Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138531 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Ahmad Azmi
"ABSTRAK
Angka kejadian keganasan hati terutama karsinoma hepatoseluler KHS dalam sepuluh tahun terakhir meningkat cukup pesat. Pola ekspresi KHS hampir sama dengan pola ekspresi hepatoblas selama periode perkembangan hati dan patogenesis KHS. Selain itu, DLK1 juga dianggap sebagai penanda bagi sel punca/progenitor hati. Oleh karena itu, perlu dipelajari pola ekspresi dan distribusi DLK1 dan korelasinya dengan AFP selama perkembangan hati. Penelitian observasional analitik untuk mempelajari ekspresi DLK1 dan AFP pada hati tikus Wistar dengan pewarnaan imunohistokimia telah dilakukan pada kelompok usia prenatal ED12,5; ED14,5; ED16,5; ED18,5 , neonatus, dan dewasa. DLK1 telah diekspresikan pada ED12,5; mencapai puncak pada ED16,5 dan ED18,5; selanjutnya menurun pada neonatus dan menghilang pada dewasa. Dengan pola yang hampir sama, AFP mencapai puncak pada ED18,5; selanjutnya pada neonatus dan dewasa menghilang. Uji korelasi Pearson terhadap pola ekspresi DLK1 dan AFP menunjukkan adanya korelasi positif kuat. Disimpulkan bahwa ekspresi DLK1 selaras dengan AFP. Ekspresi DLK1 mencapai puncak lebih awal dan menghilang lebih lambat dibandingkan dengan AFP, mengarahkan dugaan akan peran DLK1 dalam pemeliharaan status sel sebagai sel muda/progenitor.

ABSTRACT
The incidence of liver malignancy, especially hepatocellular carcinoma HCC inthe last ten years has increased considerably. The pattern of HCC expression issimilar to that of hepatoblas expression during the period of liver developmentand HCC pathogenesis. In addition, DLK1 is also considered a marker for liverstem progenitor cells. Therefore, it is necessary to study the expression anddistribution patterns of DLK1 and its correlation with AFP during liverdevelopment. Analytic observational studies to study the expression of DLK1 andAFP in Wistar liver mice with immunohistochemical staining were performed inthe prenatal age group ED12.5, ED14.5, ED16,5, ED18,5 , neonatus, and adults.DLK1 has been expressed on ED12.5 peak at ED16,5 and ED18,5 subsequentlydecreases in the neonate and disappears in adulthood. With a similar pattern, AFPpeaks at ED18.5 furthermore neonatus and adults disappear. The Pearsoncorrelation test of the DLK1 and AFP expression patterns indicates a strongpositive correlation. It was concluded that the DLK1 expression is in tune withAFP. The DLK1 expression peaked earlier and disappeared more slowly thanAFP, leading to alleged role of DLK1 in the maintenance of cell status as aimmature progenitor cell."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Dahlan
"Latar Belakang: Fibrosis hati disebabkan cedera hati kronis akan menjadi sirosis. Vesikel ekstraseluler (VE) dan Hepatocyte Growth Factor (HGF) banyak dipelajari sebagai terapi fibrosis dan regenerasi hati. Penelitian ini memanfaatkan kombinasi VE dan recombinant human-HGF ( rh-HGF) sebagai terapi alternatif fibrosis hati pada model tikus ligasi duktus bilier (LDB).
Metode: Sebelas tikus Sprague Dawley (SD) menjalani LDB, 5 tikus kontrol dan 6 tikus mendapat perlakuan injeksi VE 150 uL dan rh-HGF 0,1 mg intravena sejak 3 minggu pasca LDB, selama 7 hari. Satu tikus kontrol diterminasi 3 minggu pasca LDB sebagai data dasar. Tikus-tikus kelompok kontrol dan perlakuan diterminasi pada 1 hari dan 2 minggu setelah injeksi terakhir. Dilakukan penilaian skor Laennec hati serta kadar HGF, alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST).
Hasil: Histopatologi 3 minggu pasca LDB menunjukkan skor Laennec 2. Skor fibrosis kelompok kontrol (KK) dan kelompok perlakuan (KP) 1 minggu dan 2 minggu pasca injeksi VE dan rh-HGF seluruhnya dengan skor 2. Kadar HGF pada KP lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan KK 1 hari pasca injeksi terakhir (1,35+0,06 vs 1,53+0,06; p<0,001), semakin menurun setelah 2 minggu pasca injeksi terakhir namun tidak bermakna secara statistik 0,83 (0,73-0,84) vs 0,76 (0,73-0,80) p=0,248). Kadar AST 1 hari pasca injeksi terakhir; KK 1,66+0,05 KP 0,91+0,12 debgan p = 0,001. Setelah 2 minggu pasca injeksi; kadar AST pada kedua kelompok menurun 1,12 (1,11-1,22) vs (0,96+0,03); p=0,021). Kadar ALT pada kelompok perlakuan lebih rendah secara signifikan pada 1 hari pasca injeksi dan 2 minggu pasca injeksi dengan nilai p<0,001 dan 0,033a

Background: Fibrosis of the liver due to a chronic liver injury will become cirrhosis at the end-stage. The Extracellular Vesicles (EV) and hepatocyte growth factor (HGF) are recently learned as much as fibrosis and liver regeneration therapy. This study aims to know the result of using a combination of EV and recombinant human HGF (rh-HGF) as an alternative therapy due to liver fibrosis on the rat bile duct ligation (BDL) model.
Methods: Eleven BDL Sprague Dawley (SD) were divided into two groups, five mice as the untreated control group and six mice as the treatment group was getting an EV 150 ul and rh-hgf 0.1 mg intravenous injection three weeks after BDL, for seven days. One control rat is expanded three weeks after BDL as baseline data. The control and treatment group mice were projected at day one and two weeks after the final injection. This study was assessed from liver fibrosis by using Laennec score, alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), and Hepatocyte Growth Factor (HGF) level.
Results: Scoring of histopathology by using the Laennec score at 3 weeks after BDL was 2.Meanwhile scoring of fibrosis of the control group and treatment group at 1 week and 2weeks after ve and rh-hgf injection were 2. HGF level of the treatment group was lower significantly than control group at day 1 after last injection (1,35+0,06 vs 1,53+0,06; p<0,001), and within 2 weeks, the number of HGF levels decreased but statistically insignificant; 0,83 (0,73-0,84) vs 0,76 (0,73-0,80) p=0,248). AST level at day 1 after last injection; control group vs treatment group ;1,66+0,05 vs 0,91+0,12, p value = 0,001. 2 weeks after injection; AST level for both group were become lower 1,12 (1,11-1,22) vs (0,96+0,03); p=0,021), and ALT level on treatment group was significantly lower at day 1 and 2 weeks after injection with p value <0,001 and 0, 033a
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiyah
"Hati merupakan organ yang memiliki kemampuan regenerasi tinggi setelah mengalami kerusakan. Sel punca mesenkimal asal tali pusat merupakan sumber progenitor hati yang dapat ditranplantasikan dan dapat digunakan pada kasus kerusakan hati yang parah. Kerusakan hati yang parah akan memunculkan sel oval sebagai pertahanan tingkat ke dua. Proses regenerasi hati yang diperantarai sel oval sangat kompleks karena melibatkan sitokin, faktor pertumbuhan, hormon dan morfogen. DLK1 (Delta-Like 1 homolog) merupakan salah satu morfogen yang diekspresikan kembali pada kasus kerusakan hati dengan kondisi proliferasi hepatosit yang dihambat. DLK1 diekspresikan oleh sel oval dalam jumlah yang terbatas.
Penelitian ini bertujuan mengetahui ekspresi DLK1 dan proliferasi hepatosit yang dinilai menggunakan Ki67 pada kerusakan yang diinduksi 2AAF/CCl4. Selain itu juga akan dinilai pengaruh sel punca pada ekspresi DLK1 dan proliferasi hepatosit yang dinilai menggunakan Ki67 pada saat proses regenerasi hati. Penelitian ini menggunakan 30 tikus jantan strain Wistar berusia 8 minggu yang dibagi menjadi 5 kelompok (n=6). Proses Induksi kerusakan hati menggunakan 2AAF/CCl4 selama 12 minggu kemudian diberikan injeksi sel punca mesenkimal asal tali pusat manusia dengan dosis 1x106 sel melalui vena ekor. Dua kelompok (kontrol dan induksi 2AAF/CCl4) diterminasi pada akhir minggu ke-12 sebagai model kerusakan hati sedangkan tiga kelompok lainnya (kontrol, kelompok dengan sel punca dan kelompok tanpa sel punca diterminasi pada akhir minggu ke-14.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan ekspresi DLK1 namun tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat proliferasi hepatosit yang dinilai dengan Ki67 pada kerusakan hati yang diinduksi 2AAF/CCl4. Sedangkan pada regenerasi hati tidak ditemukan perbedaan signifikan ekspresi DLK1 dan Ki67 antara kelompok yang diberikan sel punca dan tidak diberikan sel punca.

The liver is an organ that has a high regeneration ability after being injured. Mesenchymal stem cells from the human umbilical cord are transplanted sources of liver progenitors and can be used in cases of severe liver injury. Severe liver damage will bring out oval cells as a second level defense. The process of liver regeneration which is mediated by oval cells is very complex because it involves cytokines, growth factors, hormones and morphogens. DLK1 (Delta-Like 1 homologue) is one of the morphogens that is expressed again in cases of liver injury with inhibited hepatocyte proliferation. DLK1 is expressed in subpopulation in oval cells compartement of rat liver.
This study aims to determine the expression of DLK1 and hepatocyte proliferation which was assessed using Ki67 in the 2AAF/CCl4 induced severe injury. It will also be assessed the effect of mesenchymal stem cells on DLK1 expression and hepatocyte proliferation which was assessed using Ki67 during the liver regeneration process. This study used 30 male 8-week-old Wistar strain rats divided into 5 groups (n = 6). The process of induction of liver injury using 2AAF/CCl4 for 12 weeks was then given mesenchymal stem cell injection from human umbilical cord at a dose of 1x106 cells through the tail vein. Two groups (control and 2AAF/CCl4 groups) were terminated at the end of the 12th week as models of liver injury while the other three groups (control, groups with stem cells and groups without stem cells were terminated at the end of week 14.
In this study it was found that there was a significant difference in DLK1 expression but there was no significant difference in the rate of hepatocyte proliferation assessed by Ki67 in 2AAF/CCl4 induced liver injury, whereas in liver regeneration there was no significant difference in DLK1 and Ki67 expression between groups given stem cells and not given stem cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignasia Andhini Retnowulan
"Latar belakang: Karsinoma sel hati (KSH) merupakan jenis keganasan primer hati
tersering dengan gambaran histologik menunjukkan diferensiasi sel hepatoselular. Selain
insiden yang tinggi, beban yang berat dari keganasan ini adalah prognosis yang sangat
buruk dengan angka rekurensi yang tinggi. Terdapat banyak faktor resiko secara
klinikopatologik yang telah diketahui mempengaruhi prognosis KSH, seperti kadar alfa
fetoprotein, derajat diferensiasi, dan invasi mikrovaskular. Secara molekular, mutasi p53
dan β-catenin merupakan dua mutasi tersering dalam KSH. β-catenin merupakan protein
multifungsi yang dikode oleh gen CTNNB1 yang dapat ditemukan pada 3 kompartemen
sel, yaitu di membran sel, sitoplasma dan inti. Jalur Wnt/β-catenin meregulasi proses
seluler yang terkait inisiasi, pertumbuhan, survival, migrasi, diferensiasi, dan apoptosis.
Meski sudah banyak diketahui beberapa jalur patofisiologi molekular
hepatokarsinogenesis, hubungan dengan aplikasi klinik membutuhkan pemahaman lebih
mengenai hubungan sifat molekuler dan sifat fenotip tumor, terutama dalam penentuan
faktor prognosis dan pengembangan terapi target. Penelitian ini bertujuan untuk menilai
ekspresi β-catenin pada KSH dan hubungannya dengan berbagai faktor prognosis yaitu
AFP, derajat diferensiasi dan invasi mikrovaskular.
Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas
35 kasus KSH yang sudah ditegakkan diagnosisnya berdasarkan pemeriksaan
histopatologik dan/atau imunohistokimia di RSCM dari Januari 2013 sampai September
2019. Dilakukan pulasan β-catenin dan analisis statistik dengan uji komparatif terhadap
berbagai karakteristik klinikopatologik dan faktor resiko berupa AFP, derajat diferensiasi
dan invasi mikrovaskular.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap AFP (p=0,037) dan
derajat diferensiasi (p=0,043) pada KSH. Ekspresi β-catenin pada inti dengan/tanpa
sitoplasma lebih sering ditemukan pada kasus KSH dengan kadar AFP rendah dan derajat
diferensiasi baik-sedang. Tidak ditemukan perbedaan bermakna ekspresi β-catenin
terhadap invasi mikrovaskular pada KSH (p=1,000).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi β-catenin terhadap AFP dan derajat
diferensiasi pada KSH.

Background: Hepatocellular carcinoma (HCC) is the most common primary liver
cancer, displaying histologically hepatocellular differentiation. In addition to its high
incidence, the disease burden of HCC is due to its poor prognosis with high recurrence
rate. Some of the previously known clinicopathologic prognostic factors of HCC include
alpha-fetoprotein (AFP) level, tumor grade and microvascular invasion. At molecular
level, p53 and β-catenin are the two most common driver mutations in HCC that are
mutually exclusive. β-catenin is a multifunction protein that is encoded by CTNNB1 gen.
It is found in 3 compartments of cells, which are membrane cell, cytoplasm and nucleus.
Wnt/ β-catenin pathway regulates cellular process which is related to initiation, growth,
survival, migration, differentiation and apoptosis. Although molecular pathogenesis
pathways of hepatocarcinogenesis are known, clinical application warrants more
understanding in terms of molecular characteristic and tumor phenotype, especially in
determining prognosis and target therapy development. This current study aims to analyze
the expression of β-catenin and its association with prognostic factors, such as AFP,
tumor grade and microvascular invasion.
Material and method: A cross-sectional study was conducted comprising 35 samples of
surgically resected HCCs between January 2013 to September 2019 in Cipto
Mangunkusumo General Hospital. The cases were diagnosed based on histopathological
and immunohistochemical findings and was then performed β-catenin staining. β-catenin
expression was analyzed with statistical tests to determine expression difference between
AFP level, tumor grade and microvascular invasion.
Result: There were statistically significant difference of β-catenin expression in AFP
level and tumor grade (p=0.037 and 0.043, respectively). Nuclear with/without
cytoplasmic expression of β-catenin was more frequently found in HCC with low AFP
level and well-to-moderately differentiated tumors. No significant difference was
observed in β-catenin expression between HCC with and without microvascular invasion
(p=1.000).
Conclusion: β-catenin expression was significantly different in AFP level and tumor
grade."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Msy Rulan Adnindya
"ABSTRAK
Sel oval merupakan sel punca tetap pada hepar dewasa, ditandai oleh OV6, yang terlibat dalam proses regenerasi. Sel oval ditemukan pada masa embrional dan memiliki kemiripan dengan hepatoblast, ditandai oleh AFP. Sel oval diduga merupakan sisa hepatoblast embrio. Hubungan antara keduanya belum diketahui pasti; pola dan distribusi ekspresi OV6 dan AFP pada masa perkembangan belum diketahui. Dilakukan penelitian observasional analitik pada hati tikus Wistar usia ED12.5, ED14.5, ED16.5, ED18.5, neonatus, tikus 8 minggu dan 7 bulan. Jaringan diproses secara histologis. Dilakukan pewarnaan HE dan imunohistokimia OV6 dan AFP . Ekspresi OV6 terlihat pada ED16.5 di sel lempeng duktal yang merupakan duktus biliaris primitif. Ekspresi OV6 mencapai puncak di neonatus dan menurun saat dewasa. Ekspresi OV6 pada neonatus dan dewasa terlihat di duktus biliaris, kanal Hering, dan area periporta. Ekspresi AFP sudah terlihat sejak ED12.5, mencapai puncak pada ED18.5, dan menurun postnatal. AFP terekspresi pada sel hepatoblast. Pada kondisi hati normal, tidak semua sel yang mengekspresikan OV6 juga mengekspresikan AFP. Ekspresi OV6 berkaitan dengan pembentukan duktus biliaris. Ekspresi AFP berkaitan dengan aktivitas proliferasi sel hepatoblast maupun sel oval. Peningkatan ekspresi AFP dan OV6 menunjukkan proliferasi sel oval yang ditemukan pada kondisi kerusakan hati kronis.

ABSTRACT
Oval cells, identified with OV6, are resident stem cells in adult liver that involved in liver regeneration. These cells are found during embryonic liver development and have similar characteristics with fetal hepatoblast. It is thought that oval cells are fetal hepatoblast remnants. However, relationship between oval cells and hepatoblasts, expression patterns and distribution of OV6 and AFP in liver development are not yet known. Observational analytic studies were done on Wistar rat rsquo s livers ED12.5, ED14.5, ED16.5, ED18.5, neonates, 8 weeks, and 7 months . The tissues were histologically processed and stained with HE and immunohistochemistry OV6 and AFP . OV6 expression appeared at age ED16.5 in ductal plate cells which are primitive bile ducts, reached peak in neonates and decreased in adults. In neonates and adults rats, OV6 expression were distributed in bile ducts, canal of Hering, and periportal. AFP were expressed in hepatoblasts, started at ED12.5, reached peak at ED18.5, decreased after birth. In normal liver, AFP was not expressed in all OV6 cells. OV6 expression are related to bile duct formation. Meanwhile, AFP expression are associated with proliferative activity of hepatoblasts and oval cells. Increased expression of AFP and OV6 indicates proliferation of oval cells found in chronic liver injury. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.M. Vita Kurniati
"Telah dilakukan deteksi reaksi imun silang antara alfa-fetoprotein (AFP) dan albumin tikus dengan teknik ELISA dan Western blot. Antibodi anti-albumin tikus didapat dengan mengimunisasi kelinci dengan 1 mg albumin tikus. AFP takes diisolasi dari cairan amnion dengan menggunakan kolom kromatografi DEAE-selulosa. Sedangkan antibodi anti-AFP tikus diisolasi dengan menggunakan kolom kromatografi afinitas AminoLink (oleh Prijanti dkk.). Titer antibodi anti-albumin tikus yang didapat adalah 3.200.000. Titer yang sangat tinggi ini menunjukkan bahwa antibodi yang didapat cukup murni dan spesifik. Dengan teknik ELISA didapatkan hasil negatif pada reaksi antara AFP tikus dengan antibodi anti-albumin tikus. Demikian pula, reaksi antara albumin tikus dengan antibodi anti-AFP tikus dengan uii ELISA juga memberi hasil negatif. Dengan teknik Western blot didapatkan pula reaksi negatif antara AFP tikus dengan antibodi anti-albumin tikus (titer 800.000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat reaksi imun silang antara AFP dan albumin tikus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Astuti
"ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi antibodi anti AFP tikus dengan cara hiperimunisasi kelinci. Antigen yang disuntikkan pada kelinci adalah AFP tikus yang diisolasi dengan kolom kromatografi DEAE-selulosa. Serum kelinci hasil imunisasi dimurnikan menggunakan kolom Aminolink. Antibodi anti AFP tikus diperlukan untuk penelitian terhadap reaksi silang antara AFP dan albumin tikus, sedangkan antibodi tersebut belum tersedia di pasaran. Dua ekor kelinci telah disuntik masing-masing dengan 1 mg AFP tikus yang telah dibuat emulsi dengan adjuvan lengkap Freund pada bagian punggung secara subkutan. Suntikan ulangan dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu kurang lebih 10 hari dengan dosis sama yang telah dibuat emulsi dengan adjuvan tak lengkap Freund. Pada penelitian mi antibodi dideteksi dengan teknik ELISA dan Western-blot. Hasil ELISA menunjukkan titer antibodi yang didapat pada kelinci I adalah 16000, sedangkan kelinci 2 adalah 8000. Hasil ELISAjuga menunjukkan serum kelinci yang dimurnikan menggunakan kolom aminolink, relatif lebih murni dibandingkan serum kelinci yang belum mengalami pemurnian. Dengan teknik Western-blot menunjukkan bahwa polipeptida yang bereaksi dengan antibodi anti AFP tikus yang diisolasi adalah sebesar 74.000 Da."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Puspitaningrum
"Ruang lingkup dan cara penelitian : AFP adalah protein onkofetal yang disintesis pada masa fetus dan ekspresinya ditekan pada. individu dewasa sehat. Kadar AFP ini akan meningkat kembali pada penderita keganasan hati. Telah diketahui bahwa ekspresi gen APP diakhir pada tingkat transkripsi, akan tetapi, mekanisme pengaturan dari faktor yang mendukung proses pengaturan sintesis AFP tersebut masih belum pasti. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi (ragmen DNA yang mengandung elemen promotor gen dan gen penyandi AFP. Fragmen DNA ini selanjutnya akan digunakan dalam penelitian ekspresi gen APP secara in vitro secara efisien. DNA AFP bahan uji yang digunakan adalah bersumber dari sel jaringan hati tikus Rattus navergic's strain Wistar. Tahap penelitian yang harus dikerjakan adalah mengisolasi DNA genam hati tikus dengan atau tanpa menggunakan kit Menelusuri data urutan nukleotida DNA AFP yang akan diisolasi. Merancang sepasang oligonukleotida primer. Mengisolasi fragmen DNA AFP dengan cara PCR dan memurnikannya dengan cara elektroelusi. Selanjutnya memotong fragmen DNA produk PCR tersebut dengan enzim endonuklease restriksi spesifik. Akhirnya membaca urutan nukleotida fragmen tersebut.
Hasil dan Kesimpulan : Diperoleh fragmen DNA AFP produk PCR sepanjang 292pb dengan menggunakan sepasang oligonukleotida primer Twister I (5'CATAAGATAGAAGTGACCCCTGTG3') dan Twister II (5 'GCATCTTA CCTATTCCAAA CTCAT3 ' ). Fragmen DNA tersebut mengandung elemen promotor gen dan gen penyandi AFP dengan urutan nukleatida yang sama dengan urutan nukleotida pada fragmen DNA AFP yang diperoleh dari bank gen. Pemotongan fragmen DNA tersebut dengan menggunakan enzim menghasilkan fragmen DNA sepanjang 110pb yang hanya mengandung gen penyandi AFP. Fragmen DNA ini akan digunakan sebagai kontrol negatif untuk membuktikan pentingnya elemen promotor gen AFP dalam proses pengaturan ekspresi gen AFP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremiah Suryatenggara
"Publikasi terakhir menunjukkan bahwa AFP menyebabkan disfungsi sel dendritik asal monosit MDDC sebagai antigen presenting cell APC . Disfungsi ini memiliki ciri seperti berkurangnya ekspresi beberapa molekul permukaan sel dan sitokin yang berperan penting dalam fungsi sebuah sel dendritik mature mDC . AFP juga, dalam peranannya sebagai faktor sel tumor, meningkatkan toleransi terhadap sel tumor dengan cara menginduksi fungsi regulatori dari sistem imun. Tujuan studi ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi tentang efek AFP terhadap DC dalam aktivasi respon imun antitumor dan induksi toleransi imun terhadap tumor. Metode: Sel monosit dikultur dalam medium yang mengandung GM-CSF dan IL-4 dan diinkubasi selama 6 hari agar berdiferensiasi menjadi DC immature imDC . AFP ditambahkan pada kelompok perlakuan di awal kultur. Di hari ke-6, dilakukan pengamatan kontak induksi antara LPS dan imDC dengan LPS binding assay menggunakan flow cytometry. DC mature mDC kemudian diperoleh dengan cara penambahan lipopolysaccharide LPS ke kultur dan inkubasi selama 48 jam. Di hari ke-8 dilakukan pengamatan molekul permukaan DC berdasarkan analisa ekspresi HLA-DR, CD11c, CD40, CD83, CD80, dan CD86 menggunakan flow cytometry. Di hari yang sama, juga dilakukan kuantifikasi sitokin TGF-? pada medium kultur dengan metode ELISA. Sel dendritik selanjutnya dikulturkan bersama dengan PBMC autolog dalam kultur MLR selama 5 hari. Di hari ke-13, proliferasi sel T naive CD4 yang diinduksi oleh DC diamati berdasarkan dilusi Carboxyfluorescein succinimidyl ester CFSE menggunakan flow cytometry. Hasil: Penambahan AFP pada awal kultur MDDC menurunkan jumlah kontak induksi antara LPS dan imDC, menurunkan ekspresi molekul fungsional HLA-DR, CD40, CD80, CD86, dan CD83 pada permukaan mDC, meningkatkan kuantitas sekresi sitokin TGF-? oleh DC, dan menurunkan jumlah proliferasi total sel T CD4 naive yang diinduksi oleh DC. Kesimpulan: AFP mempengaruhi karakteristik dan fungsi kerja DC melalui berbagai cara pada tahap yang berbeda-beda, yang secara garis besarnya menurunkan respon imun tipe efektor dan meningkatkan respon imun tipe regulator. Hal ini diyakini mengakibatkan toleransi terhadap antigen, yang bersifat mendukung survivabilitas sel tumor pada kasus HCC dengan kadar AFP tinggi.

Recent publications showed that AFP causes the dysfunction of monocyte derived dendritic cell MDDC as in its role as antigen presenting cell APC . This dysfunction is characterized by the lack of expression of several stimulator molecules and cytokines that play important roles in the function of mature dendritic cells mDC . AFP also, in its role as a tumor factor, promotes tolerance towards tumor cells by inducing regulatory functions of the immune system. The purpose of this study is to obtain a clearer picture regarding effects of AFP in the stimulation of antitumor immune response and the induction of immune tolerance towards tumor. Methods Monocytes was cultured in medium contains GM CSF 800 ng ml and IL 4 1000 ng ml and incubated for six days to generate immature DC imDC . AFP was added into the treatment group at the beginning of the culture. On the 6th day, induction contact between LPS and imDC was observed with LPS binding assay by flow cytometry. Mature DC mDC was generated by addition of lipopolysaccharide LPS into the culture and incubation for another 48 hours. On the 8th day, DC surface markers was observed based on the expression of HLA DR, CD11c, CD40, CD83, CD80, and CD86 by flow cytometry. On the same day, cytokine TGF in the medium was also quantified by ELISA method. Dendritic cells are then combined with autologous PBMC in MLR culture for 5 days. On the 13th day, the proliferation of DC induced naive CD4 T cells was observed based on CFSE dilution by flow cytometry. Results Addition of AFP in early MDDC culture decreases the induction contact between LPS and imDC, decreases the expressions of functional molecules HLADR, CD40, CD80, CD86, and CD83 on mDC surface, increases the quantity of cytokine TGF secretion by DC, and decreases the total proliferation of DC induced naive CD4 T cells. Conclusion AFP alters characteristics and functions of DC through various ways and within different phases, which decreases the effector immune responses and increases the regulatory immune response in overall. This allegedly leads to tolerance towards antigens and is supportive towards the survivability of tumor cells in cases of HCC patients showing high level of AFP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herniwaty
"ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi dan pemurnian antibodi anti-AFP manusia dari serum kelinci yang diinduksi dengan cairan amnion manusia. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan antibody anti-AFP murni dari cairan amnion manusia yang dipergunakan untuk keperluan reaksi imun silang. Alfa-fetoprotein manusia diisolasi dan dimurnikan dari 100ml cairan amnion manusia dengan menggunakan kolom Cibacron-blue (F3GA). Setiap kali pemurnian dengan kolom Cibacron-blue dielusi dengan dua macam dapar yaitu dapar A dan dapar B. Protein AFP yang telah diisolasi dideteksi dengan cara elektroforesis (SDS-PAGE) untuk mengetahui barat molekul protein AFP tersebut. Alfa-fetoprotein yang telah diisolasi dikumpulkan untuk diliofilisasi, dan selanjutnya digunakan sebagai kontrol positif pada uji ELISA. AFP hasil liofilisasi untuk imunisasi kelinci. Amnion hasil liofilisasi adalah 1530,4 mg. Imunisasi kelinci dilakukan sebanyak 5 kali dengan selang waktu penyuntikan 10 hari. Penyuntikan dilakukan secara subkutan, dosis tiap kali penyuntikan adalah 1 mg amnion/ml yang dibagi menjadi 5 lokasi penyuntikan. Imunisasi pertama menggunakan ajuvan lengkap Freund. Serum kelinci hasil imunisasi dideteksi dengan uji ELISA untuk mengetahui keberhasilan imunisasi. Serum kelinci tersebut dimurnikan dengan kolom imunoafinitas CNBr yang dibebani AFP manusia. Fraksi tertinggi eluat kolom imunoafinitas dikumpulkan dan dipakai untuk uji ELISA pada penentuan titer antibody. Uji ELISA tersebut menggunakan serum laki-laki normal sebagai kontrol negative. Titer antibody anti-AFP manusia sebelum dimurnikan adalah 1024000 dan titer antibody anti-AFP manusia yang telah dimurnikan adalah 8000. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa antibody anti-AFP manusia cukup murni dan dapat digunakan untuk uji reaksi silang. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>