Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207945 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransiska Yuniati Demang
"Tes HIV merupakan gerbang utama dalam rangkaian penanganan kasus HIV. Diketahuinya status HIV seseorang akan meningkatkan upaya pencegahan pada orang yang belum terinfeksi HIV dan membantu orang yang terinfeksi untuk segera mengakses layanan pengobatan. Berdasarkan laporan STBP tahun 2015 Lelaki potensial berisiko tinggi merupakan kelompok kunci yang memiliki prevalensi tes HIV paling rendah. Orang yang memiliki persepsi berisiko tertular penyakit akan cenderung untuk mengakses layanan kesehatan untuk mengetahui status kesehatannya, dan persepsi berisiko tertular HIV diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan tes HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh persepsi berisiko tertular HIV terhadap perilaku tes HIV pada lelaki potensial berisiko tinggi. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder STBP tahun 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 4.898 orang yang diambil dari 12 kab/kota di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang berpersepsi berisiko tertular HIV memiliki faktor protektif 0,9 kali untuk melakukan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki persepsi berisiko tertular HIV, dengan adjusted RO sebesar 0,9 dan 95 CI 0,5-1,5. Hasil ini belum bisa mengungkapkan adanya pengaruh persepsi berisiko tertular HIV terhadap perilaku tes HIV pada responden lelaki potensial berisiko tinggi.

An HIV testing is the main gate in the circuit handling cases of HIV. Knowing one 39 s HIV status will increase prevention efforts on those who have not been infected with HIV and, furthermore, will help an infected person for immediately accessing treatment services. Based on the 2015 STBP rsquo s report, potential high risk men is a key group who has the lowest prevalence of HIV testing. People who have the perception of the risk of contracting the disease will tend to access health care services to find out the status of his health, and moreover, the perception of risk of contracting HIV is allegedly is one of the factors that affect a person do HIV testing. This research aims to study the influence of perception are at risk of contracting HIV testing behavior against HIV potential high risk men. This research is the analysis of secondary data of STBP in 2015. The research method used is cross sectional with number of samples as much as 4,898 people drawn from 12 counties cities in Indonesia. The research results showed that respondents who have the perception of risk of contracting HIV has a protective factor of 0.9 times to perform HIV testing compared to respondents who do not have the perception of the risk of contracting HIV, with adjusted RO of 0.9 and 95 CI 0.5 1.5. These results have not been able to reveal the influence of perceptions of the risk of contracting HIV on the behavior of HIV testing in potential high risk male respondents. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Hidayah
"HIV telah menjadi epidemi selama lebih dari tiga dekade dunia dan menjadi agenda kesehatan global yang terus dibahas. Status epidemi HIV di Tanah Papua menunjukkan perkembangan yang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia dan telah memasuki kategori tergeneralisasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui besar masalah HIV dan hubungan faktor sosiodemografi, ko-infeksi, perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan dengan kejadian HIV di Tanah Papua pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tanah Papua Tahun 2013. Sampel berjumlah 5.334 responden, berusia 15-49 tahun yang bersedia dan berhasil dilakukan rapid test untuk mengetahui status HIV. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan kejadian HIV di Tanah Papua, yaitu usia, tingkat pendidikan dan suku asal; faktor ko-infeksi, yaitu status sifilis; faktor perilaku, yaitu pengetahuan, usia pertama berhubungan seks, status poligami, sirkumsisi, seks di luar nikah, seks saat menstruasi, konsumsi alkohol sebelum berhubungan seks, penggungaan narkoba suntik dan kebiasaan menyayat tubuh; faktor lingkungan, yaitu strata geografis; faktor pelayanan kesehatan, yaitu ketersediaan kondom, akses dan biaya pemeriksaan pelayanan VCT. Uji statistik multivariat menunjukkan faktor yang paling berhubungan dengan HIV pada responden laki-laki yaitu sirkumsisi, sedangka pada keseluruhan responden yaitu biaya pemeriksaan pelayanan VCT. Penelitian ini menemukan bahwa peluang lebih tinggi untuk status HIV positif ditemukan pada responden berada pada usia 15-24 tahun, pendidikan tinggi, suku asal papua, status sifilis positif, pengetahua rendah, pertama kali berhubungan seks pada usia 15-24 tahun, tidak berpoligami, tidak sirkumsisi, pernah seks di luar nikah dan saat menstruasi, jarang konsumsi alkohol sebelum seks, menggunakan narkoba suntik, tidak melakukan kebiasaan menyayat tubuh, akses kondom sulit, akses ke pelayanan VCT mudah, serta biaya pemeriksaan VCT tidak terjangkau.

HIV has become an epidemic for more than three decades and remained global health issue. The status of the HIV epidemic in Papua shows a different developments compared to other regions in Indonesia and has been classified as having generalized category. This research aims to determine the problem of HIV and the association between sociodemographic, co-infections, behavioral, environmental and health services factors with HIV infection in Tanah Papua in the year 2013. This research is a quantitative study, with a cross-sectional design and use secondary data from the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku in Tanah Papua in 2013. The number of sample is 5334 respondents aged from 15-49 years old who are willing to and successfully conduct a rapid test to determine the HIV status. The results of this research is to find sociodemographic factors that associated with HIV infection in Papua, which are age, education and ethnic; co-infection factors, which is the status of syphilis; behavioral factors, which are knowledge, age of first sex, status of polygamy, circumcision, extramarital sex, sex during menstruation, drunk alcohol before having sex, injecting drug use, and traditional healing with scrathcing body; environmental factors, which is geographical strata; health care factors, which are availability of condoms, access to VCT and costs of VCT test. Multivariate statistical test indicates that the most associated factor with HIV infection among male respondents is circumcision, however among overall respondents the most associated factor is the costs of VCT test.. This research found the risk of HIV infection is higher for respondents around the age of 15-24 years old, higher educational level, origin of Papua, positive in syphilis status, lower knowledge level, first had sex at around the age of 15-24 years old, had one sex partner, lack of circumcision, had extramarital sex, had sex during menstruation, infrequent drunk alcohol before sex, injecting drug use, not making a habit of healing with scrathcing body, have a difficult access to condom, accessable to VCT, and high costs of VCT test."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yatinawati
"ABSTRAK
HIV Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang data menginfeksi sel padasystem kekebalan tubuh yang dapat menghancurkan atau merusak fungsinya. Infeksidari virus ini berkaitan pada kerusakan progresif dari sistem kekebalan tubuh yang dapatmengarah pada defisiensi imun. Kasus HIV pada LSL mengalami peningkatan daritahun 2007 yaitu 5,35 tahun 2013 menjadi 17,29 . Tujuan dari penelitian ini adalahUntuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan kejadian HIV pada LSL diIndonesia Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengananalisis cox regression yang mana untuk melihat seberapa besar dampak yangditimbulkan pada faktor risiko HIV. Sampel minimal dalam penelitian ini adalah 690sampel. Hasil dari penelitian ini adalah status Sifilis, Gonore atau Klamidiaberhubungan dengan kejadian HIV p-value < 0,05. Hal ini dapat diharapkan pada LSLterkait risiko perilaku seks rutin melakukan pemeriksaan kesehatan terutama yangmemiliki gejala penyakit sifilis, gonorre dan klamidia.

ABSTRACT
HIV Human Immunodeficiency Virus is a virus that data infects cells in the immunesystem that can destroy or menggukan its function. Infection of this virus issued adisturbance of the immune system that can lead to immune deficiency. HIV cases inMSM compared to the year 2007 that is 5 , 35 in 2013 to 17.29 . The purpose of thisstudy was to determine what is related to the incidence of HIV in MSM in IndonesiaYear 2015. This study used a cross sectional design with regression analysis which is tosee the determinant factors. The minimum sample in this study was 690 samples. Theresults of this study were history sifilis, gonorrhea or chlamydia disease associated withp value HIV incidence "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Sulaiman
"HIV/AIDS masih menjadi masalah pandemik diseluruh negara dibelahan dunia, salah satu yang memiliki berkontribusi pada bertambahnya jumlah kasus adalah pada pasangan seksual akibat dari ketidakterbukaan salah satu pasangan khususnya laki-laki terhadap status HIV nya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial, stigma dan maskulinitas ODHA pria terhadap keterbukaan status HIV pada pasangannya. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik consecutive sampling pada 110 orang ODHA laki-laki dewasa (>18 tahun) dibawah pengawasan LSM Yayasan Tanpa Batas Kupang, dengan 4 jenis kuesioner penelitian (Brief HIV Stigma Scale, Perceived Social Support in HIV/PSS-HIV, Masculinity Attribute Questionaire/MAQ dan Brief HIV Disclosure and Saffer sex efficacy). Hasil : Pada analisis bivariat ditemukan hubungan yang signifikan antara maskulinitas dan stigma dengan keterbukaan dengan nilai p masing-masing (0,000 dan 0,042 : α 0,05), tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan keterbukaan status HIV ODHA pria (p = 0,621 ; α = 0,05). Pada analisis multivariat regresi logistik ganda didapatkan hasil bahwa maskulinitas memiliki hubungan negatif yang secara signifikan dan paling memiliki hubungan dengan keterbukaan status HIV ODHA pria kepada pasangannya (p = 0,000, α = 0,05 ; OR = 0,154) sehingga diperlukan konseling yang mendalam untuk membantu mengatasi masalah dan dampak keterbukaannya terhadap kondisi maskulinitas nya serta edukasi terhadap resiko penularan pada pasangan.

Introduction: HIV is still a pandemic problem in all countries around the world, one that contributes to the increasing number of case, namely in sexual partners due to the lack of disclose from partners, especially men to their HIV status.
Research objective: The purpose of this study was to identify the relatioship of social support, stigma anf masculinity among male PLWH with HIV disclosure to their spouse. This study using cross sectional design wit consecutive sampling technique on 110 adult male PLWH (>18 years old) under the supervision of NGO's Yayasan Tanpa Batas in Kupang, and using 4 types of reserach questionaires (Brief HIV Stigma Scale, Perceived Social Support in HIV/PSS-HIV, Masculinity Attribute Quastionaire/MAQ, and Brief HIV Disclosure and Saffer sex Efficacy).
Results: In bivariate analysis found a significant correlation between stigma and masculinity to HIV disclosure with their respective p value (0,042 and 0,000 : α = 0,05), but there was no significant correlate between social support with HIV disclosure (p = 0,621 : α = 0,05). In Multivariate multiple logistic regression analysis, it was found that masculinity had a negative and most significant correlate with HIV disclosure of male PLWH to their spouse (p = 0,000 : α = 0,05, OR = 0,154). So, in-depth counseling is needed to help addressing problems and the impact of their disclosure on masculinity conditiona and education on the risk of transmission to their spouse.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspasari
"Infeksi HIV bukan hanya mempengaruhi kesehatan fisik tetapi juga dapat mengakibatkan kecemasan atau depresi berkaitan dengan mortalitas, terapi, dan stigma, yang kemudian berdampak pada kualitas hidup. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Sakit Bhayangkara Indramayu. Penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif dan mengumpulkan sebanyak 121 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup kurang baik (63,6%), mayoritas responden memiliki dimensi kesehatan fisik yang kurang baik yaitu (60,3%). Pada dimensi psikologis responden memiliki nilai yang kurang baik (75,2 %). Dalam dimensi interaksi sosial, mayoritas responden juga memiliki nilai yang kurang baik (57,9%). Dalam dimensi lingkungan (62,8%) nilainya kurang baik. Dari dimensi tingkat kemandirian, mayoritas responden (70,2%) nilainya kurang baik. Sedangkan dimensi spiritual, sebanyak 68 orang (56,2%) nilainya kurang baik.

HIV Infection not only affects physical health but also causes anxiety or depression related to mortality, therapy, and stigma, and then influence quality of life. The purpose of this study was to determine the picture quality of life of people living with HIV / AIDS (PLWHA) in Bhayangkara Hospitals Indramayu. This study used a descriptive study design and collect as much as 121 respondents.
The results showed that most of respondents have a poor quality of life (63.6%), more specically, all dimention the of qualiti of life majority respondents showed less than expected. Dimention of physical health, (60.3%), (75.2%), social interaction (57.9%), environmental (62.8%), level of independence (70.2%), and spiritual dimension (56.2%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomasouw, Eryza Odilia
"Kasus HIV di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun, dengan penularan tertinggi pada kelompok usia produktif. Efek jangka panjang yaitu penurunan angka harapan hidup, peningkatan kemiskinan dan ketidakseimbangan ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan antara faktor lingkungan sosiekonomi dan demografi yang terdapat pada setiap provinsi di Indonesia dengan prevalensi HIV pada tahun 2013.
Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi ekologi dengan uji statistik regresi linier sederhana dan regresi linier ganda. Terdapat korelasi kuat positif antara upah minimum provinsi dengan prevalensi HIV (r = 0,52 ; R2 = 0,27 ; P-value = 0,002). Perlu penelitian lebih lanjut pada tingkat kabupaten yang memisahkan Tanah Papua dari populasi studi dan dengan indikator ekonomi yang lebih bervariasi.

HIV case in Indonesia is increasing every year. The highest transmision is among people in their productive age. Long term effect of this situation is the decreasing of life expectancy, increasing of poverty, and lead to economic imbalance. The purpose of this study was to identify the relationship between socioeconomic & demography factors in each province in Indonesia and HIV prevalence in 2013.
Study design used in this study is ecological study and the statistical methods used are simple linear regression and multiple linear regression. The result showed a strong positive correlation between provincial minimum wage and HIV prevalence (r = 0,52 ; R2 = 0,27 ; P-value = 0,002). Further advance research need to be done in regency level that separate Papua region and using a more varied indicator of economy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dally Rahman
"Stigma pada Tuberculosis (TB) paru dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif merupakan masalah kesehatan yang serius. Stigma dan diskriminasi menjadikan pasien menutupi status penyakit dan berdampak pada terhambatnya pasien untuk melakukan program pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran pengalaman pasien TB paru dengan HIV positif pada stigma ganda yang dialaminya. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif femomenologi dengan metode wawancara mendalam pada 9 orang pasien TB paru dengan HIV positif. Data dianalisis menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian mendapatkan tujuh tema, yaitu stigma ganda yang diterima, perilaku diskriminatif petugas kesehatan, perilaku diskriminatif keluarga dan lingkungan, internal stigma, dampak stigma ganda, harapan untuk tidak didiskriminasi, diterima dan didukung, serta strategi koping pada stigma ganda. Rekomendasi penelitian ini, perlu adanya penerapan manajemen stigma sebagai Standar Operasional Prosedur bagi perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien TB paru dengan HIV positif.

Tuberculosis (TB) and Human Immunodeficiency Virus (HIV) related stigma is a serious problem worldwide. Stigma and discrimination have made patients hide their status and had the impact on non adherence of patient treatment program. The purpose of this study was to explore the experiences of double stigma perceived by TB and HIV patients. The design of study was phenomenology qualitative research design with in-depth interview to 9 lung TB and HIV positive patients. Data were analyzed by Colaizzi?s techniques. This study identified seven themes included experienced on double stigma, health worker discriminatory attitudes, family and public discriminatory attitudes, internal stigma, the impact of double stigma, the expectation to not be discriminated, accepted and supported, and coping strategy on double stigma. The expectation of this study, have to apply stigma management as Standard Operational Procedures for nurse on provide services to TB and HIV patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firsty Florentia
"ABSTRAK
Pendahuluan: Pasien HIV/Aquired immunedeficiency syndrome (AIDS) lebih berisiko untuk terinfeksi tuberkulosis (TB) dan mengalami progresifitas menjadi TB aktif lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Pasien HIV tanpa bukti adanya TB aktif dianggap sebagai TB laten dan dilakukan pemberian isoniazid preventive therapy (IPT). Salah satunya cara diagnosis TB laten adalah dengan pemeriksaan IGRA. TSPOT®.TB adalah IGRA metode ELISPOT, mengukur jumlah limfosit T yang memproduksi interferon gamma (IFN-γ) setelah stimulasi oleh antigen spesifik Mycobacterium tuberculosis compex (MTB) yaitu ESAT-6 (panel A) dan CFP-10 (panel B). Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hasil IGRA metoda ELISPOT pada pasien HIV-TB aktif dan pasien HIV-TB laten di Pokdisus RSCM.
Metode: Rancangan penelitian ini adalah potong lintang. Subjek penelitian terdiri dari 3 pasien HIV-TB aktif dan 31 pasien HIV-TB laten yang dilakukan pemeriksaan IGRA metode ELISPOT.
Hasil: Gejala klinis terdapat pada semua subyek HIV-TB aktif yaitu batuk ≥ 2 minggu, demam, dan penurunan berat badan, sedangkan pada HIV-TB laten gejala klinis terjadi pada 3/31 subyek (9.7%). Pemeriksaan yang medukung diagnosis TB aktif yaitu tuberculin skin test (TST), foto paru, GeneXpert MTB/RIF, dan hasil Patologi Anatomi (PA). Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) tidak ditemukan pada semua subyek TB aktif. Hasil IGRA positif pada 10/31 subyek (32.3%) di kelompok HIV-TB laten dan 2/4 subyek pada kelompok HIV-TB aktif. Rerata spot panel A (ESAT-6) pada kelompok HIV-TB aktif adalah 37.75 (SD 46.0) spot, dan panel B (CFP-10) rerata 10.7 (SD15.3) spot. Kelompok HIV-TB laten memiliki median 1.5 (rentang 0-92 spot) untuk panel A, dan panel B median 3.0 ( rentang 0-479 spot).
Kesimpulan: Pasien HIV-TB aktif lebih banyak mengalami gejala klinis dari pada pasien HIV-TB laten. Diagnosis TB aktif pada pasien HIV lebih banyak ditegakan berdasarkan klinis karena konfirmasi bakteriologis sulit ditemukan. Hasil IGRA positif ditemukan pada 2/4 subyek HIV-TB aktif, 32,3% pada subyek HIV-TB laten, dan jumlah spot belum dapat digunakan untuk menentukan HIVTB aktif dengan HIV-TB laten.

ABSTRACT
Introduction. HIV/ Aquired immunedeficiency syndrome (AIDS) patients has a bigger risk to get infected by tuberculosis (TB) and progressed to active TB infection more than a people who without HIV infected. HIV patients without vidence of active TB infection are presumed as latent TB infection and need to be given isoniazid preventive theraphy (IPT). Interferon-gamma release assay which is available for identification latent TB infection, are in vitro blood test of cellmediated immune response; measuring T-cell release of IFN- γ following stimulation by antigents specific to the M. tuberculosis complex i.e ESAT-6 and CFP-10. The objective of this study is to investigate IGRA ELISPOT method in HIV-active TB infection and HIV-latent TB infection in Pokdisus RSCM
Methods. This study was cross-sectional study. Interferon-gamma release assay ELISPOT method was performed on 4 HIV-active TB infection and 31 HIVlatent infection.
Results. All subjects with HIV-active TB had clinical manifestations such as cough more than 2 weeks, fever and weight loss, but only 3/31 (9,7%) HIV-latent TB subjects had clinical manifestation. Other assay supporting active TB diagnosis such as tuberculin skin test (TST), chest X-ray, GeneXpert MTB/RIF and biopsies were not found in all active TB subjects. Interferon-gamma release assay was positive in 10/31 subjects (32.2%) in the HIV-active TB group and 2/4 subjects in the HIV-latent TB group. Mean spot panel A(ESAT-6) and panel B (CFP-10 in HIV-active TB are 37.75 (SD 46.0) spot and 10,7 (SD 15.3) spot. Median spot panel A and panel B in HIV-latent TB are 1.5 (range 0-92) spot and 3.0 (range 0-479) spot.
Conclusion. patients with HIV-active TB has more clinical manifestation compared to HIV-latent TB patients. Active TB status more often diagnosed from clinical manifestation, because bacteriological confirmation were hard to find on patiens with HIV. IGRA positive result were found 2/4 subject with active TB patients, 32.3% in subject with latent TB, and spot count cannot yet be used for differentiating HIV-active TB from HIV-latent TB status.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Dona
"Salah satu tujuan Millennium Developments Goals adalah memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.Pengetahuan tentang HIV AIDS merupakan salah upaya untuk mencegah penularan HIV di kalangan WPS dan mempengaruhi perilaku pemakaian kondom. Selain itu faktor sosial demografi dikalangan WPS juga mempengaruhi dalam pemakaian kondom.Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik dan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) terhadap perilaku mewajibkan pemakaian kondom pada pelanggan. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 120 WPSL diambil secara simpel random sampling.
Hasil analisis statistik diperoleh WPSL yang konsisten mewajibkan pemakaian kondom pada pelanggan sebesar 35%.Analisis bivariat diperoleh variabel status kawin (OR=3,7 95% CI = 1,6-8,8) dan pengetahuan tentang HIV/AIDS (OR=2,6 95% CI= 1,2-5,6) mempunyai hubungan bermakna secara statistik dengan perilaku mewajibkan pemakaian kondom pada pelanggan. Berdasarkan hasil temuan, maka di sarankan untuk meningkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan dilokalisasi dalam rangka mencegah penularan HIV/AIDS.

One of the goals of Millennium Developments Goals is to combat HIV/AIDS and other infectious diseases. Knowledge about HIV AIDS can prevent HIV transmission among FSWs and influence condom use behavior. In addition, the social demographic factors among Female Sex Workers (FSWs) also affect the use of condoms. This research to knowRelationship Characteristic and Knowledge About HIV/AIDS in Direct FSWs behavior in have to used condom to clients.The study design was cross sectional with 120 sample of Direct FSWs with simple random sampling.
Result by statistical analysis find that Direct FSWs requires consistent use of condoms to clients that 35%. Bivariat analysis find that variable marital status (OR=3,7 95% CI = 1,6-8,8) and knowledge about HIV/AIDS (OR=2,6 95% CI= 1,2-5,6) had statistically significant between behavior in have to the use of condoms to clients.Based on this finding, it is recommended to increase the health promotion activities to increase condom used in localization to prevent HIV/AIDS transmision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Sari
"[Begitu banyaknya kegiatan komunikasi di program pencegahan HIV Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang belum dievaluasi secara menyeluruh melatarbelakangi penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik menganalisa lebih jauh tingkatan pemahaman dan tanggapan kelompok sasaran terhadap lembar promosi yang diberikan dalam kampanye komunikasi perubahan perilaku.
Dengan mengaplikasikan kerangka strategis P-Process dan tahapan Steps to Behavioural Change, penelitian ini mengidentifikasi enam elemen sebagai instrumen evaluasi tingkat pemahaman kelompok sasaran yaitu: pengetahuan, persetujuan, maksud, praktik, advokasi dan masukan.
Pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus, dan teknik pengumpulan data wawancara mendalam digunakan untuk mengeksplorasi informasi sembilan narasumber yang berasal dari kelompok wanita pekerja seks, petugas lapangan, pejabat KPA Nasional dan FHI360 sebagai mitra kerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman kelompok sasaran terhadap lembar promosi HIV Counseling Test (HCT) sudah terpenuhi namun perencanaan dan proses pengembangan materi lembar promosi belum terlaksana optimal.;The background of this research is based on the limited qualitative evaluation of HIV prevention campaign conducted by the Indonesia National AIDS Commission. This thesis demonstrates the importance of conducting evaluation in any communication campaigns. Drawing on P-Process framework and Steps to Behavioural Change, this study examines impact of HIV Counseling Test brochure towards female sex workers in Jakarta province. Five elements are administered to evaluate the expected changes: knowledge, approval, intention, practice and adcovacy. In addition, the element feedback is aimed to accommodate considerations. The research applies qualitative approach, study case method and in depth interviews towards 9 sources to gather information. The result of this research suggests that despite of the positive acceptance from the key affected population, Indonesia National AIDS Commission requires to strengthen planning management, development and testing communication materials., The background of this research is based on the limited qualitative evaluation of HIV prevention campaign conducted by the Indonesia National AIDS Commission. This thesis demonstrates the importance of conducting evaluation in any communication campaigns. Drawing on P-Process framework and Steps to Behavioural Change, this study examines impact of HIV Counseling Test brochure towards female sex workers in Jakarta province. Five elements are administered to evaluate the expected changes: knowledge, approval, intention, practice and adcovacy. In addition, the element feedback is aimed to accommodate considerations. The research applies qualitative approach, study case method and in depth interviews towards 9 sources to gather information. The result of this research suggests that despite of the positive acceptance from the key affected population, Indonesia National AIDS Commission requires to strengthen planning management, development and testing communication materials.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>