Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182320 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prisckha Mayufithi Islamitha
"ABSTRAK
Sleeping Beauty adalah sebuah dongeng yang dipopulerkan oleh Disney. Hanya sedikit orang tahu bahwa dongeng Sun, Moon and Talia adalah versi literatur Sleeping Beauty paling pertama yang dibuat oleh pendongeng Italia, Giambattista Basile. Dongeng tersebut dipublikasikan tahun 1634 setelah kematiannya dalam ldquo;Lo cunto de li cunti rdquo;, sebuah karya yang berisi kumpulan versi pertama dongeng-dongeng populer seperti Cinderella, Rapunzel, dan lainnya. Sun, Moon and Talia memiliki kemiripan namun juga sangat berbeda dengan versi Disney. Jalan ceritanya terdiri dari perkosaan, perselingkuhan, dan banyak lagi yang menghasilkan penindasan terhadap perempuan. Dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis Fairclough dan konsep arkeologi milik Foucault, penelitian ini bertujuan untuk membongkar dan menjelaskan perbedaan marjinalisasi terhadap perempuan yang terjadi dalam dongeng Sun, Moon and Talia dan Sleeping Beauty populer karya Disney. Hasil penelitian ini adalah motif, gaya hidup dan pengalaman pengarang memainkan peran dalam mengkonstruksi penindasan perempuan. Aspek ekonomi, religi dan sosial pada Italia abad ketujuhbelas dan Amerika abad keduapuluh turut menegaskan peran gender yang membentuk marjinalisasi perempuan, termasuk imoralitas terhadap perempuan yang ada dalam dongeng Sun, Moon and Talia sehingga dongeng tersebut sangat berbeda terhadap dongeng populer Sleeping Beauty karya Disney.

ABSTRACT
Sleeping Beauty by Disney is the most well known version by public. Only a few know the Sun, Moon and Talia is the first version of printed Sleeping Beauty tale by an Italian poet, Giambattista Basile. It published in 1634 after his death in his ldquo Lo cunto de li cunti rdquo , a collection of fairy tales which consist the first version of many popular tales such as Cinderella, Rapunzel, etc. Sun, Moon and Talia has the resemblance but in very different way to Disney version. Its story line consists of rape, affair, and many more that leads to marginalization of women. Using Fairclough rsquo s critical discourse analysis method and Foucault rsquo s concept of archaeology, this study aims to disassemble and explain the differences of women rsquo s marginalization presented in the Sun, Moon and Talia and popular Sleeping Beauty tale. The result is the authors rsquo motives, their lifestyle and experience play a role in constructing the women oppression. The economic, religion and social aspects during seventeenth century in Italia also affirming the gender role that shaping the marginalization of women, as well as the immorality to women that occurs in the Sun, Moon and Talia tale, so it has big difference to popular Sleeping Beauty rsquo s Disney."
2017
T47875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Afiantari
"ABSTRAK
Fairy tales atau dongeng merupakan salah satu jenis karangan dalam sastra anak. Anak-anak mencintai dongeng karena alur ceritanya yang menarik dan kaya akan imajinasi. Cerita yang terkandung di dalamnya sangat kuat melekat dalam ingatan masyarakat, bahkan setiap budaya biasanya memiliki dongeng masing-masing.Amerika Serikat adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan ideologi. Hal ini selalu dapat terlihat dalam hasil-hasil kebudayaan yang mereka produksi. Salah satu karya yang masih dinikmati hingga saat ini adalah animasi Sleeping Beauty karya Disney. Karya ini dipercaya memiliki semangat nilai Amerika, seperti nilai-nilai domestik yang berlaku bagi perempuan. Dengan menggunakan dasar teori kebudayaan yang terdapat dalam buku the Nacirema dan Making Amerika penulis mencoba untuk menjabarkan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dan terkandung dalam animasi Sleeping Beauty. Penulis juga akan memaparkan sifat-sifat domestik perempuan yang dianggap menjadi propaganda Disney dalam menentang pergerakan perempuan saat itu. Pada akhirnya, penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian analisa deskriptif ini dilakukan melalui sumber primer dan pengumpulan data yang berupa studi dokumen, artikel, jurnal, laporan, serta media elektronik.

ABSTRACT
A fairy tale is one of the types of creative writing in children’s literature. Kids engage with fairy tales as the storylines are both appealing and full with imagination. The stories within this type of fiction are strongly embedded in public memory as evidenced by each culture has its own fairy tales passing down from generation to generation. As a nation, the United States of America upholds its values and ideology. This is illustrated by cultural outcomes the country has produced. Among those works include the Walt Disney Company’s animated adaptation of the classic Sleeping Beauty. The animated musical fantasy film is believed to preserve American ideals, including women’s domestic values. By using the basic theory of culture contained in books The Nacirema and Making America, the author attempts to describe the values and cultures contained in the animated film Sleeping Beauty. In addition, the author seeks to elaborate the domestic values of women that were considered as Disney’s propaganda to counter the women’s movement at the time. This study, conducted using qualitative method with descriptive analysis type of research, was completed with references including primary sources and data collection study in the form of documents, articles, journals, reports, and electronic media.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Rumaisha
"Film klasik produksi Disney, seperti Sleeping Beauty 1959 , cenderung mengandung representasi genderberdefinisi sempit melalui penokohannya. Dengan Maleficent 2014 sebagai sebuah adaptasi modern dari kisahdongeng klasik tersebut, Disney mencoba untuk mendobrak pola representasi gender tradisional yang sudahmengakar. Hasilnya, tindakan Disney ini menuai pujian dari berbagai kalangan dan dianggap sebagai sebuahtindakan progresif. Namun, apabila dikaji lebih mendalam, film Maleficent sesungguhnya masih mengandungrepresentasi gender secara tradisional. Film Maleficent hanya semata memutarbalikkan peran tradisional karakter pria dan wanita yang sebelumnya ditemui pada Sleeping Beauty. Dengan menggunakan karakter analisis dan teori aktan Greimas, penelitian ini mengkaji elemen-elemen pemutarbalikan peran gender tradisional yang ada pada Maleficent sebagai adaptasi modern dari Sleeping Beauty. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemutarbalikan peran gender dalam Maleficent tidak merepresentasikan kesetaraan gender, tetapi hanya memutarbalikkan peran negatif yang selama ini disematkan pada karakter wanita kepada karakter pria.

While Disney movies, such as Sleeping Beauty 1959 , have been known for their narrow display of genderrepresentation, more current adaptions, such as Maleficent 2014 , attempted to withdraw itself from this pattern. Although this advancement toward progression on gender representation that Disney demonstrates has been widely praised, if observed, however, the movie still contains gendered patterns in the portrayal of its characters. This problem is reflected on the reversal of the traditional gender roles between male and female characters. Using character analysis and Greimas' actantial model, this research explores these elements that are present in Maleficent as Sleeping Beauty' s modern adaptation. The study finds that this gender role reversal does not truly embrace the notion of equal gender representation, but it only leads to the male characters' suffering of negative representation that female characters traditionally sustain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rumiris, Evani Tama
"Mempertahankan kondisi tubuh dan wajah menjadi sebuah tuntutan sosial di masyarakat sehingga wanita bisa merasa lebih percaya diri. Kulit yang tetap kencang, elastis, dan tanpa kerutan merupakan dambaan setiap wanita yang sudah melewati usia tertentu. Citra ideal yang terus menerus dikonstruksi secara perlahan dapat menjadi standar budaya tentang kecantikan yang secara tidak sadar mempengaruhi pikiran wanita, yaitu keinginan untuk tetap awet muda. Berbagai fenomena tersebut semakin gencar dimanfaatkan oleh industri kosmetik untuk meningkatkan penjualan produknya, salah satunya melalui media iklan. Beberapa produsen yang menawarkan produk anti-penuaan melalui iklan adalah Nivea, Garnier, dan Reviderm. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana representasi wanita cantik dalam iklan produk anti-penuaan dan juga menelaah bentuk representasi awet muda yang menjadi identitas tertentu di masyarakat.

Many women nowadays always try to maintain the condition of her body and face that fit into social standard. Many of them believe that it makes them more confident. Tight, elastic and flawless skin is a dream of every women in certain age. This continuously constructed image slowly becoming cultural standard of beauty and affect women’s mind. The phenomena is intensively used by the cosmetics industry to increase sale of its products and one of them is with advertising media. Some manufacturers that offer anti-aging products are Nivea, Garnier, and Reviderm. This research discusses how the representation of beautiful women in anti-aging products advertising and also examines the anti-aging criteria that become certain identity in society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Diandra Kesya Thrienandya
"Media massa seperti televisi memiliki pengaruh dalam memberikan informasi mengenai berbagai hal, salah satunya adalah kecantikan. Di Korea Selatan, program televisi yang memiliki pandangan tentang kecantikan adalah Get It Beauty dan The Beauty. Kedua program televisi itu mempunyai tujuan yang sama, yaitu memberikan tutorial makeup dan tips kecantikan terhadap para penontonnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana program kecantikan Get It Beauty dan The Beauty menampilkan citra kecantikan perempuan Korea. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi kualitatif untuk memudahkan penulis menganalisis data penelitian. Hasil studi ini menunjukkan bahwa citra kecantikan perempuan Korea telah terpengaruh standar kecantikan Barat yang dapat dilihat pada program Get it Beauty. Akan tetapi, terdapat pandangan lain yang masih tetap mempertahankan kecantikan alami yang diajarkan para leluhur bangsa Korea dapat dilihat pada program The Beauty.
Mass media such as television has a role to provide information on various things, like beauty. In South Korea, television programs that have this role and views on beauty are Get it Beauty and The Beauty. These two television programs have the same goal, which are giving makeup tutorials and beauty tips to the audience. The problem in this study is how do Get it Beauty and The Beauty display Korean women`s beauty image. This study has a purpose which is to analyse how do Get it Beauty and The Beauty programs display the beauty image of Korean women. The author uses qualitative descriptive research with a qualitative content analysis method to conduct the author analysing the research. Based on the result, it is concluded that the Western has affected Korean women`s beauty image and this can be seen from Get it Beauty. However, some still maintain their natural beauty that was taught by the ancestors and this can be seen from The Beauty."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Campsie, Jane
"Reflective of today's lifestyle, this guide is written for the modern woman. Focusing on the link between inner health and outer beauty, Jane Campsie has consulted with prominent figures in many different fields, including nutrition, fitness and alternative health, to compile this guide. Based on the philosophy that "beauty comes from within", this easy-to-use manual offers useful advice on how to maximize one's beauty and well-being. Solutions are given on everything from combating the hazards of pollution to tips successfully managing stress, re-energizing exercises, nutritional advice and pampering home spa treatments. It includes practical information on the beauty basics, such as skincare, make-up application and finding a hair-care regime that suits the individual"
Sydney: Murdoch, 1997
646.72 CAM i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Maheswari Erli Putri
"Pada tahun 2020, Sephora meluncurkan kampanye The Unlimited Power of Beauty dalam tiga bentuk: film pendek, serial dokumenter, dan iklan cetak. Alih-alih menantang standar kecantikan tradisional, Sephora berupaya memberdayakan penonton melalui pola pikir bahwa setiap orang memiliki kekuatan kecantikan batin yang tidak terbatas. Berpandu studi sebelumnya tentang femvertising dan postfeminisme, menggunakan teori tata bahasa visual Kress dan van Leeuwen dan kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough, film pendek dan video dokumenter dianalisis untuk melihat bagaimana elemen visual dan auditori mereka disatukan untuk membentuk makna di dalam konteks feminisme interseksional. Meskipun elemen multimodal diimplementasikan secara koheren dengan teori tata bahasa visual dan sangat terhubung dengan setiap urutan, kampanye tersebut gagal untuk menyorot masalah feminisme interseksional dan malah memunculkan masalah sensibilitas postfeminisme. Hasil ini menunjukkan bahwa feminisme yang ditampilkan dalam kampanye ini adalah bentuk terapi individualisme yang didukung oleh neoliberalisme.

In 2020, Sephora launched The Unlimited Power of Beauty campaign in three forms: a short movie, a documentary series (docuseries), and printed advertisements. Instead of challenging traditional beauty standards, Sephora seeks to empower the audience through the mindset that everyone has the unlimited power of inner beauty. Guided by previous studies about femvertising and postfeminism, using Kress and van Leeuwen’s visual grammar theory and Norman Fairclough’s critical discourse analysis framework, the short movie and docuseries videos were analysed to see how their visual and auditory elements are put together to form a meaning within the context of intersectional feminism. Although the multimodal elements are implemented coherently to the visual grammar theory and strongly connected to each sequence, the campaign failed to address any intersectional feminism issues and instead posit an issue of postfeminism sensibility. This result suggests that the feminism shown in this campaign is a self-therapy endorsed by neoliberalism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Meina Rahmalah
"Skripsi ini membahas tentang kutukan yang terdapat di dalam film Sleeping Beauty (1959) dan Ella Enchanted (2004) yang dinilai memiliki kesamaan dengan opresi yang terjadi kepada perempuan dalam sistem patriarki, dengan secara spesifik melihat pandangan Betty Friedan dalam The Feminine Mystique (1974). Di samping itu, skripsi ini juga membahas mengenai ideologi gender yang terkandung di dalam kedua teks dengan melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua tokoh utama dalam meraih kebebasannya dari kutukan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kutukan yang menimpa kedua tokoh perempuan dalam Sleeping Beauty dan Ella Enchanted berlaku sama layaknya opresi yang terjadi terhadap perempuan dalam sistem patriarki. Selain itu, terdapat dualisme di dalam film Ella Enchanted. Di satu sisi, film ini memperlihatkan beberapa perubahan mendasar dari Sleeping Beauty produksi Disney yang masih kental dengan ideologi yang patriarkis. Namun, di sisi lain, masih terdapat banyak ambiguitas di dalam film ini yang pada akhirnya justru tetap memperlihatkan adanya suatu kesamaan ideologi gender dengan fairy tale milik Disney.

This study discusses the curse in Sleeping Beauty (1959) and Ella Enchanted (2004) that is believed to have a similarity to the oppression happens to women in a patriarchal system, by specifically referring to the Betty Friedan_s view in The Feminine Mystique (1974). Besides, this study also discusses about the gender ideology in those two films by observing the efforts done by both main characters in achieving their own freedom from the curse. The outcome of this research shows that the curse suffered by the two female main characters in Sleeping Beauty and Ella Enchanted is just the same with the oppression happens to women in a patriarchal system. However, there is a dualism in Ella Enchanted. On one hand, this film shows some basic changes from the patriarchal Sleeping Beauty produced by Disney. On the other hand, there are still a lot of ambiguities in Ella Enchanted, which in the end causing this movie to keep showing a similar gender ideology presents in Disney_s fairy tale."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S13675
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retsamona Delin
"Film adalah salah satu media yang mampu menggambarkan kondisi sosial, budaya, ekonomi, maupun politik masyarakat saat film itu dibuat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan gambaran perempuan dalam film tokoh utama Rapunzel di film Rapunzel Jerman dan Tangled Disney juga kaitannya dengan gambaran sesungguhnya perempuan di masa ini. Daur pahlawan oleh Jung menunjukkan bahwa kedua tokoh Rapunzel memiliki perbedaan penggambaran sifat serta karakter di bagian awalnya, tetapi menunjukkan kesamaan semangat bahwa perempuan harus berani menunjukkan eksistensinya kepada dirinya sendiri. Gambaran ini sesuai dengan teori Laura Mulvey yang menginginkan perempuan digambarkan memiliki pengaruh atas dirinya sendiri dan terlepas dari gambaran yang dikonstruksikan budaya patriarki.

Film is a media which is able to describe the social, cultural, economic, and political state of society when the film was made. This study aimed to compare the depiction of women in character Rapunzel in the movie Disney Tangled and Germany Rapunzel and its relation with the real depiction of women in this period. The Heroes Journey by Jung showed that the two Rapunzel figures have different depictions and characters at the beginning, but showed the same spirit that the woman should dare to show their existence to herself. This description is consistent with the theory of Laura Mulvey which described women should be pictured as having influence with herself out of the picture constructed by patriarchal culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Eka Putri Eliandy
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengalaman perempuan bernama Wina, Sari, Dina, dan Lisa, sebagai perempuan yang terlibat dalam kejahatan korupsi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat konteks sosial pelanggaran perempuan yang dipengaruhi oleh dominasi laki-laki di ruang private dan ruang publik, yang dapat menyebabkan perempuan mengalami kriminalisasi sebagai koruptor. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan perspektif feminis kriminologi (Feminis Sosialis dan Hukum Feminis), dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus feminis yang berfokus pada pengalaman perempuan. Peneltian ini menemukan bahwa perempuan terlibat dalam kejahatan korupsi disebabkan oleh hubungan yang menindas dengan memanfaatkan jabatan strategis perempuan dalam pekerjaannya dan menyebabkan perempuan mengalami kriminalisasi oleh sistem peradilan pidana.

ABSTRACT
This thesis discusses the experience of women named Wina, Sari, Dina, and Lisa, as women who involved in corruption. This study was done to see the social contextualization of women’s offend, which are affected by male dominance in the private sphere and public sphere, it causes women to experience criminalization as corruptors. This study was authored by using feminist perspective in criminology (socialist feminist and feminist law), and used qualitative approach to the type of feminist case study that focuses on the experiences of women. This study found that women who involved in corruption caused by oppressive relationships which utilizing the women’s strategic positions in their jobs and leadswomen to experience criminalization as corruptors by criminal justice system."
2016
S63268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>