Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167057 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Made Rini Suari
"Latar belakang : Definisi sepsis tahun 2016 adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan akibat disregulasi imun terhadap infeksi. Skor PELOD 2 digunakan untuk mengetahui disfungsi organ pada anak dengan sakit kritis.
Tujuan : Mengetahui validitas skor PELOD 2 pada disfungsi organ yang mengancam kehidupan pada sepsis dan titik potong optimal skor PELOD 2 terhadap luaran terutama mortalitas.
Metode : Penelitian dilaksanakan dari Januari sampai April 2017 di ruang intensif RSUPN Cipto Mangukusumo. Pengambilan subjek dengan consecutive sampling dan penilaian skor PELOD 2 dilakukan pada 24 jam pertama. Subjek dipantau untuk mengetahui luaran.
Hasil : Diperoleh 52 subjek yang memenuhi kriteria. Nilai diskriminasi skor PELOD 2 adalah 0,85 IK 95 0,745-0,965, kalibrasi dengan Hosmer and Lemeshow test 69,2 p.

Background . In 2016, a new definition of sepsis has been created that is a presence of life threatening organ dysfunction cause by a dysregulated host response to infection. PELOD 2 score is stated can be used to discover organ dysfunction in critical ill child.
Objective To discover validity PELOD 2 score to know life threatening organ dysfunction and cut off point of toward outcome of sepsis pediatric patient.
Methods This cross sectional study was conducted from January to April 2017 in Intensive Care Unit ICU of RSUPN Cipto Mangunkusumo. The selection of subject through consecutive sampling and evaluation of PELOD 2 score were performed in the first 24 hours. Subjects were monitored to know the outcome.
Results There were 52 subjects that fulfilled the criteria. Discrimination value of PELOD 2 score was 0.85 95 CI 0.745 0.965 and calibration which was tested by using Hosmer and Lemeshow test 69.2 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weirna Winantiningtyas
"Latar Belakang: Stratifikasi risiko dan prediksi prognosis pasien yang menjalani perawatan di Unit Perawatan intensif (UPI) merupakan hal yang penting dalam tatalaksana pasien UPI. Logistic Organ Dysfunction System (LODS) merupakan sistem penilaian disfungsi organ yang mencatat skor penilaian hanya dari kondisi fisiologis pasien. LODS dikembangkan untuk stratifikasi tingkat keparahan penyakit dan dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas pasien di unit perawatan intensif (UPI).
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesahihan penilaian LODS dalam memprediksi mortalitas pasien-pasien yang dirawat di UPI RSCM.
Metode: Penelitian ini adalah studi kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien yang dirawat di UPI RSCM Januari-Desember 2017. Dilakukan pencatatan skor LODS hari pertama perawatan UPI, selanjutnya dinilai kondisi pasien 30 hari, apakah pasien meninggal atau bertahan hidup. Prediksi mortalitas penilaian LODS didapat melalui regresi logistik sederhana. Kemampuan prediksi mortalitas LODS dilakukan dengan analisis diskriminasi dengan ROC untuk mencari nilai AUC, dan ketepatan prediksi mortalitas dilakukan dengan analisis kalibrasi uji goodness of fit Hosmer Lemeshow. Dilakukan analisis bivariat dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan persamaan regresi logistik berganda untuk melihat variabel yang paling bermakna dalam prediksi mortalitas.
Hasil: Dari 498 subjek yang dirawat di UPI RSCM, mayoritas pasien merupakan kasus bedah elektif, didapatkan LODS mempunyai nilai diskriminasi dan kalibrasi yang baik dengan AUC= 0,81 (IK95% 0,74-0,87) dan hasil uji Hosmer-Lemeshow kalibrasi p=0,94. Nilai titik potong ditetapkan pada nilai LODS=3, dimana sensitivitas 80,8%, spesifisitas 63,2%, PPV 20,4%, NPV 96,6%, likelihood ratio positif 2,2 dan likelihood ratio negatif 0,3. Variabel LODS yang secara statistik mempunyai pengaruh kuat terhadap mortalitas 30 hari adalah penggunaan ventilasi mekanik dan rasio PaO2/FiO2, kreatinin dan bilirubin, dengan rumus model akhir regresi logistik y= -3,877 + (3,339 x PaO2/FiO2 <150) + (2,226 x kreatinin 1,2-1,59mg/dL) + ( 1,384 x bilirubin >2 mg/dL) + (1,369 x PaO2/FiO2 >150) + (1,33 x kreatinin <1,2mg/dL).
Simpulan: Sistem penilaian LODS hari pertama sahih dalam memprediksi mortalitas 30 hari pasien di UPI RSCM.

Background : Risk stratification and prognosis prediction for ICU patients are essentials for medical management. Logistic Organ Dysfunction System (LODS) is a scoring system which objectively evaluate ICU patients’ physiological condition and can be used to determine organ severity stratification and to predict mortality.
Objective: This study was conducted to evaluate the validity of LODS in predicting mortality of ICU patients in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), Jakarta.
Methods : We retrospectively reviewed medical records of ICU patients who were admitted in January-December 2017. We calculated LODS score from the first 24-hour ICU admission, and we recorded the patients’ outcome (mortality) in 30 days. Mortality prediction was calculated from simple logistic regression. The LODS performance was analyzed with Receiver Operating Characteristics (ROC) to evaluate area under the curve (AUC) for discrimination analysis, and the precision was analyzed with Hosmer Lemeshow goodness of fit. We evaluated bivariate analysis and multivariate logistic regression to determine the most significant variable as mortality predictor.
Results: The majority case from 498 subjects admitted in ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital were elective surgeries. LODS had a good discrimination and calibration, with AUC 0.81 (95% CI 0.74-0.87) and p = 0.94 with Hosmer Lemeshow goodness of fit test. Cut off LODS value was 3, with sensitivity 80.8%, specificity 63.2%, PPV 20.4%, NPV 96.6%, positive likelihood ratio 2.2, and negative likelihood ratio 0.3. Three variables were statististically significant in predicting 30 days mortality: mechanical ventilation and PaO2/FiO2, creatinine and bilirubin with final model equation y = -3,877 + (3,339 x PaO2/FiO2 <150) + (2,226 x kreatinin 1,2-1,59 mg/dL) + ( 1,384 x bilirubin >2 mg/dL) + (1,369 x PaO2/FiO2 >150) + (1,33 x kreatinin <1,2mg/dL).
Conclusion: First day LODS score is valid in predicting 30 days mortality of ICU patients in RSCM"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Surya Kusuma
"Latar belakang. Sepsis merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Pada sepsis berat dan melanjut, akan terjadi ketidakseimbangan sitokin inflamasi dan anti-inflamasi. Berbagai penelitian telah mencoba mengungkapkan peran mikronutrien bagi sistem imun, di antaranya adalah zinc. Defisiensi zinc dapat menyebabkan gangguan sistem imun alamiah dan didapat. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti interaksi antara defisiensi zinc dengan sistem imun terutama pada sepsis melanjut.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) profil kadar zinc serum, TNF-α, IL-10, IFN-γ, (2) hubungan antara kadar zinc serum dengan skor PELOD. (3) hubungan antara masing-masing kadar zinc serum, TNF-α, IL-10, IFN-γ dengan luaran sepsis melanjut, (4) korelasi antara kadar zinc serum dengan TNF-α, IL-10, IFN-γ dan rasio TNF-α/IL-10 pada sepsis melanjut.
Metode. Penelitian potong lintang di Unit Perawatan Intensif (ICU) Anak RSCM, dengan subjek berusia 1 bulan?18 tahun. Pasien dengan diagnosis sepsis, berlangsung lebih dari 5 hari, memiliki skor PELOD ≥10, tanpa dugaan infeksi HIV, keganasan, dan tidak mendapat suplementasi zinc, dilakukan pemeriksaan kadar zinc serum, TNF-α, IL-10, dan IFN-γ. Dilakukan pemeriksaan kadar zinc serum pada populasi anak non-sepsis (dari pasien yang menjalani toleransi operasi elektif dengan diagnosis non-infeksi dan non-keganasan).
Hasil. Sebanyak 23 dari 52 subjek dengan sepsis memenuhi kriteria penelitian. Seluruh subjek memiliki kadar zinc serum yang rendah (median 0,56 μg/dL; 0,06-3,39 μg/dL), berbeda bermakna dengan kelompok kontrol (median 31,13 μg/dL; 21,71-55,57 μg/dL) (p = 0,00). Median kadar TNF-α, IL-10, dan IFN-γ pada penelitian ini berturut-turut adalah 13,73 (1,53-43,59) pg/mL, 5,15 (0,86-52) pg/mL, dan 5,17 (0,16-36,10) pg/mL. Zinc serum tidak berhubungan dengan mortalitas (p=0,186), namun berkorelasi terbalik dengan skor PELOD (r=-0,489, p=0,018). Kadar TNF-α berkorelasi lurus dengan mortalitas sepsis (r=-0,42, p= 0,046), namun IL-10 dan IFN-γ tidak terbukti berhubungan dengan luaran sepsis. Kadar zinc serum cenderung berkorelasi negatif terhadap kadar TNF-α dan IFN-γ, namun tidak berkorelasi dengan kadar IL-10 dan rasio TNF-α/IL-10.
Simpulan. Pada anak dengan sepsis melanjut terdapat penurunan kadar zinc serum yang berkorelasi dengan perburukan skor PELOD. Kadar zinc serum yang rendah cenderung berhubungan dengan peningkatan kadar TNF-α dan IFN-γ. Mortalitas pada sepsis melanjut berhubungan dengan peningkatan kadar TNF-α.

Background. Sepsis is a major cause of mortality in critically ill patients. Imbalance of the inflammatory and antiinflammatory reactions will results in severe and prolonged sepsis. Many researches have showed the role of micronutrients, such as zinc, in immune system. Yet, no research in Indonesia studied the interaction between zinc deficiency and the immune system, particularly in prolonged sepsis.
Objectives. This study was designed to identify: (1) serum zinc, TNF-α, IL-10, and IFN-γ profile in prolonged sepsis, (2) the relationship between serum zinc level and PELOD score in prolonged sepsis, (3) the relationship between serum zinc, TNF-α, IL-10, and IFN-γ with sepsis outcome in prolonged sepsis, (4) the correlation between serum zinc level and TNF-α, IL-10, IFN-γ, TNF-α/IL-10 ratio in prolonged sepsis.
Method. All patients age between 1 month ? 18 years old, with PELOD score ≥10 on >5 days after sepsis onset, and without any immunosupressive underlying disease, admitted to the pediatric intensive care unit from June through November 2012, were eligible for enrollment. After consent, blood samples were collected and pooled for serum zinc, TNF-α, IL-10, and IFN-γ level analysis. A control group consist of pre-operative children were also enrolled to compare the serum zinc level.
Results. Twenty-three out of 52 patients with sepsis were enrolled. All subjects had a low serum zinc level (median 0,56 μg/dL; 0,06-3,39 μg/dL), significantly differ to control group (median 31,13 μg/dL; 21,71-55,57 μg/dL) (p = 0,00). The median level of TNF-α, IL-10, and IFN-γ in this research were 13,73 (1,53-43,59) pg/mL, 5,15 (0,86-52) pg/mL, and 5,17 (0,16-36,10) pg/mL. Serum zinc did not correlate to mortality (p = 0,186), but correlate to PELOD score (r = -0,489, p = 0,018). There were trends toward an increase in the TNF-alpha, IL-10 and IFN-gamma level in the non-survivor group compare to the survivors, but these trends were not significantly different, except for the TNF-alpha level (r = -0.42, p = 0.046). The serum zinc level tend to inversely correlate to TNF-α and IFN-γ level, but not to IL-10 level and TNF-α/IL-10 ratio.
Conclusion. In children with prolonged and severe sepsis, the decrease in serum zinc level is correlate to PELOD score deterioration and tend to correlate with the increase of TNF-α and IFN-γ level, adding a risk toward increase mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondakh, Merry Natalia
"Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit kongenital yang disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion pada usus. Salah satu penatalaksanaan penyakit Hirschsprung adalah dengan prosedur pembedahan yang dapat menimbulkan nyeri pada bayi dan anak. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait nyeri jangka panjang pada bayi, di mana nyeri yang tidak diatasi dapat berdampak pada fisiologis, psikososial, dan perubahan perilaku bayi di masa dewasa menjadi lebih temperamen. Perawat berperan penting dalam mengurangi nyeri pada anak. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri pada anak meliputi manajemen nyeri farmakologis dan non farmakologis. Penulis menerapkan salah satu teknik non farmakologis pada klien An. Y berusia 5 bulan post operasi tutup kolostomi dengan penerapan teknik Non Nutritive Sucking sebelum, selama dan setelah prosedur perawatan luka dan pemberian medikasi. Evaluasi nyeri dilakukan menggunakan instrumen Face-Leg-Activity-Cry-Consolability Scale. Setelah dilakukan intervensi selama tiga hari, diperoleh penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 1. Penulis merekomendasikan pemberian NNS sebagai salah satu pilihan untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan pada bayi dengan kolaborasi pemberian analgesik sebelum prosedur yang dapat menimbulkan nyeri seperti perawatan luka dan pemberian medikasi agar nyeri dapat teratasi dengan optimal.

Hirschsprungs disease is a congenital disease caused by the absence of ganglion cells in the intestine. One of the management of Hirschsprung's disease is a surgical procedure that can cause pain in infants and children. Several studies have been conducted regarding long-term pain in infants, which unresolved pain can have impacts on physiology, psychosocial, and changes in infants behavior in adulthood to become more temperament. Nurses play an important role in reducing pain in children. Nursing care that can be done to deal with pain in children includes pharmacological and non-pharmacological pain management. The author applies one of the non-pharmacological techniques to clients named Y aged 5 months with postoperative colostomy closure by applying Non Nutritive Sucking technique before, during, and after the wound care and administration of medication procedure. Pain evaluation was performed using the Face-Leg-Activity-Cry-Consolability Scale instrument. After three days of intervention, the scale of pain was reduced from 6 to 1. The author recommends NNS as an option to reduce postoperative pain in infants by collaborating with analgesics prior to procedures that can cause pain such as wound care and medication so that pain can optimally resolved."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trivanie Sherly Elona
"Angka kematian neonatus yang tinggi dengan jumlah 19 per 1000 kelahiran hidup masih menjadi masalah di Indonesia. Cara persalinan dan evaluasi kondisi awal kehidupan bayi melalui Apgar score merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan pelayanan, dan kualitas kesehatan ibu dan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi melahirkan pervaginam dan perabdominal dan mengetahui hubungan cara persalinan dengan Apgar score neonatus. Desain penelitian adalah studi potong lintang (cross-sectional) dengan data sekunder dari rekam medik pasien melahirkan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011 (n=2238). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persalinan perabdominal lebih sering dilakukan (54,4%) daripada persalinan pervaginam (45,5%). Apgar score menit pertama yang baik sebanyak 88,7%, dan buruk sebanyak 11,3%. Hampir seluruh Apgar score menit kelima (96,4%) memiliki jumlah nilai ≥ 7. Uji Chi-square menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara Apgar score buruk menit pertama dengan cara melahirkan (p=0,072), tetapi didapatkan perbedaan bermakna antara Apgar score buruk menit kelima dan cara melahirkan (p=0,004). Disimpulkan bahwa cara persalinan berhubungan dengan Apgar score menit kelima.

High neonatal mortality rate 19 per 1.000 live births is one of the health problems in Indonesia. Mode of delivery, and early evaluation of neonatal condition after birth by Apgar score are important to increase the service and quality of maternal and child health. The purpose of this study was to acknowledge the proportion of vaginal and abdominal deliveries, and the relationship between mode of delivery and neonatal Apgar score. A cross-sectional study of 2,238 data from medical record was conducted to obtain sociodemographic characteristic, mode of delivery, and Apgar score at National General Hospital of Cipto Mangunkusumo. Among the data, abdominal delivery was more done than vaginal one (54,4% and 45,5%, respectively). Good first-minute Apgar score was higher (88,7%) than the bad one (11,3%). Most data showed that fifth-minute Apgar score was good (96,4%). There was relation between mode of delivery and fifth-minute Apgar score (p=0,004). Although the mode of delivery and first-minute Apgar score had no relation (p=0,072). This study showed that the mode of delivery had correlation with fifth-minute Apgar score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himawan Aulia Rahman
"Latar belakang. Pembuatan stoma dan reseksi usus adalah tindakan pembedahan yang umum dilakukan pada anak dengan masalah bedah di sistem gastrointestinal. Salah satu komplikasi dari pembuatan stoma adalah high output stoma yang menyebabkan perawatan menjadi lebih lama.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko terjadinya high output stoma dan prediktor terhadap lama rawat, lama penggunaan nutrisi parenteral, dan kematian.
Metode. Kami melakukan penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di rumah sakit tersier rujukan di Indonesia. Subjek adalah pasien anak usia 0 bulan – 18 tahun dengan stoma di usus halus (enterostomi) selama periode Oktober 2019 – Desember 2023. Penelitian tahap I dilakukan pada semua subjek untuk melihat faktor risiko terjadinya high output stoma. Penelitian tahap II dilakukan pada subjek yang mengalami high output stoma untuk menilai prediktor terhadap lama rawat, lama penggunaan nutrisi parenteral, dan kematian.
Hasil. Penelitian tahap I melibatkan 64 subjek. Kelompok usia terbanyak adalah usia neonatus (43,8%). Penyakit dasar terbanyak sebagai penyebab pembentukan stoma adalah perforasi intestinal (39,1%). High output stoma terjadi pada 48,4% subjek. Tidak ada faktor risiko teknik pembedahan yang secara signifikan menyebabkan high output stoma. Penelitian tahap II memasukkan 31 subjek yang mengalami high output stoma. Pada semua subjek, panjang usus halus berkorelasi dengan lama rawat (p = 0,033), lama penggunaan nutrisi parenteral (p = 0,032), dan berhubungan dengan kematian (p = 0,041).
Kesimpulan. Panjang usus halus yang lebih pendek berhubungan dengan luaran yang lebih buruk pada pembentukan enterostomi pada anak.

Backgrounds. Stoma creation and intestinal resection are common surgical procedures in children with surgical problems in the gastrointestinal system. One of the complications of creating a stoma is a high output stoma (HOS), which causes more prolonged treatment.
Objectives. This study aims to determine the risk factors for HOS and predictors of length of stay, length of use of parenteral nutrition (PN), and death.
Methods. We conducted a retrospective cohort study at a tertiary referral hospital in Indonesia. Subjects were pediatric patients aged 0 months – 18 years with a stoma in the small intestine (enterostomy) during the period October 2019 – December 2023. Phase I study was carried out on all subjects to examine at risk factors of HOS. Phase II study was conducted on subjects who experienced HOS to assess predictors of length of stay, length of PN use, and death.
Results. Phase I study involved 64 subjects. The largest age group is neonates (43.8%). Intestinal perforation is the most common underlying disease that causes stoma formation (39.1%). There are no risk factors for surgical techniques that significantly cause HOS. Phase II study included 31 subjects who experienced HOS. In all subjects, the length of the small intestine was correlated with length of stay (p = 0.033), duration of PN use (p = 0.032), and was associated with mortality (p = 0.041).
Conclusions. Shorter small intestinal length is associated with worse outcomes in enterostomy formation in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhidayatun
"Praktik spesialis Keperawatan Anak peminatan non infeksi ini bertujuan untuk melakukan praktik dengan mengaplikasikan peran perawat melalui pendekatan Model Adaptasi Roy. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan diterapkan pada 5 orang pasien anak kanker yang mengalami masalah nyeri, dan satu orang pasien kelolaan utama yaitu pasien limfoma non hodgkin yang mengalami infiltrasi ke dalam sistem saraf pusat. Peran sebagai peneliti dalam melakukan penerapan tindakan keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice) yaitu dengan membuktikan terapi musik sebagai salah satu teknik penanganan nyeri pada anak dengan kanker. Peran sebagai inovator melalui penyusunan program pemberian terapi musik pada anak dengan kanker yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan pasien anak kanker, dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Hasil praktik ini menunjukkan bahwa Model Adaptasi Roy efektif digunakan pada pasien anak kanker yang mengalami masalah nyeri, dan terapi musik efektif untuk mengurangi nyeri yang dialami anak kanker, terutama pada nyeri ringan sedang.

Pediatric Nursing Practice specialist in non-infection aims to practice by applying the role of nurses through the Roy Adaptation Model approach. Role as nursing care was applied to 5 patients of cancer pain, and a patient with non-Hodgkin's lymphoma with infiltration into the central nervous system is the main case. Role as researcher was caried out by applying evidence based nursing practice to prove that music therapy as a pain management technique in children with cancer. Role as an innovator through the preparation of a program of music therapy in children with cancer that aims to reduce pain and increase of comfort on children with cancer pain, and improving the quality of nursing care . This practice results indicate that the Roy Adaptation Model effective use in pediatric patients with cancer pain, and music therapy effective for reducing cancer pain on children with cancer, especially in mild or moderate pain.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadholirrahman Naufal Raditya
"Latar belakang: Cedera gastrointestinal akut seringkali terjadi secara sekunder terhadap penyakit kritis, namun penilaiannya tidak rutin dilaksanakan. Penilaian gagal organ pada pasien anak yang banyak digunakan di Indonesia adalah skor PELOD-2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan gagal organ yang dinilai berdasarkan skor PELOD-2 pada pasien anak sakit kritis.
Metode: Studi potong lintang dengan data sekunder dari rekam medik pasien anak dengan cedera gastrointestinal akut di PICU RSCM dari bulan September 2019-September 2020. Derajat cedera gastrointestinal akut dinilai menggunakan kriteria AGI grading system, sedangkan gagal organ dinilai menggunakan skor PELOD-2. Uji statistic Chi Square, Kruskal Wallis dan Mann-Whitney dilakukan menggunakan aplikasi SPSS IBM versi 20.
Hasil: Didapatkan 25 sampel dengan median skor PELOD-2 pada derajat satu sebesar 1 (0-5), dua sebesar 1 (0-9), tiga sebesar 9 (n=1), dan empat sebesar 9 (7-11). Hasil Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik (P= 0,004) dan terdapat peningkatan skor PELOD-2 pada derajat yang lebih tinggi. Selain itu hasil uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan mortalitas pasien (P= 0,014).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan skor PELOD-2 dan luaran mortalitas pada pasien anak sakit kritis.

Background: Acute gastrointestinal injury can be secondary to critical illness, however it is not often assessed. The instrument used to assess organ dysfunction in children is Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2 (PELOD-2) Score. This study aims to explain association between AGI grade and organ dysfunction using PELOD-2 in critically ill pediatric patients.
Methods: This is a cross-sectional study with data collected from medical records of pediatric patients with AGI in PICU of Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, starting from September 2019 to 2020. Patients were classified based on AGI grade. The severity of organ dysfunction was measured using PELOD-2. Data were analysed with Chi Square, Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test using SPSS IBM version 20.
Results: From 25 included pediatric patients, median of PELOD-2 score in AGI grade 1, 2, 3 were 1, 1, 9 respectively. There is only one sample of AGI grade 3, therefore the median of PELOD-2 score cannot be calculated.. Kurskal-Wallis test showed significant association (P: 0.004) with higher PELOD-2 score in more severe AGI grade. Chi Square test also showed significant association (P= 0,014) with higher mortality rate in more sever AGI grade.
Conclusion: There is significant association between AGI grade with PELOD-2 score and mortality rate in critically ill pediatric patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Dwi Aribowo
"ABSTRAK
Nama : Seno Dwi AribowoProgram Studi : Profesi Ilmu KeperawatanJudul Karya Ilmiah Akhir : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan Pada Anak Dengan Tumor Mediastinum Di Ruang Perawatan Anak Gedung A Lantai 1 Rsupn Dr. Cipto Mangunkusumo Pasien dengan penyakit tumor mediastinum ,memungkinkan terjadi peningkatan produksi sputum yang menyumbat saluran pernapasan. Salah satu tindakan yang aman dan direkomendasikan untuk mengeluarkan sputum yang menyumbat saluran napas pada pasien dengan tumor paru adalah menggunakan teknik Active Cycle of Breathing Technique ACBT . Teknik ini dilakukan terhadap salah satu pasien anak berusia 12 tahun yang mengalami tumor mediastinum dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas akibat penumpukan sputum di ruang rawat anak lantai 1 gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Setelah dilakukan tindakan selama 11 hari didapatkan hasil, pasien dapat mengeluarkan sputum yang menyumbat sehingga produksi sputum berkurang. Berdasarkan hasil tersebut, teknik ACBT terbukti efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum yang menyumbat pada pasien dengan tumor paru.Kata kunci: ACBT, Penumpukan Sputum, Tumor Mediastinum.

ABSTRACT
Name Seno Dwi AribowoStudy Program Faculty of NursingTittle Analysis of Urban Nursing Practice in Patient With Mediastinal Tumor at Pediatric Ward 1st floor gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Patients with a mediastinal tumor may have an increased sputum production that clogs the respiratory tract. One of the safest and recommended actions to remove sputum that obstructs the airway in patients with lung tumors is using Active Cycle of Breathing Technique ACBT technique. This technique was performed on the 12 year old pediatric patients who had a mediastinal tumor with inefective airway clearence problems due to sputum accumulation in first floor child unit Gedung A of Cipto Mangunkusumo Jakarta Hospital. After an 8 day action, the result showed patient can remove the clogged sputum so that sputum production is reduced. Based on these results, the ACBT technique proved to be effective in helping patients to remove clogged sputum in patients with lung tumors.Keywords ACBT, Sputum Accumulation, Mediastinal Tumor."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Yuniar
"Anak yang dirawat di ICU cenderung mengalami malnutrisi sejak masuk atau selama perawatan yang dapat memperberat penyakit dasar, memperpanjang lama rawat serta meningkatkan mortalitas. Baik underfeeding atapun overfeeding dapat terjadi di ICU Anak selama perawatan. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, menggunakan data rekam medis. Selama 3 bulan penelitian. didapatkan 45 subjek penelitian. Dari 45 data pasien didapatkan 127 peresepan untuk menilai keseuaian peresepan dengan pemberian nutrisi pada pasien. Pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat di ICU Anak merupakan hal yang sangat penting. Perlu perhitungan kebutuhan nutrisi yang cermat, pemberian nutrisi tepat yang sesuai kebutuhan pasien agar tidak terjadi malnutrisi yang lebih berat lagi.

Children admitted to the Pediatric Intensive Care Unit (PICU) are at risk for poor and potentially worsening nutritional status, a factor that further increases comorbidities and complications, prolongs the hospital stay, increases cost and increases mortality. Both underfeeding and overfeeding are prevalent in PICU and may result in large energy imbalance. This was cross sectional study design, with 3 month consecutive sampling in PICU which met 45 patients as the subject and 127 prescription of nutrition. Nutrition support therapies in PICU is very important .Adequate nutrition therapy is essential to improve nutrition outcomes in critically ill children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>