Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153979 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pratiwi Kartika
"Otonomi sudah berlangsung tiga tahun tetapi dampaknya belum terasa. Tulisan ini menganalisa sektor industri mana yang berpotensi untuk dikembangkan di masing-masing daerah, guna mengetahul apa yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai tujuan otonomi daerah. Analisa ini menggunakan output dan income multiplier yang didapat dan data IRIO 1995. Nilai multiplier yang didapat menggambarkan keunggulan sektor-sektor di setiap daerah. Dari hasil terlihat, masih banyak daerah yang belum berkembang ternyata memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Pengembangan industri di daerah-daerah penting sekali untuk meningkatkan kesejahteraan daerah yang pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan nasional. Pengembangan industri tersebut sebaiknya diarahkan ke sektor unggulan. Pengembangan industri daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi di awal pelaksanaan otonomi daerah peran pemerintah pusat sangat diperlukan,"
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictus Raksaka Mahi
"Paper ini hendak membahas proses implementasi yang benar dari UU No. 34/2000 sehingga tidak menimbulkan distorsi bagi masyarakat dan perekonomian. Selain itu, pembahasan juga mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya PAD (Pendapatan Ash Daerah) seperti kemampuan manajemen pemungutan pajak dan retribusi daerahnya, faktor-faktor apa saja yang perlu diperhitungkan dalam pemungutan PAD, dan peran pertumbuhan bagi peningkatan PAD di daerah.
Beberapa temuan dalam studi ini berkaitan dengan PAD dan pemungutan pajak daerah pada tingkat kahupaten/kota adalah bahwa peran dari PAD dalam pembiayaan publik di daerah cenderung berkurang. Selain itu dari hasil perhitungan elastisitas pajak antar daerah ditemukan bahwa jenis-jenis pajak daerah saat ini memiliki basis pajak yang kurang sensitif terhadap perkembangan perekonomian. Pemungutan pajak di daerah juga cenderung belum optimal, hanya ada beberapa jenis pajak yang pemungutannya sudah baik, hal ini terjadi karena kemudahan pengelolaan jenis pajak tersebut. Berkaitan dengan banyaknya kritikan dan keluhan terhadap pemungutan pajak daerah yang mengganggu iklim usaha, hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman pemerintah daerah dalam implementasi kriteria-kriteria pemungulan pajak pada UU No. 34/2000.
Saran dan kebijakan utama bagi permasalahan ini adalah diperlukan daftar detil pajak yang BOLEHdipungut daerah, bukan hanya kriteria umum saja; serta perbaikan sistem pengawasan penerbitan perda pungutan di daerah, dengan sanksi yang memadai. Selain itu, diperlukan juga optimalisasi pajak lokal melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan lokal. "
2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurkholis
"Regional autonomy program is the form of fiscal decentralization policy in Indonesia, legally started with the law of Regional Government No.22/1999 about de-concentration azas, which imply power or authority sharing and No.25/1999 about decentralization, which imply financial sharing between central and regional government. Financial sharing is tax and natural resources sharing revenue. This financial sharing type can widen fiscal gap between regions. As the solution, the central government gives block grants.
Interregional Input-Output (IRIO) model can be used to analyze the impact of fiscal decentralization policy on sectoral and regional linkages, multipliers, growth, equalization, and efficiency of the regional economy. The analysis use shock variables of inter-governmental transfer including tax sharing revenue, natural resources revenue and block grants. They are treated as an exogenous variable package by regional government expenditure. The expenditures are in the form of investment and consumption based on IRIO model to analyze the optimality of policy variation.
The analysis shows that the optimality of growth, equalization, and economic efficiency will be reached if the allocation of inter-governmental transfer is exactly the same as the potency and linkages between sectors and regions. We find the current formulation of intergovernmental transfer by central government, potent to increase regional disparity. Central government should reformulate division of inter-governmental transfer to avoid fiscal decentralization to be contra productive policy."
2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tridoyo Kusumastanto
Bogor: IPB, 2002
338.92 Kus o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Arifin
"Kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Kalimantan Timur pada khususnya merupakan salah satu permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Kesenjangan yang terjadi tersebut disamping merupakan warisan sejarah, juga diakibatkan oleh sistim pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini yang lebih bersifat sektoral, sentralistik dan kurang memperhatikan wilayah. Kurangnya percepatan pembangunan diwilayah tersebut diidentifikasi karena kurangnya modal atau investasi sebagai akibat adanya kegagalan pasar dan sekaligus kegagalan pemerintah.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Pusat mengupayakan percepatan pembangunan melalui pendekatan kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat melalui percepatan dan maksimalisasi perturnbuhan ekonomi.
Secara garis besar ada tiga hat yang ditawarkan dalam kebijakan KAPET, yakni : (a) keterpaduan perencanaan dan program antar sektor dan antara sektor pemerintah dan sektor swasta; (b) keterpaduan dalam pelayanan perijinan; dan (c) keterpaduan dalam pemberian insentif-insentif khusus kepada wilayah yang dikembangkan.
Mengingat bahwa kebijakan KAPET SASAMBA telah berjalan Iebih dari dua tahun, tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik, maka perlu dikaji kembali kebijakan KAPET tersebut, apakah masih cukup efektif dan relevan diterapkan untuk Propinsi Kalimantan Timur. Apalagi dengan telah disyahkannya UU Otonomi Daerah yang akan berlaku efektif tahun 2001, maka kajian tersebut sangat diperlukan. Analisis yang dilakukan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua hal, yaltu analisis perencanaan regional dan analisis kebijakan publik.
Dari analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dipandang dari sisi perencanaan, konsep KAPET cukup baik bagi pengembangan suatu wilayah, walaupun dengan catatan-catatan. Apabila dipandang dari aplikabilitas kebijakan, konsep KAPET masih perlu deregulasi, agar kebijakan tersebut cukup efektif dilaksanakan, baik dari sudut keterpaduan insentif terhadap wilayah yang di kembangkan, maupun penyelenggaraannya itu sendirii. Deregulasi juga sangat diperlukan berkaitan dengan terjadinya konflik kebijakan antara konsep KAPET dan UU Otonomi Daerah. Selanjutnya, studi ini juga mengusulkan agar konsep KAPET tetap dapat dilaksanakan dengan "kesepakatan baru" dan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang diusulkan. "
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suahasil Nazara
"This study tries to measure the optimum size of regional government (municipality/city) which will support the accomplishment of decentralization policy ?s objectives. The result of this study will conclude how the reformation pattern toward regional government in Indonesia should be done. The result of regressing translog and quadratic functions using cost per capita minimalization approach shows the existence of economy of scale from the size of municipality/city?s population. Using maximization approach, ¡t is also shown that Municipality/city government expenditure ¡s not efficient yet and has not supported the efforts to accomplish the desired development performance. With various regulations, the significant variable used in the measurement of optimum size is the number of population.
The result of using minimization and maximization approaches show that the optimum size for municipality/city is not single (differ), between municipality and city, among each kind of per capita expenditure, and across tìme. Generally, the optimum and minimum size of population for municipality/city such that per capita expenditure can be minimized and such that Regional GDP per capita increases are approximately two million people. The reality of municipality/city?s size which in general is relatively small compared to the optimum and minimum measurement shows the inefficiency of municipality/city government expenditure, and its ineffectiveness to support the effort to enhance the welfare of society. Hence, territoty extension policy performed this far, is actually worsen the accomplishment of its main objective on conducting regional government and development."
2007
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wan Ruslan Abdul Ghani
"Seiring dengan perkembangan pembangunan, dirasakan model ekonomi agregat menjadi tidak terlalu banyak manfaatnya bagi perencanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan apabila kegiatan tersebut masuk ke dalam suatu dimensi ruang. Oleh karena itu yang dibutuhkan sekarang adalah suatu model yang bukan saja dapat menggambarkan jenis, lokasi dan pelaku kegiatan ekonomi tetapi juga mampu memberikan analisis tentang dampak langsung, tidak langsung dan terimbas (induced effects) dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang direncanakan. Model seperti ini sebenarnya tidak hanya dibutuhkan oleh para perencana dan pengawas pembangunan, tetapi juga oleh para politisi. Analisis inter-regional input-output merupakan salah satu alat yang sangat tepat dan bersifat komprehensif jika dipakai untuk menjelaskan dan rnenganalisis hubungan keterkaitan antar daerah dan antar sektor dalam suatu perekonomian.
Penelitian ini lebih menekankan pada tujuan membuat tabel input-output antar daerah (IOAD, Inter-Regional Input-Output) Propinsi Lampung atas dasar harga produsen tahun 1997 dengan menggunakan metode non-survey, dimana diuraikan secara rinci tentang proses dan tahapan sejak dari awal hingga penyusunan tabel akhir. Disamping itu sebagai analisis tambahan, juga dilihat pola keterkaitan antar sektor; ketergantungan antar daerah; besarnya efek multiplier; analisis dampak; serta dilihat pula prioritas sektor unggulan dengan memperhatikan keterkaitan antar kabupaten/kota di Propinsi Lampung.
Pola keterkaitan dan ketergantungan antar sektor dan antar daerah di Propinsi Lampung dilihat dengan menggunakan pola keterkaitan ke depan (Forward Linkage), dimana suatu sektorldaerah berperan sebagai pemasok bahan bake ke sektorldaerah lainnya yang bergerak di industri bilk; serta pola keterkaitan kebelakang (Backward Linkage), dimana suatu sektor / daerah sangat berperan sebagai pengguna / pembeli produk / output yang dihasilkan suatu sektor / daerah yang bergerak di industri hulu. Besarnya efek multiplier dan analisis dampak dilihat dengan menggunakan inners matrik teknologi leontief. Sedangkan prioritas sektor unggulan di Propinsi Lampung dilihat dengan memperhatikan kemampuan sektor / daerah tersebut dalam memasok industri-industri hilir, kemampuan menyerap produksi industri-industri hulu serta kemampuan sektor tersebut dalam menghasilkan output, yang kesemuanya diukur dengan menggunakan indeks prioritas.
Manfaat penelitian ini disamping dapat merberikan solusi baru bagi penyusunan perencanaan pembangunan daerah terutama yang berkaitan dengan aspek keterkaitan antar sektor dan antar daerah di Propinsi Lampung yang selama ini belum pernah dilakukan, juga sebagai penerapan pendekatan akademis dan pengembangannya dalam menyusun perencanaan regional khususnya di Propinsi Lampung.
Tabel akhir IOAD Propinsi Lampung dapat diperoleh setelah melakukan penyesuaian dengan menggunakan metode RAS melalui prosedur itterasi dengan kontrol matrik R dan. S, dimana Tabel tersebut berhasil disusun setelah melakukan itterasi sebanyak 269 kali.
Berdasarkan nilai indeks Forward Linkage dan Backward Linkage terlihat bahwa nilai indeks Forward Linkage tertinggi adalah 4,46 pada sektor 28 (perdagangan) di Kebupaten Lampung Selatan dan terendah adalah 0,67 pada sektor 13 (Kehutanan) di Kota Bandar Lampung. Sedangkan nilai indeks Backward Linkage tertinggi adalah 1,65 pada sektor 22 (industri semen dan kapur) di Kabupaten Lampung Tengah dan terendah adalah 0,67 pada sektor 13 (kehutanan) di Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan Keterkaitan ke depan, Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah dengan kemampuan tertinggi dalam menunjang produksi industri-industri hilir baik yang berada di daerahnya maupun di daerah lain, diikuti Lampung Utara, Lampung Tengah, Bandar Lampung dan Lampung Barat. Kegiatan produksi di Kabupaten Lampung Selatan tersebut sangat berdampak terhadap peningkatan produksi di Kota Bandar Lampung, Lampung Utara, Lampung Tengah dan Lampung Barat.
Berdasarkan keterkaitan ke belakang, Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah dengan kemarnpuan tertinggi dalam menunjang produksi industri-industri hulu baik yang berada di daerahnya maupun di daerah lain, diikuti Lampung Tengah, Bandar Lampung, Lampung Utara dan Lampung Barat. Kegiatan produksi di Kabupaten Lampung Selatan sangat berdampak terhadap peningkatan produksi di Kabupaten Lampung Barat, Bandar Lampung, Lampung Tengah dan Lampung Utara.
Berdasarkan urutan prioritas dari 1 s/d 25, ternyata Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Tengah memiliki 7 sektor, Kota Bandar Lampung memiliki 6 sektor, Kabupaten Lampung Utara memiliki 4 sektor dan Kabupaten Lampung Barat memiliki 1 sektor. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah dan Kota Bandar Lampung memiliki peranan yang cukup tinggi dalam meningkatkan output Propinsi Lampung, serta memiliki daya dukung yang besar terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya di bagian hilir dan di bagian hulu yang terdapat tidak hanya di dalam Kabupaten/Kota itu sendiri tetapi juga di daerah lain dalam Propinsi Lampung.
Dampak konsumsi masyarakat terhadap pembentukan NTB terbesar pada NTB Kabupaten Lampung Selatan, dampak konsumsi pemerintah terbesar pada NTB di Kota Bandar Lampung, dampak PMIDB terhadap NTB terbesar pada Kota Bandar Lampung, dampak perubahan stok terhadap NTB terbesar di Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan dampak ekspor netto terhadap NTB terbesar di Kota Bandar Lampung."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfani Fithria
"The Focus of this study is crowdi.ng out effect and public choice mechanism i.n determination of education expenditures of local government. Education spending has risen significantly over three last decades. Indonesia 2001's decentralization is rapidly moving the country from one of the most centralized system in the world to one of the most decenualized. The country has embarked on a program of fiscal, administrative and political decenu-alization at the same time. It has been asserted that larger education expenditures have caused local governments to spend less on other types of government services. Using panel of districts-level data for the period of 2001-2005, this study provides a test of the hypothesis that education spending has crowded out other types of spending and ties to find out which party in Indonesia that have preference in education. The results indicate that,for the period studied, there is evidence that i.ncreased local government education expenditures resulted in lower levels of speding on other categories of local government provided good and services. Only four parties that pro education are Golkar,Partai Keadi1an,Partai Persatuan Pembangunan(PPP) and Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Other results showed that districts located in Java spend higher education expenditures than out of Java and districts with natural resource revenue shares have higher education expenditures as well."
2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tridoyo Kusumastanto
Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, 2002
338.92 TRI r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>