Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cut Athika Rani
"ABSTRAK
Peristiwa traumatik dapat membawa dampak yang positif, yaitu terjadinya posttraumatic growth. Peristiwa traumatik akan menghancurkan assumptive world yang dimiliki individu, sehingga individu akan membangun kembali asumsi dunia yang hancur untuk terjadinya posttraumatic growth. Selain itu, self-efficacy juga menjadi prediktor positif dalam kemampuan adaptasi individu dengan peristiwa traumatik yang dialami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh assumptive world dan self-efficacy terhadap posttraumatic growth pada remaja yang memiliki pengalaman traumatik. Posttraumatic Growth diukur dengan Posttraumatic Growth Inventory for Children and Adolescents PTGI-R-C , assumptive world diukur menggunakan World Assumptions Questionnaire WAQ , dan self-efficacy diukur menggunakan Trauma Coping Self-Efficacy CSE-T . Hasil penelitian yang dilakukan pada 280 remaja berusia 13-18 tahun ditemukan bahwa assumptive world memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap posttraumatic growth remaja. Ditemukan pula bahwa self-efficacy memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap posttraumatic growth remaja. Dalam konteks ini, semakin tinggi self-efficacy remaja dalam menghadapi peristiwa traumatik, maka semakin tinggi pula posttraumatic growth yang terjadi pada dirinya.

ABSTRACT
Traumtic events can have positive impact on a person, namely the posttraumatic growth. Traumatic events will destroy the assumptive world of the individual, thus a person will rebuild the new assumptions about the world for the occurrence of posttraumatic growth. In addition, self efficacy is also a positive predictor in the ability to adapt with traumatic events. The aim of this research was to examine the effect of assumptive world and self efficacy on posttraumatic growth in adolescents with traumatic experiences. Posttraumatic growth was measured using Posttraumatic Growth Inventory for Children and Adolescents PTGI R C , assumptive world was measured using World Assumptions Questionnaire WAQ , and self efficacy was measured using Trauma Coping Self Efficacy CSE T . The results conducted on 280 adolescents aged 13 18 years old showed that assumptive world positively and significantly affect posttraumatic growth. This research also found that self efficacy has a positive and significant affect on posttraumatic growth. In this context, the higher self efficacy of adolescent in the face of traumatic events, the higher the posttraumatic growth that they experience. "
2017
S69295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwanudin
"Angka kejadian angka kejadian perundungan kerap terjadi di lingkungan pendidikan sekolah atau Pondok Pesantren semakin meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi suportif (TS) terhadap Postraumatic Growth pada remaja korban perundungan. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental dengan jumlah sampel 66 orang yang dibagi menjadi 33 remaja dalam kelompok intervensi yang mendapatkan terapi suportif dan 33 remaja dalam kelompok kontrol yang tidak mendapatkan intervensi terapi suportif . Uji analisis yang digunakan yaitu dependent t-test dan independent t-test. Hasil uji analisis dependent t-test menunjukkan pemberian intervensi terapi suportif dapat meningkatkan nilai Postraumatic Growth dari dari 10,30 (kategori rendah) menjadi 21,52 (kategori tinggi) terdapat pengaruh secara bermakna (p-value < 0,05) dengan selisih sebesar 11,212). sedangkan hasil uji analisis independent t-test menunjukan nilai Postraumatic Growth pada kelompok yang mendapatkan intervensi terapi suportif sebesar 21,52 dan 11,64 pada kelompok yang tidak mendapatkan tindakan intervensi terapi suportif dengan selisih sebesar 9,879. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan Postraumatic Growth secara bermakna (p-value < 0,05). Bedasarkan hasil penelitian pengaruh terapi suportif maka terapi suportif direkomendasikan pada remaja Postraumatic Growth untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja korban perundungan.

The number of incidents of bullying that often occur in the educational environment of schools or Islamic boarding schools is increasing globally, including in Indonesia. The purpose of this study was to determine the effect of supportive therapy (TS) on posttrauma growth in adolescent victims of bullying. This study used a quasi-experimental design with a sample size of 66 people who were divided into 33 adolescents in the intervention group who received supportive therapy and 33 adolescents in the control group who did not receive supportive therapy. The analytical test used is the dependent t-test and independent t-test. The results of the dependent t-test analysis showed that giving supportive therapy interventions could increase the value of posttrauma growth from 10.30 (low category) to 21.52 (high category). There was a significant effect (p-value <0.05) with a difference of 11.212). while the results of the independent t-test analysis showed that the posttrauma growth value in the group that received supportive therapy intervention was 21.52 and 11.64 in the group that did not receive supportive therapy intervention with a difference of 9.879. This means that there is a significant difference in posttrauma growth (p-value <0.05). Based on the results of research on the effect of supportive therapy, supportive therapy is recommended for post-traumatic growth adolescents to improve the ability to solve problems in adolescent victims of bullying"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Pamela Putri
"Peristiwa kematian orang tua saat individu berada pada tahapan usia emerging adulthood dapat menjadi peristiwa traumatis yang mengguncang pemahaman terhadap dunia, namun juga dapat menimbulkan perubahan positif pada diri individu sebagai akibat dari perjuangannya menghadapi krisis tersebut. Perubahan yang disebut dengan posttraumatic growth ini dapat dipengaruhi oleh faktor personal, seperti optimisme, dan faktor lingkungan, seperti perceived social support. Penelitian ini ingin melihat apakah optimisme dan perceived social support dapat memprediksi posttraumatic growth serta apakah perceived social support dapat berperan sebagai moderator dalam pengaruh optimisme terhadap posttraumatic growth. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan cross-sectional dengan menggunakan alat ukur Posttraumatic Growth Inventory PTGI, revised Life Orientation Test LOT-R, dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Partisipan terdiri atas 66 emerging adults usia 18-25 tahun yang mengalami kematian salah satu orang tua pada 6 bulan hingga 3 tahun terakhir. Hasil analisis regresi menemukan bahwa optimisme tidak memprediksi posttraumatic growth, perceived social support memprediksi posttraumatic growth, serta perceived social support tidak berperan sebagai moderator. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk penyusunan materi intervensi bagi emerging adults yang menghadapi kematian orang tua maupun psikoedukasi bagi masyarakat umum.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Savitri
"Penyandang tuna daksa dapatan memiliki reaksi yang lebih negatif akibat disabilitas fisik mereka dibandingkan tuna daksa dari lahir karena mereka pernah mengalami hidup normal dan telah menyusun suatu rencana masa depan dengan keadaan normal. Reaksi tersebut adalah simtom Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) dan dampak-dampak psikologis lainnya. Untuk mengatasi dampak tersebut, penyandang tuna daksa dapatan disarankan untuk menjalani serangkaian program rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, vokasional dan sosial. Akan tetapi, ketiga rehabilitasi ini dipandang tetap perlu mengikutsertakan rehabilitasi psikis dalam program rehabilitasi tersebut. Hal ini dikarenakan sesuai dengan model biopsikososial yaitu semua yang terjadi pada tubuh manusia, akan berdampak pada aspek psikologis dan sosial dari manusia tersebut, dan akan berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah laku dari manusia itu. Saat ini, rehabilitasi psikis berupa pemberian intervensi psikologis makin berkembang ke arah peningkatan keberfungsian diri para penyandang tuna daksa, salah satunya adalah Posttraumatic Growth Path (PTGP). PTGP bermanfaat untuk meningkatkan Posttraumatic Growth (PTG) atau pertumbuhan pasca trauma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Posttraumatic Growth Path (PTGP) dalam meningkatkan Posttraumatic Growth (PTG) pada penyandang tuna daksa dapatan di usia dewasa muda. Pengukuran terhadap PTG menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) dan metode wawancara dan observasi terhadap partisipan. Setelah menjalankan intervensi dengan menggunakan PTGP, ketiga partisipan mengalami peningkatan PTG, diketahui dari peningkatan skor Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) dan evaluasi kualitatif, seperti tahapan penyesuaian diri dari kecacatan permanen, simtom-simtom PTSD, dan dampak psikologis lainnya. PTGP dapat meningkatkan PTG pada penyandang tuna daksa dapatan di usia dewasa muda melalui intervensi dalam 4 sesi dan memunculkan perubahan yang lebih baik dalam kelima domain PTG pada ketiga partisipan.

People with acquired physical disability have more negative reactions due to their physical disability than people with physical disability from their birth because they had experienced a normal life and have devised a plan the future with a normal state. The reaction is a symptom of Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) and other psychological impacts. To address these impacts, People with acquired physical disability are advised to undergo a series of rehabilitation programs, namely medical rehabilitation, vocational and social. However, three rehabilitation programs are considered permanent rehabilitation need to include psychological rehabilitation in the rehabilitation program. This is because according to the biopsychosocial model that is all that happens in the human body, will have an impact on the psychological and social aspects of the human being, and will affect the overall behavior of the human being. Currently, psychological rehabilitation is growing toward selfimprovement of the functioning of people with physical disability, one of which is the Posttraumatic Growth Path (PTGP). PTGP useful to improve Posttraumatic Growth (PTG). Posttraumatic Growth Path (PTGP) in improving the Posttraumatic Growth (PTG) in people with acquired physical disability in early adulthood. Measurement of PTG using Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) and methods of interviews and observation. After running the intervention by using PTGP, three participants experienced an increase in PTG, known from an increase in score Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) and a qualitative evaluation, such as the adjustment state of permanent disability, the symptoms of PTSD and other psychological effects. PTGP can increase PTG in people with acquired physical disability in early adulthood through intervention in 4 sessions and bring change for the better in the fifth domain of PTG in the all participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriyono Budi Wijoyo
"Pendahuluan: Bencana yang sering terjadi di dunia ini salah satunya adalah bencana alam. Dampak psikis yang terjadi setelah bencana alam dapat berupa PTSD sebagai bentuk negatif dari dampak kejadian traumatis dan juga PTG sebagai bentuk positif dari dampak traumatis terutama pada bencana alam. Perawat memiliki peran besar dalam mengurangi dampak negatif dan menumbuhkan dampak positif diantara para korban. Persepsi yang muncul dari perawat terkait PTG membuat penanganan berbeda-beda setelah bencana terjadi sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait persepsi perawat ini.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan analisa data tematik untuk menggambarkan persepsi perawat terkait posttraumatic growth pasca bencana alam. Jumlah partisipan penelitian yaitu 14 partisipan yang tersebar di Jabodetabek.
Hasil: Penelitian ini mendapatkan 5 tema dengan 16 kategori yang teridentifikasi sebagai berikut 1) dampak negatif kerugian pasca bencana alam; 2) PTG merupakan kondisi yang perlu diupayakan oleh relawan; 3) PTG merupakan perubahan positif hubungan antara Tuhan dan sesama manusia pasca bencana alam; 4) Dampak positif psikologis, sosial, gaya hidup dan spiritual pasca bencana alam dan 5) PTG merupakan konsep baru bagi perawat.
Diskusi: Perawat yang memiliki pengalaman di daerah bencana mempersepsikan bahwa setiap orang akan mengalami dampak setelah bencana alam baik itu dampak negatif atau dampak positif. Parsipan mempersepsikan bahwa posttraumatic growth pasca bencana alam menjadi hal yang baru dan harus diupayakan oleh relawan agar tumbuh diantara para korban sehingga dapat merubah sikap, perilaku dan perbuatan kearah yang lebih baik terutama pada saat berhubungan sosial dengan sesama manusia dan dengan Tuhannya.
Kesimpulan: Karakteristik perawat yang dikirim ke daerah bencana dalam penelitian ini paling banyak berpendidikan Ners dan bersuku Jawa dengan minimal mempunyai satu kali pengalaman di daerah bencana. Persepsi perawat terkait posttraumatic growth pasca bencana alam harus diupayakan oleh relawan dan menjadi perubahan yang positif hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia pasca bencana alam dan konsep PTG merupakan konsep yang baru bagi perawat.

Introduction: One of the disasters that frequently occur in the world is a natural disaster. The psychological impact that comes after natural disasters can be PTSD as a negative impact of the traumatic incidents and PTG as a positive impact of the traumatic incident, especially in natural disasters. Nurses have a big role in reducing negative impacts and fostering positive impacts among victims. Perceptions arising from nurses related to PTG after the disaster make the treatments come out differently so further research needs to be done regarding the nurses perceptions.
Method: This research was a descriptive qualitative, one using thematic data analysis to describe nurse’s perceptions regarding posttraumatic growth after natural disasters. The numbers of participant in the research were 14 participants spread across Jabodetabek.
Results: This research obtained 5 themes with 16 categories identified as follows: 1) negative impacts of loss after natural disasters; 2) PTG is a condition that needs to be endeavored by volunteers; 3) PTG is a positive change in the relationship between God and fellow human beings after natural disasters; 4) Positive psychological, social, lifestyle and spiritual impacts after natural disasters and 5) PTG is a new concept for nurses.
Discussion: Nurses who have experience in disaster areas perceive that everyone will undergo an impact after a natural disaster either a negative or a positive one.Participants perceive that posttraumatic growth after natural disasters is a new thing and must be endeavored by volunteers to grow among the victims in order to change their attitudes, behaviors and actions to a better direction especially in the social relationships with fellow humans and with their God.
Conclusion: The characteristics of nurses sent to disaster areas in this research are mostly from Ners education and are Javanese with at least having one time experience in the disaster area. Nurse’s perceptions regarding posttraumatic growth after natural disasters must be endeavoured by volunteers and become a positive change in human relationship with God and with fellow humans after natural disasters and the concept of PTG is a new concept for nurses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T54032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyantoro
"osttraumatic Growth adalah suatu proses bentuk adaptasi akibat adanya trauma yang menjadikan seorang individu lebih positif serta konstruktif dari hitungan hari sampai tahun. Permasalahan pada penyintas Covid-19 adanya tindakan diskriminasi, stigma, pengucilan sosial, kecemasan, depresi, perasaan bersalah, takut, marah, kelemahan otot, kesulitan tidur, gangguan penciuman, gangguan pengecapan.Tujuan penelitian kualitatif fenomenologi ini untuk mengeksplorasi Posttraumatic Growth (PTG) pada Perawat Penyintas Covid-19 di RS X Bandar Lampung. Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat penyintas Covid-19 yang berjumlah 10 orang dengan kriteria inklusi perawat yang terkonfirmasi Covid-19 di RS X Bandar Lampung pada Oktober 2020-Desember 2021 yang sudah dinyatakan sembuh oleh dokter, perawat yang dinyatakan lolos menjadi partisipan berdasarkan dari skrining PTG dengan nilai ≥ 1, perawat yang tidak mengalami gejala PTSD , perawat yang bersedia menjadi partisipan, perawat yang bekerja di dalam pelayanan dengan minimal pendidikan D3, perawat yang sudah aktif bekerja kembali. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan memperhatikan etika penelitian. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan Colaizzi. Hasil penelitian didapatkan ada 6 tema yaitu: 1) sikap perawat penyintas Covid-19 terhadap peristiwa yang membuat hati menjadi lebih tenang, 2) keinginan perawat penyintas Covid-19, 3) perubahan pola hidup dalam menjaga kesehatan, 4) dampak Covid-19 pada aspek spiritual, 5) dampak Covid-19 dalam melakukan asuhan keperawatan, 6) dampak Covid-19 pada aspek sosial. Hasil penelitian ini merekomendasikan agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat memberikan dukungan kepada perawat penderita Covid-19 berupa skrining tingkat stres ataupun membantu masalah yang dialami perawat, sehingga apabila ada gangguan kejiwaan pada perawat dapat segera diberikan pendampingan ataupun pemberian dukungan.

Posttraumatic Growth is a process of adaptation due to trauma that makes an individual more positive and constructive from days to years. Problems with Covid-19 survivors are discrimination, stigma, social exclusion, anxiety, depression, feelings of guilt, fear, anger, muscle weakness, difficulty sleeping, olfactory disorders, taste disorders. The purpose of this qualitative phenomenological study is to explore Posttraumatic Growth (PTG). to the Covid-19 Survivor Nurse at RS X Bandar Lampung. Participants in this study were 10 Covid-19 survivor nurses with the inclusion criteria of nurses who were confirmed to be Covid-19 at RS X Bandar Lampung in October 2020-December 2021 who had been declared cured by doctors, nurses who were declared qualified to be participants based on screening. PTG with a value of 1, nurses who do not experience PTSD symptoms, nurses who are willing to be participants, nurses who work in services with a minimum of D3 education, nurses who have been actively working again. Data were collected through in-depth interviews with regard to research ethics. The data obtained were then analyzed with Colaizzi. The results of the study found that there were 6 themes, namely: 1) the attitude of nurses who survived Covid-19 towards events that made the heart calmer, 2) the wishes of nurses who survived Covid-19, 3) changes in lifestyle in maintaining health, 4) the impact of Covid-19 on health. spiritual aspects, 5) the impact of Covid-19 in carrying out nursing care, 6) the impact of Covid-19 on social aspects. The results of this study recommend that health care facilities can provide support to nurses with Covid-19 in the form of screening stress levels or helping with problems experienced by nurses, so that if there are psychiatric disorders in nurses, they can immediately be given assistance or support."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Fatikha
"Bagi penyintas kanker remaja-dewasa muda, mengidap kanker adalah peristiwa yang sangat menantang dan mengubah hidup. Walaupun dapat membawa dampak negatif, kanker sebaliknya dapat menjadi pemicu dialaminya posttraumatic growth (PTG) pada penyintas kanker remaja-dewasa muda. Salah satu faktor protektif yang berhubungan dengan kemunculan PTG adalah persepsi dukungan sosial. Kemudian, diduga bahwa mekanisme yang dapat menjelaskan terdapatnya hubungan antara persepsi dukungan sosial dan PTG pada penyintas kanker remaja-dewasa muda adalah kemunculan self- compassion. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara persepsi dukungan sosial dan PTG pada penyintas kanker remaja-dewasa muda dengan self-compassion sebagai mediator. Penelitian korelasional ini melibatkan 55 penyintas kanker di Indonesia dengan usia diagnosis 15—39 tahun yang saat ini berusia 18—39 tahun (Musia = 27,64; SD usia = 5,74; 78,18% perempuan). Alat ukur yang digunakan adalah PTGI-SF (Posttraumatic Growth Inventory-Short Form), MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support), dan SWD-SF (Skala Welas Diri-Short Form). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dukungan sosial dan self-compassion berkorelasi positif signifikan dengan PTG pada penyintas kanker remaja-dewasa muda. Akan tetapi, self-compassion tidak terbukti menjadi mediator pada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan PTG pada penyintas kanker remaja-dewasa muda. 

For adolescent and young adult (AYA) cancer survivors, living with cancer is a challenging and life-changing experience. Although it causes several negative impacts, cancer can induce the process of experiencing posttraumatic growth (PTG) in AYA cancer survivors. One of the protective factors associated with PTG is perceived social support. Furthermore, it hypothesized that a mechanism that can explain the relationship between perceived social support and PTG is the emergence ofself-compassion. Therefore, this study explores the relationship between perceived social support and PTG in AYA cancer survivors with self-compassion as a mediator. This correlational study involved 55 cancer survivors with the age of diagnosis of 15—39 years old who currently is 18—39 years old (Mage = 27,64; SDage = 5,74; 78,18% female). The instruments used in this study are PTGI-SF (Posttraumatic Growth Inventory-Short Form), MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support), and SWD-SF (Skala Welas Diri- Short Form). This study shows that perceived social support and self- compassion correlate positively and significantly with PTG in AYA cancer survivors. However, self-compassion is not mediating the relationship between perceived social support and PTG in AYA cancer survivors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Furi Estie Honez
"Kehamilan di usia remaja menjadi salah satu masalah sosial utama yang dihadapi negara-negara di dunia. Kehamilan remaja berdampak pada kesehatan fisik dan psikologis Fase transisi menjadi orang tua menjadi tantangan bagi ibu remaja dan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan maternal self efficacy dan paternal self efficacy setelah diberikan intervensi edukasi audiovisual.  Studi quasy experimental study with control group design dilakukan terhadap 60 pasangan dengan melakukan intervensi berbasiskan audiovisual dan kuesioner maternal self efficacy dan paternal self efficacy. Nilai median maternal self efficacy pada kelompok kontrol pre test dan post test tidak mengalami peningkatan bermakna yakni 22 menjadi 23. Setelah dilakukan intervensi, nilai median maternal self efficacy pada kelompok intervensi meningkat signifikan yakni 23 menjadi 35. Nilai median paternal self efficacy pada kelompok kontrol pre test dan post test tidak mengalami peningkatan bermakna yakni 28,5 menjadi 30. Setelah dilakukan intervensi, nilai median paternal self efficacy pada kelompok intervensi meningkat signifikan yakni 25 menjadi 35. Selisih maternal self efficacy signifikasn pada kelompok intervensi 12 jika dibandingkan kelompok kontrol yakni 1. Hal yang sama juga terjadi pada selisih paternal self efficacy kelompok intervensi sebesar 11 jika dibandingkan kelompok kontrol sebesar 1,5. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh edukasi audio visual dengan peningkatan maternal self efficacy dan paternal self efficacy (0<0,001). Edukasi dengan menggunakan media audiovisual terbukti dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil remaja dan pasangan dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi transisi menjadi orang tua dan perawatan bayi baru lahir. Penelitian ini merekomendasikan agar fasilitas kesehatan selalu melibatkan pasangan selama edukasi dan fase transisi ibu hamil remaja.

Teenage pregnancy is one of the main social problems facing countries in the world. Teenage pregnancy impacts physical and psychological health. The transition phase into parenthood is a challenge for teenage mothers and partners. This study aims to determine the increase in maternal self-efficacy and paternal self-efficacy after being given an audiovisual educational intervention. A quasi-experimental study with control group design conduct on 60 couples using audiovisual-based interventions and maternal self-efficacy and paternal self-efficacy questionnaires. The median value of maternal self-efficacy in the pre-test and post-test control groups did not increase significantly, from 22 to 23. After the intervention, the median value of maternal self-efficacy in the intervention group increased significantly,  from 23 to 35. The median value of paternal self-efficacy in the pre-control group test and post-test did not experience a significant increase, from 28.5 to 30. After the intervention, the median value of paternal self-efficacy in the intervention group increased significantly, from 25 to 35. The difference in maternal self-efficacy was significant in the intervention group 12 when compared to the control group  1. The same thing also happened to the difference in paternal self-efficacy in the intervention group 11 when compared to the control group 1.5. This shows the influence of audiovisual education by increasing maternal self-efficacy and paternal self-efficacy (0<0.001). Education using audiovisual media has been proven to increase the knowledge of teenage pregnant mothers and their partners in preparing themselves for the transition to becoming parents and preparing for newborn care. This research recommends that health facilities always involve partners during the education and transition phase of teenage pregnant women.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah Fawzia
"Implementasi integrasi teknologi khususnya di bidang pendidikan di Indonesia penting untuk dilaksanakan, namun masih ditemukan guru-guru yang belum terbuka terhadap perubahan dan tidak yakin akan kemampuannya untuk mengintegrasikan teknologi di dalam kelas. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterbukaan terhadap perubahan dan self-efficacy for technology integration pada guru sekolah dasar (SD). Sebanyak 88 guru SD yang berasal dari empat SD Negeri di Jakarta dan empat SD Negeri di Bogor berpartisipasi pada penelitian ini.
Alat ukur yang digunakan adalah Computer Technology Integration Survey (CTIS) yang diadaptasi dari Wang, Ertmer, dan Newby (2004) untuk mengukur self-efficacy for technology integration dan The Innovativeness Scale (TIS) yang diadaptasi dari Van Braak (2001) untuk mengukur keterbukaan terhadap perubahan, yang terdiri dari faktor technological innovativeness dan faktor general innovativeness.
Hasil Pearson Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara technological innovativeness (r = 0,366, p < 0,01) maupun general innovativeness (r = 0,406, p < 0,01) dan self-efficacy for technology integration pada guru SD di Jakarta dan Bogor. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada sekolah dan pemerintah untuk memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan keterbukaan terhadap perubahan dan keyakinan untuk mengintegrasikan teknologi pada guru sekolah dasar.

Implementation of the technology integration especially in the field of education in Indonesia is important to be implemented, but still found the teachers were not yet open to change and are not confident in their ability to integrate technology in the classroom. This correlational study aims to seek the relationship between openness to change and self-efficacy for technology integration among elementary teacher.
Computer Technology Integration Survey (CTIS) was used to assess self-efficacy for technology integration (Wang, Ertmer, & Newby, 2004) and The Innovativeness Scale (TIS) was used to assess openness to change that consists of technological innovativeness factor and general innovativeness factor (Van Braak, 2001). 88 elementary teachers from four public elementary schools in Jakarta and four public elementary schools in Bogor participated in this study.
The result of this study showed a positive and significant correlation between technological innovativeness and self-efficacy for technology integration (r = 0,366, p < 0,01) and also between general innovativeness and self-efficacy for technology integration (0,406, p < 0,01) among elementary teacher in Jakarta and Bogor area. Based on this result, it is suggested for school and government to provide technology training for elementary teacher in order to improve their openness to change and self efficacy to integrate technology.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Dwintasari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara traits dan creative selfefficacy (CSE) pada guru TK. Traits adalah dimensi dari perbedaan kecenderungan individu untuk menunjukan pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten (McCrae dan Costa, 2003). Sementara itu, CSE merupakan keyakinan yang sementara pada individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik tertentu yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, atau sesuai.
Pengukuran traits menggunakan alat ukur IPIP (Goldberg, 1999) dan pengukuran CSE menggunakan alat ukur Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010) yang telah diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 112 orang guru TK yang berusia 20-60 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara trait neuroticism dan CTSE, serta terdapat hubungan positif signifikan antara trait extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness dengan CTSE dan CPSE. Namun demikian, pada trait neuroticism tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan CPSE. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan screening kepribadian ketika perekrutan guru TK. Selain itu, guru TK juga dapat diberi intervensi sejak dini untuk meningkatkan CSE.

This research was conducted to find the correlation between nature traits and creative self-efficacy (CSE) in kindergarten teachers. Traits is dimensions of individual differences in tendencies to show consistent patterns of thoughts, feelings and actions (McCrae & Costa, 2003). Meanwhile CSE is an individual's state-like belief in his or her own ability to perform the specific tasks required to produce novel original, or appropiate solutions (Abbott, 2010).
Traits was measured using an adaptation instrumen named IPIP (Goldberg, 1999) and CSE was measured using an adaptation instrument named Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010). The respondent of this research are 112 kindergarten teachers.
The results of this research show that trait neuroticism negative correlated significantly with CTSE and the trait extraversion, openness to experience, agreeableness and conscientiousness positive correlated significantly with CTSE and CPSE. But there is no significant correlation between trait neuroticism and CPSE. Based on these results, kindergarten ought to held a personality screening in teacher's recruitment and give intervention, such as training or seminar to teachers that can increase creative self-efficacy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58801
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>