Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79880 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najiana Daroini
"ABSTRAK
Dewasa ini konflik pertanahan beragam jenisnya, salah satunya adalah dalam hal pendaftaran jual beli tanah. Persyaratan pendaftaran jual beli tanah berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengharuskan adanya akta yang dibuat oleh PPAT. Namun pada praktiknya masih banyak terjadi di masyarakat bahwa dalam proses jual beli tidak menggunakan akta PPAT. Dalam ayat 2 Pasal 37 tersebut menyatakan bahwa apabila tidak ada akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan setempat diberikan kewenangan untuk mendaftarkan jual bei tanah tersebut apabila bukti-bukti yang adakebenaraannya dianggap cukup oleh Kepala Kantor Pertanahan. Hal ini akan menjadi konflik apabila salah satu pihaknya penjual atau pembeli sudah tidak diketahui lagi keberadaannya pada saat akan dilakukan pendaftaran jual beli tanah. Kemudian indikator-indikator kadar kebenaran yang dianggap cukup menurut Kepala Kantor Pertanahan belum ada suatu ketentuan yang menjadi acuan atas indikator tersebut. Terlebih lagi Kepala Kantor Pertanahan di kota-kota besar seperti Jakarta, Depok dan Bogor yang kebanyakan tidak berani untuk melakukan kewenangan tersebut dikarenakan lalu lintas sengketa pertanahan yang cukup tinggi sehingga dikhawatirkan akan timbul sengketa dikemudian hari. Maka dari itu, Kepala Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya suatu Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk menjadi dasar dalam pendaftaran jual beli tanah tersebut. Oleh karena itu, sudah sepatutnya ada suatu peraturan yang menjadi acuan Kepala Kantor Pertanahan untuk menentukan indikator-indikator bukti-bukti yang kebenarannya telah dianggap cukup untuk segera mendaftarkan jual beli tanahnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif.

ABSTRAK
Abstract Nowadays land conflicts has various kinds, one of them is in terms of registration of land sales. The requirement of registration of land sales based on Article 37 of Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 concerning Land Registration requires the existence of deed made by PPAT. But in practice there is still much happen in the society that in the process of buying and selling doesn rsquo t use PPAT deed. In paragraph 2 of Article 37 it states that if there is no PPAT deed, the Head of the local Land Office shall be authorized to register the sale of the land if the proof of which is deemed sufficient by the Head of the Land Office. This will be a conflict if one of the parties seller or buyer is no longer known existence at the time will be registration of land sales. Then the indicators of truth content that is considered sufficient according to the Head of Land Office there is no provision that became a reference for the indicator. Moreover Head of Land Office in big cities like Jakarta, Depok and Bogor which is mostly don rsquo t dare to do the authority because of high land dispute traffic, so it is feared will causes dispute in the future. Therefore, the Head of the Land Office requires a Court Decision with a permanent legal force to become the basis for registration of the land sales. Therefore, it should has a regulation which becomes the reference of the Head of the Land Office to determine indicators of evidence whose truth has been deemed sufficient to immediately register the sale and purchase of the land. This research uses descriptive research method. "
2017
S69659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Don Arfan
"Tesis ini membahas mengenai jual beli hak atas tanah berdasarkan hukum adat yang dijadikan dasar untuk pendaftaran tanah dengan menganalisa suatu putusan pengadilan Negeri Cibinong. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif, sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kedudukan jual beli tanah yang dilakukan berdasarkan hukum adat dalam pandangan hukum positif di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum serta penyelesaian hukum terhadap pemegang hak terakhir yang mengalami kesukaran untuk melakukan pendaftaran tanah akibat jual beli berdasarkan pada hukum adat, dari hasil penelitian disarankan bahwa jual beli hak atas tanah hendaknya dilakukan dihadapan PPAT yang berwenang, dan Kantor Pertanahan berikut PPAT sebagai mitra Kantor Pertanahan selalu memberikan informasi serta melakukan penyuluhan tentang Hukum Tanah Nasional kepada masyarakat setempat agar terciptanya kepastian hukum dan adanya perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah.

This thesis discusses the sale and purchase of land rights based on customary law wich is made the basis for land registration by analyzing a decision of the Court Cibinong. Research using this method of research with a qualitative approach normative, so that this research can provide a snapshot of the sale and purchase is based on customary law in the positive law in Indonesia and how the protection and legal settlement of the last holder of the rights that are difficult to perform the registration of land in onder maintenance data. Based on the results of research suggested that the sale and purchase rights to the land should be done before the authorized PPAT and PPAT Office land below as a patner of the Land Office land below as a patner of the Land Office should always be to provide information and conduct espionage on national land law to the local community in order (o to create legal certainty and the protection of the law rights over land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26081
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Saputro
"Fokus dari penelitian untuk tesis ini adalah tentang jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara lisan. Dalam kenyataannya jual beli lisan masih sering ditemukan di masyarakat, seperti kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 836/Pdt.G/2020/PN.Sby. Sengketa dalam Putusan a quo dipicu oleh tidak adanya itikad baik dari pembeli yang mengakibatkan kerugian bagi penjual. Untuk itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang keabsahan jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara lisan dan perlindungan hukum kepada penjual apabila ternyata pembeli tidak memiliki itikad baik. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan studi dokumen (kepustakaan). Data sekunder yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara lisan dapat dibatalkan kesepakatannya oleh hakim apabila salah satu pihak wanprestasi (dalam hal ini adalah pembeli) karena jual beli lisan itu sendiri dianggap sah berdasarkan sifat jual beli hak atas tanah menurut hukum adat yaitu terang, tunai dan riil, serta didasari oleh beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung yang memutuskan keabsahan jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara lisan. Adapun perlindungan hukum yang diberikan kepada penjual yang sertipikat tanahnya dibawa oleh pembeli yang tidak memiliki itikad baik adalah dengan mengajukan permohonan penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Pasal 138 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

The focus of this thesis research discuss about lang purchase agreement which done by verbally. In reality, oral purchasing is still often found in public, such as the case on the Surabaya District Court Decision Number 836/Pdt.G/2020/PN.Sby. The dispute in the a aquo decision triggered by the absence of good faith from the buyer which impact an losses for the seller. For this reason, the problems raised in this study are about the validityof lang purchase agreement which are carried out orally and legal protection to the seller if it turns out that the buyer does not have good faith. This normative legal research uses studies document (library research). The secondary data obtained were then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be stated that the sale and purchase of land rights carried out verbally can be canceled by the judge if one of the parties defaults (in this case the buyer) because the oral sale is considered valid based on the nature of the sale of land according to customary law, namely clear, cash. and real, and is based on several Jurisprudence of the Indonesia Supreme Court which decides the validity of the sale and purchase of land rights by oral. The legal protection given to sellers whose land certificates are taken away by buyers who do not have good faith is to apply for the issuance of replacement certificates based on Article 58 of The Republic Indonesia Government Regulation Number 24 of 1997 about Land Registration and Article 138 of the Ministry of Agrarian/Head of the National Land Agency Regulation Number 3 of 1997 about Implementing Provisions of Government Regulation Number 24 of 1997 about Land Registration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Iswandari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kepastian hukum jual beli atas tanah dengan adanya Putusan Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). Tulisan ini menggunakan metode doktrinal, dengan tipologi penelitian preskriptif analisis menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel dan jurnal. Kepastian hukum dalam pembuatan akta jual beli (AJB) atas tanah menjadi landasan utama dalam transaksi properti, dimana terdapat beberapa situasi/kondisi ketika proses transaksi jual beli sudah lunas, pembeli masih belum dibuatkan AJB, sementara pembeli ingin mendaftarkan kepemilikan atas obyek yang dibelinya menggunakan atas nama sendiri, tetapi kesulitan dalam mencari keberadaan pihak penjual, sehingga pembeli menggunakan cara lain untuk memperoleh kepastian hukum melalui gugatan ke pengadilan. Kepastian hukum pembuatan AJB atas tanah yang dibuat karena adanya putusan pengadilan sejatinya tidak memiliki pengaturan hukum baik dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (yang kini telah diperbaharui dengan PP No. 18 Tahun 2021), maupun dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Meski di pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 tidak mengakomodasi, Putusan pengadilan dapat dijadikan pondasi dasar dalam melakukan peralihan hak maupun balik nama sertifikat disebabkan putusan memiliki prinsip “Res Judicata Pro Veritate Habetur” yang bermakna bahwa “putusan hakim harus dianggap benar” ketika putusan tersebut ditetapkan, berdasarkan irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip tersebut memposisikan hakim sebagai bagian fundamental dalam menegakkan keadilan dalam negeri terkait suatu perkara yang hendak diputuskan. Hal tersebut memberi akibat hukum bagi Pembeli untuk memiliki hak memperoleh sertifikat yang sah yang akan diterbitkan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan atas kepemilikan tanah serta mendapat ganti rugi biaya perkara.

This article analyzes the legal certainty of buying and selling land with a court decision (Study of Tangerang District Court Decision Number 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). This paper uses a doctrinal method, with a prescriptive analysis research typology using primary legal materials in the form of statutory regulations and secondary legal materials in the form of books, articles and journals. Legal certainty in making a sale and purchase deed (AJB) for land is the main basis for property transactions, where there are several situations/conditions when the sale and purchase transaction process has been completed, the buyer has not yet made an AJB. In contrast, the buyer wants to register ownership of the object he purchased using the above name. Still, it is difficult to find the seller's whereabouts, so the buyer uses other methods to obtain legal certainty through a lawsuit in court. The legal certainty of making AJB on land which is made because of a court decision does not have any legal regulation either in PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration (which has now been updated with PP No. 18 of 2021), as well as in Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles, although in article 37 of PP No. 24 of 1997 does not accommodate, court decisions can be used as the basic foundation for transferring rights or changing the name of certificates because the decision has the principle of "Res Judicata Pro Veritate Habetur" which means that "the judge's decision must be considered correct" when the decision is determined, based on the principle "For the sake of Justice Based on Belief in One Almighty God.” This principle positions judges as a fundamental part of upholding domestic justice regarding a case to be decided. This has legal consequences for the Buyer to have the right to obtain a valid certificate which will be issued by the South Tangerang City Land Office regarding land ownership and to receive compensation for court costs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najiana Daroini
"Dalam penelitian ini dibahas tentang akta jual beli PPAT yang menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dimana dalam konteks tersebut PPAT menjadi pihak berperkara di pengadilan baik yang disebabkan oleh akta yang dibuatnya maupun perselisihan para pihak terkait akta itu sendiri. Oleh karena itu permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah suatu penyangkalan para pihak dalam akta jual beli yang dibuat oleh PPAT sehingga menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan serta pertanggungjawaban PPAT terhadap pihak-pihak yang dirugikan atas akta yang dibuatnya. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok dari penelitian ini maka dipergunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dari analisis yang dilakukan secara kualitatif diketahui bahwa PPAT yang membuat akta jual beli dalam kasus tersebut tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembuatan akta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga berakibat merugikan Penggugat sebagai pemegang hak atas tanah yang menjadi objek perkara. Dengan demikian PPAT harus mempertanggung jawabkannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Sehingga akta dibuat sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi para pihak.

The research discusses the sale and purchase deed made by the Land Deed Official (PPAT) to execute land transfer, which is the cause of the land dispute in the Decision of South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. In the case, PPAT deeds as the defendant due to the misrepresented deed led to the dispute. The main issue raised in this research is a claim from the plaintiffs about the sale and purchase deed made by defendant result in the loss and damages as well as the PPAT’s responsibility to the party for the deed it made. To be able to explain the main problem of this research, a normative juridical research method is used through a statute analysis and a case analysis based on the Decision of the South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. From those analysis, it is determined that the defendant (PPAT) has violated the rules for making enforcable deeds as stipulated in the statutory regulations, which resulted in plaintiffs loss and damages.. Thus, the defendant (PPAT) must be responsible for remidies and charges of administrative, civil and criminal provisions. In conclusion the deed has to be made in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations to provide legal protection and legal certainty for all parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Dini Tenri Liu
"Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan bukti autentik mengenai perbuatan hukum yang dilakukan para pihak terkait dengan peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli, sebagai dasar pendaftaran pemindahan hak. Dalam putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg ditemui adanya pembuatan Akta Jual Beli Tanah yang dibuat tidak sesuai dengan prosedur dimana PPAT tidak melaksanakan kewajibannya yaitu membacakan/menjelaskan isi akta kepada para pihak serta mengabaikan keberadaan saksi dalam proses pembacaan dan penandatanganan aktanya. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa peranan saksi dalam proses pembuatan Akta Jual Beli Tanah oleh PPAT dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dengan dihadiri oleh saksi berdasarkan putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan penelitian, saksi memiliki peranan untuk memberikan kesaksian mengenai perbuatan hukum jual beli yang dilakukan oleh para pihak benar terjadi dan sesuai dengan kehendak para pihak serta keberadaannya untuk memenuhi syarat kautentikan akta yang dibuat oleh PPAT. Akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dan penandatanganannya tidak dihadiri oleh saksi menyebabkan akta yang dibuat oleh PPAT terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan. Terhadap keadaan ini PPAT dapat dikenakan sanksi administratif yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya karena tidak melaksanakan kewajibannya dan apabila ada pihak yang dirugikan oleh PPAT  maka PPAT bertanggungjawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas jabatannya dan bagi pihak yang dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata.

Land Deed Official (PPAT)s deed is an authentic proof concerning legal action by the parties related to conveyance of land, one of them through purchase and sale, for registration transfer of right. In the decision No. 16/Pdt.G /2015/PN.Krg, The making of Purcase Land Deed was found not in accordance with the procedure where PPAT did not carry out his/her obligations, namely reading or explaining the contents of the deed to the parties and ignoring the existence of witnesses in process of reading and signing the deed. This writing aims to analyze the role of witness in the process of making Purchase Land Deed by PPAT and legal consequences of the Purchase Land Deed which is not read out to the parties and the signature not attendance by witness based on the decision No. 16/Pdt.G/2015/ PN.Krg. The research method used juridical normative. Based on research, the witness have role to give evidence about legal act of sale and purchase which is conducted by the parties true happened and in accordance with the wishes of the parties and also the existence of witness to fulfill the authenticity of the deed made by PPAT. Legal consequences of the Purchase Land Deed which not read out to the parties and their signing not attended by the witness caused the deed that was made by PPAT degraded in term of its evidencing power to become a private deed. Against this situation, PPAT may have subject to administrative sanctions such as terminated dishonorably from his position for not performing his obligations and if any parties has been harmed, PPAT shall be personally responsible for the performance of his/her duties and for the injured party may request civil liability.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romadonita
"Menurut hukum positif kita jual beli harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan hanya jual beli dengan akta yang dibuat oleh PPAT saja yang dapat dipakai untuk pendaftaran di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah (pasal 19 PP Nomor 10/1961 jo PP No 24/1997). Dalam praktek sebelum dilakukan jual beli tanah penjual dan pembeli membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dihadapan Notaris. PPJB adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas. PPJB tanah lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang- undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Didalam PPJB biasanya penjual memberikan kuasa kepada pembeli, untuk pemberian kuasa disini hanya meliputi tindakan pengurusan saja, sehingga artinya disini tidak dibenarkan pemberian kuasa yang mengakibatkan pemegang kuasa dapat menjalankan segala tindakan pemilikan dan tindakan pengurusan. Kuasa tersebut bisanya digunakan apabila penjual tidak dapat hadir dalam penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) sehingga pembeli bertindak pula sebagai penjual untuk menandatangani AJB tersebut. Dalam pemberian kuasa ini banyak ditemui penjual memberi kuasa yang tidk dapat dicabut kembali atau biasa disebut kuasa mutlak. Pemberian kuasa mutlak tersebut dalam prakteknya menimbulkan masalah sengketa tanah.

According to the sale and purchase of our positive law must be carried out in the presence of a Land Deed Official and only with the purchase made by Land Deed Official that can be used for registration in the Land Registry section of the Land Office (Article 19 Law No. 10/1961 and PP 24/1997). In practice prior to the sale and purchase of land sellers and buyers make the Sale and Purchase Agreement before Notary. Sale and Purchase Agreement is an agreement that serves as a preliminary agreements that in the free shape. Sale and Purchase Agreement born as a result of inhibition or the presence of certain requirements set by the laws relating to the sale and purchase of land rights are ultimately somewhat inhibit the settlement of transactions in the sale and purchase of land rights. These requirements exist born of legislation that exist and some are arising as agreed by the parties that will make buying and selling land rights. In Sale and Purchase Agreement usually authorizes the seller to the buyer, to the provision of power here only covers acts of management course, so that means here is not justified authorization may result in the holder of the power to run all actions and acts of management ownership. Authorization is usually used if the seller can not be present at the signing of the Sale and Purchase Agreements so that the buyer acts as well as the seller to sign the Sale and Purchase Agreements. In granting this authority authorizes many sellers found that none were revocable or so-called absolute power. Giving the absolute power to cause problems in practice land disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedik
"Tanah adalah sumber daya alam yang dibutuhkan oleh banyak aspek dalam kehidupan. Sebagai salah satu landasan untuk terpenuhinya kebutuhan manusia, Tergugat I mengajukan penetapan menjadi pengampu dan ijin jual ke PN Ngawi dengan alasan untuk biaya hidup maupun perawatan. Kedua objek tanah tersebut termasuk merupakan harta warisan yang didapatkan oleh Endang Hariwarti melalui waris berdasatkan Surat Keterangan Waris tanggal 21-10-2013 atas nama Endang Hariwarti yang dibenarkan Kepala Desa Gelung Tanggal 21-10-2013 no. 1327/404.314.12/2013 dan dikuatkan Camat Paron tanggal 16-12-2013 no. 594.4/01.02/WRS/404.314/2013. Oleh karena itu permasalahan yang akan diteliti adalah keabsahan jual beli hak atas tanah bawaan oleh pegampu berdasarkan penetapan pengadilan dan bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap Akta Jual Beli Tanah yang dibatalkan dalam hal tanah bawaan. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis Penulis diketahui bahwa Majelis Hakim mengabulkan gugatan dari Penggugat I untuk membatalkan jual beli yang dilakukan Tergugat I dengan Tergugat II dan Tergugat III dan menyatakan sertipikat Hak Milik nomor 2201 dan Hak Milik 2202 berikut juga menyatakan jual beli yang dilakukan adalah cacat hukum. Peran aktif dari Balai Harta Peninggalan untuk memonitor pelaksanaan dari penetapan hakim yang meletakkan seseorang berada di bawah pengampuan.

Land is a natural resource that is needed by many aspects of life. As one of the foundations for the fulfillment of human needs, Defendant I submitted a determination to be a Curator and permission to sell to the Ngawi District Court on the grounds of living expenses and maintenance. The two land objects are inherited assets obtained by Endang Hariwarti through an inheritance based on a Certificate of Inheritance dated 21-10-2013 in the name of Endang Hariwarti which was confirmed by the Head of Gelung Village on 21-10-2013 no. 1327/404.314.12/2013 and strengthened by the Head of Paron District on 16-12-2013 no. 594.4/01.02/WRS/404.314/2013. Therefore, the problems that will be investigated are the legality of the sale and purchase of inherited land rights by the curator based on a court ruling and how Land Deed Official is responsible for the canceled Land Sale and Purchase Deed in the case of inherited land. Thus, based on the results of the author's analysis, it is known that the Panel of Judges granted the claim of Plaintiff I to cancel the sale and purchase carried out by Defendant I with Defendant I and Defendant II and Defendant III and stated that the certificate of Property Rights number 2201 and Property Rights number 2202 also stated that the sale and purchase carried out was legally flawed. The active role of the Heritage Hall is to monitor the implementation of judges' orders that place a person under interdiction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubnah Aljufri
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli hak merupakan salah satu bentuk perikatan yang lahir karena kebutuhan masyarakat, hal karena belum dapatnya dipenuhi syarat -syarat untuk melaksanakan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari Konsepsi KUHPerdata yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Tesis ini membahas mengenai kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli, diambil contoh berupa Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 120/Pdt.G/2009/PN. Dpk.
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli. Bagaimana kekuatan hukum Akta Jual Beli yang telah dibuat oleh dan antara Penggugat dengan Tergugat II dan Mengapa Pengadilan Negeri Depok menyatakan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara Tergugat II dengan Tergugat I adalah sah (Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 120/Pdt.G/2009/PN. Dpk). Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian secara yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif. Kesimpulan Perjanjian Pengikatan Jual Beli mempunyai kekuatan pembuktian sempurna apabila perjanjian tersebut dibuat dihadapan Notaris dan dalam bentuk yang telah ditetapkan oleh undang - undang yang menyebabkan akta tersebut menjadi akta otentik. Maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Sale and Purchase Agreement rights is one form of engagement that was born because of the needs of the community, failure by it because it has not fulfilled the requirements to carry out before the sale and purchase of Land Deed Makers Officials (PPAT). Sale and Purchase Agreement made before a notary is appointed and made treaties of Conception Book of the Civil Code Act which is the agreement of the parties regarding the rights and obligations made under Section 1320 in conjunction with Article 1338 Book of the Civil Code Act so as to provide legal certainty and protection law for the parties who made it. This thesis discusses the legal force binding sale and purchase agreement, a sample taken Depok District Court Decision No. 120/Pdt.G/2009/PN. DPK.
The issue in this thesis is how the force of law binding sale and purchase agreement. How does the force of law Deed of Sale and Purchase which has been made by and between Plaintiff by Defendant II and Why Depok District Court stated that the Sale and Purchase Agreement between Defendants Accused II with I is a legitimate (Depok District Court Decision No. 120/Pdt.G/2009/PN . DPK). To answer these problems the research methods used in juridical normative by nature descriptive research. Conclusion Sale and Purchase Agreement have the force of proof if the agreement is perfect, made before Notary and in a form specified by the laws that cause such deed to be authentic deed. Then the deed must be regarded as authentic deed, unless it can be proven otherwise.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21771
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pelenkahu, Diana Risqy
"Dalam penelitian ini, Notaris yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu membuat Akta Jual Beli yang pembuatannya merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan serta melanggar kewajibannya sebagai PPAT. Pokok permasalahan yang dibahas yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam kasus di Putusan Pengadilan No. 124/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel dalam rangka pembuatan Akta Jual Beli dan akibat hukum Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi hukum. Adapun penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan tipe penelitiannya adalah deskriptif analitis. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PPAT NK adalah melakukan pembuatan akta sebagai permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa pertanahan berupa membuatkan akta dimana PPAT mengetahui para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum atau kuasanya tidak hadir dihadapannya, sehingga melanggar  ketentuan pasal 38 Ayat 1 PP 24 Tahun 1997 jo. Pasal 101 Ayat 1 Peraturan KaBPN No. 3 Tahun 1997 dan PPAT NK membuatkan Akta Jual Beli dimana Tuan IS tidak pernah bertemu dengan Tuan AW maupun menandatangani Akta Jual Beli dihadapannya. Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi hukum menjadikan peristiwa hukum akibat lahirnya akta jual beli tersebut dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian, penerbitan Sertipikat Hak Milik nomor 3747/Pondok Pinang adalah tidak sah dan pembebanan jaminan Hak Tanggungannya turut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat antara para pihak. Berdasarkan ketentuan pasal 62 PP No. 24 Tahun 1997, PPAT NK dapat dikenakan penjatuhan sanksi administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat dan sanksi ganti rugi.

In this study, notary who also serves as land deed official has committed a tort which makes the buy and sell deed violates statutory provisions and violates its obligations as land deed official. The subject matter that will be discussed are how the deed against the law by land deed official in the case of the court verdict No.124/PDT. G/2017/PN.Jkt.Sel in the framework of the creation of the buy and sell deed and how the legal consequences of cancellation of the buy and sell deed are acts against the law by land deed official. As for this research using normative juridical methods and its research form is an analytical descriptive. The form of action against the law conducted by NK as a land deed official is to make a deed as a malicious agreement that resulted in a land dispute and create a deed where he knows the authorities whom doing legal acts or their proxies are not present before him which is violate the provisions of article 38 paragraph 1 PP 24 year 1997 jo. article 101 of paragraph 1 of KaBPN Regulation No. 3 year 1997 and PPAT NK creates a buy and sell deed where Mr. IS never met with Mr. AW or signed a buy and sell deed in his presence. The sale and purchase deed, which is null and void, makes the legal event due to the birth of the deed is deemed to have never existed. Accordingly, the issuance of a Sertipikat Hak Milik No. 3747/Pondok Pinang is invalid and the Mortgage Right is also invalid and has no binding legal force between the parties. Then under the provisions of Article 62 PP No. 24 year 1997, NK as land deed official may be subject to administrative sanction due to disrespect and indemnification."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54383
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>