Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135528 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrie Kafa Adinus
"Overreaction merupakan fenomena menarik yang terjadi di pasar modal, khususnya pasar saham. Pembuktian terjadinya overreaction ini menjadi tantangan bagi hipotesis efisiensi pasar modal (efficient market hypothesis) atau EMH yang diperkenalkan oleh Eugene Fama pada tahun 1970. Efisiensi bentuk lemah (weak-form efficiency) mengatakan bahwa data historis seperti harga saham masa lalu tidak dapat digunakan untuk menghasilkan profit yang signifikan. Hasil empiris penelitian overraction membantah hipotesis ini. Penelitian overreaction di pasar modal pertama kali dipelopori oleh Werner F. M. DeBondt dan Richard Thaler pada tahun 1985 yang meneliti perilaku pasar modal Amerika. Penelitian ini membuktikan bahwa harga saham historis dapat digunakan untuk menghasilkan profit dalam berinvestasi saham di pasar modal. Penelitian pada pasar modal Amerika memberikan bukti bahwa saham-saham yang memiliki tingkat pengembalian rendah (saham-saham loser) memiliki kinerja yang lebih tinggi di masa depan bila dibandingkan dengan saham-saham yang memiliki tingkat pengembalian tinggi (sahamsaham winner). Akibatnya, investor dapat memanfaatkan anomali ini dengan membeli saham-saham loser dan menjual saham-saham winner untuk memperoleh profit yang maksimal. Strategi investasi ini dikenal dengan sebutan strategi kontrarian.
Beberapa penelitian mengenai overreaction kemudian berkembang di negaranegara lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gejala overreaction juga terjadi pada pasar modal di Indonesia, khusunya di Bursa Efek Jakarta. Sebab, kalau fenomena ini terjadi, maka berarti para investor yang 'bermain' saham di BEJ dapat melakukan strategi kontrarian untuk meraih profit yang sebesar-besarnya, sekaligus memperbesar kritik kepada teori EMH.
Penelitian ini rnenggunakan rnetode yang digunakan oleh DeBondt dan Thaler. Bedanya, data yang digunakan merupakan data harian, bukan data bulanan seperti yang digunakan DeBondt dan Thaler. Periode replikasi yang digunakan juga lebih singkat, yaitu tiga bulanan dan satu tahunan. Selain itu, saham yang diteliti hanya terbatas pada saham-saham perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi, khususnya industri makanan dan minuman, rokok dan farmasi. Diharapkan, dengan menggunakan data harian dalam rentang waktu pendek (short horizon), dan pembatasan pada saham industri tertentu, fenomena overreaction dapat dilihat secara mikro.
Hasil akhir dari penelitian ini rnenunjukkan bahwa pada kurun waktu 2001 sampai 2003, belum terlihat adanya gejala overreaction di BEJ, khususnya di sektor barang konsurnsi. Kondisi yang mendekati hipotesis overreaction hanya terjadi pada sebagian kecil replikasi sehingga tidak menunjukkan adanya konsistensi di sepanjang periode penelitian dan memiliki tingkat signifikansi yang rendah. Hal lain yang dapat diamati adalah bahwa hasil penelitian dengan replikasi satu tahunan cenderung lebih mendekati hipotesis overreaction dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan replikasi tiga bulanan. Berarti untuk sementara dapat disimpulkan bahwa gejala overreaction dapat diperjelas dengan rnemperpanjang periode replikasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan bahwa para investor belum dapat melakukan strategi kontrarian, khususnya pada saham-saham industri barang konsumsi di BEJ. Hasil ini kemungkinan dapat disempurnakan dengan menggunakan metode lain, seperti yang dipakai oleh Conrad-Kaul, Boebel-Carson, ataupun Agus Sartono."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katoppo, Intansari Abdams
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin melihat seberapa jauh peristiwa peledakan bom yang merupakan risiko sosial politik berpengaruh pada abnormal return dan volume aktifitas perdagangan saham untuk saham-saham unggulan yang masuk dalam indeks LQ45 di BEJ. Dua tragedi besar yang gemanya menjadi sorotan dunia intemasional yaitu peristiwa peledakan born di gedung BEJ pada tangga113 September 2000_dan born Bali tanggal 12 Oktober 2002.
Untuk rnenguji pengaruh peristiwa-peristiwa tersebut pada abnormal return dan
volume akti'fitas, maka digunakan metode event study. Metode ini juga dapat digunakan
untuk menguji efisiensi pasar modal, yaitu mengukur besarnya darnpak suatu peristiwa
dengan menilai kecepatan reaksi harga saham terhadap peristiwa yang bersangkutan.
Semakin efisien suatu pasar modal, maka akan semakin cepat informasi diserap dan
terefleksikan pada harga saham.
Hasil uji signifikansi abnormal return selama periode kejadian peristiwa peledakan
born di gedung BEJ (t-10 hingga t+ 1 0) rnemperlihatkan adanya abnormal return yang
signifikan bagi para pemegang saham untuk delapan hari bursa, yaitu t-10, t-2, t-1, tO
t+1, t+2, dan t+8. Abnormal return pada saat tO merupakan abnormal return yang negatif.
Sedangkan abnormal return pada t+2 merupakan abnormal return yang positif.
Munculnya abnormal return negatif pada tO dan t+ 1 rnenunjuk:kan adanya respon negatif
dari bahwa investor terhadap peristiwa peledakan born Gedung Bursa Efek Jakarta. Nilai
Cumulative Average Abnormal Return (CAAR) ditemukan bernilai negatif sejak t-1
hingga t+ 10. hal ini mengindikasikan adanya penurunan laba dari saham-saham LQ45 dan
penurunan tingkat kekayaan investor.
Rata-rata abnormal return antara sebelum dan setelah peristiwa peledakan born di
gedung BEJ temyata ditemukan tidak ada perbedaan. Demikian pula halnya dengan total
volume aktivitas, dimana hasil uji statistik terhadap rata-rata Trading Volume Analysis
{TV A) sebelum dan rata-rata TV A sesudah rnenunjukkan tidak ada perbedaan TV A antara
sebelum peristiwa peledakan dengan setelah peristiwa tersebut. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya kebijakan Bapepam dan BEJ untuk rnenutup perdagangan setelah peristiwa
peledakan born BEJ sehingga investor tidak rnelakukan aksi jual yang berlebihan dalam
mengantisipasi peristiwa tersebut.
Hasil uji signifikansi abnormal return selama periode kejadian peristiwapeledakan
born di Bali rnenunjukkan adanya delapan hari bursa yang rnenghasilkan abnormal return
yang signifikan bagi para pemegang saham, yaitu t-9, t-8, t-5, t-2, t-1, tO, t+1, dan t+4.
Abnormal return pada tO rnerupakan abnormal return yang negatif, sedangkan hari setelah
tO, yaitu t+ 1 dan t+4, rnerupakan abnormal return yang positif. Nilai CAAR adalah negatif
sejak t-10 hingga t+4. Namun, kernudian terjadi peningkatan laba yang ditunjukkan oleh
CAAR yang bernilai positif hingga t+ 10. Hal ini rnenunjukkan tidak ada pengaruh yang
besar dari tragedi born Bali terhadap kinerja saham-saham LQ45.
Hasil uji statistik terhadap rata-rata abnormal return sebelum dan rata-rata abnormal return sesudah peristiwa peledakan born di Bali rnenunjukkan bahwa rata-rata abnormal return antara sebelum peristiwa peledakan adalah sama dengan setelah peristiwatersebut. Sedangkan hasil uji statistik terhadap rata-rata TV A sebelum dan rata-rata TV A sesudah peristiwa peledakan born di Bali rnenunjukkan tidak adanya perbedaan rata-rata TVA antara sebelum dengan setelah peristiwa tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena selain pernerintah rnenghirnbau agar investor tetap tenang dan tidak meninggalkan Indonesia, pemerintah juga berkomitmen kuat untuk rnernberantas rnasalah terorisme tersebut.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa BEJ merupakan pasar modal tidak efisien
bentuk setengah kuat. BEJ bukan merupakan pasar modal efisien karena investor mampu
memperoleh abnormal return, dan merupakan pasar efisien bentuk setengah kuat karena
adanya informasi publik yang mempengaruhi harga saham serta cepat direspon oleh
investor.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Priotomo
"Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh De Bondt dan Thaler (1985) dengan menggunakan data pasar modal Amerika Serikat (NYSE), telah menemukan suatu anomali baru yang bertentanggan dengan teori pasar efisiensi yang dikenal fenomena reaksi yang berlebihan (overreaction phenomenon). De Bondt dan Thaler menemukan bahwa saham­ saham yang menunjukkan tingkat pengembalian ekstrim positif (winner) atau negatif (loser) selama suatu periode akan mengalami pembalikan tingkat pengembalian (return) pada periode berikutnya atau return dari saham loser akan mengungguli saham winner.
Pada penelitian ini, penulis akan mencoba mengamati apakah keberadaan anomali overreaction terdapat di Bursa Efek Jakarta khususnya pada sektor industri tekstil, perdagangan besar produksi, dan perdagangan eceran selama tahun 200 I sampai dengan tahun 2003 serta melihat apakah anomali overreaction yang terdapat di BEJ merniliki ciri-ciri yang sama dengan anomali overreaction yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya oleh De Bondt-Thaler.
Penelitian ini menggunakan data return saham yang terdapat pada industri tekstil, perdagangan besar produksi, dan perdagangan eceran sesuai dengan periode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yang sama digunakan oleh De Bondt-Thaler yaitu menggunakan perhitungan saham-saham winner dan loser yaitu dengan menggunakan metode market adjusted excess returns dimana Oit - Rjt - Rmt, dimana winner dan loser portfolio dibentuk berdasarkan penerimaan return yang berlebihan dimasa lampau. Dengan membagi periode penelitian menjadi dua yaitu periode tiga bulanan dan periode tahunan untuk setiap periode pembentukan portofolio dan periode observasi portofolio. Proses selanjutnya adalah menguji tingkat pengembalian yang diamati dengan uji signifikansi t­student.
Berdasarkan pada perhitungan yang diperoleh, dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan periode tiga bulanan anomali overreaction tidak terjadi. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya hipotesis dari overreaction, dimana anomali overreaction terjadi apabila ACAR loser > 0 dan ACAR winner< 0, serta ACAR loser - ACAR winner>0, sedangkan berdasarkan perhitungan yang didapat pada akhir periode atau bulan ke-3 dari rata-rata replika pada akhir bulan ke-3 atau periode replika yang ada, nilai ACAR loser sebesar -0.07474 dan ACAR winner sebesar 0.022299, serta ACAR loser- ACAR winner sebesar -0.09704, dengan tingkat signifikasi setiap bulan atas nilai dan nilai selisih CAR loser dan winner dari seluruh replika yang ada yang sangat rendah dibawah nilai t-tabelnya sehingga pada periode ini anomali overreaction tidak tetjadi.
Lain halnya dengan basil perhitungan yang menggunakan periode penelitian tahunan, gejala overreaction terlihat atau terjadi secara keseluruhan dalam seluruh periode dari replika yang ada. Dimana secara rata­ rata selama tahun 200 I sampai dengan 2003 ACAR winner < 0 untuk seluruh periode atau bulan pada periode penelitian, dengan ACAR winner pada akhir periode replika (bulan ke-12 atau bulan Desember) sebesar -0.09947 atau -9,947% dan ACAR loser > 0 dengan nilai ACAR loser pada akhir periode replika sebesar 0.710259 atau 71,0259%, serta nilai ACAR loser - ACAR winner > 0 dengan nilai Selisih ACAR loser dan winner pada akhir periode sebesar 0.809733 atau 80,9733% dengan tingkat signifikasi atas selisih CAR loser dan winner yang ada sangat signifikan sebesar 8.29438 pada akhir periode replika yaitu pada bulan ke-12 atau bulan Desember, diatas nilai t-tabel dengan taraf nyata 10% sebesar 3.077685.
Maka hasil dari perhitungan dari dua rata-rata replika tersebut memenuhi hipotesis dari overreaction tetapi hanya pada hipotesis ketiga saja, dimana untuk hipotesis pertama dan kedua walaupun nilai ACAR winner< 0 dan ACAR loser> 0 tetapi tingkat signifikasinya dibawah nilai critical value-nya yaitu pada akhir tahun dengan tingkat signifikasi 10% tingkat signifikasi loser hanya sebesar 1.6792 < dari critical value-nya sebesar 1.886 dan signifikasi winner sebesar -0.1911 < dari critical value-nya sebesar -1.886, sehingga pada periode penelitian tahunan pun anomali overreaction tidak terjadi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Nirma Amurwanti
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S26404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pondra Nala Permana
"Seiring dengan berkembangnya investasi di pasar modal khususnya di Bursa Efek Jakarta, informasi mengenai arah pergerakan harga-harga saham menjadi sesuatu yang sangat diminati oleh investor. Dengan mengetahui informasi tersebut investor dapat memutuskan kapan saat yang tepat dalam melakukan transaksi saham. Banyak ditemukan baik investor maupun manajer investasi mencoba melakukan peramalan arah pergerakan harga-harga saham dengan beberapa metode seperti analisis fundamental maupun teknikal. Namun menurut konsep Efficient Market Hypothesis (EMH) apabila pasar efisien maka sulit bagi investor dalam menentukan arah pergerakan harga saham karena harga saham berjalan acak (random walk). Walaupun hipotesis tersebut masih menjadi salah satu acuan bagi pelaku pasar, namun hingga kini pertentangan akan konsep tersebut masih ramai diperdebatkan oleh para peneliti yang menemukan adanya anomali-anomali di pasar modal.
Salah satu anomali atau geja!a yang cukup populer ialah anomali overreaction yang ditemukan oleh penelitian De Bondt dan Thaler (1985). Berdasarkan penelitian yang menggunakan data pasar modal Amerika Serikat (NYSE), mereka menemukan suatu anomali baru yang bertentangan dengan teori pasar efisiensi yang dikenal fenomena reaksi yang berlebihan (overreaction phenomenon). De Bondt dan Thaler menemukan bahwa saham-saham yang menunjukkan tingkat pengembalian ekstrim positif (winner) atau negatif (loser) selama suatu periode akan mengalami pembalikan tingkat pengembalian (return) pada periode berikutnya atau return dari saham loser akan mengungguli saham winner.
Berdasarkan hal tersebut, penulis akan mencoba mengamati apakah keberadaan anomali overreaction terdapat di Bursa Efek Jakarta khususnya pada saham-saham yang tergabung dalam perhitungan indeks LQ 45 selama tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 serta melihat apakah anomali overreaction yang terdapat di BEJ memiliki ciri-ciri yang sama dengan anomali overreaction yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya oleh De Bandt-Thaler.
Penelitian ini menggunakan data return saham yang terdapat pada indeks LQ 45 sesuai dengan periode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan saham-saham winner dan loser yaitu dengan menggunakan metode market adjusted excess returns dimana Ujt - Rjt - Rmt, dimana winner dan loser portofolio dibentuk berdasarkan penerimaan return yang berlebihan dimasa lampau. Penulis membagi periode penelitian menjadi tiga yaitu periode tiga bulanan, enam bulanan dan periode tahunan untuk setiap periode pembentukan portofolio dan periode observasi portofolio. Kemudian untuk membuktikan apakah teijadi gejala overreaction, penulis, penguji tingkat pengembalian yang diamati dengan uji signifaksi t-student.
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh, dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan periode tiga bulanan menunjukan beberapa kali teijadi gejala overreaction. Berdasarkan pengamatan penulis gejala overreaction tersebut terjadi pada observasi periode bulan ke tiga. Walaupun faktanya demikian, uji signifikansi gejala overreaction pada ACAR winner< 0, ACAR loser> 0 dan selisih ACAR loser winner > 0 tidak terbukti secara statistik dan tingkat konsistensi anomali overreaction sangat rendah.
Pengamatan pada replikasi periode enam bulanan pun mendapatkan hasil yang relatif sama dengan periode replikasi 3 bulanan dimana terdapat beberapa kali gejala overreaction namun dengan tingkat konsistensi yang rendah. Beberapa gejala overreaction yang terjadi kemudian dilakukan uji statistik pada seluruh ACAR winner, ACAR loser dan nilai selisih ACAR loser winner yang menunjukan nilai dihitung 0.553 (bulan 1), 0,07723 (bulan 3) dan 0.338 (bulan 4) tidak masuk dalam area penerimaan altematif hipotesis sehingga overreaction tidak terjadi pada penelitian periode replikasi enam bulanan.
Observasi dilanjutkan pada replikasi tahunan yang juga ditemukan beberapa gejala overreaction. Pada periode observasi ini terbukti apa yang dikemukakan De Bondt dan Thaler bahwa efek dari overreaction sangat berpengaruh pada portofolio loser. Hal ini tergambar dalam grafik pergerakan ACAR periode tahunan yang menunjukan lonjakan pembalikan arah yang ekstrim pada ACAR loser. Observasi ini pun memiliki tingkat konsistensi gejala overreaction yang relatif tinggi. Namun hasil pengujian statistik pada nilai ACAR winner, ACAR loser dan ACAR loser winner pada periode obseryasi ini masih memiliki t-hitung yang tidak masuk ke dalam tingkat signifikansi uji statistik sehingga gejala overreaction tidak terbukti.
Dengan tidak terjadinya anomali overreaction pada penelitian ini khususnya pada saham-saham LQ 45, maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal di Indonesia memiliki bentuk pasar yang efisien.
Walaupun ditemukan beberapa kali gejala overreaction dalam penelitian ini, strategi kontrarian belum dapat sepenuhnya dilakukan untuk mendapatkan abnormal return. Hal ini disebabkan tingkat konsistensi gejala overreaction pada penelitian ini sangat rendah sehingga sulit bagi investor dalam memprediksi kapan saat yang tepat menentukan pembelian atau penjualan portofolio winner-loser."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Agus Nugroho
"ABSTRAK
Dari berbagai sertifikat yang telah diterbitkan oleh
Danareksa ada kecenderungan ketentuan pengelolaan yang
monoton pad satu jenis sertifikat. Hal ini dapat dilihat
pada sertifikat saham, Sertifìkat Dana Unit Umum, dan
sertifikat Dana Unit Pendapatan. Keadaan ini kurang begitu
rnenguntungkan karena bila kemudian hari ditemukan adanya
kelemahan dalam ketentuan pengelolaan tersebut,maka kebu
tuhan koreksinya terlalu berat,Jadi meskipun pendukung
suatu jenis sertifikat itu sama, sebaiknya ketentuan
pengelolaannya dibuat berbeda. Dengan demikian dapat menun
jukan ciri khas masing?masing penerbitan sertifikat.
Meskipun Danareksa sebagai Badan usaha Milik Negara yang
dibebani dengan misi-miSi tertentu, tidak brerarti dalam
operasinya tidak boleh memikirkan keuntungan buat dirinya
demi kelangsungan hidupnya perusahaan.Hal ini terlihat
pada penerbitan sertifikat saham, Sertifikat Dana Unit Umum
dan sertifikat Dana Unit Pendapatan I,II,III. Dimana tidak
ada pembebanan management fee sebagaimana lazimnya pener
bitan mutual fund. Dengan demikian dapat dipertanyakan
darimana pengelola dana membiayai operasi pengelolaan ser
tifikat untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Hal ini dapat terjadi dan tidak begitu dirasakan oleh Danareksa karena belum terpisahnya pengelolaan sertifikat dengan kegiatan Danareksa lainnya secara tuntas.
Pada saat ini penerbitan sertifikat belum ada saingannya di bidang yang sejenis. Hanya saja pesaing tidak langsung yang berupa deposito dan tabungan perbankan punya pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan sertifikat danareksa.
Dengan adanya ketentuan diperbolehkannya pembentukan reksadana yang mengelola sejenis mutual fund, maka hal ini merupakan alternatif pilihan yang menarik bagi investor. Oleh karena itu patut dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh faktor persaingan ini apabila Danareksa akan menerbitkan sertifikat baru atau membentuk reksadana diwaktu waktu yang akan datang karena selama ini dalam penerbitan sertifikat, Danareksa sudah terbiasa tanpa adanya persaingan pada bidang yang sejenis.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Fadhlurrahmansyah
"Pertumbuhan tingkat partisipasi pada pasar produk keuangan di Indonesia saat ini semakin pesat dan dapat membantu perkembangan ekonomi negara. Pandemi COVID-19 yang telah melanda seluruh dunia telah mempengaruhi pasar saham, bahkan dapat diklasifikasikan sebagai kehancuran pasar saham. Walaupun demikian, Otoritas Jasa Keuangan menyatakan adanya peningkatan partisipasi investor individu terutama pada generasi muda. Maka dari itu, penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi niat investasi generasi Z di pasar saham Indonesia selama pandemi COVID-19 di Pulau Jawa, Indonesia. Peneliti menggunakan Theory Planned Behavior (TPB) dalam mengembangkan hipotesis, yang terdiri dari variabel sikap, norma subjektif, dan keyakinan pengetahuan keuangan sebagai pengganti variabel control perilaku. Penelitian ini menambahkan dua faktor tambahan yang diambil dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu ciri-ciri kepribadian investor dan pengetahuan keuangan sebagai pengembangan dari teori TPB. Metode Partial Least Aquare – Structural Equation Model (PLS-SEM) digunakan untuk menganalisis model dan hubungan antara variabel pada penelitian ini dengan menggunakan perangkat lunak SmartPLS 3.0 dan IBM SPSS 25. Sample pada penelitian ini terdiri dari 323 individu yang berusia antara 17-24 tahun (generasi Z), berdomisili di Pulau Jawa, dan belum pernah berinvestasi di pasar saham untuk menghindarkan bias. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa seluruh variabel dalam teori TPB yaitu variabel sikap, norma subjektif, dan keyakinan mengeloala keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap niat investasi. Hal ini juga berlaku pada dua tambahan variable yaitu ciri-ciri kepribadian investor dan yang juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap niat investasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel sikap memiliki hubungan partial mediation antara hubungan pengetahuan keuangan dan niat investasi. Kemudian, variabel keyakinan mengelola keuangan juga berperan sebagai partial mediation dan tidak memoderasi hubungan antara variabel ciri-ciri kepribadian investor dan niat investasi. Sebagai kesimpulan, penelitian menunjukan bahwa niat investasi individu pada generasi Z di pulau Jawa dapat dijelaskan dengan variabel-variabel yang ada dalam penelitian.

The growth of participation rate in the financial market in Indonesia is now increasing rapidly and support the country's economic development. The pandemic COVID-19 that hit the world has affected the stock market and classified as a stock market crash. Nevertheless, the Financial Service Authority of Indonesia (OJK) stated that there is a significant increase in the participation of individual investors, especially in the younger generation. Therefore, this research focuses on factors that influence the investment intentions of generation Z in the Indonesian stock market during the COVID-19 pandemic in Java Island, Indonesia. Researchers used Theory Planned Behavior (TPB) in developing hypotheses, consisting of attitude, subjective norms, and financial self-efficacy variable as substitutes of perceived behavioral control. This research also added two additional factors taken from previous studies which is prospective investor's personality traits and financial knowledge as an extending of TPB theory, The Partial Least Square – Structural Equation Model (PLS-SEM) method was used to analyze the model and the relationship between variables using SmartPLS 3.0 software to conduct the main test and IBM SPSS 25 as software to test the validity and reliability of pre- tests. The sample in this research consisted of 323 individuals aged between 17-24 years (generation Z), domiciled in Java Island, and had never invested in the stock market in purpose of avoiding bias. The results of this study show that all variables in TPB theory namely attitude, subjective norms, and financial self-efficacy have a significant and positively influence investment intention. This research also applies two additional variables, personality traits and financial knowledge that also have a positive and significant influence on investment intention. This research also found that attitude become a partial mediation variable between the relationship of financial knowledge and investment intention. Moreover, financial self-efficacy also serves as partial mediation but no moderates the relationship between personality traits and investment intention. This research indicates that the intention of individual investment in generation Z in Java Island can be explained by the variables contained in the research."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rizal Purnama
"Untuk meningkatkan tingkat return dalam portofolio investasi syariah dibutuhkan informasi tentang efisiensi pasar saham syariah di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pasar saham syariah dikatakan efisien jika pergerakan harga saham syariah di pasar tersebut bergerak secara random. Dari titik tolak ini, peneliti menguji efisiensi bentuk lemah pada pasar saham syariah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian koefisien korelasi terhadap saham syariah, indeks JII dan indeks IHSG untuk melihat hubungan antara harga saham atau indeks hari ini dengan hari kemarin dengan menggunakan lag 1 hari.
Hasil pengujian yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa terdapat beberapa jenis saham yang pergerakan harganya bersifat random dan terdapat beberapa jenis saham yang pergerakan harganya tidak bersifat random. Tetapi secara keseluruhan pasar saham syariah efisien. Pasar saham syariah tidak memiliki korelasi yang signifikan, sehingga pergerakan harga sagam syariah secara keseluruhan yang diwakili oelh indeks JII bersifat random. Berbeda dengan indeks IHSG yang memiliki hubungan korelasi yang nyata berbeda dengan nol pada level 1%, karenanya pasar saham secara keseluruhan di BEJ yang diwakili oleh indeks IHSG tidak efisien.

The information of market efficiency in Sharia market index in Jakarta Stock Exchange is needed for increasing return in Sharia portofolio investment. In an efficient market the movement of stock price is random. In this regard the researcher intend to conduct a weak form efficiency test for Sharia share including to the Jakarta Islamic Index (JII) and the Jakarta Islamic Index as a whole is also observe. The result from the observation ont the JII will be compare with the test on the Composite Index (IHSG). The correlation coefficient will be observed on the Sharia share and Jakarta Islamic index to realize the correlation between stock price today and its price on yesterday movement with 1 lag day.
The result of the test indicates that some of the share categorized as Sharia share could prove to be random and the others not to be random. The comparison of the result of JII and IHSG found that the IHSG have correlation coefficient in the 1% level of confident that indicates JII is an efficient market.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Ariston
"Investasi dalam bentuk saham di Bursa Efek Jakarta saat ini telah menjadi salah satu alternatif investasi. Penulis mencoba melihat sampai sejauh mana analisa rasio dari laporan keuangan perusahaan dapat membantu pengambilan keputusan. Penulis melakukan analisa rasio laporan keuangan dari lima perusahaan pakan ternak untuk tahun 1990, 1991, dan 1992. Penulis menggunakan alat Bantu Analytic Hierarchy Process dalam penilaian akhir prestasi perusahaan. Penulis menggunakan skenario untuk menguji tingkat kehandalan analisa tersebut. Penulis menggunakan 19 analisa rasio keuangan untuk masingmasing tahun pada setiap perusahaan. Hasil penelitian dari analisa rasio laporan keuangan menunjukkan bahwa analisa rasio dari laporan keuangan ternyata memberikan arah yang benar dalam pengambilan keputusan investasi. Hasil penelitian dengan skenario menunjukkan tingkat pengembalian sebesar 252,20% sementara rata-rata pengembalian investasi saham pada periode yang sama sebesar 150%. Penulis menyimpulkan bahwa analisa rasio dari laporan keuangan memberikan arah yang benar dalam pengambilan keputusan investasi. Menggunakan laporan keuangan perusahaan untuk tiga tahun terakhir dapat lebih mencerminkan prestasi perusahaan. Penulis menyarankan kepada sidang pembaca untuk mencoba menerapkan cara ini pada jenis perusahaan lain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S19116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Dwi Lestari
"Jumlah investor saham di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2022 investor didominasi oleh kelompok generasi milenial. Prinsip dasar ekonomi klasik menganggap bahwa keputusan investasi terbentuk secara rasional, namun teori perilaku keuangan menganggap terdapat bias psikologi yang dapat memengaruhi keputusan keuangan individu. Herding behavior merupakan salah satu bias psikologis dimana investor mengikuti perilaku investor lain walaupun mereka memiliki informasi pribadi. Walaupun begitu, faktor kognitif yang didasari tingkat literasi keuangan yang memadai dapat membuat keputusan keuangan individu lebih berhati-hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara literasi keuangan dan herding behavior. Pengukuran literasi keuangan menggunakan alat ukur literasi keuangan yang dikembangkan oleh Chen dan Volpe (1998) yang telah dimodifikasi dan diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Irwan (2019). Herding behavior diukur menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Phan dan Zhou (2014) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Putri (2019). Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara online melalui media sosial. Penelitian berhasil menghimpun 159 partisipan dan menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan signifikan antara Literasi Keuangan dan Herding Behavior pada investor generasi milenial, Chi2(4, n = 159) = 17.156, p < .05, dengan medium effect size (V = 0,232).

The number of stock investors in Indonesia has been increasing from year to year which in 2022 investors are being dominated by Millennial Generation. The basic principles of classical economics assumed that investment decisions are formed rationally, however, behavioural financial theory argued that there are psychological biases that can influence financial decisions. Herding behavior is a psychological bias in which investors follow the behavior of others investors regardless their personal information. Neverthless, cognitive factors which is based on an adequate level of financial literacy can make financial decisions more careful. This study aims to determine the relationship between financial literacy and herding behavior. Measurement of financial literacy was using a Financial Literacy measurement developed by Chen and Volpe (1998) which has been modified and adapted to Indonesian by Irwan (2019). Herding behavior measurement was using a measurement developed by Phan and Zhou (2014) which has been adapted to Indonesian by Putri (2019). Data collection carried out by distributing online questionnaires through social media. The study gathered 159 participants and the result showed that there is a significant relationship between Financial Literacy and Herding Behavior among millennial generation investors, Chi2(4, n = 159) = 17.156, p < .05, with medium effect size (V = 0,232)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>