myocardial iron load (as proven by mT2 MRI) and DFO had better capabilities in controlling or reducing hepatic iron load (as proven by liver T2* MRI). Studies with longer observation and larger samples is needed to see a significant changes of T2 MRI in DFX."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
JAK 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>