Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136728 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ajrina Febiani
"ABSTRAK
Daluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Daluwarsa diatur dalam KUHPerdata, namun dengan dikeluarkannya UUPA, terdapat beberapa pasal dalam KUHPerdata yang dinyatakan tidak berlaku. Oleh karena itu dalam skripsi ini akan membahas mengenai keberlakuan konsep daluwarsa setelah adanya UUPA dan Peraturan Pelaksanaannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deksriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun UUPA tidak mengenal istilah daluwarsa, namun pada putusan-putusan pengadilan membuktikan bahwa Majelis Hakim menggunakan istilah rechtsverwerking yang berarti pelepasan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997. Jika dikaitkan dengan konsep daluwarsa, maka pengaturan dalam pasal tersebut kurang lebih sama dengan daluwarsa membebaskan yang diatur dalam Pasal 1967 KUHPerdata, karena keduanya sama-sama mengatur mengenai hilangnya hak untuk menuntut dikarenakan adanya batas waktu tertentu. Penelitian ini menyarankan supaya para pemilik tanah untuk selalu memanfaatkan dan mengusahakan tanah yang dimilikinya agar tanah tersebut tidak dikuasai ataupun digunakan oleh orang lain secara tidak sah, selain itu demi kepastian hukum pemiliknya juga, sebaiknya para pemilik tanah harus memiliki tanda bukti kepemilikan tanah yang sah.

ABSTRACT
Expiration or overdue is an effort to gain something or absolve from any alliance with a certain overdue and requirements by the Constitution. Expiry arranges in Civil Code but when UUPA has been issued, there are some articles on Civil Code that become unvalid. Therefore, this research will talk about the enforceability of expiration concept after UUPA has been issued and the regulation has been implemented. This research is a normative juridicial Law research with a descriptive characteristics. The result of this research shows that even though UUPA doesn rsquo t acquainted about expiry, but Court Judgement prove that Court Council use rechtsverwerking which means right extrication as written on article No. 32 subsection 2 PP No. 24 year 1997. If it relates to expire concept, that the regulation on the article more and less similar with expiry absolve which is arranged on Civil Code article 1967 because both of them arrange demanded right loss due to the time limit. This research suggest the land owner to always utilize and manage the land that they owned, so that the land doesn rsquo t illegally used by other. In addition to get law certainity, the land owner should have legal land ownership."
2017
S68146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oddy Hasbul Warits
"ABSTRAK
Terdapat beberapa cara untuk melakukan pemindahan hak milik atas tanah, salah satunya ialah melaui jual beli tanah. Jual beli tanah sendiri merupakan cara yang paling sering digunakan oleh masyarakat dalam hal pemindahan hak milik atas tanah itu tadi. Lahirnya UUPA merupakan sebuah perwujudan dalam unifikasi hukum tanah nasional. Sebelumnya, hukum tanah di Indonesia memiliki beberapa pengaturan, diantaranya adalah menurut hukum adat dan hukum barat. Semenjak diundangkannya UUPA, maka hukum tanah barat menjadi tidak berlaku lagi sepanjang terkait bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek. Keberlakuan UUPA sendiri berlandaskan hukum adat, termasuk jual beli tanah dimana dalam hukum adat menganut asas terang dan tunai. Asas terang dan tunai ini merupakan suatu syarat sah dalam jual beli tanah yang diadopsi dalam sistem hukum tanah nasional saat ini. Asas terang berfungsi untuk pembuktian terhadap pihak ketiga, sedangkan asas tunai ialah untuk pemindahan hak milik atas tanah itu tadi. Namun, terjadi ketidaksesuaian pemaknaan asas terang maupun tunai dalam sengketa tanah yang diputus melalui pengadilan. Ketidaksesuaian dalam pemaknaan kedua asas ini dikhawatirkan berujung pada ketidakpastian hukum. Oleh karena ketidaksesuaian pemaknaan itu pula menjadi timbul pertanyaan tentang bagaimana terjadinya suatu pemindahan hak atas tanah baik menurut hukum adat maupun menurut putusan-putusan pengadilan.

ABSTRACT
There are several ways to transfer property rights to the land, one of which is through the sale and purchase of land. Sale and purchase of land itself is the most commonly used by the community in terms of transfer of property rights to the land earlier. The birth of UUPA is an embodiment in the unification of national land law. Previously, the land law in Indonesia has several arrangements, among others are according to customary law and western law. Since the enactment of UUPA, the law of the western lands shall become invalid as long as the earth, water and natural resources contained in, except the provisions concerning hypotheek. UUPA 39 s own enforcement is based on customary law, including the sale and purchase of land which in customary law adheres to the principle of cash and carry. This cash and carry principle is a legitimate requirement in the sale and purchase of land adopted in the current national legal system of land. The principle of carry serves for proof against a third party, while the cash principle is for the transfer of property rights to that land. However, there is a discrepancy in the interpretation of the cash and carry principle in land disputes that are passed through the courts. Non conformity in the interpretation of these two principles is feared to lead to legal uncertainty. Because of the inconsistency of meaning, it also arises the question of how a transfer of land rights applies both according to customary law and according to court decisions. "
2017
S70027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Fariani
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gufi Laura Patricia
"Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang disusun untuk menganalisis penggunaan konsep nominee agreement dalam kepemilikan tanah maupun saham oleh Warga Negara Asing di Indonesia. Dimana di dalam kepemilikan tanah, Pasal 21 ayat (1) jo Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa selain Warga Negara Indonesia dilarang memiliki suatu Hak Milik dengan apapun caranya. Sedang dalam kepemilikan saham, terdapat batasan Warga Negara Asing untuk menguasai saham dan kegiatan usaha yang tertutup bagi penanam modal asing. Batasan ini memicu adanya praktik konsep nominee agreement di Indonesia sebagai bentuk penyelundupan hukum, dimana Warga Negara Asing sebagai beneficiary meminjam nama Warga Negara Indonesia sebagai nominee untuk memperoleh hak atas tanah/saham. Sehingga hasil penelitian ini adalah terdapatnya permasalahan hukum karena konsep nominee agreement dilarang dalam sistem hukum di Indonesia. Beberapa putusan pengadilan pun menyatakan nominee agreement batal demi hukum karena perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat objektif sahnya suatu perjanjian.

This research is qualitative with a descriptive design, to analyze the application of nominee agreement concept in stock and land ownership by foreigners in Indonesia. In land ownership, Article 21 paragraph (1) in conjunction with Article 26 paragraph (2) of the Basic Agrarian Law, besides Indonesian citizens are prohibited from owning a Freehold with any way. In stocks ownership, there are limitations for foreigner to possess stocks and business activities which are prohibited to foreign investors. Until finally these limits triggers the practice of the concept of nominee agreement in Indonesia as a form of smuggling law, whereby foreigner as beneficiary, borrow the name of an Indonesian citizen as a nominee to acquire land rights/shares. The result of this research is there are some new problems because of the concept of nominee agreement is prohibited in the legal system of Indonesia. Several court decisions also stated nominee agreement is null and void because the agreement does not qualify objective validity of an agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella Santoso
"Penulis akan menelaah legalitas dan legitimitas dari Surat Keterangan Kepala Desa (SKD) atau Tanah (SKT) sebagai alat bukti kepemilikan dan penguasaan tanah. Pengujian ini, juga dalam konteks bagaimana dokumen ini menjamin tenurial security, dilakukan dalam perbandingan dengan sertifikat hak atas tanah yang menurut hukum negara merupakan satu-satunya alat bukti sempurna perihal kepemilikan-penguasaan bidang tanah tertentu. Untuk menguji dan menilai kekuatan hukum dari SKT/SKD serta menilai legalitas-legitimitasnya dalam praktik hukum Indonesia, ditelaah 70 pandangan hakim yang muncul dalam putusan-putusan pengadilan. Titik tolak pilihan studi putusan ini adalah adanya kewajiban hakim untuk menggali, mengikuti dan memahami hukum serta keadilan yang hidup dalam masyarakat (UU 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman). Temuan terpenting adalah kekuasaan kehakiman ternyata justru menegaskan dan menguatkan pandangan masyarakat akan legalitas-legitimitas SKT/SKD sebagai tanda bukti hak (penguasaan-pemilikan) tanah. Kendati demikian, ditemukan juga adanya kebutuhan untuk menata ulang dan membereskan administrasi dan arsip kantor desa untuk mencegah penyalahgunaan pembuatan dan penggunaan tanda bukti hak atas tanah ini. Kata kunci: Surat Keterangan Desa (SKD), Surat Keterangan Tanah (SKT), Pendaftaran Tanah yang Inklusif, Pengembangan dan Pembangunan Desa

The author discusses the issue of legality and legitimacy of Letter issued by Village Head affirming factual-legal ownership of land. This is done in comparison with land certificate issued by the National Land Agency which according to the prevailing law ought to be the sole document affirming legal land ownership. Both are compared in terms of how both provide tenurial security to land occupants at the village level. To evaluate the letter’s legal strength as proof of ownership, including its legality and legitimacy, about 70 judicial decisions is dissected and analysed. The starting point for this approach is the acknowledgment of the command contained in the Law on the Judiciary (Law No. 48 of 2009) obligating judges when deciding on cases to take cognizance and apply the living law (unwritten-non state law). The main finding of this study is that the Judiciary seems to side with society in accepting and recognizing the legality-legitimacy of the village head letter as proof of land ownership. However, at the same time, land administration at the village level – to avoid and prevent misuse of these letters- should be made more accountable. Keywords: Village Head Statement Letter (SKD), Land Attestation Letter (SKT), Inclusive Land Registration, Village Development."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Hagana
"Penggunaan kuasa mutlak sebagai dasar pemindahan hak atas tanah telah dilarang sejak tahun 1982 dengan diterbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Hal ini sebagai bentuk tindakan pencegahan terhadap penguasaan besar-besaran oleh mafia tanah pada lahan pertanian dan permukiman. Larangan ini dikarenakan hak penguasaan menjadi tidak jelas, secara yuridis kepemilikan masih dimiliki oleh pemberi kuasa, namun telah beralih kepada penerima kuasa, meskipun salah satu pihak telah meninggal tidak serta merta berakhir namun beralih kepada ahli waris penerima kuasa. Meskipun telah dilarang pada praktiknya hal ini masih terjadi. Kasus yang diangkat berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kota Tanjungpinang Nomor 54/Pdt.G/2020/PN.TPG. Penggugat telah membeli dan mengalihkan objek hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual, namun Tergugat merasa tidak pernah menjual kepada pihak lain, sehingga berdasarkan kasus tersebut Majelis Hakim melalui Putusannya membatalkan Akta Jual Beli karena dasar pembuatan Akta Jual Beli tersebut didasarkan pada Akta Kuasa Menjual yang melanggar ketentuan mengenai klausula kuasa mutlak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum terhadap dibatalkannya akta autentik yang telah dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pertanggungjawaban Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap kerugian yang timbul dari perbuatan hukum tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus guna menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Adapun analisis data yang digunakan secara kualitatif dengan bentuk penelitian eksplanatoris yang bertujuan untuk memberikan solusi dan saran sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku. Hasil penelitian bahwa akta-akta yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dibatalkan seluruhnya oleh Majelis Hakim karena memenuhi syarat batal dan kebatalan, sehingga segala perbuatannya dianggap tidak pernah terjadi. Terkait pertanggungjawabannya akibat kerugian yang timbul tersebut, dari segi hukum perdata maka dapat dimintakan untuk membayar ganti rugi, dan selain itu dalam kedudukannya sebagai pejabat umum dapat dikenakan sanksi administratif, perdata dan pidana.

The use of absolute power deed as the basis for trasnferring land rights has been prohibited since 1982 with the issuance of the instruction of the Minister of Home Affairs Number 14 of 1982 concerning the Prohibition of the Use of Absolute Power Deed as Transfer of Land Right. This is form of preventive measure against massive control by the mafia on agricultural and real estate. This prohibition is beacuase the owenership rights are unclear, juridically owenership is still owned by the authorizer, but has been transferred to the authorized. Even though one of the parties has died does not necessarily end but is transffered to the heirs of authorized. Even though it has been banned pratically but it still happen. The case was appointed based on the Tanjungpinang Citry District Court Decision Number 54/Pdt.G/2020/PN.TPG. The plaintiff has purchased and transferred the object of land rights based on the Selling Authorization Deed, but the defendant felt that she had never sold to another party, so based on that case the Panel of Judges through their decision canceled the Sale and Purchase Deed because the basis for making deed was based on the Selling Authorization Deed which violated the provisions regarding the absolute power of attorney clause. The problems raised in this study are the legal consequences of the cancellation deed that have been made by Notary and Conveyancer and the responsibility of Notary and Conveyancer for losses arising from these legal action. The research method used is a nomative juridical research method with a statutory approach and a case approach in order to find the truth based on scientific logic from the normative side. The data analysis used qualitatively with the form of explanatory research which aims to provide solutions and suggestions in accordance with the provisions of the prevailing norms. The results of the research showed that the deeds made by Notary and Conveyancer were completely canceled by the Panel of Judges because they fullfill the requirements for null and void by law so that all his actions were deemed to have never happened. Regarding the liability due to the losses that arise, in terms of civil law, it can be asked to pay compensation jointly and severally, and besides that in their position as a public official, they may be subject to administrative, civil and criminal sanctions.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ekananda
"Notaris memegang peranan penting dalam lalu lintas hukum yang berkaitan dengan pembuatan alat bukti tertulis yang bersifat autentik. Pada praktiknya Notaris tidak hanya membuat akta bagi para pihak, tetapi juga menjadi pihak yang dititipkan untuk menyetorkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, sehingga timbul masalah ketika Notaris tidak menyetorkan pajak tersebut dan dampak dari pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB terhadap pelaksanaan Akta Jual Beli dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 300 Pid.B 2015 PN.Dps. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, bersifat deksriptif analitis dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitiannya adalah bahwa penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB bukan merupakan tugas dan kewajiban Notaris. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB merupakan salah satu syarat agar dapat dibuatnya Akta Jual Beli, sehingga ketika Notaris menggelapkan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sudah sepatutnya mendapatkan hukuman yang setimpal termasuk dari organisasi profesi Notaris karena memberikan kerugian secara meteriil dan imaterial kepada klien. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Febriana Widya Gunawan
"Pemberian hibah wasiat yang dilakukan oleh pewaris seharusnya dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai bagian mutlak (legitieme portie) ahli waris legitimaris. Namun dalam kenyataannya hak ahli waris tetap saja terlanggar, sebagaimana yang ditemukan dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kutai Barat Nomor 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian yang dituliskan ke dalam tesis ini adalah mengenai pemberian hibah wasiat yang mengakibatkan adanya hak yang terlanggar terhadap ahli waris golongan satu yaitu istri dan anak luar kawin. Rumusan masalah yang disusun untuk menjawab permasalahan pokok tersebut adalah tentang akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap ahli waris golongan satu (istri dan anak luar kawin) dalam kewarisan dan kedudukan anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapat pengakuan namun dalam kenyataannya merupakan anak dari anak dari pewaris. Metode penelitian hukum doktrinal dipergunakan untuk meneliti kedua objek hukum yang distudi yaitu peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Melalui studi dokumen, bahan- bahan hukum relevan yang diinventarisasi selanjutnya dianalisis. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap istri dan anak luar kawin adalah adanya bagian waris yang terlanggar sebagai ahli waris golongan satu. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada pembahasan dan pertimbangan hakim mengenai kejelasan hukum anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapatkan pengakuan namun pada kenyataannya merupakan anak dari pewaris yang pada dasarnya dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. 

The granting of a will carried out by the heir should be carried out with due observance of the provisions regarding the legitimacy portion (legitieme portie) of the legitimacy of the heirs. However, in reality the rights of heirs are still being violated, as found in the case in the Decision of the Kutai Barat District Court Number (PN Kutai Barat) 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Therefore, the main problem of the research written in this thesis is regarding the granting of a will which results in the violation of the rights of class one heirs, namely wives and children out of wedlock. The formulation of the problem compiled to answer the main problem is about the legal consequences of granting a will to class two heirs to class one heirs (wife and children out of wedlock) in inheritance and the position of children out of wedlock who legally do not receive recognition but in reality is the child of the heir. The doctrinal legal research method is used to examine the two legal objects studied, namely statutory regulations and court decisions. Through a document study, the relevant legal materials that were inventoried were then analyzed. The results of this study reveal that the legal consequence of granting a will to class two heirs to wives and children out of wedlock is that there is a portion of the inheritance that is violated as class one heirs. In addition, it was found that there was no discussion and consideration of judges regarding the legal clarity of illegitimate children who legally do not receive recognition but in fact are children of heirs which basically can be proven by science and technology in accordance with what is stipulated Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 /PUU-VIII/2010. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdausi Alamari
"Tesis ini membahas tentang kedudukan surat keterangan tanah (SKT) yang dijadikan dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, terdapat pejabat pembuat akta tanah yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Dalam penelitian ini, PPAT telah membuat Akta Penyerahan Hak dengan menggunakan SKT dalam peralihan hak atas tanah sebagai dokumen hukum dan bukti hak atas tanah.
Pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu 1) bagaimana bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan menjadi dasar perbuatan hukum dan pendafataran hak atas tanah, serta 2) kedudukan dan kekuatan bukti SKT dan Bagaimana implikasi hukum terhadap perbuatan hukum yang didasarkan pada SKT dengan objek hak atas tanah dan tanggung jawab Notaris/PPAT berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah peralihan hak atas tanah dengan menggunakan SKT tidak bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan tidak memiliki kedudukan dan kekuatan hukum sebagai dasar perbuatan hukum dan pendaftaran hak atas tanah. Akta yang dibuat berdasarkan SKT berimplikasi batal demi hukum. PPAT selaku pihak yang membuat dan mengeluarkan Akta Penyerahan Hak bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan dari akta yang dibuatnya kepada para pihak yang merasa dirugikan dan dapat dikenakan pertanggungjawaban secara administratif, dan perdata.

This thesis discusses the position of the latter of land which is the basis for legal actions in the transfer of land rights. The official land deed official (PPAT) is a public official who is given the authority to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights. However, there are officials who make letter of land that do not carry out their duties and obligations properly. In this study, the PPAT has made a Deed of Transfer of Rights using SKT in the transfer of land rights as a legal document and proof of land rights.
The main issues to be discussed are 1) how the form and substance of legal documents are included in the material agreement and become the basis for legal actions and registration of land rights, and 2) the status and strength of SKT evidence and how the legal implications for legal actions based on SKT with the object of land rights and the responsibility of the Notary/PPAT relating to the deed he made. This study uses normative juridical research methods with analytical descriptive research types, analyzed by qualitative methods using secondary data collection techniques.
The result of this research is the transfer of land rights using SKT does not have legal position and power as the basis of legal documents included in the material agreement and becomes the basis for legal actions and registration of land rights. Deed that is made based on SKT has implication null and void. The PPAT as the party that makes and issues the Deed of Transfer of Rights is responsible for the losses incurred from the deed he made to the parties who feel disadvantaged and may be subject to administrative, and civil liability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afit Syahputra
"Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah. Program PTSL sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, kepastian hukum dan perlindungan hukum atas hak tanah menjadi tujuan paling mendasar. Presiden mendorong kegiatan ini melalui Intruksi Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Percepatan PTSL di seluruh Indonesia. PTSL merupakan pendaftaran tanah secara serempak yang dahulunya terdapat program serupa yaitu PRONA. PTSL dan PRONA walau hampir serupa namun memiliki perbedaan yang mendasar pada pelaksanaannya. Objek pendaftaran pada pelaksanaan PTSL ialah keseluruhan bidang tanah di suatu wilayah, berbeda dengan PRONA yang pelaksanaannya masih terbatas pada beberapa bidang tanah saja. Kantor Pertanahan sebagai pelaksana PTSL kerap mendapatkan tantangan, permohonan yang diajukan dapat terhambat apabila terjadi sengketa. Sejak penyelenggaraan PTSL dimulai terdapat beberapa sengketa yang terjadi, salah satunya ditemukan di Kabupaten Buton Utara dalam putusan Pengadilan Negeri Raha Nomor 1/Pdt.G/2019/PN Rah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai penyelesaian sengketa tanah oleh Kantor Pertanahan dalam PTSL; dan, menganalisis pertimbangan hukum Majelis Hakim yang mengadili sengketa objek PTSL. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan jenis penelitian problem identification. Hasil analisis adalah penyelesaian yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan dalam menangani sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa terhadap objek PTSL diakomodir pada Kluster 2, objek tersebut tetap akan dilakukan pembukuan hak dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan sertipikat akan diserahkan apabila permasalahan telah selesai. Adapun saran yang dapat diberikan berupa masyarakat harus sadar dalam menjaga batas-batas kepemilikan hak atas tanah untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah. Dibutuhkan pula sosialisasi tentang penyelesaian kasus pertanahan pada objek PTSL untuk memberi pedoman kepada masyarakat luas.

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) is the first simultaneous land registration activity carried out for all land registration objects. The PTSL program is very beneficial for the wider community, as legal certainty and legal protection of land rights are the most fundamental goals. The President encourages this activity through Presidential Instruction Number 2 of 2018 on the Acceleration of PTSL throughout Indonesia. PTSL is a simultaneous land registration system that was previously similar to the PRONA program. PTSL and PRONA, although nearly similar, have fundamental differences in their implementation. The object of registration in PTSL implementation is the entire land area in a certain region, unlike PRONA, whose implementation is still limited to a few land areas only. The implementation of PTSL by the Land Registry Office often poses challenges, as applications may be hindered in the event of disputes. Since the implementation of PTSL began, there have been several disputes, one of which was found in North Buton Regency in the decision of Raha District Court Number 1/Pdt.G/2019/PN Rah. The problem raised in this research is about the mechanism for resolving disputed objects by the Land Registry Office in PTSL; and, analyzing the legal considerations of the Panel of Judges who adjudicate PTSL object disputes. To answer these problems, a doctrinal research method was used with a problem identification research type. The result of the analysis is the mechanism used by the Land Registry Office in resolving disputes based on laws and regulations. The settlement of disputes over PTSL objects is accommodated in Cluster 2, where the object will still be registered, but the name of the holder of the right will be left blank and the certificate will be handed over once the issue has been resolved. As for suggestions, the community needs to be aware of maintaining the boundaries of land ownership rights to minimize land disputes. It is also necessary to socialize the settlement of land cases on PTSL objects to provide guidance to the wider community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>