Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48527 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Dwi Suryani
"Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat 2 UU No.4 Tahun 1996 UUHT , peralihan Hak Tanggungan HT yangdiperoleh berdasarkan cessie wajib didaftarkan oleh kreditur baru Cessionaris kepada Kantor Pertanahansetempat. penelitian ini membahas bagaimana bila Cessionaris tidak mendaftarkan peralihan HT yang diperolehberdasarkan perjanjian cessie yang dibuat dengan kreditur lama. Penelitian ini dilakukan secara kualitatifdengan metode penelitian normatif dikarenakan menggunakan data sekunder sebagai alat pengumpulan datanya.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa kewajiban pendaftaran peralihan HT yang tercantumdalam Pasal 16 ayat 2 UUHT merupakan suatu syarat publikasi bukan syarat konstitutif, dalam hal ini tidakterjadi pendaftaran HT ulang/baru, yang ada adalah pencatatan peralihan HT berdasarkan akta cessie, oleh karenanya yang dinilai adalah keabsahan perbuatan hukum peralihan haknya berdasarkan cessie. Dengandemikian, Cessionaris tetap dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan HT, bilamana debitur wanprestasi.Akan tetapi dalam pelaksanaan eksekusinya, Cessionaris akan mengalami hambatan sebab kedudukannya tidakdiakui oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 16 ayat 5 UUHT.

According to the Article 16 paragraph 2 Law No.4 Year 1996 UUHT , transfer of land of encumbrance LoE obtained through cessie shall be registered by the new creditor Cessionaris to the land registry office. Thisresearch discussed about what if the Cessionaris does not registering the transfer of LoE obtained through cessiemade by the Cessionaris with the previous creditor. The research done in qualitative by normative researchmethod because of using the secondary data as the data compiling.
The result achieved in this research is theobligation to register the transfer of LoE obtained through cessie as stipulated in article 16 paragraph 2 UUHT considered as a publication requirement not a constitutive requirement. In this matter there are no reregistrationof a new LoE, but to record the changing of the transfer of LoE, hence, the valuation is made based on thelegality of cessie. Therefore, the Cessionaris have the right to execute based on the LoE, in the event of default.However, in the exercising of the execution, the Cessionaris will facing difficulties because of its legal standingas a new creditor is not being recognized by the third party as imply in the article 16 paragraph 5 UUHT.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Silvyana
"Pencatatan hak tanggungan diperlukan sebagai tanda lahirnya hak tanggungan dan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor untuk mengeksekusi jaminan sesuai prosedur yang diatur dalam undang-undang. Sistem hukum jaminan menganut adanya larangan janji memberikan barang jaminan untuk dimiliki kreditor jika debitor wanprestasi. Namun dalam Putusan Nomor 187/Pdt.G/2017/PN.Blb., diputuskan bahwa jaminan berupa tanah dan bangunan atas nama Tergugat menjadi milik Penggugat cessionaris seluruhnya sebagai bentuk pelunasan dari Tergugat. Tergugat sebagai debitor melakukan wanprestasi dan tidak diketahui keberadaannya. Permasalahan yang dibahas adalah proses pengikatan jaminan hak tanggungan, proses pengalihan piutang yang dijaminkan dengan hak tanggungan dan menganalisis penerapan hukum hakim dalam mengadili dan memutus Putusan Nomor 187/Pdt.G/2017/PN.Blb sesuai ketentuan jaminan yang berlaku.
Metode penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dan preskriptif. Penerapan hukum hakim dalam mengadili dan memutuskan obyek jaminan menjadi milik Penggugat sebagai bentuk pelunasan Tergugat dan menyatakan Penggugat sebagai kreditor yang mempunyai hak dan kewajiban terhadap objek hak tanggungan atas dasar wanprestasinya Penggugat dinilai kurang tepat. Perjanjian kredit tanpa diikuti dengan pendaftaran jaminan hak tanggungan di kantor pertanahan membuat kreditor hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren. Obyek jaminan secara hukum masih merupakan milik dari pemberi jaminan, karenanya eksekusi jaminan harus dilakukan dengan memenuhi prosedur tertentu. Kreditor konkuren dapat menuntut haknya untuk memperoleh pembayaran dengan melalui proses gugatan terlebih dahulu yang diikuti dengan penyitaaan dan lelang barang milik debitor.

The registration of the mortgage is required for the mortgage to exist and for the creditor to receive primary legal standing to execute the collateral according to the regulated procedure. Collateral law system adheres to the prohibition of pledges to give collateral to be owned by the creditor if the debtor default. However, on Judgement Number 187 Pdt.G 2017 PN.Blb decided that collateral in form of land and building owned by Defendant belong to Plaintiff cessionaries as a form of his repayment. Defendant debtor default and his existence are unknown. The problems in this thesis are the process of mortgage binding, the process of receivables transfer which pledged by mortgage and analyzes judges rsquo legal application in judging and deciding on Judgement Number 187 Pdt.G 2017 PN.Blb according to regulated collateral law.
The thesis research method is normative juridical research with explanatory and prescriptive as its research type. Judges rsquo legal application in judging and deciding the collateral belongs to the creditor as a form of his repayment and stated Plaintiff as the creditor who has rights and obligations to mortgage object are imprecise. Credit agreement which is not followed by the registration of mortgage at the land office put creditor position as a concurrent creditor. The collateral object legally is still owned by the guarantor, therefore the collateral execution must be done by meeting certain procedures. A concurrent creditor could demand his rights to receive payment from debtor through lawsuit process followed by foreclosure and auction of debtor rsquo s properties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Astari
"Tesis ini membahas bagaimana ketentuan hukum mengenai jaminan fidusia diterapkan. Dalam praktik pemberian kredit pada umumnya, bank tidak melakukan pengikatan jaminan fidusia sebagaimana mestinya. Pada tesis ini akan dibahas tiga hal. Pertama, tinjauan umum mengenai pengikatan jaminan dalam pemberian kredit. Kedua, analisis terhadap kedudukan Bank sebagai penerima fidusia. Ketiga, analisis pada eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Aspek yang diteliti adalah apakah undang-undang jaminan fidusia cukup tegas dalam menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuan untuk mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar diperoleh dari studi kepustakaan. Pada hasil penelitian ini dinyatakan bahwa kreditur yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak dapat menikmati keuntungan-keuntungan dari ketentuan dalam undang-undang jaminan fidusia seperti misalnya hak preferen.

This thesis discusses how the legal provisions on fiduciary security are applied. In the practice of lending in general, banks do not bind fiduciary guarantee properly. There are three things that will be discussed here. First, an overview of the binding guarantees in lending. Second, an analysis of the Bank 39 s position as a fiduciary receiver. Third, the analysis on the execution of fiduciary security is not registered. The aspect under investigation is whether the fiduciary security law is sufficiently assertive in cracking down on those who violate the requirement to register fiduciary security to the Fiduciary Registry Office. This research uses juridical normative method, where the data of this research is mostly obtained from literature study. In the results of this study it is stated that creditors who do not register fiduciary security objects in the Fiduciary Registry Office can not enjoy the benefits of the provisions of the fiduciary security law such as preference rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Willy
"Tulisan ini menganalisis bagaimana akibat hukum tidak didaftarkannya Hak Tanggungan sebagaimana yang dimuat dalam Perjanjian Kredit Nomor 16 yang membebankan hak tanggungan sebagai jaminan dan kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dijadikan sebagai jaminan oleh debitor Nona EF dan akibat hukumnya bagi Bank ABC sebagai kreditor. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pemberian jaminan hak tanggungan merupakan syarat penting dari sebuah perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk melindungi kepentingan Bank. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah sebagai instrumen hukum nasional yang mengatur mengenai Hak Tanggungan menyebut pengikatan jaminan tersebut sebagai langkah terpenting, karena pendaftaran hak tanggungan merupakan syarat mutlak lahirnya dari hak tanggungan. Namun dalam praktiknya terdapat perjanjian kredit yang tidak diikuti dengan pembuatan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) dan/atau Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang kemudian didaftarkan ke kantor pertanahan setempat untuk dikeluarkan sertipikat hak tanggungan dan dituliskan hak tanggungannya dalam buku tanah hak tanggungan. Tidak didaftarkannya hak tanggungan, berarti hak tanggungan belum lahir dan menyebabkan kedudukan bank hanya sebagai kreditor konkuren yang tidak memegang jaminan kebendaan. Selain itu, dalam perkembangannya, praktik penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai dasar peralihan hak atas tanah yang digunakan sebagai jaminan hak tanggungan dalam perjanjian kredit sering terjadi. Hak yang timbul dari PPJB adalah hak perorangan, bukan hak kebendaan sehingga belum terjadi peralihan hak sampai dilakukan Akta Jual Beli (AJB), maka debitor belum memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum seperti pemberian hak tanggungan sebagai jaminan kepada Bank untuk kreditnya dan bank tidak mempunyai hak untuk didahulukan dari kreditor lain atas penjualan jaminan.

This article examines the legal implications arising from the failure to register mortgage rights, as stipulated in Credit Agreement Number 16, where mortgage rights serves as collateral. The validity of the Sale and Purchase Agreement used as collateral by debitor, Miss EF and its legal ramifications for Bank ABC as a creditor are assessed using normative juridical research methods. The provision of mortgage rights as collateral is a crucial aspect of credit agreements to safeguard the interests of the Bank. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, serving as the national legal framework for mortgage rights, deems the registration of collateral as the pivotal step. Registration is an absolute prerequisite for the validity of mortgage rights. However, certain credit agreements lack a subsequent creation of a Power of Attorney to Grant Mortgage Rights (SKMHT) and/or a Deed of Granting Mortgage Rights (APHT). These omissions, if not rectified through registration at the local land office to issue a Mortgage Rights certificate, mean the Mortgage Rights remains unestablished. Consequently, the bank assumes a position solely as a unsecured creditor without tangible collateral. Furthermore, in practice, the use of a Sale and Purchase Agreement (PPJB) as the foundation for transferring land rights to be utilized as collateral for mortgage rights in credit agreements is prevalent. The rights arising from the PPJB are individual, not material, until the execution of the Deed of Sale and Purchase (AJB). Consequently, debtors lack the authority to take legal actions such as granting mortgage rights as collateral to the Bank for credit, and the bank does not possess the right to prioritize over other creditors in collateral sales. This dual lapse underscores potential legal consequences for both parties involved in credit agreements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Daffa Fakhri
"Perjanjian jual beli piutang seharusnya dilakukan dengan memenuhi syarat sahnya, sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan dengan tidak terpenuhinya ketentuan mengenai syarat sah perjanjian jual beli piutang dapat mengakibatkan pembatalan perjanjian jual beli piutang. Dengan dipenuhinya syarat sah mengenai perjanjian jual beli piutang, maka dapat diminimalisasi terjadinya pembatalan perjanjian jual beli piutang yang dapat mengakibatkan akta perjanjian jual beli piutang menjadi batal demi hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai keterkaitan antara perbuatan melawan hukum dengan tidak diberitahukan kepada debitur terkait cessie yang dilekati hak tanggungan, serta pertimbangan majelis hakim yang menyatakan perjanjian jual beli piutang batal demi hukum akibat tidak dilakukan pemberitahuan terkait cessie yang dilekati hak tanggungan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini, keterkaitan antara perbuatan melawan hukum dengan tidak diberitahukan kepada debitur terkait cessie yang dilekati hak tanggungan adalah berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata pemberitahuan bukan merupakan hal yang esensial dalam cessie. Akan tetapi, apabila cessie tersebut juga dilekati dengan hak tanggungan, pemberitahuan yang tidak dilakukan berpotensi mengakibatkan kerugian materiil dan immateriil bagi debitur, hal tersebut yang menyebabkannya menjadi perbuatan yang melawan hukum. Pertimbangan majelis dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel kurang tepat Akta Perjanjian Cessie 118 tidak dapat dinyatakan batal demi hukum hanya karena tidak dilakukannya pemberitahuan, seharusnya majelis hakim turut mempertimbangkan mengenai hak tanggungan yang melekat pada cessie tersebut untuk memperkuat dasar dari putusan majelis hakim. Dengan demikian, saran yang dapat diberikan adalah bagi para pihak yang ingin mengadakan perjanjian harus benar-benar mengetahui dan memahami substansi dari perjanjian yang dibuat, sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa di antara para pihak. Selain itu, disarankan bagi majelis hakim untuk lebih memperhatikan seluruh bukti-bukti yang diajukan dalam proses pembuktian di pengadilan, agar dapat memperkuat dasar dari sebuah putusan pengadilan.

The sale and purchase agreement for receivables should be carried out in compliance with the legal requirements, in accordance with the applicable regulations. This is due to non-fulfilment of the provisions regarding the legal terms of the sale and purchase agreements receivables can result in cancellation of the sale and purchase agreement receivables. By fulfilling the legal requirements regarding the receivables sale and purchase agreement, it can be minimized the cancellation of the receivables sale and purchase agreement which can result in the deed of the sale and purchase agreement of receivables being null and void. The problem in this study is regarding the link between tort and not being notified to the debtor concerned cessie attached to the mortgage right, as well as the consideration of the panel of judges which declared the sale and purchase agreement of receivables null and void as a result of not making the relevant notification cessie which is attached to the mortgage right in the South Jakarta District Court Decision Number 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. To answer these problems, the research method used is normative juridical law with the type of explanatory research. The results of the analysis of this study, the relationship between tort and not being notified to the debtor concerned cessie attached to the mortgage right is according to Article 613 KUHPerdata notification is not an essential thing in cessie. However, when cessie is also attached with a mortgage right, notification that is not carried out can potentially in material and immaterial losses for the debtor, which causes it to become an tort. The panel's considerations in the South Jakarta District Court Decision Number 1119/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel are inaccurate Deed of Agreement Cessie 118 cannot be declared null and void simply because a notification is not made, the panel of judges should also consider the mortgage rights attached to cessie to strengthen the basis of the judge's decision. Thus, the advice that can be given is for the parties who wish to enter into an agreement must really know and understand the substance of the agreement made, so as to prevent disputes between the parties. In addition, it is suggested for the panel of judges to pay more attention to all the evidence submitted in the evidentiary process in court, in order to strengthen the basis of a court decision."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nesya Fransisca
"Eksekusi jaminan fidusia merupakan masalah yang penting seiring dengan semakin berkembanganya pemberian kredit dengan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit, Lembaga keuangan mikro Swamitra (LKM Swamitra) menyalurkan kredit untuk golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, berdasar prinsip collateral dari 5’C,debiturnya wajib menyediakan agunan minimal sebesar jumlah kredit jaminan. jenis jaminan yang diberlakukan hanya berupa suatu BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor), diikat menurut ketentuan hukum UU Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Eksekusi Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, di LKM Swamitra diteliti untuk mengetahui Pelaksanaan Jaminan Fidusia dalam perjanjian kredit dan Implikasi penyelesaian eksekusi Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia menggunakan metode pendekatan normatif terapan untuk mengkaji penerapan peraturan hukum yang terkait dengan Jaminan Fidusia dan lembaga Keuangan Mikro dengan penerapannya oleh para pihak menggunakan data primer dan data sekunder yang dianalisis secara normatif kualitatif.
Pelaksanaan jaminan fidusia di LKM Swamitra tidak dituangkan dalam Perjanjian tersendiri melainkan hanya dituangkan di dalam perjanjian kredit dan Jaminan Fidusia tersebut tidak didaftarkan ke kantor fidusia sesuai ketentuan UUJF Pasal 11 dan Penjelasan Pasal 37 ayat (3), Hal ini disebabkan oleh proses pengikatan jaminan menurut hukum yang berlaku memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, sedangkan market Swamitra adalah debitor menengah kebawah yang kreditnya relative kecil. implikasi penyelesaian eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ke kantor Pendaftaran Fidusia ialah Debitor apabila wanprestasi dengan melalui beberapa tahap, tahap pertama kreditur akan melakukan pendekatan persuasif dan jika debitur belum memenuhi kewajibannya maka tahap kedua yaitu dengan memberikan surat peringatan pertama (SP 1), masih belum menanggapi maka akan dikeluarkan surat peringatan ke dua (SP 2) yang menyatakan bila debitur tidak segera melunasi maka benda yang menjadi jaminan akan dieksekusi atau dilelang sebagai bentuk pelunasan utang dari debitur serta memberikan surat penarikan jaminan.

Fiduciary execution is an important issue along with the rise of fiduciary credit in the credit agreement , Swamitra microfinance institution ( MFI Swamitra ) lending to the economically weak / small businesses , according to the principle of 5'C collateral , the debtor is required to provide collateral minimum number of credit guarantee . types of guarantees imposed only in the form of a reg ( motor vehicle owner's book ) , bound by legal provisions of Law No. 42 of 1999 on Fiduciary (UUJF). Fiduciary execution is not registered to the Fiduciary Registration Office, in MFI Swamitra investigated to determine Fiduciary Implementation of the loan agreement and the completion of the execution of Fiduciary Implications are not registered to use the Fiduciary Registration Office normative approach applied to examine the application of legal regulations related to Security fiduciary and Microfinance agencies with the implementation by the parties to use the primary data and secondary data were analyzed qualitatively normative.
Implementation fiduciary in MFI Swamitra not set forth in a separate agreement but merely set forth in the credit agreement and the Fiduciary fiduciary office is not registered pursuant to Section 11 and Explanation UUJF Article 37 paragraph ( 3 ) , This is caused by the process of legally binding guarantees prevailing time-consuming and cost you a bit , while the market Swamitra debtor medium is the relatively small credit . completion of the execution of fiduciary implications are not registered to the Fiduciary Registration Office if the debtor is in default with through several stages , the first stage will be a persuasive approach creditors and if the debtor has not fulfilled its obligations then the second stage is to give the first warning letter ( SP 1 ) , is still not respond to the warning letter will be issued to two ( SP 2 ) that states if the debtor does not repay it immediately became objects that would guarantee executed or auctioned as a form of debt repayment from the debtor as well as provide a letter of guarantee withdrawal.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Thomasyadi
"Tesis ini membahas mengenai Pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang dan konsekuensi hukumnya terhadap akta-kata yang dibuat sehubungan dengan tindakan hukum tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif yang digunakan untuk memberikan gambaran secara kualitatif tentang pelaksanaan pemberian kredit dan Pembebanan Hak Tanggungan serta konsekuensinya atas tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tindakan hukum Pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang atas obyek jaminan tersebut tidak memenuhi syarat subyektif sahnya suatu peijanjian sehingga dapat dimohonkan pembatalannya. Pembatalan atas Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak turut membatalkan Akta Perjanjian Kredit sehingga utang yang dijamin tetap ada dan pelunasannya harus dipenuhi oleh Debitur.

This thesis discusses the Granting of Mortgage Right conducted by unauthorized party and ils legal consequences towards the deeds drawn up in relation to such legal action, in accordance with Law Number 4 of the Year 1996 regarding Mortgage Right over Land together with Goods Related to Land. This research uses juridical normative method with qualitative approach which is used to provide qualitative illustration regarding the implementation of loan granting and the Encumbrance of Mortgage Right as well as its consequences over the legal action conducted by unauthorized party. Based on the result of research, it can be concluded that legal action for the Granting of Mortgage Right conducted by unauthorized party over the object of such security does not fulfiil the subjective requirement for the validity of an agreement; therefore, it can be requested for its annulment. The annulment of Deed of Granting of Mortgage Right does not automaticaliy annul the Deed of Loan Agreement, therefore, the secured loan will remain to be valid and its fullrepayment must be satisfied by the Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Nataliasari
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27405
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carine
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kegunaan dari akta yang berkaitan dengan pertanahan yang dibuat Notaris yaitu Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie) dalam rangka memperoleh kepemilikan atas tanah. Selama penelitian dalam beberapa putusan pengadilan, penulis menemukan bahwa akta tersebut digunakan pemilik tanah sebagai bukti kepemilikan atas tanahnya dan bahkan Sertipikat hak atas tanah yang terbit diperoleh berdasarkan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie), serta seharusnya konstruksi hukum yang menjadi dasar Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie) adalah hukum cessie. Padahal seperti yang diketahui dan dipahami bahwa cessie adalah suatu penyerahan piutang atas nama. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian yuridis normatif, bersifat eksplanatoris, menggunakan Data Sekunder yang diperoleh dengan studi pustaka, permasalahan dianalisa secara kualitatif. Permasalahan yang akan dibahas adalah aspek hukum cessie dalam Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie), tanggung jawab Notaris atas akta yang dibuatnya, dan kegunaan akta yang berkaitan dengan pertanahan yang dibuat Notaris bagi penerima hak dalam rangka memperoleh kepemilikan atas tanah. Hasil penelitian ini adalah Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie) sama sekali tidak memuat aspek hukum cessie dan bahkan objek yang dialihkan adalah hak keperdataan atas tanah bukan piutang atas nama, sehingga Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie) tidak dapat disamakan atau disebut dengan Akta Cessie dan tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian. Akibatnya adalah perbuatan hukum pemindahan dan penyerahan hak keperdataan atas bidang tanah dalam akta batal demi hukum dan Notaris yang membuatnya harus bertanggung jawab baik berupa sanksi administratif dan/atau sanksi perdata. Terlepas dari Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak (Cessie), akta yang berkaitan dengan pertanahan yang dibuat Notaris berfungsi sebagai pengisi kekosongan hukum karena masih banyak perbuatan hukum berkaitan dengan tanah yang bukan kewenangan PPAT sehingga hanya bisa dilakukan di hadapan Notaris. Dengan demikian akta yang berkaitan dengan pertanahan yang dibuat oleh Notaris dalam rangka memperoleh kepemilikan atas tanah berfungsi sebagai kuasa mutlak/sempurna maupun sebagai alat bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum bagi penerima hak sehingga penerima hak dapat melakukan perbuatan hukum di hadapan PPAT, kemudian akta PPAT tersebut dapat didaftarkan agar diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah atas nama penerima hak

ABSTRACT
This Thesis will analysis about the use of deed made by a Notary which is the Deed of Transference and Assignment of Rights (Cessie) in order to obtain an ownership of a land. During the research based on several judgment, the writer discovered that the deeds used by owner of the land as an evidence of his ownership and even a certificate of the land rights was obtained by the Deed of Transference and Assignment of Rights (Cessie), moreover it should be used law of Cessie as legal framework and legal basis of the Deeds. Meanwhile as known and understood that cessie is a cession of preferred receivable. This research was conducted qualitatively by juridical normative as the method, it is eksplanatoris, using Data Sekunder obtained by literature research, and issues was analyzed qualitatively. The issues in this research are legal aspect of cessie in the Deed of Transference and Assignment of Rights (Cessie), the liability of a Notary towards the deed that he made, and the use of land deed made by Notary in order to obtain an ownership of a land. The results are the Deed of Transference and Assignment of Rights (Cessie) does not contain legal aspect of cessie and even the object is civil rights of a land which is not a preferred receivable, therefore the Deed of Transference and Assignment of Rights (Cessie) cannot be called as cessie?s deed moreover it does not fulfill the objective terms of the validity of an agreements. The consequence is the legal act of transfer and assignment of rights in the Deed is null and void therefore the Notary who made the deed have to responsible constitute in administrative sanctions and/or civil sanctions. Regardless from the Deed of Transference and Assignment of Rights (Cessie), the deed made by a Notary in order to obtain an ownership of a land served as the filler emptiness of law due to there are still a lot of legal action related to a land which are not the authorities of PPAT so that only can be done in front of a Notary. Therefore the deed made by Notary in order to obtain an ownership of a land, for the recipient, used as absolute power and also as an evidence that proofed a legal action has done so therefore the recipient can use it to perform legal action in front of PPAT, then the PPAT?s deed can be registered In order to publish a certificate of land rights on behalf the recipient."
2016
T46495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Affandi
"Salah satu jaminan dalam perjanjian kredit adalah dengan jaminan hak tanggungan, dimana dalam perjanjian jaminan hak tanggungan tersebut, aset yang dijaminkan oleh debitur untuk menjadi jaminan adalah Hak atas tanah yang dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dari penelitian ini penulis bertujuan untuk meneliti bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur dalam eksekusi perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan terhadap debitur yang cidera janji ataupun wanprestasi, karena dengan adanya jaminan hak tanggungan kreditur dapat langsung meng-eksekusi aset yang dijaminkan oleh debitur yang telah wanprestasi sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

One of the guarantees in the credit agreement is a mortgage guarantee, where in the mortgage guarantee agreement, the assets guaranteed by the debtor to be used as collateral are land rights which can be in the form of buildings, plants, and works that already exist or will exist which are one unit with the land, and which belongs to the holder of the land rights whose burden is expressly stated in the Deed of Granting Mortgage concerned. From this study, the author aims to examine how legal protection for creditors in the execution of credit agreements with collateral rights guarantees for debtors who are in default or in default, because with the guarantee of mortgage creditors can directly execute assets guaranteed by debtors who have defaulted according to the provisions. -the applicable provisions according to Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>