Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106566 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Meissarah
"Mitigasi perubahan iklim terkait dengan pengelolaan hutan mangrove telah mendapat perhatian yang signifikan di dunia internasional selama dekade terakhir namun mengalami kesulitan akibat kurangnya data yang dapat diandalkan untuk melakukan kuantifikasi seberapa banyak kandungan karbon yang ada. Hutan mangrove di Provinsi Bali terbagi menjadi 3 jenis habitat yaitu teluk terbuka yang terletak di Taman Nasional Bali Barat, teluk semi tertutup yang berada di Tahura Ngurah Rai dan pulau kecil yang berada di Hutan Lindung Nusa Lembongan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kandungan karbon hutan mangrove dengan tipe dan morfologi habitat hutan mangrove yang berbeda. Perhitungan biomassa dilakukan dengan menggunakan rumus alometrik namun persamaan alometrik yang sama dapat menghasilkan akurasi yang berbeda pada lokasi habitat yang berbeda. Perhitungan kandungan karbon hutan mangrove untuk tipe habitat teluk semi tertutup memiliki nilai estimasi tertinggi yaitu 51,35 ton/ha dengan pola hubungan positif sebesar 60%, sedangkan nilai estimasi karbon terendah berada pada habitat teluk terbuka sebesar 26,28 ton/ha dengan pola hubungan positif sebesar 48%. Penelitian ini menunjukkan bahwa setiap tipe habitat hutan mangrove memiliki karakteristiknya sendiri terhadap ekosistem yang hidup di wilayahnya dan hal ini berpengaruh terhadap nilai karbon yang dikandungnya.

Climate change mitigation regarding mangrove forest management has received significantly in international attention over the past decade, but it is lack of reliable data to quantify how much carbon stock is available. The mangrove forest in Bali Province is divided into three habitat types such as open bay beach located in West Bali National Park, semi closed bay beach located in Tahura Ngurah Rai and small island beach located in protected forest of Nusa Lembongan. The research aim is to analyze the relationship between carbon stock characteristics of mangrove forest with the different type and morphology of mangrove forest habitat. Biomass calculations was carried out using the allometric formula, however the similar allometric equations can produce different accuracy at different locations. The calculation of mangrove forest carbon stock for semi closed bay beach habitat has the highest estimation value of 51.35 tons/ha with a positive relationship pattern of 60%, in the other hand, the lowest carbon stock value is in open bay beach is 26.28 tons/ha with positive pattern of relation equal to 48%. This study indicates that each type of mangrove forest habitat has it's own charasteristics to the living ecosystem in it's territory and this affects to the carbon value."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayyasy Siddiq
"Hutan mangrove memiliki peran penting dalam mengurangi dampak dari pemanasan global di wilayah perkotaan dan sekitarnya, salah satunya melalui penyerapan karbon. Penyerapan karbon tersebut diperlukan untuk mengurangi gas rumah kaca di atmosfer. Kapasitas penyerapan karbon atau stok karbon hutan mangrove dapat dilihat dari nilai biomassa yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persebaran stok karbon hutan mangrove dan hubungannya dengan kondisi fisik wilayah hutan mangrove. Persebaran stok karbon di daerah studi dianalisis dengan menggunakan kombinasi pendekatan indeks vegetasi dan analisis statistik regresi. Indeks vegetasi yang digunakan yaitu ARVI, SAVI, dan EVI yang diperoleh dari pengolahan citra satelit Sentinel 2-A. Nilai biomassa hutan mangrove didapatkan dari persamaan alometrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran stok karbon hampir di seluruh wilayah hutan mangrove Teluk Benoa mengalami peningkatan stok karbon tiap tahun. Hubungan perubahan stok karbon dengan kondisi fisik wilayah mangrove cenderung positif. Hal tersebut dibuktikan pada 3 dari 4 parameter fisik wilayah yang memiliki hubungan positif, yaitu suhu, salinitas, dan banyaknya jenis vegetasi.

Mangrove forests have an essential role in reducing the impact of global warming in urban and surrounding areas, one of which is through carbon sequestration. Carbon sequestration is needed to reduce greenhouse gases in the atmosphere. The capacity of carbon sequestration or carbon stocks of mangrove forests can be seen from its biomass value. This study aims to analyze the distribution of mangrove forest carbon stock and its relationship with the mangrove forest area's physical condition. The distribution of carbon stocks in the study area was analyzed using a vegetation index approach and statistical regression analysis. The vegetation indices used are ARVI, SAVI, and EVI obtained from processing Sentinel 2-A satellite imagery. The value of mangrove forest biomass is obtained from the allometric equation. The results showed that the distribution of carbon stocks in almost all the mangrove forests of Benoa Bay had increased carbon stocks every year. The relationship between carbon stock changes and mangrove areas' physical condition tends to be positive. The connection is evidenced by three of the four physical parameters of the site that have a positive relationship: temperature, salinity, and vegetation types."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Ayu Nurrahma
"Mangrove memiliki kemampuan menyimpan dan menyerap karbon dalam biomassa hidup maupun mati, dan sedimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya produktivitas serasah, besar serasah yang dilepas ke perairan, laju dekomposisi serasah, potensi karbon yang dapat diserap dan disimpan oleh hutan mangrove Pulau Rambut. Penelitian dilakukan dari bulan September-November 2020 dan Maret-Juni 2021. Metode pengambilan data terkait komposisi vegetasi dan stok karbon menggunakan purposive sampling dan dihitung dengan persamaan allometrik. Produktivitas serasah dan laju dekomposisi diukur selama 42 hari dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali. Serasah yang dilepas ke perairan diukur dengan menyaring serasah ketika air laut surut. Karbon pada sedimen diukur dengan mengambil sedimen pada kedalaman 0—30 cm. Vegetasi pohon dan pancang didominasi oleh Rhizophora mucronata dan semai oleh Excoecaria agallocha. Stok karbon dan serapan karbon pada hutan mangrove Pulau Rambut sebesar 278,60 ton/ha dan 951,41 ton/ha. Stok karbon pada sedimen sebesar 19,36 ton/ha. Besarnya produktivitas serasah dan potensi karbonnya sebesar 2,741 g/m2/hari dan 9,72 g/m2/hari. Laju dekomposisi paling cepat diraih oleh Rhizophora mucronata yaitu 0,191 g/hari. Besar serasah yang dilepas ke perairan adalah 21,27 g/m3/hari dengan kandungan karbon sebesar 50,82%.

Mangroves have the ability to store and absorb carbon in living and dead biomass, and sediments. This study aims to determine the amount of litter productivity, the amount of litter released into the waters, the rate of litter decomposition, the potential for carbon that can be absorbed and stored by the Rambut Island mangrove forest. The research was conducted from September-November 2020 and March-June 2021. Methods of collecting data related to the composition of vegetation and carbon stock using purposive sampling and calculated by allometric equations. Litter productivity and decomposition rate were measured for 42 days with observations every 2 weeks. Litter released into the waters is measured by filtering litter when the sea water recedes. Carbon in the sediment was measured by taking sediment at a depth of 0-30 cm. Tree vegetation and saplings were dominated by Rhizophora mucronata and seedlings by Excoecaria agallocha. Carbon stock and carbon sequestration in Rambut Island mangrove forest were 278.60 tons/ha and 951.41 tons/ha, respectively. Carbon stock in sediment is 19.36 ton/ha. The amount of litter productivity and carbon potential are 2.741 g/m2/day and 9.72 g/m2/day. The fastest decomposition rate was achieved by Rhizophora mucronata, which was 0.191 g/day. The amount of litter released into the waters is 21.27 g/m3/day with a carbon content of 50.82%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Putri Utami
"Karbon di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia. Salah satu langkah untuk mengurangi CO2 di alam adalah dengan meningkatkan jumlah penyerapan CO2, dan hutan mangrove merupakan salah satu tempat penyimpanan CO2 di bumi. Mangrove dapat menyerap CO2 di tegakan mangrove, sedimen, dan fauna mangrove seperti T. palustris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan simpanan karbon T. palustris dan sedimen serta pengaruh pH, salinitas, dan suhu terhadap jumlah karbon yang dapat disimpan oleh T. palustris di Pulau Rambut, DKI Jakarta pada tahun 2022 dan 2023. Sampel diambil dari 4 stasiun, lalu sampel cangkang dan tubuh T. palustris dipisahkan. Siput dan sedimen dikeringkan di oven, kemudian ditumbuk menggunakan alu mortar. Sedimen disaring menggunakan sieve net. Cangkang diberi larutan HCl 1N, tubuh dan sedimen di furnace. Perhitungan nilai karbon dihitung menggunakan rumus dari masing-masing sampel. Data yang diperoleh dihitung nilai korelasi dan uji-T dengan menggunakan SPSS. Hasil Rata-rata karbon tahun 2022 untuk cangkang T. palustris adalah 10,559 ± 0,201, tubuh T. palustris 26,019 ± 2,697, sedimen 148,185 ± 11, 683. Tahun 2023 rata-rata karbon untuk cangkang T. palustris adalah 10,398 ± 0,588, tubuh T. palustris 22,162 ± 1,838, dan sedimen 143,671 ± 11, 442. Korelasi antara cangkang dan tubuh T. palustris, dan T. palustris terhadap sedimen dapat dikatakan tidak memiliki korelasi, terdapat korelasi negatif di cangkang dan tubuh T. palustris tahun 2023, dan hasil perbandingan yang diperoleh pada tahun 2022 dan 2023 untuk cangkang, tubuh, dan sedimen menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Carbon in Indonesia is increasing every year, this has a negative impact on human life. One of the steps to reduce CO2 in nature is to increase the amount of CO2 absorption, and mangrove forests are one of the CO2 storage places on earth. Mangroves can absorb CO2 in mangrove stands, sediments, and mangrove fauna such as T. palustris. This study aims to determine and analyze the comparison of T. palustris and sediment carbon storage and the influence of pH, salinity, and temperature on the amount of carbon that can be stored by T. palustris on Rambut Island, DKI Jakarta in 2022 and 2023. Samples were taken from 4 stations, then the shell and body samples of T. palustris were separated. The snails and sediments were oven dried, then crushed using a mortar and pestle. Sediment was filtered using a sieve. The shell was given a 1N HCl solution, the body and sediment in the furnace. Calculation of carbon value was calculated using the formula of each sample. The data obtained were calculated the correlation value and T-test used SPSS. Average carbon results in 2022 for T. palustris shells amounted to 10.559 ± 0.201, T. palustris body 26.019 ± 2.697, sediment 148.185 ± 11.683. In 2023 the average carbon for T. palustris shell was 10.398 ± 0.588, T. palustris body 22.162 ± 1.838, and sediment 143.671 ± 11.442. The correlation between T. palustris shell and body, and T. palustris with sediment can be said to have no correlation, there is a negative correlation in T. palustris shell and body in 2023, and the comparison results obtained in 2022 and 2023 for shell, body, and sediment show no significant difference."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Fahroni
"Hutan mangrove merupakan salah satu penyimpan cadangan karbon terbesar. Kabupaten Kebumen memiliki hutan mangrove yang terdistribusi di beberapa wilayahnya namun beberapa masih belum terpetakan dengan baik. Kabupaten Kebumen memiliki hutan mangrove yang memiliki status Kawasan Ekosistem Esensial. Kondisi pemanasan global meningkatkan pentingnya perhitungan karbon untuk mengetahui efektifitas hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran hutan mangrove di Kabupaten Kebumen, menghubungkan estimasi stok karbon pada Kawasan Ekosistem Esensial dan non-Ekosistem Esensial, dan menghubungkan secara asosisatif stok karbon terhadap kondisi wilayah di Kabupaten Kebumen. Identifikasi sebaran mangrove dilakukan menggunakan false color yang diuji akurasi dengan confusion matrix dan koefisien Kappa. Dalam pembuatan model, data dibagi berdasarkan spesies dominan berupa Nypa Fruticans dan Rhizophora Mucronata. Pembuatan model stok karbon didapatkan dari Uji Regresi Eksponensial stok karbon lapangan dengan di nilai EVI yang kemudian diuji RMSE. Estimasi stok karbon pada Kawasan Ekosistem Esensial sebesar 3302760.90 kg, sedangkan pada non-Kawasan Ekosistem Esensial sebesar 3114224.74 kg. Perbedaan status Kawasan Ekosistem Esensial dan non-Ekosistem Esensial tidak memiliki keeratan hubungan, yang dibuktikan dengan Uji Pearson. Penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi fisik yang meliputi kerapatan vegetasi, jenis spesies dan luas hutan mangrove memiliki hubungan yang linier terhadap stok karbon yang dihasilkan. Pada kondisi manusia yang terdiri atas pemanfaatan tidak memiliki hubungan terhadap stok karbon, sedangkan pada pengelolaan memiliki hubungan yang linier.

Mangrove forests are one of the largest carbon reserves. Kebumen Regency has mangrove forests distributed in several areas, although some are still poorly mapped. Kebumen's mangrove forests have the status of Essential Ecosystem Areas. The condition of global warming increases the importance of carbon calculation to assess the effectiveness of mangrove forests. This study aims to map the distribution of mangrove forests in Kebumen Regency, link carbon stock estimates in Essential and non-Essential Ecosystem Areas, and associate carbon stocks with regional conditions in Kebumen. Mangrove distribution identification was conducted using false color, tested for accuracy with a confusion matrix and Kappa coefficient. In modeling, data were divided based on dominant species, namely Nypa Fruticans and Rhizophora Mucronata. Carbon stock modeling was obtained from Exponential Regression Test of field carbon stock values with EVI, then tested with RMSE. The estimated carbon stock in Essential Ecosystem Areas is 3,302,760.90 kg, while in non-Essential Ecosystem Areas it is 3,114,224.74 kg. The difference in the status of Essential and non-Essential Ecosystem Areas has no significant correlation, as evidenced by the Pearson Test. This study shows that physical conditions, including vegetation density, species type, and mangrove forest area, have a linear relationship with the generated carbon stock. In contrast, human activities such as utilization do not correlate with carbon stock, whereas management practices do have a linear relationship."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lauranthasa Aprilia Irawadi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik hutan mangrove dan pola distribusinya di wilayah pesisir Brebes pada tahun 2013-2022. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks vegetasi dan Random Forest. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan luas yang signifikan selama periode penelitian dan hutan mangrove di wilayah pesisir Brebes memiliki persebaran yang luas, serta tingkat kerapatan yang cukup tinggi. Meskipun telah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh bencana banjir Rob di tahun 2014 dan dampak dari aktivitas manusia, seperti pengalih fungsi lahan serta penebangan ilegal, hutan mangrove di lokasi penelitian terus berkembang karena adanya program rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh komunitas setempat dalam menjaga keasrian hutan mangrove di wilayah pesisir Brebes.

The purpose of this study was to determine the characteristics of mangrove forests and their distribution pattern at the Coast of Brebes in 2013-2022. The method used in this study are the Vegetation Index and Random Forest. The results indicate that there were significant changes in area during the study period and the mangrove forests in the coastal area of Brebes have a wide distribution, and a fairly high level of density. Despite the damage caused by the 2014 tidal flood disaster and the impact of human activities, such as land conversion and illegal logging, the mangrove forests in the study area continue to grow due to the mangrove rehabilitation program carried out by the local community in maintaining the beauty of the mangrove forests in Brebes coastal area."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Hakim
"Hutan mangrove tergolong sumberdaya hutan yang mempunyai peranan penting bagi pernbangunan Nasional. Hal ini karena lokasinya yang strategis dan potensi yang terkandung di dalamnya, serta fungsi perlindungannya yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi eksistensi dan berfungsinya sumberdaya alam lain.
Ekosistem ini dicirikan oleh produktivitasnya yang tinggi dan daur nutrisi yang cepat, sehingga mangrove dianggap penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota akuatik di ekosisitem pantai. Ekosistem ini juga berperan sebagai pendukung eksistensi lingkungan fisik, yaitu sebagai penyangga abrasi pantai oleh gelombang, intrusi air laut ataupun hembusan angin yang dapat merusak ekosistem darat.
Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan tekanan terhadap keberadaan hutan mangrove. Pemanfaatan tidak saja dilakukan dalam bentuk pengambilan hasil hutan, tetapi berkembang ke bentuk pemanfaatan lahan mangrove.
Pulau Bengkalis adalah satu diantara enam pulau yang ada di Kabupaten Bengkalis yang mempunyai hutan mangrove rnencapai 15.039 ha tersebar mengelilingi pulau. Wilayah hutan mangrove yang mengalami tekanan cukup berat berada di wilayah pantai utara yang berbatasan dengan Selat Malaka Luas hutan mangrove di wilayah tersebut mencapai 9.133 ha. Secara ekologis lingkungan fisik wilayah tersebut mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove. Terdapat tiga aliran sungai yang bermuara di di Pantai Utara Pulau Bengkalis, dan menjadi sumber aliran air tawar. Kandungan lumpur (sedimen) berkisar antara 5%-85%, bahan organik 50%, salinitas 26-32 ppm. Keadaan laut, tenang sampai agak kuat yang tinggi gelombangnya antara 0,4 sampai 2,7 m dengan kecepatan 0,1-5 knot. Kondisi lingkungan alami tersebut selayaknya mendukung kelestarian hutan mangrove. Namun demikian, akibat pemanfaatan yang tidak terkendali dan sudah berlangsung lama, mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan mangrove, sehingga menurunkan fungsinya sebagai pelindung pantai akibat abrasi. Terjadinya kerusakan hutan mangrove dan abrasi belum menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah, sekalipun dampaknya sudah dirasakan. Atas dasar permasalahan tersebut, rumusan yang perlu untuk dijawab adalah 1). Seberapa besar kerusakan hutan mangrove yang terjadi; dan 2). Seberapa besar abrasi di Pantai Utara Pulau Bengkalis; serta 3). Adakah hubungan kerusakan hutan mangrove dengan abrasi yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kerusakan hutan mangrove dan hubungannya dengan abrasi yang telah terjadi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada perencana dan pengambil keputusan, khususnya Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam penyempurnaan, maupun pembuatan kebijakan tentang pengelolaan hutan mangrove yang ada di daerah penelitian atau kawasan lainnya. Hopotesis yang diajukan adalah bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan hutan mangrove akan mengakibatkan semakin tinggi abrasi yang terjadi di Pantai Utara Pulau Bengkalis.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa komposisi jenis mangrove di wilayah Pantai Utara Pulau Bengkalis terdiri dari 9 spesies jenis pohon. Jenis yang dominan adalah api-api (Avicennia marina), bakau (Rhizophora mucronata) dan lenggadai (Bruguiera cylindrica). Kerapatan individu setiap hektarnya pada strata anakan mencapai 1.897 pohon, sedangkan strata pancang 1.341 pohon dan strata pohon hanya 849 phn/ha.
Pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat meliputi pengambilan kayu untuk bangunan/pancang, bahan baku arang, dan untuk kayu bakar serta konversi menjadi lahan tambak. Rata-rata pemanfaatan setiap tahun untuk kayu bangunan/pancang sebanyak 2.812 pohon, kayu arang 3.217 pohon dan kayu bakar untuk rumah tangga 2.444 pohon, sedangkan yang kayu bakar industri bata mencapai 7.657 pohon.
Akibat pemanfaatan yang tidak terkendali, menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove yaitu menurunnya kerapatan pohon setiap tahun yang berkisar antara 0,32%-1,6% atau rata-rata 0,79%. Penurunan kerapatan pohon ini setara dengan berkurangnya pohon sebanyak 61.255 pohon setiap tahun. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya kemampuan fisik hutan mangrove untuk menahan terjadinya abrasi. Laju abrasi per tahun berkisar antara 3,6-8,4 meter atau rata.-rata 6,03 meter. Hasil analisis memperlihatkan bahwa terdapat hubungan positif dan signitikan antara penurunan kerapatan pohon dengan laju abrasi yang terjadi.
Kerusakan hutan mangrove dan terjadinya abrasi ada kaitannya dengan persepsi masyarakat mengenai hutan mangrove. Sebagian besar (5S,3 %) menyatakan hutan mangrove hanya sebagai sumber hasil hutan, dan tingkat kesadaran masyarakat untuk memelihara juga sangat rendah (4,57%), sedangkan sebagian besar (56,00%) menyadari pentingnya hutan mangrove tetapi tidak melakukan pemeliharaan.
Berdasarkan kenyataan ini perlu adanya upaya rehabilitasi hutan mangrove, sekaligus meningkatkan sumberdaya manusia agar pengetahuan dan partisipasi masyarakat sehjngga upaya pelestarian fungsi hutan mangrove dapat meningkat.

Mangrove forests has a very strategic locations, many potentials and great protective functions that bring them to be one of forest resources that play important role for the nation development. Its protective functions have a strong influence to the existence and the function of other resources, directly or indirectly.
This ecosystem is characterized by its high productivity and fast nutrient cycle made it become the nutrient source for the most energy supply need by varies aquatic biota in coastal ecosystems. Mangrove ecosystem also functioned as physical environment existence support to protect the coast from abrasion, restrain seawater intrusion and strong wind that can ravage terrestrial ecosystems.
The fast growth of population and high technology development has lead to a high pressure on mangrove forests existence. The exploitations of mangrove forest resources are not only done by reaping its product but as well as exploit its land.
Bengkalis Island as one of six islands in Bengkalis District has a 15.093 ha mangrove forests spreading along its coastal area. Mangrove forests at the north coast, bordered on Malacca Strait, are the one received high pressure. Its area occupied 9.133 hectare area. Ecologically, its physical environment supports the growth of that mangrove forest. There are three rivers ending in Bengkalis Island North Coast that become the source of fresh water. The sediment content of those streams varies between 5% to 85%, organic matter 50%, and salinity between 26-32 ppm. The sea situation is still to strong. The wave height is between 0,4 to 2,7 m with the speed of 0,1 - 5 knots. This natural condition supposed to support mangrove forest sustainability. However, uncontrolled exploitation for a long time result in the degradation of mangrove forest that decrease its function to prevent coastal abrasion Those two phenomenons haven?t got a big concem of the govemment and the community yet, even though some of its impact has been experienced. Based on those problems, there is some questions arise: I). How worse is that mangrove forest degradation?, 2). How big is the abrasion in Bengkalis Island north coast?, 3). Is there a conelation between mangrove forest degradation and the abrasion?.
The purpose of this research is to gain information of mangrove forest degradation and its correlation with the abrasion. The result is expected to be a valuable input for the planner and the decision makers in Bengkalis District to make and perfecting policies on mangrove forest management, not only in the research area but also in other regions.
The research showed that mangrove forest in Bengkalis Island North Coast composed 9 tree species. The dominant species are api-api (A vicennia marina), bakau (Rhizophora mucronara) dan lenggadai (Bruguiera cylindrica). The density in seedling stratum reaches 1.897 individual per hectare, while sapling stratum reach 1.341 and there are only 849 in tree stratum.
People use the forest to get the log to build houses. They also use the resources as raw material to make charcoal, use it as fuel and converse the land to be used as fishpond. Average usage for building need is 2.812 trees annually, 3.217 trees converted to charcoal annually, 2.444 trees used as fuel annually, and 7.657 trees cut to supply brick indusuies.
This uncontrolled use of the mangrove lead to its degradation showed by the decreasing of its density between 0,32% to 1,6% annually or 0,66% on the average. This decrease is equal to the loose of 61,255 trees annually. It also leads to the declining of mangrove forest function to prevent the land from abrasion. Abrasion rate varied between 3,6 to 8,4 meter annually or 6,03 meter on the average. The analysis showed that there is a positive and significant correlation between trees decreasing rate and abrasion rate.
Mangrove forest degradation and coast abrasion are related to community perception. Most of the respondents (58,3%) stated that mangrove forest is functioned only as the source of mangrove product they need. They also have a low awareness to preserve the mangrove (4,57%). Most of them (56%) understand the important role of mangrove forest but didn?t conduct any acts to preserve it.
Based on these findings, mangrove forest rehabilitation is very needed along with environmental education to develop human resources lived surrounding the forest and increase community participation to preserve functions of mangrove forest could be step up."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niantiara Ajeng Saraswati
"Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peran dalam memperkaya kondisi perairan dan melindungi garis pantai dari abrasi dan akresi. Teluk Lembar di Kabupaten Lombok Barat yang terus berkembang menjadi pusat pelabuhan di Pulau Lombok menyebabkan perubahan garis pantai dan penggunaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial temporal hutan mangrove dan menganalisis hubungan penggunaan tanah dan garis pantai terhadap distribusi spasial temporal hutan mangrove di Teluk Lembar pada tahun 1995-2019. Penelitian ini menggunakan citra Landsat 5, 7, dan 8 dengan dibagi menjadi tiga periode yaitu periode 1995 dan 2005, periode 2005 dan 2015, dan periode 2015 dan 2019. Metode penelitian dengan menghitung luas dan perubahan pada hutan mangrove, garis pantai, dan penggunaan tanah. Kemudian dihubungkan luas perubahan hutan mangrove dengan luas abrasi dan akresi pada perubahan garis pantai di wilayah penelitian. Luas hutan mangrove mengalami penambahan luas dari tiap tahun pengamatan. Perubahan garis pantai yang dominan terjadi pada tahun 1995-2019 adalah akresi. Perubahan penggunaan tanah mangrove yang mengalami perubahan pada tahun 1995-2019 didominasi oleh perubahan badan air menjadi mangrove dan mangrove menjadi badan air. Berdasarkan perhitungan analisis hubungan perubahan luas mangrove terhadap luas abrasi dan akresi di wilayah penelitian, peningkatan luas mangrove memiliki hubungan terhadap luas akresi sebesar 98,81%, sedangkan penurunan luas mangrove terhadap luas abrasi sebesar 21,60%. Secara spasial penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

Mangrove forest is ecosystems that have a role in enriching aquatic conditions and protecting coastlines from abrasion and accretion. Teluk Lembar in West Lombok Regency which continues to develop into a port center on Lombok Island has caused changes in coastline and landuse. This study deals with the relations of extensive mangrove forest changes to coastline changes and landuse changes in Teluk Lembar for a period of 1995 to 2019. The purpose of this study was to determine the temporal spatial distribution of mangrove forest and analyze the relations between land use and coastline to spatial distribution temporarily mangrove forest in Teluk Lembar in the period 1995-2019. The research used Landsat 5, 7, dan 8 images which were 1995 and 2005, 2005 and 2015, and the last period was 2015 and 2019. The data were processed by calculating the area and changes in mangrove forest, coastline, and landuse. Then the extensive changes in mangrove forest are associated with extensive abrasion and accretion on coastline changes in the study area. The area of mangrove forest has increased from each year of observation. The dominant change in coastline that occurred in 1995-2019 was accretion. Changes in the use of mangrove land that underwent changes in 1995-2019 were dominated by changes in water bodies into mangroves and mangroves to become water bodies. Based on the calculation of the analysis of the relations of mangrove changes to the extent of abrasion and accretion, the increase in mangroves has a relation to accretion of 98,81%, while the decrease in mangroves to abrasion is 21,60%. Spatially, the decrease and addition of mangrove are directly proportional to the broad changes in abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Pangestu Kuswana
"Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak adalah salah satu penyebab utama terjadinya penurunan luas hutan mangrove. Pesisir Kabupaten Karawang mengalami penurunan luas mangrove dari seluas 2.66,3 ha (1972) menjadi seluas 233,7 ha (2013). Pemanfaatan ekosistem hutan mangrove di Desa Sedari ini tidak diimbangi dengan pemahaman akan pentingnya kelestarian ekosistem hutan mangrove di kemudian hari. Tujuan dari riset ini adalah mengidentifikasi jasa lingkungan dari hutan mangrove, menghitung nilai ekonomi hutan mangrove, dan menganalisis potensi skema pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Desa Sedari. Riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif. pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan dengan metode kuesioner kepada 45 responden petani tambak dan observasi lapangan. data dianalisis dengan Model Burkhard dan statistik deskriptif. Potensi skema PES divalidasi oleh tenaga ahli PES. Hasil yang diperoleh, jasa-jasa lingkungan dari hutan mangrove yang utama dirasakan masyarakat adalah pelindung dari abrasi pantai dan daerah tangkapan ikan, kepiting serta udang. Nilai proksi ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Desa Sedari sebesar Rp. 8.394.459.800/tahun dengan nilai bersih sekarang (NPV) dihitung untuk jangka waktu 10 tahun, menggunakan tingkat suku bunga 8% sebesar Rp. 61,0720655,400. Potensi skema PES yang dapat diterapkan di Desa Sedari adalah antara kelompok OTAP sebagai aktor penyedia jasa lingkungan/seller, masyarakat Sedari yang berasosiasi dengan hutan mangrove (petani tambak, nelayan, dan petani sawah) sebagai buyer dan pemerintah daerah/PERHUTANI/LSM yang menjadi fasilitator. Nilai willingness to pay/WTP yang harus dibayarkan oleh buyer untuk pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Desa Sedari sebesar Rp. 1.324.054/ha/tahun. Sebaliknya, nilai willingness to accept/WTA yang akan diterima secara tidak langsung oleh pihak petani tambak sebesar Rp. 24.374.324 ha/tahun untuk keberlanjutan ekosistem hutan mangrove di masa mendatang.

Land conversion of mangrove forests into fishponds is one of the main causes of the decline of mangrove forest area at Indonesia. Mangrove in the coastal area of Karawang District has declined from an area of 2699,3 ha (1972) became an area of 233,7 ha (2013). Utilization of mangrove forest ecosystems in Sedari village is not matched by an understanding of the importance of conservation of mangrove forest ecosystems in the future. The aims of this research are to identify the ecosystem services of mangrove forests, calculate the economic value of mangrove forests, and to analyze the potential for payment for ecosystem services in the sustainable management of mangrove ecosystems that can be applied in Sedari village. This research uses a quantitative approach. The collection of primary data and secondary data was conducted by questionnaire to 45 respondents (Fishpond?s farmer). Data were analyzed with descriptive statistics and Burkhard Model. The potential for PES schemes is validated by PES experts. The results obtained, the main ecosystem services of the mangrove forest choosed by communities is protecting the coastal area from erosion and mangrove as fishing ground, spaing ground and nursery ground for fish, crabs and shrimp. A proxy for the total economic value of mangrove forest ecosystems in the Sedari village is Rp. 8.394.459.800/year. Net present value (NPV) is Rp. 61,072,655,400. The NPV was calculated for a period of 10 years and discount rate of 8%. The potential for PES schemes that can be applied in the Sedari village is among a group of OTAP as ecosystem seller, all Sedari communities that associated with mangrove forests (fishpond farmers, fishermen and rice farmers) as ecosystem buyer and the local government/PERHUTANI/NGO as intermediaries/facilitators. The value of willingness to pay/WTP to be paid by the buyer for sustainable management of mangrove ecosystems in the village is Rp 1,324,054/ha/year. Meanwhile, the value of willingness to accept/WTA to be accepted indirectly by the fish farmers is Rp. 24,374,324 ha / year for the sustainability of mangrove forest ecosystems in the future."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sachi Emelin Carissa
"Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas 17.000 pulau dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan mangrove Indonesia merupakan 23% dari ekosistem mangrove dunia. Salah satu wilayah konservasi ekosistem mangrove terdapat pada Kawasan Mangrove Angke Kapuk, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan ini merupakan satu-satunya kawasan hutan lindung di Provinsi DKI Jakarta. Kawasan mangrove di Jakarta Utara terfragmentasi menjadi beberapa blok seperti pada Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA), Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo, Arboretum Mangrove, dan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk. Menanggapi meningkatnya tuntutan yang ditempatkan pada lanskap dan kesulitan dalam memenuhi tujuan keberlanjutan, wilayah ekologi lanskap masih terus berkembang. Sehingga, perlu integrasi peneliti pada ilmu pengetahuan ke dalam sistem pengelolaan skala lanskap dengan kerjasama yang efektif dan keterlibatan lokal, meningkatkan kapasitas lanskap untuk memberikan berbagai manfaat, komponen kunci dari ilmu pengetahuan keberlanjutan lanskap. Oleh sebab itu, perlu kajian spasial konektivitas lanskap sebagai bagian dari penilaian lanskap mangrove yang berkelanjutan di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara. Persamaan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode konektivitas lanskap. Dengan demikian, keterbaruan metode terdapat pada lanskap berkelanjutan berbasis sosial-ekonomi dan fisik pada konektivitas lanskap dengan biodiversitas mangrove. Karakteristik sebaran lanskap mangrove di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara umumnya adalah Avicennia, Nipah, Pidada, dan Rhizopora dengan kerapatan mulai dari rendah, sedang, dan tinggi. Konektivitas lanskap mangrove di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara termasuk rendah pada SMMA dan Hutan Lindung serta sedang pada Ekowisata dan TWA Hal ini disebabkan mayoritas penggunaan lahan kawasan konservasi sebelumnya dari tambak sehingga tidak semua jenis mangrove dapat beradaptasi. Keberlanjutan lanskap wilayah mangrove di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara memiliki visi bersama yang setuju. Mayoritas responden sangat tidak setuju terkait berkurangnya mangrove.

Indonesia is an archipelagic country consisting of 17,000 islands with a high level of biodiversity. Indonesia's mangrove forests constitute 23% of the world's mangrove ecosystems. One of the areas of the mangrove ecosystem is located in the Angke Kapuk Mangrove Area, Penjaringan District, North Jakarta. This area is the only protected forest area in DKI Jakarta Province. The mangrove area in North Jakarta is fragmented into several blocks, such as the Angke Kapuk Protection Forest (HLAK), Muara Angke Wildlife Reserve (SMMA), Sedyatmo Toll Mangrove Ecotourism, Mangrove Arboretum, and Angke Kapuk Natural Tourism Park (TWA). In response to the increasing tensions placed in the world and the difficulties in meeting the goals of cancellation, the landscape ecological area is still growing. Thus, it is necessary to integrate researchers in science into landscape-scale management systems with effective collaboration and local involvement, increasing the capacity of landscapes to provide multiple benefits, a key component of landscape sustainability science. Therefore, it is necessary to study the spatial connectivity of the landscape as part of a sustainable mangrove landscape assessment in the Angke Kapuk Area, North Jakarta. The method used in this research is the landscape connectivity method. Thus, the novelty of the method is in sustainable landscapes based on socio-economic and physical landscape connectivity with mangrove biodiversity. The distribution characteristics of the mangrove landscape in the Angke Kapuk Area, North Jakarta, are generally Avicennia, Nipah, Pidada, and Rhizophora with densities ranging from low, medium, and high. The connectivity of the mangrove landscape in the Angke Kapuk Area, North Jakarta, is low in SMMA and Protected Forest and moderate in Ecotourism and TWA. The sustainability of the landscape of the mangrove forest area in the Angke Kapuk Area, North Jakarta, has a shared vision that has been agreed upon. The majority of respondents strongly disagree regarding the reduction of mangroves."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>