Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147533 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana budaya yang ada dalam masyarakat Aceh berimplikasi terhadap pemenuhan hak ndash; hak pengungsi anak etnis Rohingya di Aceh ndash; Indonesia. Masyarakat Aceh memiliki budaya yang biasa dikenal dengan budaya peumulia jamee atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai budaya memuliakan tamu. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk normatif. Bahan yang akan digunakan adalah bahan primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh dari observasi lapangan, wawancara dengan informan di lokasi penelitian, dan kajian kepustakaan. Hasil penelitian ini akan menjelaskan bagaimana budaya peumulia jamee yang sudah terbentuk sejak lama dalam masyarakat dapat memenuhi hak - hak pengungsi anak. Dengan melihat teori norma tingkah laku conflict of conduct norm dari Sellin, penelitian ini akan menejelaskan bagaimana perbedaan budaya antara penggungsi etnis rohingya dengan budaya penduduk lokal berdampak pada pemenuhan hak anak pengungsi. Pemenuhan hak pengungsi anak etnis rohingnya seperti pemenuhan hak untuk keberlangsungan hidup survival right , pemehuhan hak perlindungan protection right , dan pemenuhan hak tumbuh kembang development right terpenuhi dengan adanya budaya peumulia jamee yang dipraktekkan oleh penduduk Desa Bayeun, Kecamatan Rantau Selamat, Aceh Timur.

This research aims to describe how Acehnese local culture implicate to the fulfillment of child refugee`s rights in Aceh Indonesia. The people of Aceh have a local culture commonly referred as peumulia jamee, which means a form of honor in Indonesian language. This normative research puts emphasis on fulfillment of child refugee`s rights for Rohingya child refugees in shelter camps. The study collected primary, secondary, and tertiary data from literature review. Results of this research explain how the ancient local culture can provide protection for refugee children and help fulfill their basic human rights. Looking at Sellin 39 s conflict of conduct norm theory, this study will explain how cultural differences between Rohingya refugee`s culture and local cultures influence the fulfillment of the rights of child refugee. The fulfillment of Rohingya child refugee`s right such the survival right, protection right, and development rights fulfilled by the peumulia jamee culture which is practiced by the villagers of Desa Bayeun, Kecamatan Rantau, East Aceh."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Anoraga
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai skenario penanganan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Indonesia terhadap pengungsi Rohingya asal Myanmar dan
Bangaladesh. Dalam penelitian ini pula disajikan skenario pencegahan persoalan
pengungsi Rohingya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
campuran dengan pendekatan kuantitatif merujuk pada analisa ancaman, analisa
kerawanan dan analisa resiko. Sementara pendekatan kualitatif yang digunakan
adalah teknik deskriptif. Dalam penelitian ini menekankan bagaimana kondisi
penanganan pengungsi saat gelombang pengungsi pertama kali datang pada Mei
2015 hingga Mei tahun 2016. Lebih lanjut dijelaskan bagaimana saran tindak
pencegahan pengungsi Rohingya berdasarkan metode penarikan skenario dengan
menggunakan teknik SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan
dan rekomendasi mengenai skenario penanganan pengungsi yang ideal sesuai
dengan teknik penarikan skenario yang memperhatikan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman dari negara Republik Indonesia

ABSTRACT
This thesis discusses the scenanrio of treatment and prevention of rohingya
refugee in North Aceh District that was held by the government of Republic of
Indonesia. In this study also presented the Rohingya refugee problem handling
scenarios. The method used in this study is a mixed methods with quantitative
approach refers to the analysis of threat vulnerability analysis and risk analysis.
While the qualitative approach used is descriptive technique. In this study
emphasize how the handling conditions of refugees displaced when the first wave
came in May 2015 until May 2016. This study aims to provide feedback and
recommendations regarding the handling of refugees ideal scenario in accordance
with the sampling technique scenario of strenghts weaknesses opportunities and
threats of the republic of Indonesia."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryasa Rabbanie Tinumbang
"Banyaknya Pengungsi Rohingya yang berdatangan di Aceh sejak tahun 2009, hal tersebut menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, ketika menghadapi masalah pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, peran intelijen kepolisian menjadi sangat penting dalam mendeteksi potensi tindakan kriminal dan mencegahnya sejak dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tugas dan fungsi intelijen kepolisian dalam upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, serta faktor yang menghambat kinerjamereka dan bagaimana tugas dan fungsi dapat dioptimalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Direktorat Intelkam Polda Aceh memiliki peran penting dalam deteksi dini potensi konflik, pelayanan administrasi dan pengawasan, serta pengumpulan dan penyajian informasi kepada pimpinan dan instansi terkait, termasuk dalam penanganan pengungsi Rohingya di Aceh dengan melakukan deteksi dini konflik, menyediakan informasi dasar pengambilan keputusan, dan menerapkan strategi melibatkan masyarakat, membangun jaringan informasi, dan mendorong partisipasi masyarakat untuk meminimalisir potensi konflik.. Namun, masih terdapat tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi intelijen kepolisian, seperti keterbatasan sumber daya dan kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara instansi terkait, pengembangan kapasitas intelijen kepolisian, dan perluasan jaringan kerja sama dengan pihak internasional untuk memperkuat upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Aceh.

The large number of Rohingya refugees arriving in Aceh since 2009 has led to potential security and order disturbances in the Indonesian National Police (Polri) is a government agency that has a main task in accordance with Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, namely maintaining security and public order, enforcing the law, and providing protection, protection, and services to the community. However, when dealing with the Rohingya refugee problem in Aceh Province, the role of police intelligence becomes very important in detecting potential criminal acts and preventing them early on. The purpose of this study is to analyze the duties and functions of police intelligence in the handling and prevention of Rohingya refugees in Aceh Province, as well as factors that hinder their performance and how duties and functions can be optimized. The research method used is qualitative with data collection techniques through interviews and participatory observation. The results showed that the  Directorate of Intelligence  of the Aceh Regional Police has an important role in early detection of potential conflicts, administrative and supervisory services, as well as collecting and presenting information to leaders and related agencies, including in handling Rohingya refugees in Aceh by conducting early detection of conflicts, providing basic information for decision making, and implementing strategies to involve the community, build information networks, and encourage community participation to minimize potential conflicts. However, there are still challenges in carrying out the tasks and functions of police intelligence, such as limited resources and lack of coordination between related agencies. Therefore, this study recommends improving coordination between relevant agencies, developing police intelligence capacity, and expanding cooperation networks with international parties to strengthen efforts to handle and prevent Rohingya refugees in Aceh."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Taletting Langi
"Penelitian ini berfokus pada tiga aspek yaitu pendidikan dan hak atas pendidikan, anak dan pengungsi anak, dan Aceh itu sendiri. Pendidikan dan anak merupakan hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Konflik, gempa, dan tsunami telah merusakkan sarana dan prasarana di Aceh termasuk pendidikan. Bencana tersebut mempengaruhi proses pendidikan terhadap anak di aceh. Anak yang terkena dampak ini mengalami extreme stressor atau kesaksian yang lebih besar terhadap bencana dan sesudahnya, dan mereka kurang memiliki dukungan keluarga dan teman sebaya. Pasca konflik dan bencana alam terlihat bahwa pendidikan di aceh lebih terarah.
Penulisan tesis ini pada umumnya telah menggunakan metode penelitian yang bersifat socio legal yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atas konsep yang abstrak diwujudkan dalam prakteknya serta mendapatkan penjelasan bermakna tentang gejala hukum yang diinterprestasikan secara faktual. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan juga dengan studi kepustakaan serta dokumentari. Analisis dilakukan dengan merujuk pada sumber data dan informasi, beberapa pendekatan dilakukan, bisa secara satu persatu atau secara bersamaan, tergantung konteks yang ingin dibahas.
Dari analisis ini disimpulkan bahwa: 1) konflik dan bencana telah mempengaruhi pencerdasan masyarakat terutama anak dalam masalah pendidikan; 2) Dari bencana perang dan bencana alam menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana khususnya pendidikan di Aceh; 3) Setelah Gempa, Tsunami, dan Perdamaian di Aceh terjadi, Pendidikan di Aceh lebih terarah; 4) Pihak-pihak seperti Pemerintah, Masyarakat, LSM, serta Donatur ikut bertanggung jawab terhadap pemenuhan Hak atas pendidikan Pengungsi Anak di Aceh. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk masa depan betapa pentingnya menjaga perdamaian di Aceh sehingga tidak menimbulkan konflik yang menghambat proses pendidikan; penanggulangan konflik dan bencana yang lebih terencana berpedoman pada UU sehingga tidak menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan sektor pendidikan di Aceh; Perlunya analisis sosiologis masyarakat setempat terlebih dahulu; Peran serta Pemerintah dan Masyarakat untuk lebih aktif dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan di Aceh.

The focus on this study is Education and its rights, child and children refugee, and Aceh itself. Education and child are things which could not be separated. Conflict and natural disaster have been devastating infrastructure and superstructure of education in Aceh. The tragedy has been influence education system process to the child in Aceh. The minor, who have got the impact, experienced extreme stressor and they were lack of support from their family and college. Post disaster could be seen that education start to get priority and more increasing in Aceh.
The thesis writing in generally had been using research method of socio legal. It aimed to get description on abstractly concept which is practically concreted. Moreover, it was to get explanation on legal syndrome which is factually interpreted. Data gathering conducted with interview as well as with study library and documentary. The analysis conducted with using reference from data and information. Some approaches conducted rather than one by one or collectively but it does depend on which content want to discuss.
From the analysis could be concluded that: 1) conflict and natural disaster have been influence the society intelligent mainly to the children in education issues. 2) from the tragedy had caused distressing of infrastructure and superstructure on education in Aceh. 3) post disaster and peace in Aceh, education got priorities 4) the party such as government, society, NGOs and Donors got feel responsible to the education rights fulfillment for children refugee in Aceh. The research result suggested in the future how important to keep peace in Aceh in order to eliminate conflict which barrier education system process; conflict and disaster should be planned and it?s according to constitution otherwise it will not raise obstacle in order to implement the education for children in Aceh; Sociology Analysis is needed for society; government and society roles to be more active in order to help improvement the quality of education in Aceh."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shaila Tieken
"Penelitian ini mengkaji kekerasan struktural yang terjadi pada anak-anak rohingya tanpa kewarganegaraan. Peneliti mengkaji kasus anak-anak pengungsi rohingya yang ada di Wisma YPAP Medan, Indonesia. Konsep kekerasan struktural dan teori kriminologi konstitutif digunakan sebagai perspektif dalam mengkaji permasalahan ini. Untuk memahami kekerasan struktural yang dialami oleh anak-anak pengungsi Rohingya, peneliti melakukan sebuah penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi dengan anak-anak pengungsi Rohingya di community housing Wisma YPAP Medan. Untuk mendapatkan data yang komprehensif, peneliti turut melibatkan orang tua, lembaga supra-negara, pemerintah Indonesia, serta masyarakat sekitar dalam pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa ketiadaan kewarganegaraan pada anak-anak rohingya merupakan sebuah bentuk kekerasan struktural yang memisahkan jarak antara potensi anak dengan situasi riil yang dialami anak saat ini. Kekerasan struktural ini dilakukan oleh berbagai agen dalam kehidupan anak dalam berbagai bentuk, yaitu pembersihan etnis, hate crime, kriminalisasi migrasi, dan tidak terpenuhinya hak anak-anak rohingya yang tidak berkewarganegaraan.Penelitian ini mengkaji kekerasan struktural yang terjadi pada anak-anak rohingya tanpa kewarganegaraan.

This study discuss structural violence happened to stateless rohingyan children. The case of rohingyan child refugees in Wisma YPAP Medan had been researched using structural violence concept and constitutive criminology theory. Research with qualitative method was done to understand the situation of structural violence towards rohingyan children in Wisma YPAP Medan. Parents, supra-state actor, Indonesian government, and the community also involved in this research to get a comprehensive data. The research shows that statelessness in rohingyan children is a form of structural violence that creates a gap between potential and real situation of rohingyan children. This structural violence was done by many agents in the course of their lives, and happen in many forms, as recognized in this research, ethnic cleansing, hate crime, criminalization of migration, and unfulfilled rights of rohingyan stateless children."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan tugas tenaga penggerak lapangan dan faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas tenaga penggerak lapangan dalam program Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera (PMMS) di Desa Ujung Bawang dan Desa Rantau Gedang Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Pelaksanaan program Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera merupakan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten melalui mekanisme pembiayaan bersama, dimana program ini merupakan upaya dalam mengatasi dampak dari konflik bersenjata yang menyebabkan masyarakat Aceh terpuruk dalam kehancuran dan kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat agar hidup mulia dan sejahtera melalui pendekatan agama islam dan adat istiadat Aceh. Sesuai dengan tujuan program masyarakat yang diberdayakan adalah masyarakat miskin yang terkena dampak konflik seperti kaum duafa, anak-anak yatim dan para janda.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling terhadap aparat pemerintah daerah, camat, tenaga penggerak lapangan, kepala desa, tokoh masyarakat dan kelompok sasaran dengan jumlah 16 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengkaitkan kebijakan program dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pembangunan daerah, pemberdayaan masyarakat, partisipasi, pengembangan masyarakat dan community worker serta faktor penghambat pelaksanaan tugas community worker.
Dalam pelaksanaan program PMMS di Desa Ujung Bawang dan Desa Rantau Gedang Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, tenaga penggerak lapangan terlibat membantu masyarakat mulai dan tahap sosialisasi, pembentukan kelompok, pembinaan kelompok sasaran, pemanfaatan dana bantuan dan penyusunan pelaporan kegiatan.
Tahap sosialisasi, panitia program memberikan penjelasan program kepada peserta dengan jelas dan peserta diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada hal yang kurang dimengerti. Di awal sosialisasi tenaga penggerak lapangan dalam hal ini menggunakan pendekatan direktif serta mendampingi Kepala Desa dan tokoh masyarakat masing-masing desa dan membantu memberi pemahaman tentang program PMMS. terutama hal-hal yang kurang dimengerti, dafam hal ini TPL berperan sebagai pendidik educator. Selain sosialisasi secara formal, peserta sosialisasi dari Desa Rantau Gedang ikut berparlisipasi untuk mensosialisasikan program pada saat di kedai kopi dan pasta di desa mereka. Sosialisasi program PMMS di Desa Ujung Bawang ditakukan hanya secara formal.
Tahap pembentukan kelompok, Dalam pembentukan kelompok mengalami hambatan dikarenakan jumlah anggota kelompok hanya 15 orang sementara keinginan warga masyarakat sangat besar untuk tergabung ke dalam kelompok sasaran. Namun keadaan tersebut dapat diatasi oleh masing-masing tenaga penggerak lapangan yaitu sebagai educator dan enabler sehingga pembentukan kelompok dapat berjalan dengan baik. Penentuan ketua dan bendahara sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing kelompok. Tahap pembinaan, dalam kegiatan pembinaan kelompok, anggota kelompok mendapat pengetahuan tentang pemanfaatan dana bantuan, pemilihan kegiatan dan administrasi dari tenaga penggerak lapangan dalam tahap ini berperan sebagai expert, dan enabler.
Pada tahap penyusunan laporan kegiatan kelompok masing-masing tenaga penggerak lapangan berperan sebagai edocafar yaitu mengajak anggota kelompok secara bersama-sama untuk membuat laporan. Tahap pelaksanaan program, Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera terdapat faktor penghambat dari luar dan dalam diri tenaga penggerak lapangan. Faktor penghambat dan luar diri tenaga penggerak lapangan adalah rendahnya tingkat pendidikan serta tidak terbiasa dengan urusan surat-menyurat dari masingmasing kelompok, rasa tidak percaya diri, keamanan dan ketergantungan. Faktor penghambat dan dalam diri tenaga penggerak lapangan adalah tidak dapat mengawasi kelompok setiap dua minggu sekali seperti yang terdapat dalam kebijakan program PMMS. Berdasarkan berbagai temuan lapangan dapat disimpulkan secara umum pelaksanaan tugas dan tenaga penggerak lapangan dapat berjalan dengan baik. Dan merujuk kepada faktor penghambat diatas disarankan agar pemerintah daerah sebaiknya memilih tenaga penggerak lapangan yang dapat meluangkan waktu sepenuhnya untuk membina kelompok. Dan kepada tenaga penggerak lapangan agar memberikan masukan kepada pemerintah daerah tentang tugas-tugas di tempat tugasnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Siwi Suharini
"Penelitian membahas mengenai penerapan program alternative development dalam menangani kultivasi ganja di Mukim Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Alternaive development adalah suatu proses untuk mencegah dan membasmi kultivasi ilegal tanaman yang mengandung narkotika dan psikotropika melalui upaya pengembangan pedesaan yang dirancang khusus dalam rangka pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan upaya-upaya pengembangan berkelanjutan di negara-negara yang berjuang melawan narkotika ilegal. Penelitian menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Program alternative development di Mukim Lamteuba telah dilakukan sejak tahun 2006. Program yang dilakukan adalah alih fungsi lahan ganja dengan tanaman lain yang memiliki ekonomi tinggi seperti nilam, jabon dan kunyit. Sasaran strategis alternative development yaitu Menurunnya Produksi Ganja dan Kawasan Rawan penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba melalui konsep alternative development di Provinsi Aceh dengan upaya pengembangan pedesaan dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Program alih fungsi lahan ganja telah berhasil menurunkan jumlah lahan ganja dan mengurangi jumlah petani ganja, dilihat dari eradikasi ganja di Aceh mengalami penurunan yaitu dari 178,4 hektar pada tahun 2010 menjadi 96 hektar pada tahun 2015. Program AD belum mampu meningkatkan ekonomi masyarakat, karena hasil kultivasi ganja mencapai harga tertinggi yaitu Rp. 560.000.000/hektar sedangkan harga tanaman pengganti yang dilakukan dalam program AD sebagai komoditi yaitu hanya Rp. 110.700.000/hektar untuk nilam, Rp. 300.000.000/hektar untuk jabon, dan Rp. 175.000.000/hektar untuk kunyit.

The research discuss about the implementation of the alternative development in countering cannabis cultivation in Mukim Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Alternative developmentis a process to prevent and eliminate the illicit cultivation of plants containing narcotics and psychotropic substances through specifically designed rural development measures in the context of sustained national growth and sustainable development efforts in countries taking action against drugs, recognizing the particular socio economic characteristics of the target communities and groups, within the framework of a comprehensive and permanent solution to the problem of illicit drugs. The research used analitical descriptive methode and qualitative approach. Indonesia has implemented the alternative development in countering cannabis cultivation in Aceh since 2006. One of the program which is implemented is land conversion of cannabis land with other crops which has high economic value such as nilam, jabon, and turmeric. The strategic target of the alternative development is reducing the production of cannabis and high risks area ensp of ensp illicit drug trafficking and abuse through the alternative development concept in the Province of Aceh with rural development efforts in the context of economic growth. The program has succeeded in reducing the cannabis cultivation and reducing the amount of the cannabis farmers, as shown that the eradication of cannabis land in Aceh decrease from 178,4 hectare in 2010 become 96 hectare in 2015.The AD program is still not able to increase the economy of the community, since cannabis has reached the highest price than the other substitution plants i.e. Rp. 560.000.000 hectare, where the price of other commodity is Rp. 110.700.000 hectare of nilam, Rp. 300.000.000 hectare of jabon, and Rp. 175.000.000 hectare of curcuma. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Juanda
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranan lembaga keujruen blang dalam menggerakkan kerjasama masyarakat dan kendala-kendala pengembangannya. Penelitian ini penting mengingat keberadaan lembaga keujruen blang sangat diperlukan masyarakat tani dalam kegiatan pertanian sawah. Dalam pelaksanaan tugasnya lembaga keujruen blang mengedepankan nilai-nilai gotong royong. Gotong royong yang berlaku disini sudah menjadi hukum adat dan merupakan salah satu alat pencapaian tujuan lembaga, yaitu agar kegiatan pertanian sawah berjalan lancar dan berhasil.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dengan lingkup informan mencakup unsur pengurus lembaga keujruen blang, masyarakat tani, pemerintah dan tokoh adat.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa peran yang dilakukan keujruen dalam menggerakkan kerjasama masyarakat tani kurang efektif untuk mengatasi masalah menurunnya semangat gotong royong dalam lembaga keujruen blang. Apa yang dilakukan keujruen hanyalah melaksanakan tugas rutinitas semata yang bersifat fragmatis, sehingga tidak menyentuh pokok persoalan penyebab menurunnya semangat gotong royong tersebut. Penurunan semangat gotong royong antara lain disebabkan oleh tidak optimalnya services yang diberikan lembaga keujruen blang kepada petani berupa ketersediaan air pertanian yang cukup, dan melemahnya internalisasi nilai-nilai yang berlaku dalam lembaga keujruen blang oleh petani.
Rendahnya services tersebut disebabkan oleh tidak optimalnya fungsi irigasi setengah teknis yang digunakan sebagai prasarana penyuplai air ke persawahan. Irigasi induk yang berlokasi di Desa Blang Bayu tersebut dibangun pemerintah pada Tahun 1998. Kehadirannya justru memperburuk tata guna air yang telah ada, sehingga pasokan air ke sawah-sawah tidak tercukupi. Hal tersebut berdampak juga pada penurunan kuantitas musim tanam dari sebelumnya 2 kali setahun menjadi 3 kali dalam 2 tahun. Kemudian musim tanam juga menjadi tidak serentak lagi dalam satu wilayah kerja keujruen chick (tingkat kecamatan) sehingga menyebabkan semakin banyaknya hama yang menyerang tanaman padi. Sementara itu melemahnya internalisasi nilai-nilai yang berlaku dalam lembaga keujruen blang oleh petani lebih disebabkan oleh melemahnya pola hubungan tradisional petani yang mulai bergeser ke pola hubungan rasional ekonomi.
Tidak optimalnya fungsi irigasi juga merupakan kendala utama pengembangan lembaga keujruen blang. Disamping masalah lemahnya kepemimpinan lokal, struktur organisasi yang kurang mendidik, minimnya intervensi pemerintah, dan sebagian dari substansi aturan adat sudah kurang relevan dengan kondisi masyarakat tani sekarang.
Untuk meminimalisir masalah yang terjadi dalam lembaga keujruen blang, diperiukan reorientasi kepemimpinan keujruen dari peranan yang terpaku pada pelaksanaan tugas rutinitas semata ke peran sebagai seorang agen perubahan (change agent) yang mampu melakukan pembaharuan bagi organisasi, pembenahan irigasi, penyadaran masyarakat tani dan pemerintah, serta redefinisi aturan adat dan restrukturisasi kelembagaan keujruen blang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dupuis Sola Scriptura
"Hak atas pendidikan semestinya didapatkan oleh semua anak, tanpa kecuali, sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28 Convention on The Rights of The Child pada tahun 1989 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak). Meskipun demikian hak pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri yang ada di Indonesia dan akses pemenuhan terhadap hak pendidikan tersebut belum diatur secara jelas dalam hukum di Indonesia. Untuk itu maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan pengaturan tentang hak pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan akses terhadap pemenuhan hak pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri, khususnya di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode sosio legal dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap beberapa informan serta melalui studi dokumen dengan melakukan penelusuran terhadap bahan-bahan hukum yang relevan. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa ketentuan yang mengatur tentang hak pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri di Indonesia adalah didasarkan pada Konvensi Hak Anak 1989 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, bukan pada ketentuan yang khusus mengatur tentang hak pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri karena pemerintah Indonesia memang belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Sedangkan terkait akses untuk pemenuhan hak pendidikan pengungsi anak luar negeri, khususnya di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, dapat dinyatakan sebagai belum memadai sehingga masih harus dikembangkan karena dengan tidak adanya payung hukum yang secara khusus mengatur tentang hak pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri berakibat pada tidak jelasnya implementasi pemenuhan hak pendidikan pengungsi anak tersebut melalui penyediaan akses pendidikan yang mereka butuhkan. Selama ini pemenuhan hak pendidikan melalui penyediaan akses kepada pendidikan bagi pengungsi anak luar negeri baru dilakukan oleh pemerintah di Kota Depok berdasarkan rasa kemanusiaan namun bukan didasarkan pada hak pendidikan yang semestinya melekat pada diri setiap anak, tidak terkecuali anak yang berstatus sebagai pengungsi luar negeri.

As emphasized in Article 28 of the Convention on the Rights of the Child in 1989, which was ratified by the Indonesian government through Presidential Decree No. 36 of 1990 concerning Ratification of the Convention on the Rights of the Child, the right to education should be obtained by all children, without exception (Convention on the Rights of the Child). However, the right to education for foreign refugee children living in Indonesia, as well as access to the fulfillment of this right, are not regulated by Indonesian law. As a result, the issues raised in this study are related to regulations regarding the right to education for refugee children abroad under Indonesian legal provisions, as well as access to fulfilling the right to education for refugee children abroad, particularly in Depok City, West Java Province. This study employs the socio-legal method, which includes observing and interviewing several informants, as well as conducting document studies and searching for relevant legal materials. According to the findings of the analysis, the provisions governing the right to education for refugee children abroad in Indonesia are based on the 1989 Convention on the Rights of the Child, which the Indonesian government has ratified, rather than on provisions specifically governing the right to education for refugee children abroad, because the Indonesian government has not ratified the 1951 Convention on Refugees. Meanwhile, access to fulfilling the education rights of foreign child refugees, particularly in Depok City, West Java Province, can be described as insufficient, and further development is required because, in the absence of a legal framework that specifically regulates the right to education for refugee children abroad, the implementation of the fulfillment of the child refugee's right to education is unclear through the provision of access to the education they need. So far, the government in Depok City has fulfilled the right to education by providing access to education for refugee children abroad on the basis of humanity rather than the right to an education that should be inherent in every child, including refugee children."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>