Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Yovieta Christanty
"ABSTRAK
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi industri minyak dan gas bumi di lepas pantai berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran laut akibat tumpahan minyak. Tumpahan minyak dapat merusak ekosistem terumbu karang. Setiap wilayah ekosistem terumbu karang di perairan memiliki tingkat kepekaan yang berbeda terhadap pencemaran tumpahan minyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi dan tingkat kepekaan ekosistem terumbu karang dan menentukan strategi mitigasi penanganan pencemaran tumpahan minyak berdasarkan tingkat kepekaan lingkungan ekosistem terumbu karang di perairan Selat Madura sekitar wilayah kerja Santos Sampang Pty Ltd. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif dengan mengacu pada National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA dan beberapa rumus yang dikembangkan dari beberapa sumber. Hasil penelitian ini adalah 31, 25 terumbu karang dalam kondisi bagus, 25 moderat, 25 rusak dan 18,75 sangat rusak. Tingkat kepekaan terumbu karang di wilayah riset dikategorikan cukup peka di 9 wilayah 56,25 dari seluruh wilayah studi , kategori peka di 6 wilayah 37,50 dari seluruh wilayah studi dan kategori sangat peka di 1 wilayah studi 6,25 dari seluruh wilayah studi . Informasi tingkat kepekaan ekosistem terumbu karang tersebut digunakan untuk menentukan wilayah prioritas penanggulangan apabila terjadi tumpahan minyak dengan menggunakan model penyebaran tumpahan minyak. Kesimpulannya adalah tingkat kepekaan ekosistem terumbu karang berbeda-beda dan dapat dijadikan pertimbangan dalam strategi penanggulangan pencemaran minyak.

ABSTRACT
Exploration and exploitation activities of offshore oil and gas industries could potentially cause pollution because of oil spill in the ocean. The oil spill can damage the coral ecosystem. Each ecosystem territorial has different level of sensitivity towards oil spill pollution. The objective of this research is to measure conditions and sensitivity levels of the coral ecosystem around working area of Santos Sampang Pty Ltd which is located in Madura Strait and to determine mitigation strategy in handling the oil spill pollution based on the acquired sensitivity levels of coral reef ecosystem. The result shows that 31.25 of the coral reef are in good condition, 25 moderate, 25 damaged, and 18.75 highly damaged. Research method in this research are quantitative and qualitative method that referred to National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA and some formulas developed from several sources. Sensitivity level of the coral reef in the territorial of interest in this study can be categorised as quite sensitive 9 areas 56.25 of research areas , 6 areas as sensitive 37.50 of research areas and 1 area as very sensitive 6.25 of research area . Those acquired sensitivity levels of the coral ecosystem was utilised to determine territorial level of priority for countermeasure in case of oil spill occurrence by using oil spill trajectory modelling. The conclusion is the coral in the region of study has different environment level of sensitivity and can be considered in the oil spill countermeasure strategy"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machfud
"Tesis ini membahas tentang kesesuaian implementasi terhadap kebijakan dan respon tanggap darurat yang dimiliki oleh perusahaan dan dibandingkan dengan standar yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No.58 tahun 2013 tentang penanggulangan pencemaran di perairan dan pelabuhan serta kesesuaian implementasi dengan menggunakan assessment tool berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 1600. Apabila kemudian ditemukan perbedaan antara kedua standard tersebut, maka akan dilakukan upaya perbaikan pada prosedur yang dimiliki oleh perusahaan agar terciptanya perbaikan terus-menerus untuk kesiapan respon Tier-1. Dalam insiden tumpahan minyak peraturan menteri perhubungan No.58 tahun 2013 dan elemen pencegahan dalam NFPA 1600 dapat diimplemtasikan dengan melakukan penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko ini untuk mengetahui tingkat kemungkinan, keparahan dan resiko terjadinya tumpahan minyak di fasilitas PT. X. Setelah melakukan penilaian risiko dapat disiapkan rencana penanggulangan tumpahan minyak yang merupakan elemen mitigasi dalam NFPA 1600. Penanggulangan tumpahan minyak mempertimbangkan strategi response, tim penanggulangan, kecukupan peralatan dan response time sebelum tumpahan sampai ke pantai. Hasil simulasi dengan mengunakan software trajectory modelling diperoleh informasi waktu tercepat tumpahan minyak menuju garis pantai. Kemampuan penanggulangan tumpahan minyak dapat ditentukan berdasarkan jumlah tumpahan minyak, peralatan yang dimiliki, tim yang kompeten serta strategi response yang tepat.

The thesis was looking for compliance for emergency response system for oil spill policy and implementastion in company PT.X, conformity with standard of Indonesia regulation, Manistry of Sea Transportation No. 58, 2013 and research used assessment tool from National Fire Protection Association (NFPA) 1600 edition 2013. Element prevention in Manistry of Sea Transportation No. 58, 2013 and research used assessment tool from National Fire Protection Association (NFPA) 1600 edition 2013 for oil spill incident can be implemented by performing risk assessment. The purpose of risk assessment to determine the level of likelihood, severity and relative risk of oil spills in the PT.X. Oil spill contigency plan can be prepared after conducted a risk assessment, which part of of the implemented of mitigation, consider of strategy of response, combat team, oil spill equipments, response time before spill hit the shoreline. The simulation form software trajectory modelling result information time of oil spills to the shoreline. The ability of the oil spill response can be determined based on oil psill volume, oil spill equipments, oil spill team combat and strategy of response.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.A. Ayu Ariani
"Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemilahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara.
Pada tahun 1996 diperkirakan luas terumbu karang di perairan Bintan adalah 16.860,5 hektar. Pengamatan di lapangan atas terumbu karang yang dilakukan di sekitar perairan Pantai Trikora, di pesisir timur Pulau Bintan, memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang pada lokasi tersebut telah mengalami kerusakan. Hal ini dilihat dari tutupan karang hidup yang rendah serta banyaknya ditemukan karang mati. Banyaknya karang mati yang ditemukan diduga disebabkan oleh berbagai kegiatan pembangunan yang berlangsung di wilayah pesisir timur Pulau Bintan.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak kegiatan pembangunan pada terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, membuat suatu model dinamika sistem (system dinamics) yang komprehensif untuk menggambarkan terkaitnya kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, mengidentifikasi akar permasalahan yang mendasari penurunan kualitas terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, dan menentukan skenario pembangunan yang tepat untuk mengurangi tekanan kegiatan pembangunan pada ekosistein temmbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan.
Lokasi penelitian meliputi 4 desa yang terletak di sepanjang pesisir timur Pulau Bintan, yaitu Desa Berakit, Malang Rapat, Teluk Bakau, dan Gunung Kijang. Setiap kegiatan pembangunan di setiap desa penelitian diidentifikasi, kemudian dibuat suatu model dinamika sistem untuk melihat keterkaitan antara kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di pesisir timur Bintan.
Kemudian dilakukan identifikasi akar permasalahan dari kerusakan terumbu karang. Tahap terakhir adalah membuat 4 skenario pembangunan yang disimulasi untuk mendapatkan skenario yang paling tepat untuk diterapkan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara langsung melalui ledakan bom maupun penambangan karang, pencemaran dari berbagai kegiatan di sepanjang pesisir, dan sedimentasi yang dapat meningkatkan kekeruhan perairan dan menghambat pertumbuhan karang, bahkan mematikan terumbu karang. Namun berdasarkan pengamatan dalam kurun waktu tahun 2000-2006, kegiatan pembangunan yang pengaruhnya paling besar pads ekosistem terumbu karang adalah kegiatan pembukaan lahan.
Pengaruh kegiatan pembangunan dengan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan dapat digambarkan melalui suatu model dinamika sistem. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa peningkatan pembukaan lahan menyebabkan penurunan persentase tutupan karang hidup. Berdasarkan 4 altematif skenario pembangunan yang dibuat, didapat bahwa hanya 1 skenario yang dapat mengurangi tekanan pembangunan pads terumbu karang dan memulihkan kembali kondisi terumbu karang, yaitu Skenario 4.
Dibalik setiap kegiatan pembangunan, sebenarnya ada akar permasalahan yang lebih mendasar sebagai penyebab kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir timur Pulau Bintan, yaitu (1) kemiskinan masyarakat dan kesulitan adaptasi pada matapencaharian altematif, (2) keserakahan dari pemilik modal, (3) lemahnya penegakan hukum (law enforcement), dan (4) kebijakan pemerintah yang belum memberikan perhuran pada pengelolaan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan lautan, khususnya terumbu karang.
Dalam rangka melestarikan ekosistem terumbu karang, disarankan beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu (1) menetapkan sedikitnya 30% dari luas wilayah pesisir timur Pulau Bintan untuk dijadikan hutan lindung, (2) melakukan rehabilitasi lahan sekurang-kurangnya 20% dari lugs lahan terbuka yang ada, (3) mengharuskan berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk melakukan rehabilitasi lahan sebagai syarat perijinan dan pemyataan tersebut disertakan dalam kontrak kerja, (4) memberikan bantuan ekonomi untuk modal kerja dan bantuan teknologi budidaya perikanan bagi nelayan, (5) memberikan penyuluhan tentang manfaat terumbu karang kepada masyarakat di pesisir timur Pulau Bintan, (6) memberikan muatan lokal tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam pendidikan di lingkungan sekolah, (7) penegakan hukum bagi pelaku perusakan terumbu karang hendaknya tidak sekedar dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan saja, tetapi juga tegas dalam pelaksanaan di lapangan sesuai undang-undang yang berlaku.

Coral reef ecosystem is one of the unique coast ecosystems that have many important functions, ecologically or economically. Its ecological functions include nutrient supplier for water organism, physical shield, hatching ground, and nursing for many marine organisms. Coral reef ecosystem creates variety of products which has a lot of important economic value, such as various coral fish, algae, and sea water pearls.
In 1996, it was predicted that the size of coral reef in Bintan 16.860,5 ha. Field observation among coral reef around Trikora beach in the east side of Bintati Island showed the damage of the coral reef. This is shown by the low percentage of life coral and a lot of died coral. The high dead coral was caused by development activities in the east coast of Bintan area.
The aims of the research are to identify the effect of development on coral reef ecosystem in the east coast of Bintan Island, to design a system dynamics model which can describe the correlation between development and coral reef ecosystem in the east coast of Bintan Island, to identify the fundamental problems caused the decreasing quality of the coral reef, and to develop an appropriate development scenario that able to lessen the pressure of development on coral reef ecosystem.
The research was held in 4 villages, which located along the east coast of Bintan Island. They are Berakit, Malang Rapat, Teluk Bakau and Gunung Kijang village. Development activities in every village are identified and modelled to see the correlation between the development and the coral reef ecosystem. The next step is to identify the fundamental problem of the coral reef damaged. And then, four development scenarios were made and simulated to find the most appropriate and suitable scenario for local development that take _environmental protection into account.
The result shows that coral reef damage is caused by development activities significantly, that are bombing and coral removal, pollution from various daily activities along the coast, and upland sedimentation. The sedimentation will
increase turbidity and slowing coral reef growth and even killed the coral reef. But based on observation from the year of 2000 to 2006, the biggest impact to the coral reef comes from land clearing activities_
A system dynamic model is developed to show the correlation between development and coral reef ecosystem at the east coast of Bintan Island. The simulation shows that the increasing of open area causes the decreasing of life coral. From the 4 development scenarios developed, the best development scenario is Scenario 4, which required 30% protected forest of study area and annual land rehabilitation (20% of the open area). This scenario shows the increasing number of life coral reef over time.
There are 4 fundamental problems that lead to the decreasing of coral reef qualities. They are (1) poverty and the limited alternative income of the people, (2) greediness of the capital owner, (3) low law enforcement which are not yet giving special attention to the environment quality of the coast, especially coral reef, (4) the absence of government policy that focus on the maintenance of marine and coastal environment quality, especially coral reef.
In order to preserve coral reef ecosystem, some points are suggested as follow, (I) to determine protected forest at least 30% of study area, (2) to conduct annual land rehabilitation at least 20% of open area, (3) to force every landlord to rehabilitate their land, (4) to give economic and technology support for fisherman, (5) information extension of coral reef functions, not only the economical benefit but also the ecological benefit to people living in the east coast of Bintan Island, (6) integrated the subject on marine and coastal resource management in primary and secondary school curriculum, (7) law enforcement on coral reef protection.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Mulkan
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan perlindungan terumbu karang dalam hukum internasional. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Pembahasan dalam skripsi ini membahas mengenai kondisi terumbu karang di dunia dan pengaturan perlindungan terumbu karang menurut konvensikonvensi internasional. Akan dibahas pula mengenai empat kerjasama regional yang dibentuk oleh negara-negara yang peduli terhadap eksistensi terumbu karang. Pada akhir pembahasan, akan diulas mengenai perlindungan terumbu karang di Indonesia dan keikutsertaan Indonesia pada CTI-CFF dalam rangka melindungi terumbu karang di wilayah Indonesia. Pada akhir skripsi ini, terdapat tiga simpulan dan tiga saran yang berkaitan dengan perlindungan terhadap terumbu karang.

This thesis discusses the protection of coral reefs in the regulation of international law. The research method in this thesis is a normative juridical study. The discussion in this thesis to discuss the condition of the world's coral reefs and coral reef protection regulation according to international conventions. Will be also discusses four regional cooperation formed by the countries concerned with the existence of coral reefs. At the end of the discussion, review the protection of coral reefs in Indonesia and Indonesia's participation in the CTI-CFF in order to protect the coral reefs in areas of Indonesia. At the end of this thesis, there are three conclusions and three suggestions relating to the protection of coral reefs."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Isac Newton
"Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang dibangun oleh komponen utama komunitas hewan karang dari jenis karang hermatipik yang termasuk dalam filum Coelenterata (Cnidaria), kelas Anthozoa, ordo Madreporaria-Scleractinia. Hewan karang hermatipik beserta alga berkapur dan organismeorganisme Iainnya menghasilkan endapan-endapan masif berupa kalsium karbonat (CaCO3) sehingga dapat membentuk terumbu. Kemampuan hewan karang membentuk terumbu ini karena adanya hubungan simbiosis dengan tumbuhan bersel satu di dalam jaringan polip individu hewan karang hermatifik yaitu zooxhantellae. Terumbu karang memiliki manfaat ekologi, yaitu berfungsi sebagai habitat berbagai biota laut, pelindung ekosistem padang lamun dan mangrove, pelindung pantai dan penyedia pasir taut. Manfaat ekonomi, yaitu untuk perikanan, bahan baku akuarium, hiasan, bangunan, serta wisata bahari. Manfaat sosial budaya, antara lain untuk pendidikan dan penelitian. Sumberdaya terumbu karang di Indonesia menghadapi berbagai ancaman kerusakan akibat pengaruh antropogenik di berbagai lokasi, yang telah berlangsung lama. Saat ini, kondisi terumbu karang yang baik hingga sangat baik sekitar 33,3%, sisanya dalam kondisi sedang hingga rusak. Kerusakan dapat disebabkan oleh pengaruh antropogenik, baik secara langsung maupun tak langsung. Kerusakan terumbu karang berakibat pada kerugian ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Upaya merehabilitasi terumbu karang dapat ditempuh baik secara alami dan buatan, yang diikuti dengan upaya mengurangi pengaruh antropogenik. Upaya ini dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat. Pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang dilakukan masyarakat disebut pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat, disingkat dengan PBM.

Coral reef is an ecosystem mainly developed by the components of hermatiphic coral community of phylum Coelenterata (Cnidaria), class Anthozoa, order Madreporaria-Scleractinia. Hermatiphic coral and symbiotic calcite algae and other organisms produce massive sediments of Calcium Carbonate (CaCO3) and build their reefs. The ability of corals to build a reef is due to the mutual symbiotic of hermatiphic coral individual with unicellular algae called zooxhantellae. Coral reefs have ecological functions to be the habitats for marine organisms, protect sea grass and mangrove ecosystems, protect beach, and produce sand. Economic benefits of coral are fishery, source of aquarium materials, ornaments, building materials, and marine tourism. Social benefits of coral reefs are, among others, research and educational objects. Coral reef resources in Indonesia are still facing many kinds of anthropogenic threats in many locations. Currently, coral reef with good up to very good conditions is around 33.3%, the rest being poor to moderate conditions. Coral reefs degradation can be affected by anthropogenic effects, directly or indirectly. The coral reefs degradation in fact causes ecological, economical, socio and cultural losses. Rehabilitation of degraded coral reef can be conducted naturally and human intervention followed by the elimination of anthropogenic effects. These efforts could be conduct by the government, local government, and/or communities. The management of coral reefs conducted by communities is called community-based coral reefs management, shortened to CBM."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firli Rahman Hakim Fauzi
"Terumbu karang merupakan ekosistem penting bagi manusia dan mahluk hidup laut. Ekosistem terumbu karang di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu memiliki tutupan terumbu karang yang rendah dan masyarakat tidak memanfaatkan terumbu karang sebagai sumber mata pencaharian. Padahal tutupan terumbu karang yang tinggi dapat memberikan berbagai jasa ekosistem lingkungan bagi kesejahteraan masyarakat. Masalah dalam penelitian ini adalah perlu adanya peningkatan persentase tutupan dan nilai ekonomi terumbu karang. Tujuan penelitian ini adalah menyusun konsep peningkatan persentase tutupan dan nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Kelapa Dua. Metode yang digunakan adalah_underwater photo transect, total economic value, analisis deskriptif, dan cost and benefit analysis. Hasil penelitian yaitu terumbu karang di Perairan Pulau Kelapa Dua rendah, dengan persentase 12,45%. Nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Kelapa Dua senilai Rp.19.514.463.531/US$ 1.243.906. Jasa ekosistem dengan nilai guna langsung terumbu karang paling tinggi di Pulau Kelapa Dua adalah pariwisata. Peningkatan persentase tutupan dan nilai ekonomi terumbu karang dapat memanfaatkan potensi pariwisata dan menerapkan konsep collective action. Kesimpulan penelitian ini adalah konsep peningkatan persentase tutupan dan nilai ekonomi terumbu karang di Pulau Kelapa Dua, DKI Jakarta. Saran untuk penelitian selanjutnya pelaksanaan pelestarian segera dilakukan di lokasi yang mudah dijangkau, sehinga monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan mudah, secara berkala setiap satu tahun sekali

Coral reefs are important ecosystems for humans and marine creatures. The coral reef ecosystem on Kelapa Dua Island, Thousand Islands has low coral reef cover and the community does not use coral reefs as a source of livelihood. In fact, high coral reef cover can provide various environmental ecosystem services for people’s welfare. The problem in this research is the need to increase the percent cover and the economic value of coral reefs. The purpose of this research is to develop a concept in increasing the percent cover and the economic value of coral reefs on Kelapa Dua Island. The methods used are underwater photo transect, total economic value, descriptive analysis, and cost and benefit analysis. The result of the research is that the coral reef cover on Kelapa Dua Island waters are low, with a percentage of 12.45%. The economic value of coral reefs on Kelapa Dua Island is worth IDR 19,514,463,531/US$ 1,243,906. Ecosystem services with the highest direct use value of coral reefs on Kelapa Dua Island is tourism. Increasing the percent cover and the economic value of coral reefs can take advantage of tourism potential and apply the concept of collective action. The conclusion of this research is the concept of increasing the percent cover and the economic value of coral reefs on Kelapa Dua Island, DKI Jakarta. Suggestions for further research are that conservation efforts should be carried out immediately in easily accessible locations, so that monitoring and evaluation can be easily done on a regular basis every one year."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekki Dwi Novanto
"Indonesia, dengan kekayaan 60 cekungan sedimen, memiliki sejarah panjang dalam industri minyak dan gas. Blok Minyak Lepas Pantai Tenggara Sumatera (OSES) merupakan wilayah kerja migas yang memberikan kontribusi signifikan terhadap produksi minyak dan gas bumi. Sistem OSRE Oil Boom dikembangkan sebagai solusi inovatif untuk mengatasi tumpahan minyak di laut, khususnya di wilayah Blok OSES. Sistem ini terdiri dari boom dan jib-arm pada kapal untuk menampung dan mengarahkan minyak ke tempat penampungan. Pengembangan Sistem OSRE Oil Boom didasarkan pada penggabungan observasi lapangan, Finite Element Analysis (FEA), diagram Ishikawa, dan penilaian risiko. Analisis menunjukkan bahwa keberadaan oil boom secara signifikan meningkatkan hambatan dan daya kapal. Struktur sling, jib-arm, dan rangka OSES telah diuji dan terbukti aman serta mampu menahan beban oil boom di laut. Aspek-aspek Etika Insinyur dan K3L telah terpenuhi dengan baik. Analisis K3L mengidentifikasi enam (6) potensi utama risiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada kegiatan operasional OSRE. Diharapkan, pengembangan Sistem OSRE Oil Boom dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penanganan tumpahan minyak di laut, serta meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan.

Indonesia, blessed with 60 sedimentary basins, boasts a rich history in the oil and gas industry. The Southeast Sumatra Offshore Oil Block (OSES) is a key contributor to the country's oil and gas production. The OSRE Oil Boom System has been developed as an innovative solution to address offshore oil spills, particularly in the OSES Block region. This system comprises a boom and jib-arm on a vessel to collect and direct oil to a containment reservoir. The development of the OSRE Oil Boom System is grounded in a combination of field observations, Finite Element Analysis (FEA), Ishikawa diagrams, and risk assessment. Analysis indicates that the presence of the oil boom significantly enhances the vessel's resistance and power. The sling structure, jib-arm, and OSES frame have undergone rigorous testing and have been proven to be safe and capable of withstanding the oil boom's load at sea. Ethical Engineering and OHS aspects have been thoroughly addressed. OHS analysis has identified six (6) primary potential occupational accident risks during OSRE operational activities. The development of the OSRE Oil Boom System is anticipated to enhance the efficiency and effectiveness of offshore oil spill management, while minimizing negative environmental impacts.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Kurniawan
"Tingginya perubahan fisik kelautan yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di Gugusan Pulau Pari berpengaruh terhadap degradasi terumbu karang di dalamnya. Gugusan Pulau Pari merupakan kumpulan dari pulau-pulau sangat kecil yang termasuk tipe pulau karang timbul dan pulau daratan rendah (low islands), terdiri dari Pulau Pari, Kongsi, Tengah, Kudus dan Burung pada posisi 50 51? 28?-50 51? 32? LS dan 1060 37? 00?-1060 41? 20? BT. Penelitian ini dilakukan melalui interpretasi citra Landsat dengan formula Lyzenga, dan variabel fisik kelautan seperti suhu, salinitas, kecerahan, arus dan sedimentasi serta variabel sosial dan ekonomi dipadukan dengan survei lapangan. Penelitian ini mengungkapkan pola sebaran terumbu karang sehat dan terdegradasi serta keterkaitan faktor fisik perairan dan sosial ekonomi terhadap degradasi terumbu karang. Analisa yang digunakan adalah analisa spasial dengan variabel fisik perairan dan kondisi sosial ekonomi. Penelitian ini menunjukkan bahwa persebaran terumbu selama kurun waktu 2004 hingga 2014 tidak mengalami perubahan. Namun, persebaran terumbu karang yang terdegradasi mengalami peningkatan. Jumlah terumbu karang mati lebih tinggi dibandingkan populai terumbu karang yang sehat. Faktor yang berpengaruh terhadap degradasi terumbu karang yaitu tingginya kualitas fisik perairan berupa suhu, kecerahan, arus permukaan air laut serta kedangkalan perairan dengan kedalaman kurang dari 3 meter di atas permukaan laut. Faktor lain yang juga mempengaruhi degradasi terumbu karang yaitu meningkatnya aktivitas bahari dan semakin ramainya lalu lintas perairan.

The high physical changes that occur in the ocean over the last 10 years in the Group of Pari Island effect on coral reef degradation in it. Group of Pari Island is a collection of very small islands that include the type of coral islands and islets arise lowland (low islands), consisting of Pari Island, Kongsi, Tengah, Kudus and Burung in position 50 51? 28?-50 51? 32? South Latitude and 1060 37? 00?-1060 41? 20? East Longitude. This research was conducted through the interpretation of Landsat imagery with formula Lyzenga and marine physical variables such as temperature, salinity, brightness, currents and sedimentation as well as social and economic variables combined with field surveys. This study reveals the distribution pattern of healthy and degraded coral reefs as well as linkages to physical factors and socio-economic waters to coral reef degradation. The analysis used is a spatial analysis of the physical variables waters and socio-economic conditions. This study shows that reefs spread over the period 2004 to 2014 has not changed. However, the spread of degraded reef has increased. Number of dead coral reefs is higher than populai healthy coral reefs. Factors affected to the degradation of coral reefs in the high physical quality of water in the form of temperature, brightness, sea currents and the shallowness of the waters with a depth of less than 3 meters above sea level. Other factors that also affected the degradation of coral reefs are increasing maritime activity and traffic increasingly crowded waters."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T44839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Mariani
"Terumbu karang merupakan ekosistem yang kompleks dengan keragaman biologi tinggi yang mendukung produktivitas perikanan. Belum banyak penelitian mengenai informasi data bio-bisik, sosio-ekonomi, dan tata kelola dalam pengelolaan kawasan konservasi di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kondisi terumbu karang dari aspek bio-fisik, sosio-ekonomi, dan tata kelola sejak penetapan pencadangan sebagai kawasan konservasi laut serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Pengumpulan data kondisi biofisik terumbu karang dilakukan dengan metode transek garis (line intercept transect/LIT) pada lokasi Pasir Putih, Batu Mandi, Batu Layar, dan Batu Nunggal di 8 titik kedalaman (3 m dan 5 m).
Kondisi lingkungan terumbu karang dilakukan dengan pengukuran parameter-parameter kualitas perairan (suhu, kecerahan, salinitas, arus, dan pH). Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tata kelola dilakukan dengan menggunakan kuisioner dan wawancara dengan 57 orang responden. Data sekunder kondisi terumbu karang sebelum dan sesudah penetapan kawasan konservasi laut di Pangandaran dikumpulkan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
Indikator biofisik menunjukkan hasil trend tutupan karang hidup di kedalaman 3 m mempunyai kecenderungan menurun, dan kedalaman 5 m mempunyai kecenderungan tutupan karang hidup yang stabil. Kondisi terumbu karang di lokasi penelitian berada pada status buruk sampai dengan baik. Kondisi terumbu karang di Pangandaran dipengaruhi oleh aktivitas pariwisata dan aktivitas penangkapan ikan, serta peran aktif masyarakat dalam pengelolaannya. Pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi terumbu karang di Pangandaran Kabupaten Ciamis merupakan faktor penentu kelestarian terumbu karang.

Coral reefs are complex ecosystems with high biodiversity that supports the productivity of fisheries. Not much information on the research of bio-physical, socio-economic, and governance in the management of conservation areas in Pangandaran Ciamis. The research was carried out to analyze the condition of coral reefs in the aspects of bio-physical, socio-economic, and governance since the establishment of marine reserves as a conservation area and the factors that influence. Biophysical condition of coral reefs conducted by the line intercept transect (LIT) at the location of Pasir Putih, Batu Mandi, Batu Layar, and Batu Nunggal in 8 point depths (3 m and 5 m).
The environmental conditions of coral reefs conducted by measuring the water quality parameters (temperature, brightness, salinity, currents, and pH). To find out the socio-economic conditions of society and governance is done by using a questionnaire and interviews with 57 respondents. Secondary data coral reefs before and after the establishment of marine protected areas in Pangandaran collected from the results of previous studies.
Biophysical indicator shows trend results live coral cover in depth of 3 m have a tendency to decline, and a depth of 5 m has a tendency to live coral cover was stable. The condition of coral reefs in the study sites are in poor to good status. The condition of coral reefs in Pangandaran is influenced by the activity of tourism and fishing activities, as well as the active role in its management. Collaborative management of coral reef conservation in Pangandaran Ciamis is an important determinant of coral reef conservation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T32944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruswadi
"Sumberdaya terumbu karang di Pulau Tidung telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan. Pada saat ini sebagian masyarakat Pulau Tidung menggantungkan hidupnya sebagai penyedia jasa kegiatan wisata yang sebelumnya berprofesi sebagai nelayan. Adanya kegiatan wisata di Pulau Tidung yang tanpa terkendali yang memanfaatkan keindahan karang dapat berdampak terjadinya penurunan kualitas terumbu karang di sekitarnya. Metode pengamatan untuk mengamati tingkat kerusakan karang adalah Line Intercept Transect dan faktor lingkungan diamati dengan pengukuran berbagai parameter lingkungan perairan secara langsung di lapangan. Aspek sosial ekonomi dan pengelolaan dikaji dari berbagai peraturan yang telah ada dan wawancara secara mendalam dengan penduduk setempat dan wisatawan. Penelitian ini membahas mengenai kondisi kerusakan terumbu karang dan faktor penyebabnya baik faktor antropogenik maupun non-antropogenik serta pengelolaan terumbu karang di Pulau Tidung. Beberapa faktor yang diamati yaitu kondisi perairan, kondisi terumbu karang, aspek sosial masyarakat dan kebijakan pengelolaan terumbu karang. Kondisi perairan meliputi suhu, kecerahan, kecepatan arus, pH, salinitas, fosfat dan nitrat. Kondisi karang meliputi persentase tutupan karang, indeks keanekaragaman, dan indeks dominasi. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni – Agustus 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Tidung dalam kondisi rusak - sedang dengan persentase tutupan karang hidup antara 21,41% – 30,19%. Indeks keanekaragaman tutupan berkisar antara 2,0423 – 2,1495 dan indeks dominasi tutupan berkisar antara 0,1433 – 0,1466, nilai tersebut memperlihatkan adanya keanekaragaman dan tekanan lingkungan yang sedang, dan tidak adanya dominasi tutupan karang tertentu. Parameter kualitas air laut memperlihatkan masih dalam ambang batas normal untuk kehidupan karang. Faktor antropogenik berupa kegiatan pariwisata, penambangan karang, pengeboman dan pengoperasian kapal di daerah terumbu karang diduga berperan terhadap kerusakan karang di Pulau Tidung. Pengelolaan terumbu karang di Pulau Tidung telah diatur melalui beberapa peraturan baik secara nasional maupun oleh pemerintah setempat, namun pelaksanaannya belum optimal sehingga diperlukan implementasi kebijakan yang lebih baik dengan menerapkan program kesadaran masyarakat, penegakan hukum dan peran masyarakat secara aktif dalam mengelola sumberdaya laut.

Coral reef resources in Tidung Island has been used by local people for various purposes. At this time most of local people working as a travel provider or tourist guide. The existence of tourist activities in Tidung Island that utilizes the exotic of coral reefs affect the condition of coral reefs in this area. Observation method to observe the level of coral damage is Line Intercept Transect and environmental factors observed by measuring several water quality parameters. Socio-economic and management aspects examined from existing regulations and interviews with local people and tourists. The aim of this study is to discuss the coral condition and the causes of coral degradation including anthropogenic factors, non-anthropogenic and management of coral reefs in Tidung Island, Seribu Islands, north off Jakarta. Several factors were observed, namely the condition of waters, coral reefs, and social aspects and management. Water conditions include temperature, brightness, speed of flow, pH, salinity, phosphate and nitrate, and the condition of coral include life form percentage, index of diversity, and dominance index. The research was conducted during June to August 2011. The results show that the condition of coral reefs in Tidung Island was categorised bad condition to moderate with the percentage of life form ranges between 21.41% - 30.19%. Index of diversity ranged from 2.0423 to 2.1495 and dominance index ranged between 0.1433 to 0.1466. These showed ​​that the level of diversity and environmental pressures are medium, and has no a spesific type of coral cover that dominates in coral reefs. Water quality parameters are still within normal limits for coral life. Anthropogenic factors such as tourism, mining coral, destructive fishing (bombings) and the operation of ships in coral reef are thought to contribute to destruction of coral reef in Tidung Island. Management of coral reefs in Tidung Island has been governed by several regulations by both national and local government, but the implementation has not been optimized so the implementation of better policies by implementing public awareness programs, law enforcement and community participation in managing marine resources is needed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>